Anda di halaman 1dari 77

PROSEDUR TETAP UNIT GAWAT

DARURAT
PROSEDUR KERJA ANTAR BAGIAN
Nomor Dokumen :
DINAS 440.1/097.AK/IV.41/13/SOP/I
KESEHATAN
KOTA BANDAR
SOP /2016
BLUD UPT
LAMPUNG
No.Revisi : 00
Tanggal Terbit : 4 Januari 2016
Halaman : 1/2 Puskesmas Rawat
Inap Satelit

BLUD UPT Puskesmas Dr. Ria Sari


Rawat Inap Satelit NIP. 197006242002122001

Pengertian :
Pelayanan Gawat Darurat merupakan pelayanan yang tidak terpisahkan dari pelayanan
Puskesmas rawat inap Satelit secara keseluruhan sistem.
Untuk menunjang hal tersebut puskesmas satelit membuka Unit Gawat Darurat yang bertujuan
menjalankan fungsi triase dan penanganan kegawat daruratan dengan tugas a.l :
1. Menyeleksi kasus umum dan kedaruratan
2. Menyeleksi kasus akut dan non akut.
3. Melakukan pelayanan kedaruratan umum sebatas fasilitas yang dimiliki
4. Menyeleksi kedaruratan khusus untuk dilanjutkan keunit pelayanan terkait yang sudah
ada sebelumnya sebagai rumahsakit khusus yaitu kamar bersalin (Kasus Obs-Gyn)
dan Perawatan Anak /PNK/PICU (perinatologi dan anak).
5. Pelaksanakan pelayanan profesi kedokteran umum diluar jam kerja atau hari libur.
Tenaga pelaksana :
1. Pelayanan triase : Dokter umum terlatih , perawat senior
2. Unit Kamar bersalin : Kepala unit Bidan senior (pelatihan local / BLS)
Pelaksana Bidan D1-D3 (pelatihan local/BLS)

3. Unit Perawatan Anak : Kepala unit Perawat senior terlatih


Pelaksana Perawat (pelatihan local /BLS)
4. Unit PNK/PICU : Kepala unit Perawat senior terlatih
Pelaksana perawat terlatih

Sarana penunjang :
1. Apotik 24 jam
2. Laboratorium Swasta PRODIA 24 jam di dalam puskesmas.
3. Obat standar kedaruratan disediakan diunit kerja terkait sesuai kebutuhan

1/2
kedaruratannya.
4. Troley emergensi tersedia di ruang tindakan khusus kamar operasi dengan akses
langsung.

Fasilitas pelayanan :
1. Pelayanan Triase
2. Pelayanan kedaruratan umum : 2 tempat tidur
a. Pelayanan Bedah : 1 tempat tidur
b. Pelayanan Non Bedah : 1 tempat tidur
3. Pelayanan Kamar bersalin :
a. Observasi (3 tempat tidur),
b. Kamar bersalin (3 tempat tidur),
c. kamar tindakan / operasi (3 tempat tidur)
d. Resusitasi (1 tempat tidur)
4. Pelayanan Kegawat daruratan Anak :
a. Ruang Resusitasi : 1 tempat tidur
b. Ruang tindakan / observasi : 2 tempat tidur

Prosedur / Struktur pelaksanaan :

PASIEN

TRIASE

KAMAR BERSALIN KAMAR PERAWATAN ANAK KAMAR TINDAKAN


PNK/PICU

KAMAR TINDAKAN
HIGH CARE PICU INTENSIVE UNIT TK III

SELEKSI PASIEN UMUM /


NON KEKHUSUSAN RUJUK

HIGH CARE UNIT KELUAR

DAPAT DITANGANI

DITANGANI

Unit terkait :
Medik
Keperawatan

2/2
3/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

SARANA KOMUNIKASI
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-07/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Komunikasi di UGD merupakan fasilitas penunjang utama dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien .
Terdiri dari :
1. Informasi dari luar unit
2. Informasi dari dalam unit
3. Informasi antar unit

Tujuan :
1. Unit pelayanan UGD diketahui oleh masyarakat luar.
2. Unit pelayanan UGD mudah dicapai dari luar dan dalam rumahsakit.
3. Komunikasi atar unit terkait dapat diselenggarakan dengan cepat .

Kebijakan :
Unit UGD dilengkapi dengan sarana komunikasi yang memadai untuk berkomunikasi dengan
dunia luar.

Fasilitas yang tersedia :


1. Brosur / Leaflet pelayanan rumah sakit.
2. Website RS Bunda
3. Petunjuk arah di rumah sakit bunda
4. Telepon Intern
5. Telepon Ekstern
6. Faximile

Prosedur :

4/2
Sarana komunikasi dapat mempergunakan semua fasilitas yang ada guna menunjang
kelancaran pelayanan terhadap pasien.
Tiap-tiap unit pelayanan memiliki data / informasi cara berkomunikasi baik terhadap dokter
konsulen, rumahsakit rujukan atau fasilitas penunjang pelayanan lain seperti laboratorium,
PMI, dan ambulans.

5/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP UNIT GAWAT
DARURAT

PROSEDUR KERJA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA ANTAR BAGIAN

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-08/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Pelayanan Gawat Darurat merupakan pelayanan yang tidak terpisahkan dari pelayanan
Rumah Sakit Bunda Margonda secara keseluruhan sistem.
Untuk menunjang hal tersebut rumahsakit bunda membuka Unit Gawat Darurat yang
bertujuan menjalankan fungsi triase dan penanganan kegawat daruratan dengan tugas a.l :
6. Menyeleksi kasus umum dan kedaruratan
7. Menyeleksi kasus akut dan non akut.
8. Melakukan pelayanan kedaruratan umum sebatas fasilitas yang dimiliki
9. Menyeleksi kedaruratan khusus untuk dilanjutkan keunit pelayanan terkait yang
sudah ada sebelumnya sebagai rumahsakit khusus yaitu kamar bersalin (Kasus Obs-
Gyn) dan Perawatan Anak /PNK/PICU (perinatologi dan anak).
10. Pelaksanakan pelayanan profesi kedokteran umum diluar jam kerja atau hari libur.

Tenaga pelaksana :
1. Pelayanan triase : Dokter umum terlatih , perawat senior
2. Unit Kamar bersalin : Kepala unit Bidan senior (pelatihan local / BLS)
Pelaksana Bidan D1-D3 (pelatihan local/BLS)

3. Unit Perawatan Anak : Kepala unit Perawat senior terlatih


Pelaksana Perawat (pelatihan local /BLS)
4. Unit PNK/PICU : Kepala unit Perawat senior terlatih
Pelaksana perawat terlatih

Sarana penunjang :
5. Apotik 24 jam
6. Laboratorium Swasta PRODIA 24 jam di dalam rumah sakit.

6/2
7. Radiologi dalam jam kerja (08.00- 16.00) on site; diluar jam kerja On call.
8. Obat standar kedaruratan disediakan diunit kerja terkait sesuai kebutuhan
kedaruratannya.
9. Troley emergensi tersedia di ruang tindakan khusus kamar operasi dengan akses
langsung.

Fasilitas pelayanan :
5. Pelayanan Triase
6. Pelayanan kedaruratan umum : 2 tempat tidur
a. Pelayanan Bedah : 1 tempat tidur
b. Pelayanan Non Bedah : 1 tempat tidur
7. Pelayanan Kamar bersalin :
a. Observasi (3 tempat tidur),
b. Kamar bersalin (3 tempat tidur),
c. kamar tindakan / operasi (3 tempat tidur)
d. Resusitasi (1 tempat tidur)
8. Pelayanan Kegawat daruratan Anak :
a. Ruang Resusitasi : 1 tempat tidur
b. Ruang tindakan / observasi : 2 tempat tidur

Prosedur / Struktur pelaksanaan :

PASIEN

TRIASE

KAMAR BERSALIN KAMAR PERAWATAN ANAK KAMAR TINDAKAN


PNK/PICU

KAMAR TINDAKAN
HIGH CARE PICU INTENSIVE UNIT TK III

KAMAR OPERASI SELEKSI PASIEN UMUM /


NON KEKHUSUSAN RUJUK

HIGH CARE UNIT KELUAR

7/2
DAPAT DITANGANI

DITANGANI

Unit terkait :
Medik
Keperawatan
Unit terkait

8/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP UNIT GAWAT
DARURAT

PELAYANAN UNIT GAWAT Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA
DARURAT
Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-09/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2,3,4,5 dan 6


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
1. Standar Operasional Prosedur ini petunjuk pelayanan Unit Gawat Darurat.
2. Memuat tentang proses persiapan, alur pelayanan, alur rujukan dan jenis pelayanan yang
dapat dilakukan.

Tujuan :
1. Prosedur ini digunakan untuk penanganan dan pelayanan pasien pada penderita gawat
darurat secara cepat dan tepat, yang membutuhkan pelayanan untuk mendukung fungsi
pelayanan medis Rumah Sakit terhadap masyarakat.
2. Sebagai acuan apabila didapatkan kesulitan dalam proses pelayanan.
3. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang labih memadai.
4. Berpartisipasi dalam penanggulangan korban bencana sesuai dengan fasilitas yang
tersedia.

Kebijakan :
1. Kompetensi :
a. Dokter umum terlatih yang sudah mengikuti ACLS / ATLS
b. Perawat terlatih yang sudah mengikuti pendidikan BTCLS

2. Sistem penomoran rekam medik Unit Gawat Darurat mengikuti sistem penomoran baku
Rumah Sakit.

3. Kriteria pasien adalah :


 Gawat Darurat adalah :
Keadaan medik yang menyebabkan seorang pasien tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau

9/2
anggota badannya akan menjadi cacat, sehingga diperlukan pertolongan
segera berupa tindakan resusitasi. Misalnya pasien dengan gangguan jalan
nafas, gangguan pernafasan dan sirkulasi

 Gawat Tidak Darurat adalah :


Keadaan medik dimana pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat misalnya pasien kanker stadium
lanjut.mengalami gangguan nafas ringan, pasein dengan Asma Bronkhial
yang memerlukan pertolongan segera, dan lain-lain. Pasien dengan kirteria
ini apabila kondisinya membaik, diperbolehkan rawat jalan. Jika kondisinya
membaik tetapi membutuhkan observasi memburuk, pasien harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan terdekat yang lebih lengkap sarananya.

 Darurat Tidak Gawat adalah :


Keadaan medik dimana pasien memerlukan pertolongan segera tetapi
kondisinya tidak mengancam jiwanya. Seperti pasien akibat musibah yang
datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya,
misalnya luka sayat dangkal atau pasien dengan trauma yang hanya
memerlukan tindakan penjahitan luka, pasien dengan luka bakar ringan-
sedang,dan lain-lain. Pasien dengan kriteria ini memerlukan pengawasan
maksimal 6 jam. Apabila kondisinya membaik, diperbolehkan pulang. Jika
kondisinya memburuk pasien harus dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat
yang lebih lengkap sarananya.

 Tidak Gawat dan Tidak Darurat :


Keadaan medik dimana pasien hanya memerlukan pengobatan saja. Seperti
pasien dengan radang saluran nafas atas, pasien diare ringan, pasien dengan
gangguan kulit dan lain-lain.

 Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
Tempat kejadian
 Kecelakaan lalulintas
 Kecelakaan di lingkungan rumah tangga
 Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
 Kecelakaan di sekolah

10/2
 Kecelakaan di tempat umum lain seperti tempat rekreasi,
perbelanjaan, arena olahraga dan lain-lain
Mekanisme kejadian
 Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing,
tersengat, terbakar (efek kimia,fisik, listrik atau radiasi)
Waktu kejadian
 Waktu perjalanan (travelling/transport time)
 Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain
Cedera : Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat
kecelakaan.

 Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian
harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan.

4 Pemilahan Pasien :
Memilah Pasien yang datang berdasarkan kirteria kegawat daruratan oleh perawat
UGD yang bertugas di area triase.
 Pasien Gawat Darurat : segera masuk ke ruang tindakan, dilakukan
pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS dan pemeriksaan tanda vital seperti :
tekanan darah, nadi, suhu badan dan pernafasan. Kemudian melaporkannya
kepada dokter jaga.
 Pasien Gawat tidak Darurat : segera masuk ke ruang tindakan, dilakukan
pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS dan pemeriksaan tanda vital seperti :
tekanan darah, nadi, suhu badan dan pernafasan. Kemudian melaporkannya
kepada dokter jaga.
 Pasien Darurat tidak Gawat : segera masuk ke ruang tindakan, dilakukan
pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS dan pemeriksaan tanda vital seperti :
tekanan darah, nadi, suhu badan dan pernafasan. Kemudian melaporkannya
kepada dokter jaga.
 Pasien tidak Gawat tidak Darurat diarahkan menuju ruang pendaftaran
 Pasien kasus Obstetri Ginekologi langsung diarahkan ke kamar bersalin.

