Diajukan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Dosen Pengampu Astari Dianty, S.E.,M.Ak
Oleh
Amelia Wati 17221056
Dewika Putri Lahagu 17221024
Tuti Susilawati 17221071
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, hikmat dan kesempatan kepada kami selaku kelompok 6 pada mata kuliah
internal audit untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pengambilan Keputusan”
dengan baik tanpa ada suatu hambatan.
Terima kasih kami ucapkan kepada Astari Dianty, S.E.,M.Ak sebagai dosen pengampu
yang telah membantu selama pembuatan makalah ini berlangsung serta rekan-rekan kelompok
sehingga makalah ini dapat terwujud.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
pengetahuan mengenai Pengambilan Keputusan dalam Etika Bisnis semoga makalah ini dapat
dipahami oleh para pembaca.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Keputusan adalah pilihan yang dibuat dari dua atau lebih pilihan. Pengambilan keputusan
biasanya terjadi atas adanya masalah ataupun suatu pilihan tentang kesempatan. Dalam suatu
organisasi diperlukan adanya kebijakan dalam pengambilan keputusan yang baik dalam
menentukan strategi, sehingga menimbulkan pemikiran tentang cara-cara baru untuk
melanjutkannya.
Proses pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia
sebagai individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Tidak ada
pembahasan kontemporer pengambilan keputusan akan lengkap tanpa dimasukkannya etika,
karena pertimbangan etis merupakan suatu kriteria yang penting dalam pengambilan keputusan.
Keputusan etis serta langkah-langkah apa yang perlu diperhatikan dalam menentukan
suatu prosedur yang baik dan tepat agar dapat digunakan untuk kepentingan bersama, sehingga
aktivitas yang dilakukan dalam suatu organisasi dapat efektif dan efisien sebagai pencapaian
cita-cita organisasi.
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah apa dan bagaimana
pengambilan keputusan yang beretika ?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui
pengambilan keputusan etis.
1
1.4 MANFAAT
1. Bagi penulis, makalah ini dibuat untuk mengetahui secara mendalam langkah dan
proses pengambilan etis dengan analisis yang baik dan benar, agar dapat digunakan
sebagai penerapan perilaku untuk pelaksanaan aktivitas dalam suatu organisasi secara
tepat.
2. Bagi para pembaca, makalah ini dapat memberi masukan yang berguna untuk
memperbaiki kebijakan perusahaan atas pengendalian internal perusahaan.
2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Etika adalah bahasa yang berasal dari bahasa Yunani, ethos atau thaetha yang berarti
tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Pada pengertian paling dasar,
etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar atau apa yang
paling tepat, dalam suatu situasi tertentu, memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai
yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Pengertian etika terkadang disebut juga sebagai
moralitas (morality) dan itu adalah aspek etika yang kita sebut sebagai ‘’ integritas pribadi ‘’.
Belum terlalu banyak literatur yang memuat rumusan tentang arti pengambilan keputusan
etis, yang dikenal dengan istilah ethically decision making (EDM). Yang kitra temukan adalah
pengertian pengambilan keputusan secara umum. Pengertian ini akan dijadikan sebagai titik
berangkat mendefinisikan keputusan etis. Ada banyak tokoh yang mengartikan pengambilan
keputusan. Disini kita menyebut tiga nama, yakni G. R. Terry, Harold Cyrl O’Donnel, dan
Claude S. George.
Keputusan etis adalah penelusuran masalah etis yang berasal dari latar belakang
masalah identifikasi masalah hingga terbentuknya sebuah keputusan yang didasarkan
pertimbangan nilai-nilai etis.
Keputusan etis berbeda dengan keputusan pada umumya perbedaannya terletak pada esensi dan
nilai yang termuat didalamnya konkretnya, esensi keputusan etis adalah nilai-nilai moral. Ini
berarti keputusan bisa disebut etis, kalau yang menjadi dasar keputusan adalah nilai-nilai etis.
Guna membedakan mana keputusan etis dan mana yang tidak, mari kita lihat contoh berikut jika
seseorang memutuskan makan bakso dan tidak makan mie goreng maka keputusan ini bukan
keputusan etis.
3
Tetapi kalau yang bersangkutan menolak perintah atasan untuk membuat laporan pendapatan
fiktif demi menghindari pembayaran pajak pada negara, keputusan ini termasuk keputusan etis.
Disini penolakan karyawan terhadap perintah atasan berkaitan dengan nilai etis ,yakni kejujuran.
Karena itu keputusan etis bukan pertama-tama masalah prosedural, melainkan masalah esensial.
Keputusan sesuai dengan prosedur tidak secara otomatis sudah merupakan keputusan etis. Jurgen
Habermas’ memang mengatakan prosedur perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan,
akan tetapi dalam itu nilai-nilai mendasar, yang diistilahkannya dengan rasionalitas, jauh lebih
penting. Artinya, keputusan etis membutuhkan pertimbangan yang matang.
Kendati demikian keputusan etis tidak boleh mengabaikan prosedur. Sejauh prosedur itu
mengandung nilai etis, prosedur itu harus dilalui dalam pengambilan keputusan. Dengan kata
lain, kualitas prosedur juga harus etis agar keputusan yang dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan secara etis. Tetapi kalau prosedurnya bertentangan dengan nialai-nilai
moral, maka keputusan yang diambil justru bermasalah secara etis jadi suatu keputusan dianggap
etis, jika proses dan hasilnya sesuai dengan standar etis.
4
BAB 3
PEMBAHASAN
5
Kalau keputusan hanya mementingkan pribadi dan merugikan banyak orang,
maka keputusan itu buruk secara etis. Jadi, dalam tujuan, prinsip etika
utlitarisme tindakan perlu menjadi bagian pertimbangan dalam mengambil
keputusan.
6
6) Mengacu pada fakta
Dalam keputusan etis suara hati mempunyai peran yang sangat mendasar, bahkan
menjadi penentu mutu keputusan. Menurut Franz Magnis Suseno, suara hati merupakan
kesadaran saya akan kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai manusia dalam situasi
konkret akan baik buruknya tindakan saya berdasarkan hukum moral. Dalam pengertian
ini suara hati mempunyai peranan yang sangat vital.
1) Pusat kemandirian sebagai pusat kemandirian suara hati membuat kita tidak menjadi
pemberi, melainkanorang bebas dan berpendidikan. Dengan suara hati kita memeutuskan
sendiri apa yang paling baik dalam hidup kita. Kita tidak mudah terpengaruh kalau teguh
berpegang pada suara hati.
2) Lambang martabat manusia. Suara hati melekat dalam diri setiap orang. Ia tidak bisa
digantikan oleh instasi mana pun. Karena peran esensial ini suara hati merupakan
perwujudan martabat manusia. Nilai kemanusiaan kita ditentukan sejauh mana suara hati
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan secara negatif dapat dikatakan , ketika kita
tidak mengikutinya maka kita telah kehilangan martabat kemanusiaan.
3) Konsientisasi nilai tindakan dan posisi. Suara hati menyadarkan seseorang akan apa
yang menjadi kewajiban moralnya dalam situasi konkret. Dalam situasi demikian suara
hati memberi penilaiaan mana yang baik dan mana yang buruk.
7
Selain itu suara hati membuka mata kita bahwa posisi status sosial atau kedudukan
dalam pekerjaan tidak menjadi penentu benar salahnya suatu perkataan, aturan atau
perbuatan. Kalau kewajiban
untuk menjalankan aturan atau kode etik profesi disertai dengan ketidakjujuran dan
kejahatan, malah suara hati lebih memilih berkonflik. Suara hati juga memberi kesadaran
bahwa pandangan mayoritas tidak bisa dengan sendirinya dijadikan sebagai ukuran
kebenaran. Kalau pandangan itu bertentangan dengan norma moral. Suara hati justru akan
menentang hal-hal yang tak sesuai dengan norma-norma kesusilaan. Kendati kebanyakan
orang mungkin menyetujuinya.