5. Dokter jaga bertanggungjawab terhadap pasien di ruang UGD dan perawatan.

6 Pemeriksaan kasus kematian :

11/2
 Membuktikan kematian pasien, bila pasien tiba dalam keadaan meninggal dunia,
setelah ditemukan tanda-tanda pasti kematian dibuktikan dengan EKG flat (tanda
mati biologi) atau adanya lebam mayat.
 Memberikan penjelasan kepada keluarga / pengantar bahwa pasien telah
meninggal dunia sebelum sampai ke rumah sakit. (Dead on Arrival)
 Bila tanda kematian pasti belum ada dilakukan resusitasi jantung paru selama 15
menit, untuk luka listrik 60 menit.
 Memberikan surat pemeriksaan jenasah (Formulir A) bila yakin sebab kematian
karena penyakit bukan dicurigai tindak pidana.
 Melaporkan pada pihak kepolisian terdekat untuk dilakukan otopsi ke
laboratorium fosensik pada kasus tindak pidana.
 Mekanisme pelaporan dikelola oleh Bagian Administrasi UGD / Bagian informasi
rumah sakit.
Prosedur :
Tahapan pemeriksaan :
 Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Diagnosa (Dokter)
i. Menilai kesadaran umum, keadaan umum dan tanda vital pasien secara
cepat (Rapid Assesment)
ii. Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa sesuai dengan
kegawat daruratan pasien.
iii. Mencatat anamnesa, hasil pemeriksaan, diagnosa dan tindakan di rekam
medis pasien serta buku catatan harian .
 Pasien tidak sadar tanpa identitas tetap dilayani dan didahulukan memberikan
pertolongan.
 Bila ada dugaan keterkaitan penderita dengan kasus melawan hukum dilaporkan
pada pihak kepolisian terdekat.

 Tindakan (Dokter dan Paramedis)


Dokter : melakukan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan keadaan pasien.
 Pasien dengan kriteria Gawat Darurat :
 Setelah menilai kesadaran dan tanda vital pasien lakukan pertolongan
basic life support pada pasien gangguan ABCD (Airway, Breathing,
Circulation, Drug) seperti memasang gudel, membebaskan jalan nafas,
menggunakan ambubag, memberikan oksigen, memasang i.v. line
dengan cairan sesuai indikasi.
 Observasi setiap 15 menit ,maksimal selama 6 jam sampai keadaan
membaik. Jika keadaan pasien membaik sampai memenuhi kriteria
rawat jalan maka pasien dapat dipulangkan. Jika tidak ada perbaikan
atau memerlukan observasi lebih lanjut maka pasien dirujuk ke bagian

12/2
perawatan atau rumahsakit terdekat apabila memerlukan fasilitas yang
tidak tersedia.
 Pasien dengan kriteria Gawat tidak Darurat :
 Setelah menilai kesadaran dan tanda vital pasien, lakukan tindakan
sesuai SOP medis.
 Observasi setiap 15 menit ,maksimal selama 6 jam sampai keadaan
membaik. Jika keadaan pasien membaik sampai memenuhi kriteria
rawat jalan maka pasien dapat dipulangkan. Jika tidak ada perbaikan
atau memerlukan observasi lebih lanjut maka pasien dirujuk ke bagian
perawatan atau rumah sakit terdekat apabila memerlukan fasilitas
yang tidak tersedia.
 Pasien dengan kriteria Darurat tidak Gawat :
 Setelah menilai kesadaran dan tanda vital pasien, lakukan tindakan
sesuai SOP medis.
 Observasi setiap 15 menit ,maksimal selama 6 jam sampai keadaan
membaik. Jika keadaan pasien membaik sampai memenuhi kriteria
rawat jalan maka pasien dapat dipulangkan. Jika tidak ada perbaikan
atau memerlukan observasi lebih lanjut maka pasien dirujuk ke bagian
perawatan atau rumah sakit terdekat apabila memerlukan fasilitas
yang tidak tersedia.

 Pasien tidak Gawat tidak Darurat :


 Sesuai prosedur pengobatan di poliklinik umum dan hanya dilayani
untuk hari Senin s/d/ Jumat setelah pukul 16.00, Hari Sabtu setelah
pukul 12.00 dan pada hari libur / minggu.
 Menerangkan semua jenis pemeriksaan / tindakan kepada keluarga pasien /
pengantar dengan jelas.

Paramedis :
 Paramedis membantu dokter dalam melakukan tindakan sesuai dengan
instruksi dokter.
 Menyiapkan obat dan alat kesehatan yang diperlukan.
 Mencuci, mensterilkan dan menyimpan kembali alat-alat kesehatan yang
sudah dipakai dan mengisi cek-list sterilisasi instrumen.
 Mencatat pemakaian obat dan alat kesehatan habis pakai pada lembar
disposisi.
 Mencatat pemakaian alat kesehatan yang habis dipakai pada buku stok alat
kesehatan.

13/2
 Mengajukan permintaan obat suntik / alat kesehatan di lembar permintaan
obat / alkes pada bagian gudang farmasi tiap pagi untuk pemakaian hari
sebelumnya.

Pasien dan atau pengantar / keluarga :


 Menandatangani Surat Persetujuan / izin Tindakan Medik.
 Menandatangani Surat pernyataan penolakan jika menolak dilakukan
tindakan medik dan mengemukakan alasan.
 Mengerti dan mmentaati semua prosedur Informed concent yang terkait
dengan hak dan kewajiban pasien

 Rujukan Pasien
Dokter :
 Memberikan penjelasan kepada pasien / keluarga pasien / pengantar tentang
tindakan rujukan.
 Membuatkan surat rujukan dan menuliskannya di rekam medis dan catatan
harian.
 Menandatangani di surat pernyataan penolakan bila pasien menolak dirujuk.
 Jika kondisi memungkinkan mengantar pasien dengan kondisi gawat darurat
yang telah distabilkan kondisi kedaruratannya namun masih memungkinkan
terjadinya kedaruratan ulangan yang memerlukan tindakan resusitasi segera
selama perjalanan.

Paramedis :
 Mengantar pasien ke rumahsakit tujuan apabila rujukan dengan Ambulance
rumah sakit.
 Melakukan pencatatan observasi dan menjaga kondisi pasien dalam keadaan
stabil selama perjalanan.
 Melakukan serah terima pasien dengan dokter atau perawat di rumahsakit
rujukan dengan membuatkan berita acaranya pada rekam medis.

Pasien dan atau Pengantar / Keluarga :


 Menandatangani surat rujukan bila menyetujui pasien untuk dirujuk.
 Menandatangani surat pernyataan penolakan bila menolak untuk dirujuk dan
memberikan alas an penolakan.
 Mengikuti semua peraturan rumahsakit yang berkaitan dengan rujukan
pasien.

Unit terkait :
1. Informasi

14/2
2. Rekam Medik
3. Kasir
4. Medik / Keperawatan
5. Ambulance
6. Farmasi

ALUR PENERIMAAN PASIEN UNIT GAWAT DARURAT

Tata cara PASIEN


penerimaan
pasien
rujukan RUJUKAN DATANG SENDIRI

AMBULANCE PRIBADI
Tata cara
penerimaan
pasien
dengan
ambulance
DOA GD GTD DTG TGTD
15/2

Tata cara Arahkan ke informasi dan


penerimaan RUANG TINDAKAN / administrasi
pasien DOA RESUSITASI
Dokumen terkait :
1. Formulir pendaftaran
2. Rekam medis
3. Buku catatan harian
4. Lembar disposisi
5. Kwitansi

Penanggungjawab Aktivitas Dokumen

PARAMEDIS Status pasien


Pemilahan pasien

PARAMEDIS Status pasien


PENDAFTARAN

DOKTER Status pasien


TRIASE Form.A (Surat Pemeriksaan Jenasah)
Register Kematian

DOKTER , Status Pasien


PARAMEDIS Form dan buku tindakan
Surat persetujuan
PELAYANAN Surat Penolakan
KEDARURATAN DI
UGD Lembar Observasi pasien
Observasi pemberian infus
Kartu stok obat
Lembar pemberian obat Emergency

DOKTER , Status pasien


ASISTEN APOTEKER PELAKSANAAN Resep dokter Daftar permintaan obat /alkes
PENGOBATAN /
TINDAKAN DI UGD

DOKTER Surat rujukan dokter


Form menolak rujukan
PELAKSANAAN Buku rujukan
RUJUKAN DI UGD Lembar serah terima pasien
Buku komunikasi
Register layanan harian

PARAMEDIS Struk tindakan


KASIR / ADMINISTRASI Buku penerimaan uang

PARAMEDIS Buku ekspedisi obat


Buku ekspedisi alat
EVALUASI HARIAN Buku Operan Jaga

16/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGGULANGAN BENCANA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA MASSAL

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-10/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2,3,4,5 dan 6


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
1. Kecelakaan Massal
Semua kasus dengan jumlah korban yang cukup besar yang melebihi kapasitas pertolongan gawat
darurat rutin dan kapasitas sarana kesehatan
2. Pelayanan Gawat Darurat
Tim yang secara khusus disusun untuk menanggulangi situasi- situasi gawat darurat yang terjadi
sehari-hari seperti Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran, Layanan Ambulans, Unit Gawat Darurat
3. Pelayanan Keperawatan
Semua sarana yang menyediakan perawatan kesehatan untuk semua jenis pasien seperti Rumah
Sakit, Poliklinik, Puskesmas/ Klinik, Layanan Ambulans. Di beberapa negara, pelayanan ini dibawah
pengaturan Departemen Kesehatan
4. Penatalaksanaan korban bencana massal
Penatalaksanaan korban bencana massal, dengan tujuan meminimalkan kematian dan kecacatan
II Sistem Penatalaksanaan korban bencana massal
Satu kelompok yang terdiri dari unit-unit, organisasi dan sektor-sektor yang bekerja sama dengan
menggunakan tata cara tetap untuk meminimalkan tingkat kematian dan kecacatan korban
bencana massal dengan menggunakan segala sumber daya yang ada secara efisien.

III Penanggulangan bencana massal


adalah penanggulangan suatu keadaan dimana pada waktu yang singkat datang korban bencana
dalam jumlah yang melebihi keadaan biasa sehingga diperlukan penangganan khusus.
Sistem penatalaksanaan korban bencana massal didasarkan pada :
 Tata cara penilaian awal, dipergunakan dalam prosedur kegawat-daruratan rutin yang dapat
diadaptasi untuk kecelakaan-kecelakaan besar
 Penggunaan sumber daya secara maksimal

17/2
 Persiapan dan respon multi-sektoral
 Koordinasi yang terencana baik dan teruji

Tujuan :
1. Korban bencana masal dapat ditangani sebaik-baiknya secara cepat dan tepat sesuai
kondisi
2. Tercapai kinerja efektif, efisien dan cepat dalam penanggulangan bencana
3. Prosedur ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan seluruh petugas di
rumahsakit Bunda apabila terjadi korban bencana massal yang datang ke rumah sakit.

Kebijakan :
Rumah Sakit Bunda Margonda mengatur tatacara Penanggulangan Bencana Massal di UGD yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengaturan Penanggulangan Bencana Massal di Rumah
Sakit Bunda Margonda.

Prosedur :
Pentahapan penanggulangan Bencana Massal meliputi :
I. Penentuan kriteria Bencana
II. Penanggulangan Kegawat daruratan
III. Penambahan pelaksana / petugas
IV. Ketersediaan obat dan alat
V. Keamanan pelayanan dan lingkungan rumah sakit

I. Penentuan Kriteria Bencana


Menentukan Kriteria tingkat bencana sebagai berikut :
c. Siaga I : Jumlah korban datang 5 orang, tenaga dokter dan perawat masih dapat
dipenuhi oleh tenaga yang bertugas.
d. Siaga II : Jumlah korban antara 5- 10 orang. Diperlukan tenaga perawat tambahan
dari Kamar Operasi/Kamar Bersalin.
e. Siaga III : Jumlah korban lebih dari 10 orang dan diperlukan tambahan bantuan
petugas dari unit lain.

Pembagian tugas dalam koordinasi kerja penanggulangan bencana massal adalah sebagai
berikut :
a. Pembentukan Organisasi penanggulangan bencana massal dilakukan dengan menilai
kompetensi masing-masing saat bencana massal terjadi yaitu :
i. Pimpinan Organisasi :
Dijabat oleh pimpinan rumah sakit / dokter jaga UGD yang bertugas
menentukan tingkat siaga dan memimpin serta mengkoordinasikan
semua unsur yang bertugas untuk penanggulangan bencana.

18/2
ii Perawat UGD dan Petugas Informasi
Menghubungi direksi, dokter spesialis, ambulans 118, rumah sakit sekitas
dan perawat unit lain, petugas lain seperti kepolisian, pemadam
kebakaran dll.

b. Penentuan keadaan siaga oleh :


i Dokter UGD pada jam kerja
ii Dokter UGD atau Piket / Penanggungjawab shift diluar jam kerja / hari
minggu & libur.

c. Pimpinan triase adalah dokter UGD dibantu perawat UGD.


d. Pelaporan kondisi bencana dilakukan oleh petugas informasi kepada direktur rumah
sakit.
e. Pengamanan lingkungan diselenggarakan oleh pihak keamanan dan petugas rumah
tangga rumah sakit.

II. Penanggulangan Kegawat Daruratan


1. Klasifikasi korban bencana dibagi dalam 5 (lima) golongan :
Label Merah : Penderita memerlukan tindakan life saving yang harus segera
dilakukan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Label Biru : Penderita dengan trauma kepala berat dan perdarahan dalam rongga
perut.
Label Kuning : Penderita dengan trauma ringan atau hanya memerlukan tindakan
bedah minor. Untuk selanjutnya pasien diperbolehkan pulang.
Label Hijau : Penderita tidak mengalami luka, dan jika dibiarkan tidak berbahaya.
Label Hitam : Penderita telah meninggal, dan diberikan identitas pada selembar
label yang berisi (Nama pasien, Umur, Jenis Kelamin, Alamat
Pasien) jika penderita tidak dikenal maka dituliskan tidak dikenal.