Dalam momen ini sebagaimana ditegaskan oleh Franz magnis suseno, rasiionalitas
kesadaran moral harus memainkan peranan. Hal ini terlihat dalam beberapa hal
berikut.
8
Karena itulah dibutuhkan keterbukaan kepada orang lain. Sikap keterbukaan
diungkapkan dengan salah satunya bersedia berdialog dengan orang lain demi
kemajuan.8
Setelah mendapatkan informasi yang memadai dari orang-orang yang kita anggap
penting dan menjadi landasan keputusan, momen selanjtnya adalah mengambil
keputusan. Pada momen ini yang menjaadi perhatian utama bukan lagi rasionalits
kesadaran etis, melainkan absolusitas kesadaran etis. Ini berarti, mengambil keputusan
berdasarkan suara hati merupakan sebuah keharusan. Keputusan harus diambil
menurut apa yang pada momen persiapan disadari sebagai kewajiban.
Jadi pada momen ini pengambilan keputusan tidak lagi tergantung pada pandangan-
pandangan berbagai pihak dan informasi-informasi yang ada, melainkan pada pilihan
pribadi. Pandangan dan informasi dari luar hanya menjadi bahan pertimbangan yang
kedudukannya ada di momen sebelum pengambil keputusan. Absolusitas kesadaran
etis mengisyaratkan adanya keinsafan untuk mendasarkan keputusan pada nilai-nilai
moral dasar. Di sini otonomi pengambil keputusan peranan utama.
Hal yang perlu dihindari pada momen ini adalah ketakutan mengambil keputusan. Ini
merupakan hal yang paling buruk dalam dalam proses pengambilan keputusan. Pada
momen kedua ini sikap ragu-ragu seharunya tidak muncul lagi. Karena itu dihindari
“mengambil keputusan untuk tidak mengambil keputusan” atas suatu masalah yang
dihadapi, sebab dengan ini masalah tidak akan pernah dapat diselesaikan.
Pada momen ini perhatian diarahkan pada kualitas keputusan dan akibat dari
keputusan. Kewajiban untuk mengambil keputusan berdasarkan suara hati tidak secara
pasti menyatakan bahwa keputusan yang diambil pasti benar. Secara lain dapat
dikatakan, keputusan bisa saja keliru. Akan tetapi ini tidak menentukan kualitas etis
keputusan.
9
Artinya putusan yang salah tidak berarti secara moral salah. Kalau pengambil
keputusan sudah benar, karena unsur-unsur etis sudah dipenuhi, maka orang yang
mengambil keputusan tidak dapat dipersalahkan. Yang pantas dipersalahkan adalah
“kalau persiapan keputusan itu kurang teliti, kurang terbuka, atau terlalu mudah
terpengaruh oleh pendapat orang lain”.
Dari ketiga momen diatas , kita dapat meringkas langkah-langkah keputusan etis , bagi
akuntan ada tujuh langkah sebagaimana di gariskan oleh american association pada tahun
1993 yang dikutif oleh Leonard J.Brooks dan Paul Dunn.
1) Menentukan fakta . fakta ini berisikan pokok persoalan subjek yang terlibat , tempat
atau lokasi, waktu serta strategi atau cara-cara yang di perlukan di dalamnya.
2) Menetapkan isu etis. Disini kita perlu mengidentifikasi isu apa yang muncul,
identifikasi isu ini sangat membantu untuk membuat keputusan yang tepat atas persoalan.
3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama, aturan dan nilai-nilai dalam isu yang kita
temukan , prinsip etika mana yang terkait, aturan mana yang digunakan atau dilanggar di
dalamnya , serta nilai-nilai mana yang di langgar .
4) Mencari cara altenatif penyesalan atas masalah . artinya, dalam pengambilan
keputusan kita memberikan rencana A atau Bdengan menentukan plus minus masing-
masing plan.
5) Membuat perbandingan nilai dan altenatif serta melihat apakah muncul keputusan
yang jelas. Disini kita perlu membuat komparasi nilai-nilai yang terlibat , memberikan
altenatif pemecahan .
6) Menilai konsenkuensi . sebelum mengambil keputusan perlu di identifikasi akibat-
akibat yang akan muncul. Akibat itu bisa dari 2 sisi yakni akibat negatif dan akibat positif
.
7) Membuat keputusan. Tentu keputusan yang harus diambil adalah keputusan yang
mempunyai akibat positif yang paling banyak.
10
Secara sistematis langkah – langkah pengambilan keputusan etis dapat di lihat pada
figuraa di bawah ini :
Identifikasi Fakta
Analisa Etika
Pringkatkan : interes menurut tingkat
kepentingannya
Terapkan : Kerangka kerja komprehensif EDM
menggunakan sebuah pendekatan
Filosofis : konsekuensialisme, deontologi, & etika
kebajikan/dan atau penilaian dampak pemangku
Identifikasi pemangku kepentingan ditambah analisa gap motivasi,
kepentingan dan masalah - kebajikan, & sifat karakter.
masalah etis
11
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Keputusan etis berkaitan dengan nilai yang mendasari sebuah pertimbangan . ini berarti tidak
semua keputusan bisa disebut bernilai etis,. Pengambilan keputusan etis melibatkan suara
hati. Oleh karena itu pertimbangan moral menjadi dasar keputusan etis . tujuannya agar
keputusan yang diambil memiliki bobot .
Bobot keputusan juga di tentukan oleh kualitas momen keputusan. Dalam kaitan dengan itu ,
ada tiga momen yang harus di perhatikan . yakni sebelum mengambil keputusan , saat
mengambil keputusan dan sesudah mengambil keputusan . pada momen pertama sikap
terbuka dan mencari informasi dari berbagai pihak sebanyak mungkin di perlukan . pada
momen kedua, keberanian untuk memutuskan berdasarkan suara hati dituntut . pada momen
ketiga sikap bertanggung jawab dengan berani menanggung risiko keputusan harus
diperlihatkan keputusan yang berbobot adalah keputusan yang diambil berdasarkan suara hati
dan nilai-nilai universal, yang oleh L.Kohlbreg disebut sebagai tingkat pasca konvensial.
4.2 SARAN
Setelah disusunya makalah mengenai ‘’ pengambilan keputusan etis ‘’, diharapkan dapat menambah
wawasan pembaca khususnya dimata kuliah Etika Bisnis & Profesi. Apabila kita mencari sumber referensi
lebih banyak dari berbagai sumber sehingga ilmu dan wawasan yang kita dapatkan semakin luas.
12
KASUS
KASUS 1
Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit, Nike tidak
mampu untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan image dari
atlet terkenal untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya yang besar, Nike
membeli sepatu dari supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah bisa menekan harga
yang ditawarkan supplier sehingga Nike bisa membeli dengan harga yang lebih murah.
Sebagai contoh adalah supplier Nike yang berasal dari Indonesia yaitu PT.Pratama Abadi
Industri. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
manufaktur sepatu lari (running shoes). Perusahaan ini memproduksi berbagai tipe running
shoes dalam berbagai jenis ukuran baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Spesifikasi
dari tiap tipe sepatu telah diberikan oleh pihak Nike untuk kemudian diproduksi oleh PT.
Pratama abadi Industri sesuai dengan syarat spesifikasi yang telah ada. Hasil produksi yang
telah dihasilkan oleh PT. Pratama abadi Industri, tidak boleh dipasarkan di dalam negeri.