2. Alur Penderita di UGD adalah sebagai berikut :


 Pasien dilakukan triase di koridor depan pintu masuk UGD.
 Pasien dengan label Merah dibawa masuk ke ruang resusitasi UGD dan langsung
ditangani dengan segera.
 Pasien dengan label Biru ditempatkan di ruang/bed tindakan untuk segera
dilakukan lindakan partolongan pertama dan definitive bila memungkinkan.
 Pasien dengan label kuning dibawa ke UGD ditempatkan di ruang/bed obsevasi
menunggu giliran pertolongan.
 Pasien dengan label hijau tidak dibawa ke UGD melainkan Poliklinik
Keluarga/Ruang pameriksaan Poli Keluarga di UGD.

19/2
 Pasien dengan label Hitam dibawa kamar transisi stelah labelisasi.

Semua pasien di UGD masuk dan pulang melalui pintu depan, jika meninggal dibawa
melalui pintu ke arah radiology.

III Penambahan pelaksana / petugas


Apabila dinyatakan siaga, maka pimpinan rumah sakit / dokter Jaga UGD / Piket (diluar
jam kerja) segera melaporkan kepada direksi dan berkoordinasi dengan petugas
informasi untuk :
1. Memanggil dokter spesialis sesuai kebutuhan.
2. Memanggil petugas keamanan (Satpam) untuk siaga.
3. Mengerahkan tenaga perawat sesuai keperluan.
4. Menghubungi petugas farmasi untuk mengatur penyediaan obat dan alat kesehatan
sesuai kebutuhan.
5. Menghubungi kepala kamar operasi agar menyiapkan ruang siap pakai, baik tenaga,
lenen maupun alat operasi.
6. Meminta piket untuk melayani kebutuhan pasien dan petugas.
7. Memanggil bagian lenen untuk melayani kebutuhan pasien dan petugas.
8. Menghubungi ambulans 118 atau ambulans rumah sakit sekitar sesuai kebutuhan.
9. Menghubungi dinas kesehatan daerah setempat (PUSDALDUKES /Pusat Pengendalian
Terpadu Kesehatan ) untuk melaporkan dan melakukan koordinasi
selanjutnya.Melaporkan semua tindakan yang telah dilakukan kepada direktur begitu
tiba di lokasi dan melakukan serah terima kepemimpinan untuk dapat berkoordinasi
lebih lanjut.
10. Menghubungi instansi / pihak terkait untuk pengamanan wilayah (kepolisian,
pemadam kebakaran,pemda setempat dll)

IV. Ketersediaan Obat dan Alat


 Pimpinan rumah sakit sebagai pimpinan dalam penanggulangan bencana massal
ini akan berkoordinasi dengan petugas rumah sakit terkait pengadaan obat dan
alat atau berkoordinasi dengan pihak-pihak diluar rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan penyediaan obat dan alat .
 Dalam tahap awal penanggulangan bencana massal di rumah sakit, kebutuhan
obat dan alat dipenuhi dari stok di rumah sakit dengan memobilisasikan petugas
farmasi sebagai pelaksana di lapangan.

V. Keamanan Pelayanan dan Lingkungan Rumah sakit


 Pimpinan rumah sakit sebagai pimpinan dalam penanggulangan bencana massal
ini akan berkoordinasi dengan petugas rumah sakit terkait pengamanan (Satpam)

20/2
atau berkoordinasi dengan pihak-pihak diluar rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan pengamanan pelayanan dan lingkungan di rumah sakit .
 Dalam tahap awal penanggulangan bencana massal di rumah sakit, kebutuhan
pengamanan pelayanan dan lingkungan rumah sakit dengan memobilisasikan
petugas pengamanan rumahsakit (Satpam), petugas rumah tangga, kebersihan,
dan petugas parkir (petugas non medis) sebagai pelaksana di lapangan.

21/2
Skema penanggulangan bencana massal di Rumah Sakit Bunda Margonda

Aktivitas
Penanggung jawab

Poliklinik KEDATANGAN KORBAN


Informasi (PINTU DEPAN UGD)

Rekam Medik
PENENTUAN KRITERIA INFORMASI
BENCANA PENYEBAB BENCANA
Dokter Jaga UGD
Perawat UGD
Dokter Poliklinik Umum

SIAGA I SIAGA II SIAGA III PENAMBAHAN


TENAGA

Laboratorium
Kasir TRIASE
Apotik  SATPAM
 PIMPINAN RUMAH SAKIT
 APOTEKER / GUDANG
FARMASI
 PENANGGUNGJAWAB KO
LABELISASI PASIEN DAN  DOKTER SPESIALIS
IDENTIFIKASI  POLISI
 PETUGAS LAIN TERKAIT

MERAH BIRU KUNING HIJAU HITAM

Unit terkait :
SMF Medik
SMF Keperawatan
Farmasi
Satpam
Direksi / Pimpinan rumah sakit
Unit lain terkait

22/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

STRUKTUR ORGANISASI UGD Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-11/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2, dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

STRUKTUR ORGANISASI UGD


(Lamp. SK Dir. No. /Med./ / )

Direktur Medik & Keperawatan

Komite Medik

Manajer Medik
…………………..
Koordinator
keperawatan
………………
Kepala UGD
………………………………….

Medis Pelaksana Harian Keperawatan

Koordinator Dokter Jaga Penanggungjawab Logistik (Obat dan Alat) Perawat


…………………………… ………………………… Pelaksana

Dokter Jaga Petugas Administrasi / Rekam Medis

Petugas Rumah Tangga

23/2
Uraian Tugas :

1. Manajer Medik :
a. Bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan pelayanan di UGD.
b. Mengatur kecukupan tenaga pelaksana pelayanan dengan berkoordinasi dengan bagian
terkait.
c. Menerima laporan dan evaluasi dari kepala UGD tentang jalannya pelayanan.
d. Berkoordinasi dengan direksi untuk menunjang kemajuan UGD dan peningkatan kualitas
& mutu pelayanan.

2. Kepala UGD :
a. Mengatur pelaksanaan kegiatan pelayanan di UGD sehingga dapat berjalan dengan baik
dan efisien.
b. Mengusulkan pengembangan dan pelatihan ketenagaan di UGD guna meningkatkan
keterampilan SDM.
c. Mengusulkan pengadaan fasilitas / kerjasama dengan instansi lain yang dapat menunjang
pelayanan di UGD.
d. Melakukan evaluasi terhadap kinerja UGD secara berkala tiap bulan,dan dilakukan analisa
tiap tahunnya.
e. Melaporkan hasil evaluasi kinerja UGD kepada Manajer Medik untuk disampaikan pada
direktur rumah sakit sebagai bagian dari laporan tahunan bidang medik.
f. Memimpin rapat-rapat rutin antar staf dan pimpinan secara teratur sesuai waktu yang
disepakati.
g. Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait guna bekerjasama dalam penanggulangan ke
gawat daruratan di UGD.

3. Pelaksana Harian :
a. Bertanggung jawab pada kinerja masing-masing bagian dan memberikan laporan tertulis
kepada kepala UGD untuk dilakukan evaluasi.
b. Berusaha untuk dapat melaksanakan kegiatan kegawat daruratan dengan sebaik-baiknya
melalui penerapan standar prosedur yang ada.
c. Bertanggung jawab sebagai bagian dari Penanggulangan Bencana Massal sesuai dengan
standar prosedur yang berlaku.
d. Berkoordinasi dengan pihak terkait untuk kelancaran perlayanan di UGD.

4. Koordinator Dokter Jaga :


a. Membuat jadwal jaga dokter umum dan on call spesialis untuk menjaga kelancaran
pelayanan UGD 24 jam.
b. Mengevaluasi kelancaran pelaksanaan penjadwalan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga
dokter.
c. Mengusulkan ketenagaan dan pelatihankepada kepala UGD untuk pengembangan
keterampilan dokter jaga demi peningkatan kualitas pelayanan.
d. Melaksanakan pertemuan rutin dokter jaga untuk mengevaluasi kinerja.
e. Membuat laporan kegiatan harian dan melakukan serah terima rutin tiap pagi dengan
dokter jaga malam.
f. Mengikuti rapat koordinasi dengan keperawatan dan direksi setiap pagi dalam jam dinas.

5. Penanggungjawab logistik (Obat dan Alat)


a. Menyediakan semua keperluan obat dan alat medis guna menjaga kelancaran
pelaksanaan pelayanan di UGD.
b. Mengecek dan mempertanggungjawabkan semua penggunaan bahan dan alat dan
melakukan stok barang secara periodik.
c. Jika diperlukan dapat membantu menangani pelayanan di UGD untuk kasus tidak gawat
tidak darurat yang datang / poliklinik umum.

6. Dokter Jaga dan Perawat Pelaksana :


a. Bertanggungjawab terhadap jalannya pelayanan medik dan keperawatan di UGD.
b. Membuat laporan tentang semua kejadian secara teratur tiap shift .
c. Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh meninggalkan pasien tanpa serah terima
kepada dokter jaga / perawat lain yang akan menggantikannya.

24/2
d. Memiliki kemampuan dan keinginan untuk berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan.
e. Menghadiri semua kegiatan rapat rutin yang telah ditetapkan.

7. Petugas Rumah Tangga :


a. Memenuhi semua kebutuhan guna kelancaran pelayanan di UGD.
b. Petugas Keamanan bertanggungjawab terhadap pengamanan di UGD baik bagi karyawan
atau pasien.
c. Petugas pemeliharaan bertanggungjawab terhadap pemeliharaan rutin semua peralatan
medis dan non medis di UGD.

8. Petugas Administrasi / Rekam Medis :


a. Bertanggungjawab terhadap pencatatan dan penomoran semua pasien di UGD.
b. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan administrasi dan pembayaran di UGD.
c. Membuat laporan rutin dan khusus sesuai kebutuhan terhadap pelayanan UGD.
d. Membuat laporan medis terkoordinasi dengan Rekam Medis bagi pasien yang
membutuhkan sesuai prosedur yang berlaku.

25/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

ORIENTASI KARYAWAN BARU Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-12/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2, dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Orientasi karyawan baru adalah kegiatan adaptasi / pengenalan lingkungan tempat kerja dan
pembinaan keterampilan kerja.
Meliputi kegiatan :
 Orientasi Umum ;
i. Pengenalan profil rumah sakit
ii. Pengenalan Unit unit kerja yang ada di rumah sakit
iii. Hak dan kewajiban karyawan
iv. Sistem penggajian dan sanksi
v. Jenjang karier
vi. Sistem kerja yang berlaku / tata organisasi kerja
 Orientasi khusus :
i. Pengenalan struktur organisasi UGD
ii. Pengenalan fisik lingkungan UGD dan rumah sakit.
iii. Pengenalan kebijakan / peraturan yang berlaku di UGD dan hubungannya
dengan rumah sakit.
iv. Pengenalan fungsi, tugas, wewenang, hak dan tanggungjawab
v. Mekanisme kerja sama antar shift dan antar bagian terkait (laboratorium,
gudang farmasi,rontgen, dokter,perawat dll).
vi. Mengetahui fasilitas yang tersedia.
vii. Penjelasan tentang kasus-kasus yang datang ke UGD dan cara penanganan
serta cara merujuknya.
viii. Penjelasan tentang cara-cara pelaporan kasus UGD kepada bagian rekam
medis atau bagian lain yang terkait.

Karyawan Baru adalah :

26/2
Karyawan yang baru diterima di rumah sakit bunda dan ditempatkan di UGD atau
karyawan yang baru dimutasi ke UGD dari bagian lain di rumah sakit.

Tujuan :
Agar Pelayanan UGD dapat berjalan terus menerus dengan baik sesuai standar yang berlaku
sehingga tercapai pelayanan yang cepat dan tepat.

Kebijakan :
1. Rumah sakit mengatur program orientasi karyawan baru.
2. Pelayanan UGD harus terlaksana dengan baik selama 24 jam

Prosedur :
Orientasi umum:
 Dikoordinir oleh rumah sakit melalui bagian personalia.
 Diberikan dalam bentuk kelas
 Batas waktu sesuai kebutuhan , maksimal 1 minggu.
 Evaluasi dalam bentuk tes tertulis
Orientasi Khusus :
 Dikoordinir UGD melalui kepala UGD/ Pelaksana harian
 Diberikan secara On The Job Trainning .
 Waktu sesuai kebutuhan .
 Evaluasi berkala 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.
 Hasil evaluasi disampaikan dalam bentuk penilaian keterampilan kerja sesuai formulir
baku personalia disampaikan oleh atasan langsungnya dan disampaikan ke bagian
personalia.

27/2
BUNDA

LEMBAR PENILAIAN ORIENTASI KARYAWAN BARU DI UNIT KERJA UGD


Nama Karyawan : ……………………………………… NIP : …………………………………….
Pendidikan : …………………………………….. Tanggal : …………………s/d …………………………..

MATERI ORIENTASI PEMBIMBING PENILAIAN KETERANGAN


 Orientasi Umum ;
1. Pengenalan profil rumah sakit ……..
2. Pengenalan Unit unit kerja yang ada di rumah sakit ……..
3. Hak dan kewajiban karyawan ……..
4. Sistem penggajian dan sanksi ……..
5. Jenjang karier ……..
6. Sistem kerja yang berlaku / tata organisasi kerja …….
 Orientasi khusus :
1. Pengenalan struktur organisasi UGD ……..
2. Pengenalan fisik lingkungan UGD dan rumah sakit. …….
3. Pengenalan kebijakan / peraturan yang berlaku di ……..
UGD dan hubungannya dengan rumah sakit.
4. Pengenalan fungsi, tugas, wewenang, hak dan ……..
tanggungjawab
5. Mekanisme kerja sama antar shift dan antar bagian ……..
terkait (laboratorium, gudang farmasi,rontgen,
dokter,perawat dll).
6. Mengetahui fasilitas yang tersedia. ……..
7. Penjelasan tentang kasus-kasus yang datang ke ……..
UGD dan cara penanganan serta cara merujuknya.
8. Penjelasan tentang cara-cara pelaporan kasus UGD ……..
kepada bagian rekam medis atau bagian lain yang
terkait.
 PENGETAHUAN / KETERAMPILAN LAIN
1. ………………………………………………………………………
2. ………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
Kesimpulan hasil orientasi : ……………………………………………………………………………………
Jakarta, 200..
Penanggungjawab UGD

(…………………………………….)

28/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGANAN KEJANG PADA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA ANAK

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-13/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2,3,4,5 dan 6


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Kejang adalah terjadinya lepas muatan listrik dari syaraf yang mengakibatkan adanya
gerakan-gerakan involuntir (tidak terkendali) pada sebagian atau seluruh anggota badan.
Kejang pada anak dapat terjadi karena :
 Gangguan oksigenisasi otak (hipoksia otak)
 Gangguan metabolik (hipoglikemi,gangguan elektrolit dll)
 Gangguan / trauma kepala (perdarahan otak dll)
 Infeksi yang mengenai susunan saraf (ensefalitis,meningitis dll)
 Kelainan otak (epilepsi)

Tujuan :
Memberikan pertolongan kepada pasien yang sedang mendapat serangan kejang agar dapat
dicegah atau dikurangi kemungkinan terjadinya komplikasi akibat serangan kejang berupa :
 Lidah tergigit
 Hipoksia
 Pasien terjatuh / trauma karena kesadaran menurun
 Penyumbatan lidah pada saluran nafas

Mengupayakan penatalaksanaan kejang agar terhindar dari terjadinya kejang berulang.

Kebijakan :
 Rumah sakit mengatur penanganan pasien kejang agar pasien dapat diberikan
pertolongan segera sesuai dengan standar yang ada.
 Pertolongan kedaruratan dapat diberikan kepada pasien secara cepat, tepat dan efektif
pada pasien dengan kejang yang datang ke UGD RSIA Bunda Jakarta.
Prosedur :

29/2
 Persiapan Alat :
1. Pembuka mulut / tongue spaltel
2. Gudel / Penahan lidah
3. Penghisap lendir (Suction ) siap pakai
4. Oksigen lengkap dengan meteran, masker dan selang penghubung siap pakai
5. Perangkat untuk melakukan kompres
6. Termometer dan tensimeter
7. Senter
8. Spuit (persiapan alat suntik)
9. Obat-obat anti kejang (Obat suntik dan obat anal supositoria)
10. Kom kecil, vaselin , tissue, kassa
11. Pinset ,Bengkok
12. Lenen sesuai kebutuhan
 Persiapan Pasien :
Baringkan pasien dengan posisi horizontal, kepala dimiringkan dan ekstensi.
 Cara melakukan :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat. Petugas memakai sarung tangan
steril.
2. Pasang tongue spaltel yang telah dibungkus dengan kain kassa.
3. Bebaskan jalan nafas dari segala hambatan dengan jalan menghisap lendir.
4. Pertahankan jalan nafas dengan pemasangan gudel.
5. Beri Oksigen tekanan tinggi.
6. Periksa temperatur, tekanan darah,keadaan / jenis kejang dan lamanya.
7. Berikan kompres jika panas, dan berikan obat anti kejang sesuai prosedur pengobatan
8. Onservasi keadaan umum dan reaksi selanjutnya.
9. Jika keadaan stabil dapat dipindah ke ruang rawat atau PNK / PICU jika kemungkinan
kondisi berulang.
10. Alat-alat dibersihkan sesuai prosedur dekontaminasi.

Perhatian khusus pada penanganan kejang :


1. Kosongkan tempat tidur dari benda-benda lain agar memudahkan pertolongan
dan tidak mengganggu gerakan pasien.
2. Selama pasien kejang tidak boleh ditinggalkan.
3. Pada pasien kejang yang sudah diberi obat anti kejang, sesudah kira-kira 1/4 jam
kejang belum berhenti segera lapor kepada dokter / dikonsultasikan.
4. Gagang tongue spaltel diletakkan diantara gigi geraham / disamping.
5. Melakukan penghisapan lendir secara periodik menjaga jalan nafas tetap terbuka.
6. dilarang memberikan makanan / minuman pada pasien kejang sebelum
kesadarannya pulih.

30/2
Bagan Pertolongan kedaruratan pada pasien Kejang :

BAGAN KEJANG AKUT ATAU STATUS EPILEPTIKUS

PreHospital
Diazepam 5-10 mg pre rectal , 0 – 10 mnt
Max jarak 5 mnt

Hospital / ED
-.ABC 10 - 20 mnt
-.Diazepam 0,25 mg-0,5 mg/kg/iv
(rate 2 mg/mnt,max20 mg)
atau
Midazolam 0,2 mg/kg/iv
atau
Lorezopam 0,5 mg-0,1 mg/kg/iv

Fenitoin 20 mg/kg/iv
31/2 ml N5 )
(20mnt/50
ICU / ED 20 – 30 mnt

Kejang ( + )
Tambahan :
Fenitoin 5 mg/kg/iv Fenobarbital 20 mg/kg/iv 30 - 60 mnt
( rate > 10 mnt )

ICU REFRAKTER STATUS EPILEPTIKUS

Midazolam 0,2 mg/kg/iv bolus


Dilanjutkan dengan
Maentenace 0,02 – 0,4 mg/kg/jam
atau
Propofal 1-3 mg/kg bolus
Infus 2 – 10 mg /kg/jam
atau
Penobarbital 5 – 15 mg/kg bolus
Infus 0,5 – 5 mg /kg/jam

Dosis Obat yang sering dipergunakan :

NAMA OBAT DOSIS PENJELASAN


PARACETAMOL 15 - 20 mg/PR

DIAZEPAM Usia <1th : 2,5 mg/PR


Usia 1-3th : 5 mg / PR
Usia > 3th : 10 mg /PR
Bolus IV lebih dari 3-5 menit  Encerkan menjadi 10 ml dan titrasi sampai dosis maksimum 200-300
μg/kg atau 1 mg / tahun.
 Dosis ini dapat diulang setelah 10 menit.
 Dosis Diazepam awal harus dapat menghentikan aktivitas kejang
dalam 10 menit (biasanya kurang dari 5 menit), efeknya bertahan
sampai maksimum 1 jam.
 Diazepam merupakan depresan sistem pernafasan, sedativa dan
dapat menimbulkan hipotensi pada bayi usia muda.
 BISA BERINTERAKSI DENGAN FENOBARBITAL DAN
MENIMBULKAN HIPOTENSI DAN DEPRESI SALURAN
PERNAFASAN

32/2
PARALDEHID Rektal :0,4 ml/kg  Dibuat larutan 50 : 50 dalam minyak kacang / arachis, minyak sudah
diambil sebelumnya atau sebagai enema 10% dalam N-Saline.
 Paraldehid membutuhkan waktu 10 - 15 menit untuk bereaksi.
 Efeknya akan bertahan maksimum 4 jam.
 Paraldehid dapat menyebabkan iritasi rektum. Obat ini menyebabkan
depresi sistem pernafasan derajat ringan.
 Hindari pemakaiannya pada penyakit hati.
 Spuit plastik dapat digunakan tetapi paling baik dilakukan dalam

waktu beberapa menit, jangan menggunakan vial yang sudah


berubah warna.
FENOBARBITAL Loading dose (IV) 15 mg/kg  Encerkan dalam larutan IV standar apapun.
diberikan selama 10 menit  Dosis maksimum 750 mg.
 Fenobarbital menimbulkan efek dalam 5 - 20 menit dan berlangsung
selama 50 - 120 jam.
 Obat bisa efektif pada pasien yang sudah mendapat fenobarbital.
 BISA BERINTERAKSI DENGAN BENZODIAZEPIN SEHINGGA
MENYEBABKAN HIPOTENSI DAN DEPRESI SISTEM PERNAFASAN
TIOPENTAL Dosis induksi 2 - 7 mg/kg IV  Larutan alkali menyebabkan iritasi jaringan.
 Tiopental merupakan obat anestetik dan hanya boleh digunakan oleh
petugas berpengalaman yang bisa melakukan intubasi.
 Obat anti epileptik lain harus dilanjutkan

33/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PROSEDUR PEMAKAIAN OBAT Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA LIFE SAVING

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-13/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Obat Life Saving adalah obat yang dibutuhkan untuk memberikan pertolongan pada kasus-
kasus gawat darurat.

Tujuan :
Sebagai acuan dalam pengadaan, penataan dan penyimpanan serta penggunaan obat life
saving bagi pasien gawat darurat.

Kebijakan :
 Obat life saving ditentukan rumah sakit Bunda Jakarta dengan mempertimbangkan
kualitas pelayanan gawat darurat bagi pasien.
 Macam dan jenis obat ditetapkan berdasarkan variasi kasus kedaruratan yang terbanyak
di UGD rumah sakit Bunda Margonda.
 Pengadaan obat mengikuti tata pengelolaan baku farmasi yang ada.

Prosedur :
1. Obat-obat harus tersedia lengkap di lemari obat / troley emergensi sesuai dengan
kebutuhan.
2. Penempatan dan penyusunan obat harus mudah dilihat dan dijangkau.
3. Obat harus tersusun rapi dan persediaannya harus selalu dikontrol melalui stok minimal.
4. Semua pemakaian dan permintaan obat harus tercatat.
5. Penggantian / penambahan obat stok dilakukan harian oleh perawat pelaksana harian
shift pagi dengan menukarkan nota / disposisi penggunaan obat yang telah dilegalisir
oleh petugas kasir. Untuk obat obat tertentu, penukaran disertai dengan ampul / botol-
botol obat habis pakai yang ada.
6. Obat life saving yang tidak tersedia harus dicatat dalam buku evaluasi obat untuk
ditindak lanjuti.

34/2
7. Jika dianggap perlu obat-obat life saving dapat disediakan diluar prosedur baku farmasi
dinilai dari tingkat urgensi penggunaan obat tersebut.
8. Evaluasi penggantian, pengurangan dan atau penambahan stok obat life saving (jenis
dan jumlah) dilakukan bersamaan dengan diadakannya stok opname obat dari gudang
farmasi / keuangan tiap 6 bulan sekali.

35/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PROSEDUR PENGGUNAAN
ADRENALIN TERHADAP
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA ANAFILAKTIK SYOK

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-14/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Syok anafilaktik adalah salah satu bentuk reaksi alergik yang merupakan keadaan gawat
darurat yang mungkin saja timbul pada setiap pemberian obat tertentu, atau makanan
tertentu. Keadaan ini dapat membawa pasien ke jalur cepat menuju kematian.

Tujuan :
Sebagai acuan dalam penerapan / pedoman dalam melaksanakan tindakan mencegah
terjadinya syok dan kegawatan pasien.

Kebijakan :
Penanganan kegawat daruratan yang terjadi akibat syok anafilaktik dilakukan oleh dokter dan
tenaga perawat UGD terlatih.

Prosedur :
1. Penolong bersikap tenang dan bertindak cepat.
2. Pemberian obat atau zat penyebab segera dihentikan.
3. Bila mungkin gunakan torniquet diatas daerah suntikan.
4. Pasien ditelentangkan dengan kaki sedikit ditinggikan.
5. Nilai Airway, Breathing, Circulation (ABC resusitasi)
6. Pasang oksigen pada hidung pasien dengan aliran tinggi.
7. Segera berikan Adrenalin 0,1% sebanyak 0,3 cc - 0,4 cc IM / SK
8. Pasang segera infus Ringer Laktat / Glukosa 5 %, tetesan 12 tetes / menit untuk
memudahkan tindakan selanjutnya.
9. Dapat dipertimbangkan pemberian Antihistamin, Kortikosteroid, Aminofilin dan lain
sebagainya sesuai prosedur resusitasi lanjut dan kondisi pasien.

36/2
10. Bila syok belum teratasi pemberian Adrenalin 0,1 % sebanyak 0,3cc - 0,4 cc boleh
diulang selang 5 - 10 menit 3 kali berturut-turut sampai tekanan sostolik darah 90 - 100
mmHg.
11. Bila tidak ada perbaikan beri Adrenalin 0,1 % IV atau Intra kardial
12. Monitor tanda tanda vital pasien (kesadaran,tekanan darah, denyut nadi,frekuensi
pernafasan dan perfusi jaringan ) apakah ada tanda-tanda kemajuan.
13. Pasien segera dibawa ke ruang semi intensif / rujuk ke fasilitas yang lebih memadai ke
rumah sakit lain.

37/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PROSEDUR
PELAKSANAAN RESUSITASI Feddia Kamaruddin,S.Kep

BUNDA
(BASSIC LIFE SUPPORT)

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-16/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Resusitasi adalah :
Usaha mengembalikan fungsi organ vital yang berperan guna kelangsungan
hidupnya.

Pertolongan hidup dasar :


Langkah-langkah usaha penting untuk mempertahankan kehidupan dengan
memelihara fungsi organ-organ vital sehingga terhindari kematian atau sequale yang
lebih luas.

Tujuan :
 Pasien gawat darurat dapat ditangani kedaruratannya dengan tindakan terampil dan
adekuat.
 Sebagai acuan penatalaksanaan pemberian resusitasi.

Kebijakan :
 Resusitasi dilakukan oleh dokter terlatih, perawat terlatih
 Pembinaan keterampilan resusitasi harus dilaksanakan secara berkelanjutan baik bagi staf
medik maupun nonmedik.

Prosedur :
1. Periksa pasien dan cek tingkat kesadaran/ respons dengan menggoyangkan atau
mencubit pasien.
2. Perhatikan jalan nafas dan bebaskan jalan nafas dengan memeriksa kemungkinan
adanya sumbatan jalan nafas.

38/2
3. Tidurkan pasien dengan alas yang keras dan datar.
4. Posisi pasien triple maneuver airway untuk mempertahankan aliran udara.
5. Nilai kemampuan bernafas pasien melalui lihat , dengar dan rasa adanya pernafasan.
6. Jika tidak dijumpai, segera berikan pernafasan 5 kali pertama.
7. Observasi respons kardiovaskular dan pernafasan.
8. Nilai denyut nadi carotis selama 5 detik.
9. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai prosedur standar.
10. Evaluasi keberhasilan pertolongan selama 30 menit - 60 menit.
11. Kalau tidak ada tanda keberhasilan atau kemajuan ,RJP boleh dihentikan.
12. Bila ada perbaikan tanda vital pasien maka resusitasi dilanjutkan dan pasien dipindah
keruang intensif dalam pengawasan petugas.

39/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PROSEDUR PERTEMUAN BERKALA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA STAFF DAN PIMPINAN

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-18/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2,3,4 dan 5


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Pertemuan berkala staff gawat darurat :
Pertemuan yang dilakukan oleh seluruh perawat UGD beserta pimpinan 1 kali dalam
sebulan.

Pertemuan Kepala UGD :


Pertemuan dokter UGD beserta pimpinan dalam hal mencegah masalah yang
berhubungan dengan pelayanan di UGD, evaluasi masalah serta tindak lanjutnya dan
pembahasan kasus kasus sulit yang diadakan 1 kali sebulan setiap hari selasa minggu
I

Pertemuan Koordinator dokter jaga :


Pertemuan dokter jaga dengan koordinator dilakukan setiap pagi dalam jam kerja
dalam bentuk laporan pagi.Pertemuan ini dijadwalkan bergabung dengan laporan
pagi rumah sakit.

Pertemuan Perawat UGD :


Pertemuan berkala dilakukan 1 bulan sekali untuk evaluasi pelayanan dan
permasalahan rutin UGD tiap Senin minggu IV

Tujuan :
 Sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah pertemuan berkala staff gawat darurat
 Sebagai sarana evaluasi kinerja UGD demi tercapainya kualitas pelayanan yang baik.

Kebijakan :

40/2
Pelayanan UGD harus selalu dilakukan pengawasan dan evaluasi teratur sehingga pelayanan
menjadi lebih baik dan terarah.

Prosedur :
 Petugas gawat darurat / dokter UGD menginventarisir semua masalah yang akan
dibicarakan.Materi dapat dilihat pada laporan UGD / RS.
 Petugas gawat darurat / dokter triase (dokter jaga umum ) diberitahu oleh Kepala UGD
dan penanggungjawab ruangan UGD bahwa rapat diadakan dengan tanggal, waktu dan
tempat yang telah ditentukan.
 Hasil rapat dirumuskan.
 Hasil rapat dievaluasi bersama dengan tindak lanjutnya.
 Jika perlu dapat dilakukan koordinasi dengan pihak terkait interna atau eksterna untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada.

Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

41/2
PENANGULANGAN
KEGAWATDARURATAN KEJANG
PADA ANAK Feddia Kamaruddin,S.Kep

BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-19/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2, dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Penanggulangan kegawatdaruratan kejang pada anak adalah tindakan yang dilakukan
mengatasi pasien dalam keadaan kejang hingga kejang terhenti.
Tujuan :
1. Agar petugas dapat dengan cepat, efektif dan efisien dalam mengatasi kejang.
2. Mencegah efek lanjut kejang pada pasien.
Kebijakan :
Rumah sakit Bunda mengatur tatacara dalam penanggulangan kegawatdaruratan kejang
pada anak.
Prosedur :
1. Pada bayi baru lahir (usia kurang dari 1 bulan , lakukan :
a. Berikan oksigen sebanyak 2 liter/ menit.
b. Berikan Valium (jika diperlukan) berupa :
i. Initial dosis 0m1 - 0,2 mg per kg BB perkali secara intra vena / Initial dosis 5
mg per rektal.
ii. Apaabila dalam waktu 5 (lima ) menit kejang belum teratasi, sedapat
mungkin diulang.
c. Berikan Luminal berupa :
i. Initial dosis 30 mg intra muskuler.
ii. Maintenance Luminal 8 - 10 mg setiap kg BB dlam 2 dosis selama 2 hari atau
4 - 5 mg setiap kgBB dalam 2 dosis.
d. Berikan Kortikosteroid :
i. Cortison 15 mg setiap kg BB per hari dalam 3 dosis intra muskuler.
ii. Oradexon 1 mg setiap kg BB per hari dalam 3 dosis intra muskuler.
e. Bersihkan jalan nafas.
f. Kirimkan pasien ke ruang perawatan, jika diperlukan kirim keluar rumah sakit.
g. Konsultasikan kepada dokter jaga konsulen, namun apabila pasien sudah mempunyai
dokter pribadi langsung konsultasikan kepada dokter tersebut.

42/2
2. Pada bayi usia 1 (satu ) bulan hingga 1 (satu) tahun, lakukan :
a. Berikan oksigen sebanyak 2 liter per menit.
b. Berikan Valium berupa :
i. Initial dosis untuk BB > 10 kg : 10 mg rektal.
ii. Initial dosis untuk BB < 10 kg : 5 mg rektal.
c. Berikan Luminal berupa :
i. Initial dosis 50 mg intra muskuler.
ii. Maintenance dosis 8 - 10 mg setiap kg BB dalam 2 dosis selama 2 hari atau 4
- 5 mg setiap kg BB fslsm 2 dosis.
d. Jika kejangnya lama (lebih dari 30 menit), berikan kortikosteroid :
i. Cortison 15 mg setiap kg BB perhari dalam 3 dosis.
ii. Oradexon 0,5 - 2 mg setiap kg BB perhari dalam 3 dosis.
e. Bersihkan jalan nafas.
f. Berikan oksigen selama 2 menit.
g. Kirimkan pasien ke ruang perawatan, jika diperlukan kirim keluar rumah sakit.
h. Konsultasikan kepada dokter jaga konsulen, namun apabila pasien sudah mempunyai
dokter pribadi langsung konsultasikan kepada dokter tersebut.
i. Lakukan observasi dan evaluasi.

3. Apabila terjadi kejang pada anak dengan usia > 1 tahun, lakukan :
a. Berikan oksigen sebanyak 2 liter per menit.
b. Berikan Valium berupa :
i. Initial dosis untuk BB > 10 kg : 10 mg rektal.
ii. Initial dosis untuk BB < 10 kg : 5 mg rektal.
iii. Jika masih berlanjut dapat diulang setelah 5 menit.
c. Berikan Luminal berupa :
i. Initial dosis 75 mg intra muskuler.
ii. Maintenance dosis sesuai dosis yang telah ditentukan.
d. Jika kejangnya lama (lebih dari 30 menit), berikan kortikosteroid :
i. Cortison 15 mg setiap kg BB perhari dalam 3 dosis.
ii. Oradexon 0,5 - 2 mg setiap kg BB perhari dalam 3 dosis.
e. Bersihkan jalan nafas.
f. Berikan oksigen selama 2 menit.
g. Kirimkan pasien ke ruang perawatan, jika diperlukan kirim keluar rumah sakit.
h. Konsultasikan kepada dokter jaga konsulen, namun apabila pasien sudah mempunyai
dokter pribadi langsung konsultasikan kepada dokter tersebut.
i. Lakukan observasi dan evaluasi

4. Apabila diazepam tidak tersedia atau sudah diberikan 3 dosis, langsung gunakan dosis awal
Phenobarbital dosis awal dan seterusnya dengan pengobatan rumatan.

43/2
5. Lakukan pemeriksaan penunjang EEG dalam waktu 10 hari setelah bebas panas.
6. Untuk Hiperpireksia (demam tinggi) dengan suhu > 39ºC, lakukan :
a. Selimuti pasien, kemudian beri air hangat, karena bisa disertai menggigil.
b. Kompres dengan air hangat, apabila badan cutis marmorata dan air dingin apabila
badan hangat atau merah.
c. Hibernasi dengan pemberian :
i. Phenergan 4 mg setiap kg BB perhari.
ii. Largagtyl 2 mg setiap kg BB perhari.
d. Berikan anti pyrexia sesuai dengan umur dan berat badan :
i. Xylomidon dan lain-lain
ii. Neonovapyron, dan lain-lain
iii. Antalgin, dan lain-lain.
iv. Jika dapat oral, berikan dosis aspirin sesuai umur.

Unit terkait :
Bidang pelayanan Medis
Bidang pelayanan Keperawatan.
Komite medis

Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGGULANGAN KASUS SESAK Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA NAFAS DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-20/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

44/2
Pengertian :
Sesak nafas adalah suatu kondisi dimana frekuensi pernafasan pasien adalah :
1. > 60 kali per menit untuk bayi
2. > 40 kali permenit untuk anak
3. > 30 kali permenit untuk dewasa.
Yang dapat disertai sianosis dengan retraksi atau tidak serta dibedakan dalam dyspnoe,
tachipnoe, dan orthopnoe.

Tujuan :
1. Agar oksigen dapat dipenuhi dengan baik.
2. Mencegah pasien agar jangan sampai berakibat lebih buruk karena kekurangan oksigen
(hipoksia)

Kebijakan :
Rumah sakit Bunda Margonda mengatur tatacara dalan penanggulangan sesak nafas.

Prosedur :
1. Jika tidak terjadi sianosis, lakukan :
a. Berikan oksigen 0,5 - 4 liter permeint.
b. IVFD glukosa 5 % atau 10 %.
c. Koreksi asidosis dimana pH < 7,4 dan BE-10 dengan pemberikan Bicnat (0,3 X BB X
BE)
d. Cari penyebebnya
2. Jika terjadi tanda sianosis maka lakukan :
a. Cari penyebabnya apakah jantung atau paru
b. Berikan oksigen 4 liter permenit melalui nasal
c. IVFD Glukosa 5 % atau 10 %
d. Koreksi jika ada asidosis (pH < 7,2, BE -10)

Unit terkait :
Bidan pelayanan medis
Bidan pelayanan Keperawatan

45/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGGULANGAN STATUS
ASMATIKUS PADA ANAK
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-21/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Status asmatikus adalah : serangan asma yang berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
obat-obatan yang biasa dapat mengatsi serangan tersebut.

Tujuan :
1. Tercapai kinerja efektif, efisien dan cepat dalam penanggulangan status asmatikus.
2. Memberikan pertolongan yang cepat dan tepat dalam menyelamatkan jiwa pasien.

Kebijakan :
Rumah Sakit Bunda mengatur tata cara dalam penanggulangan status asmatikus.

Prosedur :
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan sebanyak 4 - 6 liter per menit.
2. Berikan IVFD dengan cairan perbandingan ditambahkan KCl 5 meq/ kolf dosis rumatan sesuai
kebutuhan, jika anak tidak dapat makan dan minum. Jika masih dapat minum, turunkan
pemberian cairan parenteral misalnya : 50% dari dosis rumatan.
3. Untuk Bronchodilator, berikan :
a. Simpatomimetik non selektive (adrenalin / efedrin ) dosis 0,3 mg setiap kg BB
perkali.
b. β 2 selective simpatomimetik (Salbutamol / Terbutalin) dosis 0,07 mg setiap kg BB
perkali
c. Dosis pemberian secara subcutan :
i. Umur 2 tahun : 0,2 ml
ii. Umur 2 - 5 tahun : 0,3 ml
iii. Umur > 5 tahun : 0,4 ml.
iv. Jika belum berhasil dapat diulang setelah 20 - 30 menit, maksimal 3 kali.

46/2
d. Jika belum berhasil, berikan bronchodilator yang kedua yaitu golongan Xanthin
(Aminophylin) dosis 3 - 4 mg setiap kg BB per kali diberikan 3 - 4 kali dengan
dincerkan Dextrosa 5 %. Berikan :
i. Dosis initial 7 mg setiap kg BB pemberian secara pelan pelan
ii. Dosis 1 mg setiap kg BB per 24 jam dalam infus.
iii. Jika keadaan sudah membaik berikan secara oral sampai gejala hilang.
e. Apabila tidak dapat diatas dengan Aminophylin, berikan Kortikosteroid
(Dexamethason) dosis 0,1 - 0,5 mg setiap kg BB per hari.
f. Jika belum juga teratasi berikan Isoproterenol 0,05 - 0,1 μg setiap kg BB permenit
sevara intra vena dalam tetesan tetap hingga gejala status asmatikus menghilang.
Jika denyut nadi > 160 kali / menit hentikan pemberian Isoproterenol sementara.
g. Koreksi terhadap AGD (Analisa Gas Darah) dan Elektrolit.
h. Perhatikan kebutuhan cairan dan kalori. Jika diperlukan dapat dipertimbangkan
pemberian obat-obat mukolitik.
i. Waspadai Asma Cardiale.

Unit terkait :
Bidang Pelayanan Medik
Bidang Pelayanan Keperawatan

47/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGGULANGAN Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA BRONCHOPNEUMONIA PADA ANAK

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-22/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Bronchopneumonia adalah penyakit saluran nafas atas yang biasanya ditandai dengan
adanya :
 Gejala awal infeksi saluran nafas bagian atas.
 Panas tinggi
 Anak gelisah, sesak nafas, sianosis sekitar muka dan hidung.
 Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
 Batuk tidak selalu ada.
 Etiologi paling sering : Pnemokokus,streptokokus hemolitikus, hemofilus, stafilokokus dan
micoplasma.

Tujuan :
Tercapai kinerja efektif, efisian dan cepat dalam penatalaksanaan bronchopenumonia.

Kebijakan :
Rumah sakit Bunda Margonda mengatur tatacara penatalaksanaan penanggulangan broncho
pneumonia.

Prosedur :
1. Lakukan pemeriksaan fisik meliputi status vital dan klinik yang secara umum penting
diperhatikan adalah :
a. Sesak nafas
b. Nafas cepat dan dangkap
c. Nafas cuping hidung
d. Sianosis sekitar mulut dan hidung
e. Retraksi otot pernafasan
f. Demam (suhu > 39˚C)

48/2
2. Untuk pemeriksaan fisik dada dapat dijumpai pergerakan dada yang biasanya simetris.
3. Pada pemeriksaan paru-paru :
a. Perkusi biasanya normal dan auskultasi terdengan ronki basah halus nyaring.
b. Apabila sarang bronchopenumonia menjadi satu dapat redup dalam perkusi dan
suara nafas mengeras pada auskultasi.
4. Lakukan pemeriksaan penunjang berupa :
a. Darah rutin
b. Foto toraks (gambaran bercak infiltrat pada satu sisi atau beberapa lobus paru)
c. Analisis Gas Darah dan Elektrolit.
d. Biakan darah dan usapan tenggorokan (jika diperlukan)
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
6. Pasang IVFD cairan perbandingan dengan ditambah KCl 10 meq/kolf. Jumlah cairan
disesuaikan dengan BB, Kenaikan Suhu dan Status Dehidrasi.
7. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
8. Berikan terapi antipiretik dan terapi suportif.
9. Berikan antibiotika sesuai hasil biakan sesuai prosedur dosis penggunaan obat antibiotika.
Pemberian antibiotika diteruskan sampai anak bebas panas 4 - 5 hari.

Unit terkait :
Bidang Pelayanan Medik
Bidang Pelayanan Keperawatan

49/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGANAN KORBAN Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA KERACUNAN

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-23/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Penanganan korban keracunan adalah : Proses untuk menanggulangi suatu keadaan dimana
terganggunya kondisi tubuh karena masuknya zat asing kedalam peredaran darah melalui
pencernaan, pernafasan, kulit,dan mata yang berupa makanan, minuman, gas, bahan kimia
(radio aktif), debu, narkotika, toxinalom dll. baik yang terjadi didalam lingkungan rumah sakit
(salah obat, cairan suntik) ataupun diluar rumah sakit (makanan, minuman, gas, bahan
radioaktif, gigitan ular dsb).

Tujuan :
1. Agar korban keracunan dapat ditangan dengan sebaik-baiknya.
2. Tercapai kinerja efektif, efisien dan cepat dalam penanggulangan korban keracunan.

Kebijakan :
Rumah Sakit Bunda Margonda mengatur tatacara dalam penanggulangan korban keracunan.

Prosedur :
1. Menilai lokasi dan cara pemaparan keracunan dapat berupa :
a. Saluran pencernaan melalui makanan dan minuman , misalnya obat kedaluwarsa,
makanan terkontaminasi / kedaluwarsa, racun serangga, narkotik dan lain
sebagainya.
b. Saluran pernafasan : gas beracun.
c. Kulit : bahan-bahan kimia / radioaktif.
d. Aliran darah : gigitan ular, hewan rabies, suntikan narkotik.
2. Koordinasikan semua fasilitas yang dibutuhkan dalam penanggulangan korban keracunan,
termasuk dokter jaga dan perawat jaga UGD.
3. Segera periksa pasien yang datang oleh dokter jaga dan perawat UGD, sebelum tindakan
selanjutnya dilakukan. Periksa pertama berupa tanda-tanda vital.

50/2
4. Berikan pertolongan secepatnya kepada pasien sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jenis
keracunan.
5. Lakukan Observasi secara ketat penderita keracunan.
6. Lakukan semua prosedur diatas sesuai dengan prinsip penatalaksanaan penanganan
keracunan :
a. Penanggulangan kegawatan.
b. Pencegahan penyerapan racun lebih lanjut.
c. Pengeluaran racun yang telah diserap.
d. Pengobatan simptomatik
e. Pemeriksaan klinis dan laboratorium
f. Identifikasi racun
g. Pemberian antidotum jika ada.
h. Rehabilitasi dan konsultasikan kepada konsulen spesialis (psikiater bagi pecandu
narkotik dsb ) atau untuk kasus yang memerlukan tindakan lebih lanjut dapat dirujuk
kefasilitas yang lebih lengkap di rumah sakit lain.

Unit terkait :
Bidang pelayanan Medik
Bidang pelayanan Keperawatan

51/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PROSEDUR PENANGANAN PASIEN Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA DENGAN SYOK DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-24/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2 dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Penanganan syok adalah :
Tindakan medis untuk mengatasi patofisiologi berat dengan metabolisme seluler yang
abnormal dan pada umumnya disebabkan oleh perfusi jaringan yang buruk atau
disebut juga sebagai kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi
jaringan yang tidak kuat.

Tujuan :
1. Mencegah mortalitas pada pasien syok
2. Meminimalkan komplikasi lebih lanjut kepada pasien syok.

Kebijakan :
Syok adalah sindroma klinis gawat darurat medis yang harus segera ditangani untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas.

Prosedur :
1. Klasifikasi syok dalam 5 (lima ) katagori etiologi yaitu :
a. Hipovolemik
b. Kardiogenik
c. Neurogenik
d. Septik
e. Lain-lain : Anafilaktik, Hipoglikemik, Emboli paru, Tamponade jantung.
2. Penilaian Syok melalui adanya tanda-tanda :
a. Takikardia
b. Vasokonstriksi kulit, misalnya akral dingin.
c. Penurunan kesadaran

52/2
d. Hipoperfusi perifer, ditandai dengan denyut nadi yang melemah atau tidak teraba
sama sekali dan tekanan nadi yang mengecil yaitu < 20 mmHg.
e. Hipotensi , TD sistolik < 90 mmHg
f. Penurunan produksi urin.
g. Kajian anamnesis dijumpai :
i. Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
ii. Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
iii. Riwayat infeksi (suhu tinggi)
iv. Riwayat pemakai obat-obatan (kesadaran menurun setelah pemakaian obat)
3. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, dan pemeriksaan
elektrolit darah.
4. Bebaskan jalan nafas dan periksa apakah ada gangguan respirasi dan pertahankan jalan
nafas agar tetap terbuka.
5. Berikan oksigen 5 - 10 menit melalui kateter hidung atau sungkup muka dan sesuaikan
dengan hasil analisa gas darah dan mempertahankan Pa O2 > 70 mmHg.
6. Segera hentikan perdarahan luar yang hebat dengan melakukan kompresi manual secara
langsung.
7. Berikan cairan Ringer Laktat 20 ml/kgBB dengan tetesan cepat sampai nadi teraba.
8. Bila tidak terlihat perbaikan (frekuensi jangtung masih tinggi, perfusi perifer jelek, kesadaran
belum membaik) dan dicurigai masih terjadi hipovolemia, diberikan lagi cairan yang sama
sebanyak 20 ml / kgBB dan pasien dievaluasi kembali.
9. Pertimbangkan syok kardiogenik dan syok obstruktif bila tidak ada perbaikan setelah
resusitasi cairan.
10. Sebagian besar syok hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap pemberian cairan
40 ml / kgBB. Pada syok septik, resusitasi cairan akan berguna untuk mengembalikan volume
intravaskuler tetapi memerlukan kombinasi dengan cairan koloid untuk mengembalikan
perfusi perifer yang adekuat.
11. Pasang kateter urin untuk memantau produksi urin.
12. Jika memungkinkan pemasangan CVP untuk memantau tekanan vena sentral sebagai
patokan dalam pemberian cairan.
13. Obat-obatan yang diberikan :
a. Untuk Syok Kardiogenik, Syok Septik dan Syok Anafilaktik, berikan :
i. Adrenalin dosis 0,5 - 1 mg (dari larutan 1 : 1.000) diberikan intra muskuler.
ii. Adrenalin dosis 0,1 - 0,2 mg (dari larutan 1 : 1.000 dilarutkan dalam 9 ml
NaCl fisiologis) secara intra vena pada kolaps kardiovaskuler berat.
b. Berikan Natrium Bicarbonat berdasarkan hasil analisa gas darah dengan
mempergunakan rumus : 0,3 X∆ BE X BB (kg) setelah pemberian cairan yang cukup.
c. Bila gagal dalam pemberian cairan, berikan obat-obatan vasoaktif sebagai penunjang
dalam penanganan syok kardiogenik bila resusitasi cairan belum cukup untuk
menstabilkan sistem kardiovaskuler yaitu :

53/2
i. Dopamin dosis 200 mg dalam larutan Dextrose 5 % (400g/ml) berikan 2,5
g/kg/menit (dapat ditingkatkan sampai 10 - 20g/kg/menit )
d. Pantau irama jantung (EKG)
e. Rontgen toraks untuk menilai adanya emboli paru atau tamponade jantung.

Unit terkait :
Bidang pelayanan medis
Bidang pelayanan keperawatan

Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGGULANGAN SYOK
ANAFILAKTIK DI UGD
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-25/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2 dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :

54/2
Syok anafilaktik merupakan bentuk syok distributif dimana syok terjadi karena penurunan
tahanan pembuluh darah sistemik yang hebat dan biasanya terjadi segera (< 30 menit)
setelah penyuntikan serum atau pencetus lain terhadap pendeita yang sensitive.

Tujuan :
1. Mencegah mortalitas pada pasien syok anafilaktik
2. Meminimalkan komplikasi lebih lanjut pada pasien syok anafilaktik

Kebijakan :
Rumah Sakit Bunda mengatur tentang tatacara penanggulangan syok anafilaktik.

Prosedur :
1. Lakukan Anamnesis :
a. "Baru" mendapat suntikan serum atau obat-obatan terutama antibiotik atau pencetus
lain (makanan, racun serangga)
b. Sering didahului dengan keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan, gatal pada
kulit, bengkak sekitar mata, mual-mual, rasa kesemutan di ekstremitas,rasa baal /
tebal di mulut dan tenggorokkan, hidung tersumbat, mata berair, bersin-bersin.
c. Sesak nafas.
d. Kesadaran menurun.
2. Lakukan pemeriksaan fisik :
a. Tanda-tanda syok :
i. Kesadaran menurun / gelisah
ii. Hipotensi TD sistolik < 90 mmHg, atau tekanan nadi < 20 mmHg
iii. Takikardi
iv. Nadi kecil, sulit diraba
v. Akral dingin, pucat
vi. Sianosis
vii. Capilary refil > 2 detik
b. Bronchospasme : wheezing dan ekspirasi memanjang
c. Stridor inspiratoir (edema larings)
d. Urtikaria, Edema wajah.
3. Tata laksana :
a. Baringkan pasien dengan pisisi kaki lebih tinggi
b. Lakukan prosedur ABC
c. Berikan suntikan Adrenalin / Epinefrin 1 " 1.000, dosis 0,01 ml /kg BB (dosis
maksimal pada anak 0,3 ml) secara intra muskuler dilengan atas.
d. Dosis adrenalin / epinefrin dapat diulang setelah 5 - 15 menit
e. Bila disebabkan oleh gigitan serangga dapat diberikan suntikan infiltrasi sekitar
tenpat igitan separuh dosis.

55/2
f. Obat lain (untuk mencegah reaksi berlanjut / berulang ) :
i. Kortikosteroid : diberikan segera setelah pemberian epinefrin yaitu
1. Dexamethason initial dosis 0,5 - 1 mg/kgBB IM atau IV, selanjutnya
0,5 - 1 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis selama 48 jam.
2. Methylprednisolon dosis 1 - 2 mg/kgBB tiap 6 jam selama 48 jam.
ii. Antihistamin : diberikan setelah kegawatan teratasi yaitu
1. Diphenhidramin 1 - 2 mg/kgBB/kali tiap 6 jam selama 48 jam.
g. Torniquet dipasang proksimal dari tempat gigitan / suntikan bila syok anafilaktik
akibat gigitan serangga / suntikan dan dilonggarkan tiap 10 menit sekali.
h. Bila spasme bronchus tetap terjadi dapat diberikan Aminofilin IV pelan selama 20 -
30 menit, dosis 4 - 6 mg / kgBB dapat diulang tiap 6 jam atau inhalasi dengan
nebulizer.
i. Setelah kegawat daruratan teratasi, pasien tetap dirawat dan mendapat pengawasan
selama 48 jam.
j. Bila perlu rawat ICU / rujuk ke rumahsakit lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap.

Unit terkait :
Bidang pelayanan medik
Bidang pelayanan Keperawatan

56/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGGULANGAN DIARE AKUT
PADA ANAK
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-26/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, 2, 3 dan 4


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
 Diare akut adalah :
Buang air besar tidak seperti normal (lembek sampai dengan cair) dan frekuensi lebih
dari 4 kali .
 Dehidrasi adalah kondisi tubuh dimana kekurangan cairan.
 Cairan rumatan : jumlah cairan yang dibutuhkan tubuh setiap hari.
 Analisa gas darah adalah pemeriksaan kadar keasaman darah termasuk didalamnya PCO2
darah dimana sampel darah diambildari darah arteri.
 Hipokalemi adalah keadaan dimana Kalium dalam darah kurang dari normal (< 3,5 meq/l)
 Hiponatremia adalah keadaan dimana kadar natrium dalam darah kurang dari normal ( <
138meq/l)
 Asidosis metabolik adalah keadaan dimana pH darah kurang dari normal (<7,4) disertai
penurunan PCO2. BE dan HCO3 dalam darah

Tujuan :
1. Memberikan pedoman tentang tatalaksana diare akut pada anak.
2. Memberikan pedoman mengenai kapan dilakukan pemeriksaan analisa gas darah dan
elektrolit pada diare akut anak.
3. Memberikan pedoman penatalaksanaan hipokalemi, hiponatremi dan asidosis metabolik pada
diare akut anak.
4. Tercapainya pelayanan medis efektif dan efisien pada diare akut anak di rumah sakit Bunda.

Kebijakan :
Untuk meningkatkan pelayanan medis terhadap anak dengan diare akut maka ditetapkan
prosedur tatalaksana diare akut termasuk didalamnya tindikasi rawat inap, penilaian derajat
dehidrasi, kebutuhan cairan rumatan, pemberian oralit, rehidrasi parenteral pada dehidrasi
berat dan bagan diare akut murni, tetapi nutrisi , standar pemberian antibiotika, pemeriksaan

57/2
analisa gas darah dan elektrolit termasuk didalamnya indikasi pemeriksaan, terapi hipokalemi,
hiponatremi dan asidosis metabolik.

Prosedur :
1. Indikasi rawat inap
a. Dehidrasi berat
b. Tidak bisa minum (lemah, sopor, koma)
c. Diare hebat (>10 ml/kgBB/jam)
d. Muntah hebat
e. Oliguria / anuria
f. Komplikasi serius lain yang menghambat keberhasilan oralit.
g. Kekuatiran orangtua.
2. Derajat Dehidrasi . Derajat dehidrasi dapat dinilai dari :
a. Keadaan umum : sadar, gelisah, lesu
b. Mata : normal, cekung, sangat cekung
c. Air mata : ada, tidak ada
d. Mulut dan lidah : basah, kering, sangat kering
e. Rasa haus : minum biasa, haus ingin minum banyak, malas minum
f. Turgor : kembali cepat, kembali lambat, kembali sangat lambat.
3. Kebutuhan Cairan Rumatan
a. Berat badan 1 - 10 kg : 100 ml/kg BB/hari
b. Berat badan 11 - 20 kg : 1.000 ml + 50 ml/kgBB untuk berat diatas 10 kg.
c. Berat badan 21 - 80 kg : 1.500 ml + 20 ml/kgBB untuk tiap BB diatas 20 kg.
d. Kebutuhan Natrium : 3 mmol/kgBB/hari
e. Kebutuhan Kalium : 2 mmol/kgBB/hari
f. Bila demam tiap kenaikan 10C ditambahkan 12 % dari kebutuhan cairan rumatan
per hari

4. Pemberian Oralit
a. Jumlah cairan :
i. Belum ada dehidrasi : 10 ml/kgBB/mencret
ii. Dehidrasi ringan : 50 ml/kg BB/3-4 jam
iii. Dehidrasi sedang : 80 - 100 ml/kgBB/3-4 jam
b. Diberikan sedikit-sedikit tapi sering (5 ml tiap 1 - 2 menit)
c. Bila tidak mungkin, berikan melalui pipa nasogastrik (NGT)
d. Pemantauan keberhasilan (misal tiap 2 jam)
e. Bila ada perbaikan pertimbangan rehidrasi melalui pipa nasogastrik atau parenteral.
5. Rehidrasi Parenteral untuk Dehidrasi Berat
a. Diberikan cairan Ringer Laktat atau KaEn 3 B dengan jumlah :
i. Bayi ( 1 bulan - < 12 bulan)

58/2
 1 jam I : 30 ml / kg
 5 jam II : 70 ml / kg
ii Anak (> 12 bulan)
 1 jam I : 30 ml/kg
 3 jam II : 70 ml/kg
 Bisa diulang bila nadi masih lemah atau tidak teraba
 Pada keadaan renjatan harus diberikan Runger laktat
6. Terapi Nutrisi Pada Diare
a. ASI harus dilanjutkan
b. Sesegera mungkin pemberian makanan harus dimulai (Continued feeding)
c. Jangan memuasakan anak
d. Kadang-kadang makanan spesifik tertentu dibutuhkan selama diare
e. Lebih banyak makanan untuk mencegah malnutrisi
7. Pemberian Susu Formula
a. Pada diare ringan, umumnya susu tidak perlu diganti
b. Bila secara klinis terdapat tanda-tanda intoleransi laktosa, susu boleh diganti dengan
susu formula rendah / bebas laktosa
c. Pada siare berat, pilihannya formula bebas laktosa.
8. Peran Antibiotika dalam tatalaksana diare akut
a. Antibiotika berperan kecil dalam tatalaksana diare karena bakteri.
b. Hanya untuk indikasi khusus
c. Dapat meningkatkan resistensi kuman
d. Menambah efek samping, merupakan faktor risiko diare [ersisten dan meningkatkan
biaya perawatan.
9. Dosis Pemberian Antibiotika
a. Salmonella (bayi < 3 bulan): TMP-SMX 10 mg / kg / hari dalam 2 DD / 14 hari
b. Kolera : Tetrasiklin 50 mg / kg / hari dalam 3 DD / 3 hari
c. Disentri (Shigella) : TMP-SMX 10 mg / kg / hari dalam 2 DD / 5 hari
d. Clostridium defficile : Metronidazol 15 - 30 mg / kg / hari 3DD / 3 hari
e. Giardiasis : Metronidazol 30 - 40 mg / kg / hari 3DD / 10 hari
f. Compylobacter jejuni : Eritrosin 30 - 40 mg / kg / hari 3 DD / 7 - 10 hari
10. Indikasi Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dan Elektrolit
a. Renjatan
b. Dehidrasi sangat berat
c. Penyakit penyerta
11. Terapi Hipokalemia
a. Tambahkan 20 - 40 meq/l KCl kedalam perliter cairan infus.
b. Pantau kadar Kalsium serum secara ketat.
c. Jangan memberikan Kalium secara bolus intravena
d. 71/2 % KCl = 1 meq K

59/2
e. Untuk Hipokalemia ringan lebih aman diberikan KCl peroral.
12. Terapi Hiponatremia
a. Bila karena intoksikasi cair, batasi asupan cairan
b. Bila karena kehilangan Na, gunakan formula ini :
Na (meq) = (140-Na) X 0,65 X BB(kg)
c. 20 % NaCl = 3,42 meq / ml

Unit terkait :
Pelayanan Medis
Pelayanan Keperawatan
Laboratorium

60/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGGULANGAN DHF PADA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA ANAK

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-27/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2,3,4 dan 5


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
1. DHF adalah : Penyakit virus dengue yang disertai dengan kecenderungan renjatan
dan perdarahan dengan segala akibatnya.
2. Tingkat / Derajat sakit adalah : penilaian derajat penyakit berdasarkan kondisi pasien
yang diperiksa pada saat datang pertama kali.
3. Masa Kritis adalah pasien berada dalam kondisi kegawatan / tidak stabil yang perlu
penanganan segera.
Tujuan :
1. Memberikan pedoman tentang tatalaksana DHF pada anak
2. Memberikan pedoman tentang indikasi rawat inap dan derajat sakit
3. Memberikan pedoman dan penatalaksanaan disaat masa kritis
4. Memberikan pedoman pemberian cairan tranfusi dan obat-obatan
5. Memberikan pedoman tentang indikasi pulang.
Kebijakan :
Untuk meningkatkan pelayanan medis terhadap anak yang dirawat dengan DHF, maka
ditetapkan Prosedur Tatalaksana DHF yang meliputi :
1. Indikasi Rawat
2. Penilaian tingkat / derajat sakit
3. Pemantauan dan tindakan saat masa kritis
4. Pemberian Cairan, tranfusi dan obat-obatan
5. Indikasi pulang

Prosedur :
1. Indikasi Rawat Inap :
a. Adanya tanda syok
b. Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi
c. Perdarahan

61/2
d. Hitung trombosit ≤ 100.000 / mm3 dan atau peningkatan hematokrit 10 - 20 %.
e. Perburukan ketika penurunan suhu.
f. Nyeri abdomen akut hebat.
g. Tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit dan tersangka DHF

2. Penilaian Derajat Sakit (berdasarkan WHO)


a. Derajat I :
Demam disertai dengan gejala tidak khas.
Satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet (+)
b. Derajat II :
Derajat I disertai dengan perdarahan kulit, ptekiae atau perdarahan lain.
c. Derajat III :
Terdapat kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan / amplitudo nadi
menurun ≤ 20 mmHg atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita
menjadi gelisah.
d. Derajat IV :
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur,
kesadaran amat menurun.

3. Masa Kritis :
Masa Kritis hanya berlangsung antara 24 - 48 jam, sekitar hari ke 4 sampai dengan hari
ke 5 perjalanan penyakit. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum
oleh karena anoreksia atau muntah.
Bagan :

42

40

38

36

34
1 2 3 4 5 6 7 8

Indikasi memasuki fase kritis :


1. Hati yang membesar dan lunak
2. Leukopenia dan Limfositosis (peningkatan limfosit atipikal)
3. Trombositopenia
4. Peningkatan nilai hematokrit 10 - 20 %

Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :


1. Fase demam yang berlangsung selama 2 - 7 hari
2. Fase kritis / bocornya plasma yang berlangsung umumnya 24 - 48 jam
3. Fase penyembuhan ( 2 - 7 hari)

Penatalaksanaan :
1. Fase Demam hari 1 - 3 :

62/2
i. Pengobatan simptomatik dan suportif Parasetamol 10 mg / kgBB / dosis
setiap 4 - 6 jam ( Aspirin dan Ibufrofen merupakan kontra indikasi)
ii. Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas.
iii. Pengobatan suportif yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, jus buah,
susu dll.
iv. Berobat jalan dengan penerangan kepada orangtua mengenai pertanda
gejala syok.
v. Yang mengharuskan orangtua membawa anaknya ke rumahsakit antara lain
:
 Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu
 Setiap perdarahan
 Nyeri abdominal akut dan hebat
 Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari
 Menolak untuk mekan dan minum
 Lemah badan , gelisah.
 Perubahan tingkah laku
 Kulit dingin dan lembab
 Tidak buang air kecil selama 4 - 6 jam
2. Fase Kritis :
i. Jenis cairan Ringer laktat (RL) / Ringer Asering (RA)
ii. Perhitungan cairan tergantung nilai hematokrit :
a. Bila tidak ada peningkatan Ht, gunakan rumatan dengan cairan rumatan
bukan RL / RA
b. Bila ada peningkatan Ht : rumatan + Defisit 5 - 8 % (dehidrasi sedang).
Jumlah cairan :
 BB < 15 kg : 6 - 7 ml / kg BB / jam
 BB 15 - 40 kg : 5 ml/kgBB/jam (maksimal 3.000 cc/24 jam)
 BB > 40kg : 3 - 4 ml/kgBB/jam (maksimal 3.000 cc/24 jam)
 Obesitas : perhitungkan atas berat badan ideal
c. Syok :
- 20 ml / kg BB / jam atau
- tetesan lepas selama 10 - 15 menit sampai tekanan darah dan nadi
dapat diukur.
- Bila syok teratasi, kembali ke point a dan b di atas
- Penyesuaian tetesan tergantung dari :
 Kondisi Klinis : Penampilan umum, Pengisian kapiler, Nafsu
makan
 Tanda Vital : Tekanan darah, Suhu Tubuh, Frekuensi nafas
 Hematokrit
 Diuresis
- Pemantauan syok :
 Apabila Ht meningkat : Berikan Koloid
 Ht awal rendah : pikirkan perdarahan, pertimbangkan pemberian
PRC (Packed Red Cells).
 Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit.
 Setelah 6 jam, apabila Ht menurun, tetesan jangan diturunkan
dari 10 ml / kg BB / jam, pertimbangkan pemberian PRC segera.
 Lama pemberian cairan jangan melebihi 24 - 48 jam.
- Indikasi transfusi darah :
 Kehilangan darah bermakna
 Pasien dengan perdarahan tersembunyi.
 Indikasi transfusi trombosit : hanya pada perdarahan masif.

3. Fase Penyembuhan :
a. Indikasi :
i. Keadaan umum membaik
ii. Meningkatnya nafsu makan
iii. Tanda vital stabil
iv. Ht stabil dan menurun sampai dengan 35 - 40 %
v. Diuresis cukup

63/2
vi. Dapat ditemukan convalesencent rash (30%)
vii. Sinus bradikardi
Catatan : apabila sudah memasuki fase penyembuhan, cairan intravena harus
dihentikan segera.
b. Periksa kadar kalium bila keadaan hipokalemia seperti nafsu makan tidak meningkat,
perut terlihat kembung dan bising usus menurun / hilang berikan buah-buahan atau
jus buah atau larutan oralit.

4. Indikasi pulang :
a. Tidak demam 24 jam tanpa antipiretik
b. Secara klinis tampak perbaikan
c. Nafsu makan baik
d. Nilai Ht stabil
e. Tiga hari sesudah syok teratasi
f. Tidak sesak
g. Trombosit ≥ 50.000 / mm3

Unit terkait :
Pelayanan Medis
Pelayanan Keperawatan

64/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGANAN
KEDARURATAN KEBIDANAN
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-28/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Penanganan kedaruratan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien karena
terjadi suatu hal pada proses kehamilan / persalinan dan bersifat darurat.

Tujuan :
Memberikan pertolongan yang cepat dan tepat sehingga pasien dapat tertolong sebagaimana
mestinya.

Kebijaksanaan :
Rumah Sakit Bunda Margonda mengatur tata cara penanganan kebidanan

Prosedur :
1. Nilai kondisi pasien, stabilkan bila perlu dan mengantarkan pasien ke kamar bersalin.
2. Nilai ulang tingkat kedaruratan pasien bersangkutan.
3. Buat status lengkap dan anamnesa pasien.
4. Langsung laporkan kepada dokter kebidanan pasien bersangkutan atau apabila tidak ada
dikonsulkan kepada dokter jaga on call kebidanan.
5. Dokter didampingi selama melakukan pemeriksaan oleh bidan atau perawat.
6. Apabila ada indikasi rawat setelah pasien diperiksa, maka antarkan / minta kelearga
pasien untuk melakukan registrasi ke bagian front office untuk mengetahui prosedur
rawat inap.

Unit terkait :
Bidang Pelayanan Medis
Bidang Keperawatan

65/2
66/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGANAN KASUS NYERI Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA ABDOMEN AKUT DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-29/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Penanganan nyeri abdomen akut adalah suatu usaha untuk menanggulangi kedaruratan nyeri
pada abdomen dengan melalui pemeriksaan fisik dan penunjang guna memastikan tingkat
kedaruratan dan bidang keilmuan yang terkait.
Nyeri abdomen akut dapat disebabkan oleh :
 Gangguan pada organ pencernaan : Lambung, usus , empedu dll
 Gangguan pada organ Ginjal dan saluran kemih : batu ureter, batu ginjal dll
 Gangguan pada organ Kandungan : Kista terpelintir, KET dll
 Trauma organ abdomen
 Infeksi organ abdomen

Tujuan :
Tercapai kinerja efektif, efisien dan cepat dalam penanganan kasus kedaruratan nyeri pada
abdomen di rumah sakit Bunda.

Kebijakan :
Rumah sakit Bunda Margonda mengatur tata cara penanggulangan kedaruratan nyeri pada
abdomen agar pelayanan kepada pasien dapat lebih baik dan efisien.

Prosedur :
1. Pasien dengan nyeri abdomen akut dilakukan pemeriksaan klinis dahulu untuk mencari
kemungkinan kelainan atau gangguan organ yang menyebabkannya.
2. Atasi tingkat kedaruratannya dengan resusitasi dan usahakan untuk menstabilkan kondisi
kedaruratannya.
3. Jika diperlukan dilakukan pemeriksaan laboratorium penunjang yaitu Hematologi, Fungsi
ginjal, tes kehamilan, Urine dan faeces lengkap.

67/2
4. Lakukan konsultasi spesialistik dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
Diferensial diagnosis (seperti USG, Rontgen polos dan menggunakan kontras, CT scan
dsb.). Misalnya pada pasien wanita yang sudah menstruasi lakukan konsultasi ke dokter
kebidanan untuk dilakukan USG guna memastikan tidak adanya kelainan dalam organ
kandungan.
5. Jika sebab sudah ditegakkan dan penyebab bukan karena kedaruratan kebidanan akan
dirujuk ke rumah sakit lain untuk penanganan selanjutnya.
6. Pada kasus nyeri abdomen yang dapat diatasi tanpa harus melakukan tindakan bedah
dapat dilakukan observasi di rumah sakit bunda jika sesuai dengan prosedur yang
berlaku.

Unit terkait :
Pelayanan Medik
Pelayanan Keperawatan
Pelayanan Laboratorium
Unit lain terkait.

68/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGANAN
PASIEN LUKA BAKAR DI UGD
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-30/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1,2 dan 3


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Pertolongan pertama pada luka bakar adalah pertolongan yang segera dilakukan pada luka yang
disebabkan oleh benda panas, zat cair panas maupun zat yang bersifat panas / asap kuat.

Tujuan :
1. Agar pasien luka bakar dapat ditolong dengan baik
2. Tercapai kinerja efektif, efisien dan cepat dalam menangani luka bakar.

Kebijakan :
Rumah Sakit Bunda mengatur tata cara penanganan pertolongan pertama pada luka bakar.

Prosedur :
A. Pertolongan pertama ditempat kejadian di rumah
1. Menjauhi sumber panas, matikan api
2. Siram dengan air bersih (untuk mengurangi penjalaran panas, hati-hati dengan luka
bakar > 20% oleh karena penurunan panas dengan air akan merangsang fibrilasi
ventrikel)
3. Pasien dengan kecelakaan sengatan listrik
a. Hati-hati dalam membebaskan pasien dari arus listrik
b. Setelah bebas periksa keadaan pernafasan dan nadi.
c. Lakukan resusitasi bila terjadi kegawatdaruratan.
4. Pasien dengan kecelakaan zat kimia yang mengenai badan :
a. Segera bilas / cuci dengan air.
5. Hal-hal yang harus diperhatikan pada lukanya :
a. Luka bakar derajat I
i. Perlu obat-obatan lokal
ii. Balutan kering pada daerah luka untuk mencegah terjadinya luka

69/2
b. Luka bakar derajat II yang kecil / sedikit :
i. Luka dibersihkan pelan-pelan dengan air dan sabun
ii. Tutup balutan kering
iii. Jangan pakai kapas absorber karena dapat melekat pada luka
iv. Gelembung / bula dipecahkan dan dibersihkan
c. Luka bakar berat 10% pada anak dan 15 % pada orang dewasa :
i. Gelembung / bula dipecahkan dan dibersihkan
ii. Bila banyak kotoran yang melekat dan susah untuk diangkat maka
dilakukan pembersihkan semampunya
iii. Tutup luka dengan balutan kering
iv. Beri obat penahan sakit : Antalgin, Ponstan , Aspirin
v. Sambil menunggu dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai unit luka
bakar, dapat dikompres / disiram dengan larutan garam fisiologis (1
liter air ditambah 5 gram NaCl)

B. Indikasi dirawat di rumah sakit :


1. luka bakar derajat II > 15 %
2. Luka bakar yang mengenai muka, tangan dan kaki
3. Luka bakar derajat III > 20%
4. Luka bakar yang disertai dengan cedera lain, misalnya patah tulang
5. Pada anak :
a. Luka bakar derajat II 10 %
b. Luka bakar derajat III
c. Luka bakar aliran listrik

C. Perawatan di rumah sakit


1. Nilai keadaan umum :
a. Jalan nafas ada sumbatan atau tidak
b. Pasang infus : untuk mengatasi dan mencegah syok
c. Pencegahan tetanus
d. Mengatasi rasa sakit : Analgetika (bila prlu narkotik)
e. Perawatan luka
f. Antibiotika
g. Pasang NGT dan Voley kateter
h. Laboratorium untuk evaluasi pemberian obat-obatan.

D. Rsusitasi cairan
1. Dewasa dan anak BB > 20 - 30 kg
a. RL 2 - 4 ml / kg BB / % luka bakar / 24 jam (setengah diberikan dalam 8 jam
pertama).

70/2
2. Anak < 20 kg :
a. RL 2 - 3 ml / kg BB / % luka bakar / 24 jam (setengahnya diberikan dalam 8
jam pertama)
3. RL + Dextrose 5 % dengan tetesan maintenance

E. Perawatan luka
1. Luka dibersihkan
2. Setelah bersih beri Nitra Argenti 0,5 %, Sulfadiazine cream 1 %; Garamicyn 0,1 %
cream.
3. Luka dibiarkan terbuka (dirawat ditempat steril)
4. Bila luka cukup dalam : tutup tandur alih kulit lain yang sehat dan ditmpelkan pada
luka 2 - 5 hari luka sembuh.

Unit terkait :
Pelayanan Medik
Pelayanan Keperawatan

Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PROSEDUR PENANGANAN LUKA Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA DI UGD

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-31/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :

71/2
Penanganan luka adalah proses penanganan terhadap luka yang terjadi karena rusaknya
kontinuitas jaringan kulit dan jaringan lunak bawah kulit yang tidak / memerlukan jahitan
untuk mnghentikan perdarahan.

Tujuan :
1. Menghindarkan pasien dari kecacatan lebih lanjut
2. Mengembalikan kontinuitas jaringan kulit dan menghentikan perdarahan

Kebijakan :
Rumah sakit Bunda Margonda mengatur tentang tata cara penanganan luka sehingga
mencegah terjadinya kecacatan serta berfungsi untuk menghentikan perdarahan.

Prosedur :
1. Hentikan perdarahan dengan cara menekan daerah luka kemudian bersihkan luka
dengan H2O2.
2. Setelah desinfeksi dengan menggunakan betadine 10 %, bila luka memerlukan jahitan,
anestesi lokal dengan Lidones/ Lidocain 2%
3. Tutup luka dengan sofratule, kemudian tutup kembali dengan kassa steril dan plester.
4. Pemberian Anti Tetanus Serum
5. Anjurkan untuk melakukan kontrol luka jahitan setelah 3 hari

Unit terkait :
Pelayanan Medik
Pelayanan Keperawatan

72/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT
PENANGANAN
PASIEN GAWAT DARURAT
Feddia Kamaruddin,S.Kep
BUNDA DI RUANG PERAWATAN

Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-32/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Pasien gawat darurat di ruang perawatan adalah :
Pasien yang sedang di rawat inap diruang perawatan rumah sakit bunda dan
mengalami keadaan gawat darurat, seperti : henti nafas, henti jantung, kejang dan
lain sebagainya.

Tujuan :
Agar pasien gawat darurat di ruang perawatan dapat ditangani dengan cepat dan efektif.

Kebijakan :
Rumah sakit Bunda Margonda mengatur tata cara dalam penanggulangan pasien gawat
darurat di ruang perawatan secara efektif.

Prosedur :
1. Perawat pelaksana di ruang perawatan yang mengetahui adanya pasien gawat darurat
harus segera memberitahukan kepada rekan-rekannya untuk memberitahukan dokter
jaga UGD atau dokter penanggung jawab ruangan.
2. Perawat tersebut tetap berada disamping pasien untuk memberikan pertolongan
pertama pada pasien tersebut (bantuan hidup dasar)
3. Dokter jaga UGD atau dokter penanggungjawab ruangan harus segera datang ke ruang
perawatan.
4. Setelah dokter jaga atau dokter penanggungjawab ruangan datang, pertolongan
diambil alih oleh dokter jaga atau penanggungjawab ruangan.
5. Tim penolong (dokter dan perawat) tetap berada di samping pasien sehingga keadaan
gawat darurat teratasi atau pasien dinyatakan meninggal.
6. Tim penolong harus menghubungi dokter yang merawat.
7. Apabila diperlukan dapat menghubungi dokter konsulen .

73/2
Unit terkait :
Pelayanan medis
Pelayanan keperawatan

74/2
Ditetapkan Direktur
PROSEDUR TETAP
UNIT GAWAT DARURAT

PENANGANAN PASIEN DENGAN Feddia Kamaruddin,S.Kep


BUNDA DEMAM TYPHOID
DI UGD
Tanggal terbit: 31 Oktober 2007 No. Dokumen: Med-33/311007

No. Revisi : 0 Halaman : 1, dan 2


Diajukan oleh Disetujui oleh
Koordinator Medis UGD Direktur Umum

dr. Sari Yuliyani Cut Syarifah A., SE

Pengertian :
Demam Typhoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella Typhii dan
menyerang usus halus

Tujuan :
1. Memberikan pedoman diagnosa baik dari klinis atau laboratorium
2. Memberikan pedoman tentang tata laksana typhoid pada anak
3. Memberikan pedoman pemberian obat-obatan
4. Memberikan pedoman tentang indikasi pulang

Kebijakan :
Untuk meningkatkan pelayanan medis terhadap anak yang dirawat dengan typhoid,maka
ditetapkan tatalaksana typhoid termasuk didalamnya indikasi rawat, diagnosa, pemeriksaan
laboratorium, obat-obatan dan indikasi pulang.

Prosedur :
A. Diagnosis Typhoid fever :
1. Berdasarkan gambaran klinis :
a. Secara klinis ringan bahkan asimptomatis, umumnya demam > 7 hari ,
gangguan saluran cerna.
b. Diikuti gejala konstitusional : nyeri kepala, malaise, nyeri perut, hepato-
splenomegali, gangguan status mental.
c. Demam tinggi dan bradikardi sering pada anak.
d. Kadang-kadang timbul eksantema makulopaluler (red spot) di dada dan di
perut selama 2 - 3 hari.

75/2
e. Gejala-gejala lain : diare atau konstipasi, mual, muntah, gangguan kesadaran
, apatis, delirium, rhinopharingitis akut.
f. Tempat tinggal yang jaur dari rumah sakit dan tersangka DHF
2. Berdasarkan Laboratorium :
a. Lekopenia
b. Limfositosis relatif
c. Aneosinofilia pada permulaan penyakit dan muncul kembali pada stadium
penyembuhan.
d. Anemia normositik normokrom
e. Trombositopeni dapat ditemukan.
3. Berdasarkan Isolasi kuman penyebab melalui biakan :
a. Biakan darah
i. Biakan darah (+) 40 - 80 % pada minggu I, akhir minggu III hanya
10 %
ii. Waktu terbaik saat demam tinggi dan sebelum pemakaian antibiotik
iii. Pada relaps, maka biakan darak (+) kembali.
iv. Biakan darah bisa (-) palsu oleh karena pengaruh faktor-faktor :
 Jumlah spesimen darah
 Perbandingan darah dengan empedu
 Waktu pengambilan darah
b. Biakan sumsum tulang
i. Sangat sensitif (90 %) namun secara teknis bersifat invasif dan lebih
rumit pengambilan spesimennya.
ii. Sumsum tulang dan kelenjar getah bening bisa (+) walaupun biakan
darah (-)
c. Tinja
i. Biakan tinja dilakukan pada minggu pertama panas.
d. Cairan duodenal

76/2
77/2

Anda mungkin juga menyukai