Semua hasil produksi yang telah ada merupakan hak dari pihak Nike yang ada di
Beverton (USA) untuk kemudian akan diekspor lagi ke negara lain, seperti Perancis, s Nike
sangat memegang kendali karena mempunyai hak untuk memutuskan kerjasama bila harga
dari supplier terlalu mahal, hal ini bisa berdampak buruk bagi pekerja karena mereka tidak
bisa menuntut kehidupan yang lebih baik dengan peningkatan tunjangan pekerja otomatis
akan menambah biaya produksi yang mengakibatkan harga yang lebih mahal.Seperti yang
terjadi di China, Vietnam, Indonesia dan Meksiko. Nike dikritik karena berusaha menutupi
kondisi kerja yang buruk serta eksploitasi buruh. Nike juga adalah perusahaan besar yang
tidak memiliki pabrik. Karena mereka lebih senang untuk outsourcing kebutuhan-kebutuhan
mereka terutama kepada sektor informal, ataupun perusahaan lainnya, sehingga
mengefisienkan dan meminimalisir ongkos produksi.wedia, India, Belgia, Kanada, USA,
Afrika Selatan, Argentina, Uruguay, Chillie.
Knight tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik, sehingga di tahun 1983 Nike
mengalami kemunduran karena tidak tepatnya perencanaan dari pelaksana yang dipercaya
oleh Knight waktu itu. Waktu itu pengelola yang dipercaya Knight mengubah image Nike
dari sepatu atletik menjadi sepatu kasual. Padahal saingannya Reebok lebih dahulu
mengembangkan sepatu untuk aerobik, sehingga konsumen lebih percaya pada Reebok. Nike
membutuhkan perencanaan baru untuk mengembalikan posisi Nike sebagai produsen sepatu
nomor satu dengan penjualan yang secepatnya.
ANALISIS :
Strategi Nike dalam membuat image yaitu dengan mensponsori seorang atlet atau suatu klub
olahraga sehingga akan timbul image bahwa Nike dipakai oleh para atlet terkenal, hal ini
tidak dilakukan oleh saingannya seperti Reebok yang justru hanya mensponsori suatu event
olahraga saja. Disinilah pembuktian kekuatan merek dagang. Banyaknya masalah ataupun
konflik yang terpublikasi, tidak akan membuat kosumen beralih ke merek lain. Hal ini karena
ikatan psikologis antara Nike dengan konsumen fanatiknya telah terjadi, selebihnya, biarlah
konsumen yang menilai.
Krisis yang dialami Nike pada tahun 1983 tak lepas dari proses pertumbuhan organisasi.
Menurut Lary Greiner ada 5 tahap pertumbuhan organisasi, 1) kreativitas, 2) pengarahan, 3)
pendelegasian, 4) koordinasi, dan 5) kerja sama. Nike mengalami krisis disaat tahap
pendelegasian dimana Knight tidak melakukan kontrol yang ketat sehingga keputusan
bawahannya membawa dampak bagi Nike. Knight kemudian melakukan terobosan kilat untuk
membentuk kembali brand image dari Nike. Menurut Agyris “intervensi merupakan suatu
aktivitas masuk ke dalam sistem relationship yang berjalan, baik diantara individu, kelompok,
maupun organisasi, dengan tujuan membantu menuju suatu perubahan yang sukses” Dalam
intervensi, terkadang perlu mendatangkan konsultan dari luar organisasi, tetapi intervensi
terbanyak dapat dilakukan oleh managemen internal. Apa yang dilakukan oleh Knight
merupakan intervensi dari manajemen internal. Marketing differentiation strategy mencoba
menciptakan kesetiaan para pelanggan dengan cara memenuhi kebutuhan tertentu secara
khusus. Organisasi tersebut mencoba menciptakan kesan yang menguntungkan bagi produk-
produknya melalui iklan, segmentasi pasar, dan harga yang bersaing. Hal tersebut salah satu
strategi yang dilakukan oleh Knight dengan menciptakan produk baru sesuai kebutuhan
konsumen yang tidak lepas dari image olah raga.
ke sebenarnya memiliki posisi yang sedikit lemah bila dihadapkan dengan retailer.
Keuntungan Nike didapat dari penjualan ke retailer. Retailer tentunya akan bersaing dengan
retailer lain dengan harga termurah, hal ini dapat mengancam Nike karena dengan hal tersebut
maka retailer akan menekan Nike untuk menjual sepatunya dengan lebih murah.
Etis dan tidak etisnya Nike menggunakan supplier Asia sehingga mereka saling bersaing
tidaklah dapat dipandang dari hanya salah satu sudut pandang saja. Pada intinya dengan
sistem semacam tender ini maka akan tercipta persaingan, kompetisi untuk menjadi lebih baik
sehingga akan meningkatkan motivasi pekerja. Dengan kualitas yang sama tetapi berbeda
harga. Dari sudut pandang pekerja hal ini bisa menjadi sebuah ancaman tersendiri. Pekerja
akan dituntut untuk bekerja lebih giat demi untuk meningkatkan jumlah produksi sehingga
bisa terjadi para pekerja bekerja di luar jam kerja yang semestinya. Dengan adanya kebijakan
dari Nike yang berhak memutuskan kerja sama bila supplier menaikkan harga terlalu tinggi
dapat mengakibatkan supplier menggunakan tenaga kerja anak-anak agar biayanya lebih
murah. Isu ini muncul di Pakistan, bahwa Nike mengambil sepatu dari Pakistan yang dibuat
oleh anak-anak pekerja di bawah umur.
Apabila supplier dari Amerika atau Australia. Hal ini bisa berdampak bagi Nike maupun bagi
konsumen. Bagi Nike ini merupakan mimpi buruk karena tentunya tidak akan ada pekerja
yang murah, harga jual dari supplier akan lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi
bila diproduksi di Amerika atau Australia. Bagi konsumen ada dua kemungkinan yang akan
terjadi. Yang pertama, akan timbul kepercayaan lebih karena produk dibuat di Amerika atau
Australia yang sangat memperhatikan kualitas. Yang kedua, tidak akan terlalu berdampak
karena konsumen percaya pada Nike melakukan kontrol pada supplier Asia sehingga mutunya
akan dianggap sama saja dengan buatan Amerika. Peran Phill Knight tentunya sangat besar
dalam mengembangkan Nike hingga saat ini. Dengan gaya kepemimpinannya, dengan
solusinya yang cepat dan tepat saat menghadapi krisis Nike di tahun 1983 membuat Nike
dapat bertahan dan mampu menempati posisi nomor satu lagi sebagai produsen sepatu di
dunia. Membicarakan keberhasilan Nike tidak lepas dari Bill Bowerman, co-founder Nike.
Bowerman sangat berjasa dalam mendirikan Nike, ide untuk memberi semacam karet di
sepatu olahraga datang darinya yang disebut waffle sole. Bowerman jugalah yang memiliki
ide untuk memberi karet pada lintasan lari. Pada awalnya Bowerman beserta Knight menjual
sepatu yang dibuat oleh Bowerman menggunakan latex, leather, glue dan waffle iron istrinya.
Saat itu mereka memproduksi 330 pasang sepatu.
KASUS 2
Pada tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan praktek
diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu menurunkan harga product iPhone
mereka yang sangat sukses sejumlah $200 dari harga semula sebesar $599 yang merupakan
harga perkenalan yang sudah sejak dua bulan. Tak perlu dibicarakan, dia menerima email
yang sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa dan marah. Dua hari kemudian, Steve
Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di gunakan di toko Apple dan online store kepada
para pelanggan yang sudah membayar harga penuh.
ANALISA :
1. Consequences, Utility
3. Virtue Expectations
Jika dijabarkan ketiganya, dapat dikatakan pertimbangan-pertimbangan dari ketiga
pendekatan antara lain: - Well-offness/ Consequentialism
Keputusan yang akan dibuat harus menghasilkan keuntungan lebih dari biaya yang
dikeluarkan. Dalam kasus Apple, tidak jelas apakah keputusan pengurangan harga
menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA