Anda di halaman 1dari 63

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE INFARK


DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Efi Pandan Sari, S.Kep.
NIM 182311101128

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
APRIL, 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Stroke Infark di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di
sahkan pada
Hari, Tanggal : April 2019
Tempat : Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 31 Meret 2019

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Melati
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Akhmad Zainur Ridla, S.Kep., MAdvN. Ns. Umayanah, S.Kep.


NRP. 760019007 NIP. 19770611 200604 2 020

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf............................................................ 1
B. Definisi Stroke Infark Emboli.............................................................. 10
C. Epidemiologi........................................................................................ 11
D. Klasifikasi............................................................................................. 11
E. Etiologi ............................................................................................... 12
F. Manifestasi Klinis............................................................................... 14
G. Patofisiologi....................................................................................... 17
H. Komplikasi......................................................................................... 19
I. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 20
J. Penatalaksanaan.................................................................................. 22
K. Clinical Pathway ................................................................................ 24
L. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................. 25
a. Pengkajian/Assesment ....................................................................
25
b. Diagnosa Keperawatan................................................................... 32
c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 33
d. Evaluasi Keperawatan ....................................................................
42
e. Discharge Planning........................................................................ 42
f. Evidance Based..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 43

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK
Oleh : Efi Pandan Sari, S.Kep

A. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf


Tengkorak menurut Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang
menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.
Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam.
Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid
merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk
rongga/fossa; fossa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fossa tengah
berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fossa posterior berisi otak tengah
dan sereblum. Lapisan yang menyusun tulang kranium antara lain:
1. Meningen
Pearce (2008) mengatakan bahwa otak dan sumsum tulang belakang
diselimuti meningen yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa
pembuluh darah dan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang
memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3
lapisan yaitu:
a) Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

1
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis
biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran
perdarahan ini adalah:
1) sakit kepala yang menetap
2) rasa mengantuk yang hilang-timbul
3) linglung
4) perubahan ingatan
5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
2. Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual.
Otak melaksanakan semua fungsi yang disadari dan bertanggung jawab terhadap
pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap
kemampua manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari dan

2
kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental seperti ingatan
atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau
kepribadian. Secara anatomis otrak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum
(otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbik). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagian-bagiannya
adalah:
a) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks (permukaan otak), ganglia basalis,
dan sistem limbic. Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut
padat yang disebut dengan corpus calosum. Otak besar memiliki fungsi untuk
mengatur semua aktivitas mental yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan.

Gambar 1. Otak Bagian Cerebrum

3
Gambar 2. Bagian-bagian Cerebrum
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus yaitu:
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti
kemampuan berpiki abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri),
pusat penghidu, dan emosi. Lobus frontalis mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunteer di gyrus presentralis (area motoric
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini
terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobis ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.

Gambar 3. Lobus Frontalis


2) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
kebawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-

4
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.

Gambar 4. Lobus Temporalis


3) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).

Gambar 5. Lobus Parietal


4) Lobus Okspitalis
Lobus ini berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan
yaitu untuk menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsangan dengan informasi saraf
lain dan memori (White, 2008).

5
Gambar 6. Lobus Oksipitalis
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi, memori emosi, dan
bersama hypothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom.

Gambar 7. Lobus Limbik


b) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil berfungsi untuk koordinasi terhadap otot dan tonus
otot, keseimbangan dan posisi tubuh, serta untu berfungsi mengkoordinasi
gerakan yang halus dan luwes. Cerebelum berada pada bagian bawah dan
belakang tengkorak yang melekat pada otak tengah. Pada otak kecil terdapat
tiga pengelompokkan bagian-bagian otak kecil yaitu:
1) Berdasarkan lobus pada otak kecil dibagi menjadi tiga yaitu lobus anterior
(depan), lobus posterior (belakang) dan lobus frocculonadular.

6
Gambar 8. Lobus Otak Kecil
2) Berdasarkan zonanya cerebellum dibagi menjadi tiga bagian yaitu vermis
yang memisahkan otak kecil menjadi dua hemisfer kiri dan kanan, zona
intermediate, dan lateral hemisfer

Gambar 9. Zona Otak Kecil


3) Berdasarkan fungsinya, terdiri dari cerebrocerebellum yang merupakan
bagian terbesar dari otak keci dengan fungsi utama untuk mengatur
pergerakan mortik dan evaluasi terhadap informasi sensoris agar dapat
melakukan gerakan yang tepat; Spinocerebellum berfungsi untuk
mengatur pergerakan tubuh melalui sistem propriosepsi yaitu sensasi yang
didapatkan tubuh melalu stimulasi dan aktivitas otot; Vestibulocerebelum
berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh daris sistem vestibular
dari semicircular kanal di telinga dan gerakan bola mata yang menerima
informasi dari kortek visual.
c) Brainstem
Brainstem adalah batang otak yang berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan. Batang otak terdiri dari diensefalon (otak depan) yang terdiri atas
dua bagian yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari
reseptor kecuali bau dan hypothalamus yang berfungsi dalam pengaturan
suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun dan penumbuhan

7
sikap agresif; mesencephalon (otak tengah) terletak dibagian depan otak kecil
dan jembatan varol berfungsi untuk reflex mata, tonus otot serta fungsi posisi
atau kedudukan tubuh; pons varoli (jembatan varol) yang merupakan serabut
saraf pengubung otak kecil bagian kirir dan kanan, selain itu menghubungkan
otak besar dan sumsum tulang belakang; medulla oblongata yaitu bagian dari
batang otak yang paling bawah dan menghubungkan antara pons varoli
dengan medulla spinalis.

Gambar 10. Brainsteam


d) Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf kranial
langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis
(VII), vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius
(XI), dan hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
Saraf Kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam

8
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan
rahang ke lateral
Sensorik 1. Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah dan
gigi
2. Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot
dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIII Sensorik Keseimbangan
Cabang
Vestibularis

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah, visera
leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008

9
Gambar 11. saraf Kranial

B. Definisi
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer dan Bare, 2007). Gangguan
fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (RISKESDAS, 2013). Menurut Soeharto (2004) dalam Riyanto (2017),
stroke adalah suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel
otak agar dapat tetap melaksanakan fungsinya. Serangan ini bersifat mendadak
dan menimbulkan gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapat suplai
darah. Stroke merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan perfusi ke pembuluh
darah otak secara akut yang menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara
cepat (Satyanegara dkk, 2014). Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI, 2011) mendefinisikan stroke merupakan gejala klinis yang terjadi
secara mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak dengan kelainan yang
menetap hingga 24 jam atau lebih, atau menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab kelainan yang jelas selain pembuluh darah. Stroke merupakan gejala

10
deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak
dan bukan oleh penyebab yang lain (WHO, 2011).
Stroke (cerebral apoplexy) adalah penyebab kedua kematian dan penyebab
ketiga kecacatan. Kematian mendadak dari beberapa sel otak karena kekurangan
oksigen ketika aliran darah dari arteri ke otak mengalami sumbatan. Stroke juga
merupakan penyebab utama demensia dan depresi (WHO, 2016). Stroke juga
terjadi akibat suatu peradangan atau infeksi yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan seperti kokain dan amfetamin
juga dapat menyempitkan pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan stroke.
Stroke infark atau iskemik adalah tipe stroke yang paling umum terjadi
daripada stroke hemoragik yang disebabkan oleh penyumbatan di pembuluh darah
otak. Penyumbatan dapat disebabkan oleh gumpalan darah (thrombosis) terbentuk
di sekitar endapan lemak di pembuluh darah otak. Gumpalan darah atau plak
lemak (aterosklerosis) yang terbentuk di tempat lain dalam tubuh juga dapat
bergerak ke otak dimana akan menghalangi pembuluh darah (embolus). Jika orang
tersebut memiliki riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau masalah katup
jantung akan memiliki peningkatan risiko jenis infark. Ukuran dan lokasi
sumbatan memengaruhi jenis gejala dan masalah yang mungkin dialami.

Gambar 12. Stroke infark

11
C. Epidemiologi
Berdasarkan hasil dari Riset kesehatan dasar (2013), Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 12%. Prevalensi Stroke
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi
Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16‰. Prevalensi penyakit stroke
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun
(67,0%). Prevalensi stroke sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi
stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik
(32,8%). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan
(12,7%). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang
(18%) (RISKESDAS, 2013).

D. Klasifikasi
Muttaqin (2008) menjabarkan stroke infark dapat berupa iskemia atau
emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang
dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah suatu kondisi dimana terjadi
sumbatan pada pembuluh darah otak sehingga pasokan darah menjadi terganggu.

12
Sumbatan terjadi karena adanya plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolesterol di dalam darah.
Stroke non hemoragik digolongkan menjadi 4 (Junaidi, 2011):
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus
atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila
sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena
infark (Grofir, 2009; Brust, 2007, Junaidi, 2011).
2. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya
RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
3. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana
terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang
timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
4. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.

E. Etiologi
Terdapat beberapa faktor penyebab stroke (Smeltzer dan Bare, 2007)
antara lain:
1. Hipertensi, merupakan faktor risiko utama
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Kolesterol darah tinggi.
4. Obesitas atau kegemukan.
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.
6. Diabetes mellitus terkait dengan aterogenesis terakselerasi.
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi,merokok,dan kadar estrogen
tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alkohol.

13
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke antara lain :
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a. Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibanding wanita
b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena
stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a. Hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Diabetes melitus
f. Polisetemia
g. Stress emosional
3. Kebiasaan hidup
a. Merokok
b. Peminum alcohol
c. Obat-obatan terlarang
d. Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolesterol.
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral.
Berdasarkan Tarwoto (2007) pada stroke akut memiliki gejala klinis meliputi :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul
secara mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
5. Disatria (bicara cadel atau pelo)
6. Gangguan penglihatan, diplopia
7. Ataksia

14
8. Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.
Gambaran klinis utama yang dapat dikaitkan dengan pembuluh darah otak
yang pecah menurut Aminudin (dalam Hernawati, 2009) adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan pada vertebra basilaris (sirkulasi posterior) mengakibatkan
terjadinya kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak, peningkatan
reflek tendon, ataksia, tanda babinsky bilateral, disfagia, disartria, koma,
gangguan daya ingat, gangguan penglihatan dan muka baal
2. Kerusakan pada arteri karotis interna (sirkulasi anterior) gejalanya biasnaya
inlateral. Lokasi yang paling sering terkena pada bifurkasio arteri karotis
komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Tandanya adalah anggota
gerak atas terasa lemah dan baal, bila hemisfer dominan maka dapat terjadi
afasia ekspresif.
3. Kerusakan pada arteri cerebri anterior gejala utamanya adalah perasaan
kacau, kelemahan kontralateral terutama pada tungkai, lengan bagian
proksimal mungkin terkena, gerak voluntair tungkai terganggu, gangguan
sensorik kontralateral, dimensia, muncul reflek patologis
4. Kerusakan pada arteri cerebri posterior tandanya adalah koma, hemiparesis
kontralateral, afasia visual, hemianopsia
5. Kerusakan pada arteri cerebri media gejalanya adalah monoparesis atau
hemiparesis kontralateral kadang-kadang ada hemianopsia kontralateral,
afasia global bila hemisfer domain terkena gangguan pada semua fungsi yang
berkaitan dengan percakapan dan komunikasi, disfagia.
Gejala awal stroke seringkali tidak diketahui oleh penderitanya.Stroke
sering muncul secara tiba-tiba, berlangsung cepat dan dapat menyebabkan
penderita tidak sadar diri (koma).Sebab itu, penting bagi kita untuk mengenali
gejala awal terjadinya stroke. Beberapa gejala awal terjadinya stroke, yaitu :
a. Nyeri kepala disertai penurunan kesadaran, bahkan bisa mengalami koma
(perdarahan otak)
b. Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan, tungkai, atau salah satu sisi
tubuh
c. Mendadak seluruh badan lemas dan terkulai tanpa hilang kesadaran (drop
attack) atau disertai hilang kesadaran sejenak (sinkop)

15
d. Gangguan penglihatan (mata kabur) pada satu atau dua mata.
e. Gangguan keseimbangan berupa vertigo dan sempoyongan (ataksia)
f. Rasa baal pada wajah atau anggota badan satu sisi atau dua sisi
g. Kelemahan atau kelumpuhan wajah atau anggota badan satu sisi atau dua
sisi
h. Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan bicara (afasia)
i. Gangguan daya ingat atau memori baru (amnesia)
j. Gangguan orientasi tempat, waktu, dan orang.
k. Gangguan menelan cairan atau makanan padat (disfagia)
(Utami, 2009)
Gejala yang timbul tergantung dari klasifikasi stroke.
1. Manifestasi klinis pada stroke hemoragik, yaitu :
a. Deficit neurologis mendadak, gejala awal yang timbul berupa
prodromal yang terjadi pada saat istrahat atau bangun pagi.
b. Penurunan kesadaran kadang tidak terjadi
c. Usia >50 tahun sangat beresiko
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat atau ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
2. Manifestasi klinis pada stroke akut, yaitu :
a. Wajah menjadi lumpuh atau anggota tubuh (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota tubuh (gangguan
hemisensorik)
c. Status mental berubah secara mendadak (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma)
d. Afasia ( tidak lancer dalam bebicara atau tidak dapat berbicara)
e. Disartria (pelo atau cadel)
f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)
(Battica, 2008)

16
Untuk menentukan apakah stroke yang dialami pasien troke hemoragi atau
stroke non hemoragi maka perlu melakukan sirijaj stroke score dan algoritma
gajah mada.
1. Sirijaj stroke score
Tabel 2. Skor Sirijaj
Variabel Gejala klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda-tanda atheroma
1. Angina Pectoris Iya 1
Tidak 0
2. Laudicatio Intermitten Iya 1
Tidak 0
3. Diabetes Mellitus Iya 1
Tidak 0
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 .
Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan
dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
2. Algoritma Gajah Mada

17
Berdasarkan lokasinya ditubuh, gejala stroke terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Bagian sistem syaraf pusat, terjadi kelemahan otot (hemiplegia), kaku, dan
menurunnya fungsi sensorik
b. Batang otak, terdapat 12 syaraf kranial. Gejala yang timbul seperti; lidah
melemah, kemampuan membau, mengecap, mendengar, melihat secara
parsial atau keseluruhan menjadi menurun; serta kemampuan reflex,
ekspresi wajah, pernafasan, dan detak jantung menjadi terganggu
c. Cerebral Cortex yaitu tidak bisa berbicara (afasia), kehilangan
kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang bertujuan (Apraksia),
daya ingat menurun, kegagalan melaksanakan sebuah fungsi sebagian
bdan (hemiparese),dan kebingungan.

18
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), yang merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.Keadaan ini sangat
menguntungkan karena penderita bisa sembuh 100%.Namun, penderita
harus tetap waspada terhadap gejala-gejala stroke yang mungkin timbul.
(Utami, 2009)

G. Patofisiologi
Berbagai kondisi seperti obesitas, kolesterol tinggi, diabetes mellitus,
hipertensi, peningkatan hematokrit dan embolisme jantung merupakan faktor
risiko terjadinya stroke. Klien dengan obesitas akan memiliki kadar leptin dalam
darah yang lebih tinggi. Hal tersebut meningkatkan tahanan vascular jantung.
Akibatnya terjadi hipertensi. Kondisi hipertensi menyebabkan disfungsi endotel
pembuluh darah, dimana pada keadan normal endotel menghasilkan Nitrit Oksida
(NO) yang berfungsi dalam relaksasi vascular. Akibat disfungsi endotel, terjadi
penurunan NO yang mengakibatkan vasokontriksi dan penurunan permeabilitas
sel endotel yang berimplikasi pada terjadinya arteriosklerosis (Astuti, 2012).

Gambar 13. Gambaran Stroke Infark/ Iskemi


Selain itu, kondisi lain yang memicu terjadinya stroke adalah kolesterol
tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan plak-plak lipid
yang menempel pada tunika intima dan menyebabkan atherosclerosis. Kondisi
atherosclerosis juga dapat dipicu oleh penyakit misalnya Diabaetes Mellitus

19
(DM). Defisiensi insulin yang terjadi pada klien DM akan menurunkan pemakaian
glukosa dan menyebabkan hiperglikemia dan peningkatan kadar gula dalam urin
(Glikosuria). Hal tersebut menyebabkan klien mengalami dehidrasi. Kondisi
tersebut dipercaya dapat memicu terbentuknya trombosis akibat peningkatan
viskositas darah (Gofir, 2009). Peningkatan viskositas darah juga dapat terjadi
pada klien dengan kadar hematokrit yang tinggi dalam darah.
Perilaku yang menyumbang potensi terbesar terjadinya stroke adalah
merokok. Merokok dapat menyebabkan vasokontriksi dan penurunan
permeabilitas vascular. Selain itu, aktivitas merokok dapat menyebabkan
peningkatan fibrinogen dalam darah. Akibatnya darah akan mudah menggumpal
dan berisiko menjadi thrombus. Thrombus merupakan produk gumpalan yang
terbentuk dalam vascular itu sendiri. Jika produk gumpalan berasal dari tempat
lain selain otak dan pembuluh darah, misal jantung maka disebut dengan istilah
embolus.
Embolus biasanya terbentuk akibat beberapa kondisi penyakit seperti:
infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan
kardiomiopati iskemik akan menyebabkan terbentuknya bahan trombotik di
dinding rongga jantung atau katup mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran
sangat kecil sehingga dapat hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri
karotis dan vertebralis. Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut pada
pembuluh darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan hambatan
aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke.
Stroke infark adalah kondisi dimana suplai darah mengalami sumbatan ke
area tertentu di otak. Suplai darah ke otak dapat berubah menjadi semakin lambat
atau semakin cepat pada gangguan lokal (emboli) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis merupakan faktor
yang paling umum yang menyebabkan tempat aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus tersebut mengakibatkan
iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema atau kongesti. Area edema ini menyebabkan disfungsi

20
yang lebih besar dari area infark. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Saat pengurangan edema tersebut
pasien mulai menunjukkan perkembangan. Oklusi pada pembuluh darah serebri
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses
atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan
serebri jika aneurisma ruptur (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebri terhambat, anoksia serebri dapat berkembang.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka waktu 4-
6 menit. Perubahan irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Muttaqin, 2008).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral.
Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O 2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Gejala yang muncul pada klien dengan stroke infark akan bergantung pada
area otak yang terkena. Infark pada hemisfer kiri akan menimbulkan gejala pada
sebagian besar fungsi tubuh seperti kerusakan menelan (disfagia), kesulitan dalam
berbicara (afasia), kelainan pada visual kanan, gangguan emosi, dan hemiplegi
pada tubuh bagian kanan. Sebaliknya, infark pada hemisfer otak kanan akan
menyebabkan kelainan visual kiri dan hemiplegi pada tubuh bagian kanan.
Sedangkan, jika infark terjadi pada batang otak, gejala yang ditimbulkan akan

21
muncul pada 12 fungsi syaraf cranial. Kerusakan pada Nervus I akan
mempengaruhi daya penciuman dan kerusakan pada Nervus II akan berengaruh
pada daya penglihatan. Selain itu kerusakan pada Nervus 3 dan 4 akan
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, penurunan visus dan penurunan
reflex terhadap cahaya. Kerusakan serupa juga akan terjadi pada nervus lain dan
menimbulkan gejala sesuai dengan fungsi organ yang dipersarafi oleh nervus
terkait.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan stroke adalah
(Kowalak, 2011):
1. Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)
2. Edema serebral
3. Ketidakseimbangan cairan.
4. Kerusakan sensorik
5. Infeksi seperti pneumonia
6. Perubahan tingkat kesadaran
7. Aspirasi
8. Kontraktur
9. Emboli paru
10. Kematian
11. Kadar gula darah (tinggi)
12. Gangguan jantung
13. Gangguan ginjal dan hati

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pasien dengan stroke yaitu skala ROSIER yaitu
dengan melakukan scoring pada tanda dan gejala stroke dengan menilai tanda klinik secara cepat.
Skala ROSIER memiliki sensitifitas 92%, spesifitas 86% menurut Bazak (2013).
Komponen Poin
Kelemahan otot wajah dan asimetris 1
Lengan yang lemah dan asimetris 1
Kaki yang lemah dan asimetris 1
Gangguan berbicara 1
Kerusakan lapang pandang 1
Kejang -1

22
Penurunan kesadaran -1
Keterangan skala ROSIES jika terdapat pasien dengan point lebih dari 0 maka
pasien tersebut 90% dipastikan mengalami stroke. Pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan pada pasien stroke yaitu: Angiografi serebral: membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri
atau adanya titik oklusi/ ruptur.
1. CT-scan: memperhatikan adanya hematoma dsn sumbatan

Gambar 14. Gambaran CT Scan

2. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada


thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

23
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
4. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
5. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
Pemeriksaan penunjang menurut Marlene (2015) yaitu pemindaian CT
atau ultrasonografi untuk menunjukkan tampilan hati yang tidak normal. Jika
isotop radioaktif digunakan, pemindaian dapat menunjukkan kadar fungsi hati.
1. Pemeriksaan laboratorium-bilirubin, albumin, alanin transaminasi (ALT),
aspartat transaminase (AST), masa protrombin, dan amonia serum-untuk
memeriksa peningkatan nilai,yang mengidikasikan kerusakan sel hepatik. Ini
merupakan peningkatan nilai laboraturium yang umum pada hampir semua
jenis penyakit hati.
2. Biopsi hati untuk memastikan diagnosis secara mikroskopis.
3. Esofagoskopi menentukan adanya varises esofagus. Tetap puasakan pasien
hingga refleks gag kembali.
4. Parasentesis untuk memeriksa jumlah sel, protein, dan bakteri cairan asetik.
5. Memantau terjadinya hipovolemia dan ketidakseimbangan elektrolit klien.
6. Skor stroke: skor stroke siriraj, skor gadjah Mada

24
Tabel 3. Skor stroke siriraj dan Gadjah Mada

J. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan
pada klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO₂ 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30⁰)

25
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Tanda-tanda terjadinya peningkatan tekanan intrakranial menurut Healthline
(2018) meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual
c. Muntah
d. Terjadi peningkatan tekanan darah
e. Kemampuan mental menurun
f. Kebingungan tentang waktu, lokasi dan orang-orang
g. Penglihatan ganda
h. Pupil yang tidak menanggapi perubahan cahaya
i. Nafas dangkal
j. Kejang
k. Hilang kesadaran
l. Koma
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat dilakukan
dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).

26
K. Clinical Pathway

obesita Diabetes Kardiovaskuler-


s melitus embolisme:arteri
koronaria, GJK,
hipertrofi ventrikel
kiri, fibrilasi
Peningkatan Peningkatan Insulin ↓ atrium, PJK
kadar leptin tahanan Hipertensi
dalam darah jantung

Hiperglikemia
Disfungsi Pembentukan
endotel bahan trombotik
pada dinding
vaskular
Filtrasi darah
Penurunan mengandung
produksi NO glukosa

Pelepasan trombus
kecildari jantung

Vaskositas sel Glikosuria


endotel

Trombus melalui
Osmotik sistem sirkulasi
diuritik bersama darah
Penurunan
permeabilitas
endotel
Dehidrasi
Trombus
tersangkut pada
vascular stenosis
Artelosklerosi
s Peningkatan
viskositas
darah
Pembentukan
Obstruksi aretoma di tunika
pada intima
pembuluh
darah otak Pembentukan
trombus dan
lepas menjadi
emboli Aterosklerosis

Lambatnya aliran
darah ke otak
24
Lambatnya Suplai O₂ ↓ Risiko ketidakefektifan Iskemi
perfusi jaringan otak Gangguan
aliran darah jaringan otak Bra Reflek bersihan
ke otak in menela jalan
ste n↓ napas
m
Infark
jaringan

Lobus Lobus Lobus Lobus Cerebellu


frontalis parietalis oksipitalis temporalis m

Bagian Defisit Bagian vestibulosere


kiri bahasa/ Defisit kiri belum
Motor Premotor Prefontal komunika lapang
cortex cortex cortex si: afasia pandang,
cortex dan penurunan
defisit Penuruna
ketajaman Gangguan
sensori: n
pengelihatan, keseimbanga
Hemiplagi agnosia kemampu
diplobhia, n
Area Defisit an untuk
brocca kebutaan
kognitif mengingat
konten
audio Spinoserebel
visual, um
Kelemaha
n fisik Affasia Ganggan kesulitan
Bagian keterampil dalam
kanan an menggena Tonisitas otot
li kata- ↓
kata, dan
Hambata meningat
Ganggua Bagian
n Defisit materi
n bilateral sereberosereb
komunik visual verbal
mobilitas elum
asi verbal
fisik

Keterbatas Gangguan
an gerak Kesulitan untuk memori
miring kanan
dan kiri
Bagian
kanan

Defisit Risiko
perawata kerusakan Kesulitan
n diri integritas mengenali
kulit kontent
visual

25
L. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas
Umur : Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, Risikonya berlipat ganda
setiap kurun waktu sepuluh tahun
Jenis kelamin : American Heart Association meng-ungkapkan bahwa
serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi
kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki
2. Keluhan Utama
Pada penderita stroke keluhan utama yang muncul yaitu kelemahan separuh
badan, sulit bicara, mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah
badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
4. Riwayat penyakit dahulu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan riwayat hipertensi,
diabetes, hiperlipidemik mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian stroke.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga memiliki riwayat stroke, jika kedua orang tua pernah mengalami
stroke, maka kemungkinan keturunan terkena stroke akan semakin besar
dengan berbagai faktor penyebab seperti predisposisi genetik aterosklerosis,
DM, dan hipertensi
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat menghabiskan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.

26
b) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran
Penilaian GCS:
Membuka Mata (Eye)
Nilai
4 Spontan
3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)
2 Rangsang nyeri
1 Tidak membuka mata
Respon Bicara (Verbal)
5 Baik dan tidak terdapat disorientasi
4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)

27
3 Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk
kalimat dan kata-kata tidak tepat)
2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)
1 Tidak terdapat jawaban
Respon Gerakan (Motorik)
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Refleks menghindari nyeri
3 Refleks fleksi
2 Refleks ekstensi
1 Tidak terdapat refleks

Tingkat kesadaran dapat dibedakan kedalam beberapa tingkatan, yaitu:


a) Composmentis (nilai GCS 15-14), yaitu kondisi seseorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan
dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
b) Apatis (nilai GCS 13-11), yaitu kondisi seseorang yang tampak segan
dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
c) Delirium (nilai GCS (11-10), yaitu kondisi seseorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak
gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
d) Somnolen (nilai GCS 9-7) yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti
akan tertidur kembali.
e) Sopor/stupor (nilai GCS 6-5), yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
yang dalam, namun masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang
kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
f) Semi-coma (nilai GCS 4) yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama
sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks
kornea dan pupil masih baik.
g) Koma (nilai GCS 3), yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,
memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara/afasia

28
Tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
a) Pemeriksaan integument:
1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis.
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
b) Pemeriksaan kepala dan leher:
1) Kepala: bentuk normocephalik
2) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
c) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
d) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed
rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
e) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
f) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
9. Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi pada
pasien dengan stroke hemoragik adalah:

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi


I: Olfaktorius Penciuman Mata pasien terpejam dan letakkan
bahan-bahan aromatic dekat
hidung untuk diidentifikasi.
II: Optikus Penglihatan Akuitas visual kasar dinilai dengan
menyuruh pasien membaca tulisan
cetak. Kebutuhan akan kacamata
sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.
III: Gerak mata; kontriksihilangnya akomodasi, pupil
Okulomotorius pupil; akomodasi mengecil
IV: Troklearis Gerak mata Terbatas
V: Trigeminus Sensasi umum wajah,Saraf trigeminal mempunyai 3
kulit kepala, dan gigi;bagian: optalmikus, maksilaris, dan
gerak mengunyah madibularis. Bagian sensori dari

29
saraf ini mengontrol sensori pada
wajah dan kornea. Bagian motorik
mengontrol otot mengunyah. Saraf
ini secara parsial dinilai dengan
menilai reflak kornea; jika itu baik
pasien akan berkedip ketika kornea
diusap kapas secara halus.
Kemampuan untuk mengunyah dan
mengatup rahang harus diamati.
VI: Abdusen Gerak mata Terbatas
VII: Fasialis Pengecapan; sensasiBagian sensori saraf ini berkenaan
umum pada platum dandengan pengecapan pada dua
telinga luar; sekresipertiga anterior lidah. Bagian
kelenjar lakrimalis,motorik dari saraf ini mengontrol
submandibula danotot ekspresi wajah. Tipe yang
sublingual; ekspresipaling umum dari paralisis fasial
wajah perifer adalah bell’s palsi.
VIII: Pendengaran; Tuli; tinnitus (berdenging terus
Vestibulokoklea keseimbangan menerus); vertigo; nitagmus
ris (gerakan bola mata yg cepat di luar
kemampuan)
IX: Pengecapan; sensasiHilangnya daya pengecapan pada
Glosofaringeus umum pada faring dansepertiga posterior lidah; anestesi
telinga; mengangkatpada farings; mulut kering
palatum; sekresisebagian
kelenjar parotis
X: Vagus Pengecapan; sensasiDisfagia (gangguan menelan) suara
umum pada farings,parau; Ketidak mampuan untuk
laring dan telinga;batuk yang kuat, kesulitan menelan
menelan; fonasi;dan suara serak dapat merupakan
parasimpatis untukpertanda adanya kerusakan saraf
jantung dan viseraini.
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakanSuara parau; kelemahan otot
Spinal kepala; leher dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah
b) Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.
Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal

30
a) Kaku kuduk:
Cara: Pasien tidur telentang
tanpa bantal. Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan
( fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan
adanya tahanan. Bila terdapat
kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat.
Hasil pemerikasaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher  normal. Adanya rigiditas leher
dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
b) Brudzinski I
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan: Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.

c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.

31
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.

d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada
sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. babinski positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.
2. hoffman positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.

32
3. tromner positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.
4. wartenberg positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.
5. chaddoks positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.

6. oppenheim positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.

33
7. gordon positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.

8. schaeffer positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan jari-
jari yang lebih
kecil.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan
penggunaan otot pernapasan tambahan
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat,
dan keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus dan kasar
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal,
sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun kata.
4) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegiakibat gangguan neuromuscular ditandai dengan
ketidakmampuan mengakses kamar mandi ketidakmampuan menjangkau
sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh.
5) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis atau
hemiplegia, penurunan mobilitas
6) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan sirkulasi jaringan otak

No Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas (00032)

34
Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat

Batasan karakteristik
- Pola napas abnormal
- Perubahan ekskursi dada
- Bradipnea
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Dispnea
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Pernapasan cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernapasan bibir
- Takipnea
- Penggunaan posisi tiga-titik posterior
- Edema
- Keletihan

Faktor yang berhubungan


- Ansietas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Hiperventilasi
- Obesitas
- Nyeri
- Keletihan

Kondisi terkait
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan musculoskeletal
- Imaturitas neurologis
- Gangguan neurologis
- Disfungsi neuromuscular
- Cedera medula spinalis
2. Hambatan mobilitas fisik (00085)
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

Batasan karakteristik

35
- Gangguan sikap berjalan
- Penurunan keterampilan motorik halus
- Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
- Ketidaknyamanan
- Melakukan aktifitas lain sebagai pengganti pergerakan
- Dispnea setelah beraktivitas
- Tremor akibat bergerak
- Instabilitas postur
- Gerakan lambat
- Gerakan spastik
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Penurunan keterampilan motorik kasar
- Penurunan rentang gerak
- Waktu reaksi memanjang
- Kesulitan membolak-balik posis

Faktor yang berhubungan


- Intoleran aktivitas
- Disuse
- Ansietas
- Kurang dukungan lingkungan
- Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
- Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
- Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
- Kaku sendi
- Malnutrisi
- Nyeri
- Fisik tidak bugar
- Keengganan memulai pergerakan
- Gaya hidup kurang gerak
- Penurunan kekuatan otot
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- Penurunan ketahanan tubuh
- Depresi

Kondisi terkait
- Kerusakan integritas struktur tulang
- Gangguan muskuloskeletal
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan metabolisme
- Kontraktur
- Gangguan neuromuskular
- Agens farmaseutika
- Program pembatasan gerak
- Gangguan sensoriperseptual

36
- Keterlambatan perkembangan
3. Hambatan komunikasi verbal (00051)
Definisi: penurunan, pelambatan, atau ketiadaan kemampuan
untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau
menggunakan sistem simbol

Batasan karakteristik
- Tidak ada kontak mata
- Kesulitan memahami komunikasi
- Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal
- Disorientasi ruang
- Disorientasi waktu
- Dispnea
- Tidak dapat bicara
- Ketidakmampuan bicara dalam bahasa pemberi asuhan
- Kesulitan mengsunakan ekspresi tubuh
- Kesulitan menggunakan ekspresi wajah
- Ketidaktepatan verbalisasi
- Defisit visual parsial
- Pelo
- Gagap
- Defisit penglihatan total
- Kesulitan menyusun kalimat
- Kesulitan menyusun kata-kata
- Kesulitan dalam kehadiran tertentu
- Ketidakmampuan menggunakan ekspresi tubuh
- Ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah
- Kesulitan mempertahankan komunikasi
- Sulit bicara
- Sulit mengungkapkan kata-kata
- Dsorientasi orang

Faktor yang berhubungan


- Gangguan konsep diri
- Ketidaksesuaian budaya
- Gangguan emosi
- Kendala lingkungan
- Ketidakcukupan informasi
- Ketidakcukupan stimuli
- Harga dini rendah
- Kerentanan

Populasi berisiko
- Ketiadaan orang terdekat

37
Kondisi terkait
- Gangguan perkembangan
- Gangguan persepsi
- Gangguan sistem saraf pusat
- Hambatan fisik
- Kondisi fisiologis
- Gangguan psikosis
- Program pengobatan
- Defek orofaring
4. Defisit perawatan diri: mandi (00108)
Definisi: ketidakmampuan melakukan pembersihan dir
saksama secara mandiri

Batasan karakteristik
- Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
- Ketidakmampuan menjangkau sumber air
- Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
- Ketidakmampuan mengatur air mandi
- Ketidakmampuan membasuh tubuh
- Ketidakmampuan mengeringkan tubuh

Faktor yang berhubungan


- Nyeri
- Kelemahan
- Ansietas
- Penurunan motivasi
- Kendala lingkungan

Kondisi terkait
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan muskuloskeletal
- Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
- Gangguan neuromuskular
- Gangguan persepsi
- Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial
5. Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
Definisi: rentang mengalami kerusakan epidermis dan/atau
dermis, yang dapat mengganggu kesehatan.

Faktor risiko
Eksternal
- Agens cedera kimiawi
- Ekskresi
- Kelembapan
- Hipertermia

38
- Hipotermia
- Lembap
- Tekanan pada tonjolan tulang
- Sekresi
Internal
- Gangguan volume cairan
- Nutrisi tidak adekuat
- Faktor psikogenik
Populasi berisiko
- Usia ekstrem

Kondisi terkait
- Gangguan metabolisme
- Gangguan pigmentasi
- Gangguan sirkulasi
- Agens farmaseutika
- Gangguan sensasi
- Gangguan turgor kulit
- Terapi radiasi
- Trauma vaskular
- Pungsi arteri
- Perubahan hormonal
- Imunodefisiensi
6 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
Definisi: rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak
yang dapat mengganggu kesehatan

Faktor risiko
Penyalahgunaan zat

Populasi berisiko
- Baru terjadi infark miokardium
- Kondisi terkait
- Masa tromboplastin parsial (PTT) abnormal
- Masa protrombin (PT) abnormal
- Segmen dinding ventrikel kiri akinetik
- Aterosklerosis aortik
- Diseksi arteri
- Fibrilasi atrium
- Miksoma atrium
- Cedera otak
- Neoplasma otak
- Stenosis karotid
- Aneurisma serebral
- Koagulopati
- Kardiomiopati dilatasi

39
- Koagulasi intravaskular diseminata
- Embolisme
- Hiperkolesromia
- Hipertensi
- Endokarditis infektif
- Katum prostetik mekanis
- Srenosis mitral
- Agens farmaseutika
- Sindrom sick sinus
- Program pengobatam

40
c. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSIS
NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Airway Management (3140)
pola napas (00032) menunjukkan hasil: a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Status Pernafasan (0405) b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Tujuan alat jalan nafas buatan
No. Indikator Awal c. Pasang mayo bila perlu
1 2 3 4 5
d. Lakukan suction pada mayo
1. Frekuensi pernafasan 2 √ e. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Irama pernafasan 2 √ f. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
3. Kedalaman inspirasi 2 √ keseimbangan.
4. Suara auskultasi nafas 2 √ g. Monitor respirasi dan status O₂
5. Kepatenan jalan nafas 2 √
6. Volume tidal 2 √ NIC: Oxygen Therapy (3320)
Pencapaian tingkat f a. Atur peralatan oksigenasi
insent spiro b. Pertahankan jalan nafas yang paten
7. √ c. Monitor aliran oksigen
metri
d. Pertahankan posisi pasien
2 e. Observasi adanya tanda tanda
8. Kapasitas vital 2 √ hipoventilasi
Saturasi oksig n f. Monitor adanya kecemasan pasien
9. √
2 terhadap oksigenasi
10. Tes faal paru 2 √
Keterangan:
1. Deviasi berat kisaran normal
2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak terganggu deviasi dari kisaran normal
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: terapi aktifitas: ambulasi (0221)

33
mobilitas fisik menunjukkan hasil: a. Dorong untuk duduk di tempat tidur, di
(00085) samping tempat tidur ("menjuntai"), atau
KoordinasiPergerakan (0212) di kursi, sebagaimana yang dapat
Tujuan ditoleransi [pasien)
No Indikator b. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat
1 2 3 4 5
tidur untuk memfasilitasi penyesuaian
1. Kontraksi kekuatan otot √ sikap tubuh
2. Bentuk otot √ c. Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai
3. Kecepatan gerakan √ kebutuhan
4. Kehalusan gerakan √ d. Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi
5. Kontrol gerakan √ dengan jarak tertentu dan dengan sejumlah
6. Kemantapan gerakan √ staf tertentu
7. Keseimbangan gerakan √ e. Dorong ambulasi independen dalam batas
aman
8. Tegangan otot √ f. Dorong pasien untuk "bangkit sebanyak
Keterangan: dan sesering yang diinginkan" (up ad lib),
1. Sangat terganggu jika sesuai
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Mendengar aktif (4920)
komunikasi verbal menunjukkan hasil: a. Gunakan pertanyaan maupun pernyataan
(00051) yang mendorong klien untuk
Ambulasi (0200) mengekspresikan perasaan, pikiran dan
Tujuan kekhawatiran
No. Indikator Awal b. Gunakan perilaku non verbal untuk
1 2 3 4 5
memfasilitasi komunikasi (misalnya.,
Menggunakan bahasa menyadari postur tubuh ketika berdiri
1. 2 √
tertulis dalam membalas pesan non verbal)
2. Menggunakan b hasa √ c. Dengarkan isi pesan maupun perasaan
lisan yang tidak terungkap selama percakapan

34
2 d. Sadari kata-kata yang harus dihindari,
Menggunakan foto dan sama halnya dengan menghindari pesan
3. 2 √ non verbal bersamaan dengan bahasa
gambar
verbal yang mengiringinya
Menggunakan bahsa
4. 2 √ e. Berespon segera sehingga menunjukkan
isyarat pemahaman terhadap pesan yang diterima
Menggunakan bahasa f. Verifikasi pemahaman mengenai pesan-
5. 2 √
non verbal pesan yang disampaikan dengan
Mengenali pesan yang menggunakan pertanyaan maupun
6. 2 √
diterima memberikan umpan balik
Pertukaan pesan yang g. Gunakan teknik diam/mendengarkan
7 akurat dengan orang 2 √ dalam rangka mendorong klien untuk
lain mengekspresikan perasaan, pikiran dan
kekhawatiran
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Bantuan perawatan diri mandi
diri: mandi (00108) menunjukkan hasil: (1801)
a. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi
Perawatan Diri: Mandi (0200) dengan tepat
Tujuan b. Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri,
No. Indikator Awal dengan tepat
1 2 3 4 5
c. Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan
1. Mandi di bak mandi 2 √
kemampuan merawat diri pasien
2. Mandi dengan bersiram 2 √ d. Monitor integritas kulit pasien
3. Mencuci wajah 2 √ e. Dukung orangtua/keluarga berpartisipasi
4. Mencuci bagian atas 2 √ dalam ritual menjelang tidur yang biasa
5. Mencuci bagian bawah 2 √ dilakukan, dengan tepat
6. Membersihkan area 2 √ f. Berikan bantuan sampai pasien benar-
benar mampu merawat diri secara mandiri

35
perineum
7 Mengeringkan badan 2 √
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
5 Risiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien NIC: Manajemen Tekanan (3500)
integritas kulit menunjukkan hasil: a. Berikan pakaian yang tidak ketat pada
(00047) pasien;
Integritas jaringan: kulit & membran mukosa (1101) b. Beri bantalan pada tepi balutan gips yang
Tujuan kasar dan koneksi traksi dengan cara yang
No. Indikator Awal tepat;
1 2 3 4 5
c. Tinggikan ekstremitas yang cidera;
1. Suhu kulit 2 √ d. Monitor area kulit dari adanya kemerahan
2. Sensasi 2 √ dan adanya pecah-pecah;
3. Elastisitas 2 √ e. Berikan pijatan punggung atau leher
4. Hidrasi 2 √ dengan cara yang tepat
5. Keringat 2 √
6. Tekstur 2 √ NIC: Pengecekan kulit (3590)
7. Ketebalan 2 √ a. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
dengan adanya kemerahan, kehangatan
8. Perfusi jaringan 2 √
ekstrim, edema atau drainase;
Pertumbuhn rambut b. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
9. 2 √
pada kulit area perubahan warna, memar, dan pecah;
Integritas kulit c. Monitor sumber tekanan dan gesekan;
10. √
d. Ajarkan anggota keluarga atau pemberi
Keterangan: asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan
1. Sangat terganggu kulit dengan tepat
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu NIC: Pencegahan luka tekan (3540)
a. Gunakan alat pengkajian luka tekan atau

36
4. Sedikit terganggu dekubitus yang tepat untuk mengkaji
5. Tidak terganggu risiko pada pasien;
b. Dorong pasien untuk tidak merokok dan
menghindari konsumsi alkohol;
c. Ubah posisi klien dengan teknik yang
benar (misalnya, menghindari untuk
menggeser pasien) dan untuk mencegah
trauma pada kulit;
d. Gunakan kasur khusus anti dekubitus;
e. Lembabkan kulit yang pecah-pecah
6 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien Monitor tekanan intra kranial (TIK)
ketidakefektifan menunjukkan hasil: (2590)
perfusi jaringan a. Letakkan kepala dan leher pasien
otak (00201) Perfusi jaringan serebral (0406) dalam posisi netral, hindari fleksi
No Tujuan pinggang yang berlebihan
Indikator Awal b. Monitor status neurologis
1 2 3 4 5
c. Monitor intake dan output
1. Tekanan darah sistolik 2 √
d. Monitor suhu dan julah WBC
2. Tekanan darah diastolik 2 √ e. Periksa klien untuk adanya gejala kaku
3. Nilai rata-rata tekanan 2 kuduk

darah
4. Sakit kepal Monitor neurologi (2620)

2 a. Monitor tingkat kesadaran
5. Kegelisahan 2 √ b. Monitor tingkat orientasi
6.. Kelesuhan 2 √ c. Monitor kecenderungan Skala Koma
7. Agitasi 2 √ Gasglow
d. Monitor reflek batuk dan muntah
8. Muntah 2 √ e. Monitor bentuk otot, gerakan motorik,
9. Cegukan 2 √ gaya berjalan, dan proprioception
10. Keadaan pingsan 2 √ f. Monitor respon terhadap obat
11. Demam 2 √
12. Kognisi terganggu 2 √
13. Penurunan tingkat 2 √

37
kesadaran
14. Refleks araf
terga

nggu
2

Keterangan:
1. Berat
2. Besar
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

Gangguan Menelan Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan dalam waktu Pencegahan Aspirasi
3 X 24 jam gangguan menelan dapat terkontrol dapat teratasi. 1. Monitor tingakt kesadaran reflek batuk, gag ref
Kriteria hasil: kemampuan menelan
2. Skrining adakah disfagia dengan tepat
3. Pertahanakan kepatenan jalan nafas
Skor yang 4. Minimalisisr penggunaan narkotik dan sedatif
Skor 5. Monitor status pernafasan
Indikator ingin
saat ini 6. Beri makan dalam numlah sedikit
dicapai
Kemampuan Mengunyah 3 5 7. Potong makanan menjadi kecil
8. Tawarkan makanan yang bisa dibentuk di dalam
makanan
Menelan makanan dan 3 5 bolus sebelum ditelan
minuman 9. Pasang NGT
Kedalaman inspirasi 3 5
Mengidentifikasi faktor 5 5
risisko aspirasi dan

38
menghindari
Mempertahankan 5 5
kebersihan mulut
Memposisikan tubuh tegak 5 5
saat makan dan minum
Memilih makanan yang 3 5
sesuai dengan kemampuan
menelan
Tersedak 3 5
Batuk dan Muntah 3 5
7. Hambatan Status Neurologi : Sensori kranial/Fungsi Motoric (0913) Peningkatan Komunikasi: kurang bicara
Komunikasi Verbal Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, klien menunjukkan melakukan (4976)
berhubungan dengan komunikasi dengan baik dengan kriteria hasil: 1. Monitor proses kognitif,
Indikator Awal Tujuan
afasia (00051) anatomis, dan fisiologi terkait
1 2 3 4 5
091317 Berbicara 2 √ dengan kemampuan berbicara
091307 Gerakan otot wajah 2 √ (misalnya memori, pendengaran,
091318 Wajah simetris 2 √ dan bahasa)
Keterangan:
2. Monitor pasien terkait dengan
1. Sangat terganggu
perasaan frustasi, kemarahan,
2. Banyak terganggu
depresi, atau respon-rspon lain
3. Cukup terganggu
disebabkan karena adanya
4. Sedikit terganggu
gangguan kemampuan berbicara

39
5. Tidak terganggu 3. Kenali emosi dan perilaku fisik
(pasien) sebagai bentuk
komunikasi
4. Sediakan metode alternatif untuk
berkomunikasi dengan berbicara
(misalnya menulis di meja,
menggunakan kartu, kedipan
mata, papan komunikasi dengan
gambar dan huruf, tanda dengan
tangan atau postur, dan
menggunakan computer)
5. Ulangi apa yang disampaikan
pasien untuk menjamin
akulturasi

8. Ketidakefektifan Status pernapasan: Kepatenan jalan napas (0410) Manajemen jalan napas (3140)
bersihan jalan nafas No. Indikator Awal Tujuan 1. Posisikan pasien semi fowler untuk
Berhubungan 1 2 3 4 5 memaksimal ventilasi
1. Frekuensi
dengan obstruksi 3 √ 2. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
Pernapasan

40
jalan nafas (00031). 2. Irama pernafasan 3 √ 3. Lakukan fisioterapi dada
3. Kedalaman inspirasi 3 √ 4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
4. Kemampuan NIC: Monitor Pernafasan (3350)
1 √
mengelurakan sekret 1. Monitor kecepatan, irama,
5. Suara nafas kedalaman dan kesulitan bernafas
3 √
tambahan 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
6. Pernafasan cuping
2 √ penggunaan otot bantu pernafasan
hidung
7. Dyspnea saat 3. Monitor suara nafas tambahan
3 √
istirahat 4. Monitor pola nafas
8. Dyspnea dengan 5. Auskultasi suara napas, catat area
3 √
aktivitas ringan yang ventilasinya menurun atau
Penggunaan otot 2 √
tidak ada dan adanya tambahan
. ba
suara tambahan
tu pernafasan
10. Batuk 2 √ 6. Monitor kemampuan batuk efektif;
11. Akumulasi sputum 2 √ 7. Monitor sekresi pernafasan
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang

41
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

9. Defisit perawatan Perawatan diri: Mandi (0301) Bantuan perawatan diri : mandi/ kebersihan
diri: mandi b/d Tujuan (1803)
No. Indikator Awal
gangguan 1 2 3 4 5 1. Sediakan lotion, sabun,sampo, sikat
Mandi dengan
muskuloskeletal: 030109 1 √ gigi, pasta gigi
bersiram
fraktur (00108) 030113 Mencuci wajah 2 √ 2. fasilitasi pasien untuk mandi
Mencuci badan 3. monitor kebersihan kuku
030114 3 √
bagian atas 4. monitor integritas kulit pasien
Mencuci badan
030115 3 √ 5. sediakan lingkungan yang terapeutik
bagian bawah
Mengeringkan dengan memastikan kehangatan,
030111 4 √
badan suasana rileks, dan privasi
Keterangan: 6. fasilitasi pasien untuk menggosok
1= sangat terganggu gigi dengan benar
2= Banyak terganggu 7. Anjurkan keluarga untuk
3= Cukup terganggu berpasrtisipasi dalam ritual
4= sedikit terganggu menjelang tidur yang biasa
5= tidak terganggu

42
dilakukan dengan tepat
Perawatan diri: Kebersihan (0305) 8. berikan bantuan sampai pasien
Tujuan benar-benar mampu merawat diri
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 dengan mandiri
030501 Mencuci tangan 1 √
Membersihkan area
030503 2 √
perineum
Membersihkan
030504 3 √
telinga
Menjaga kebersihan
030506 3 √
mulut
030508 Mengeramas rambut 4 √
030509 Menyisir rambut 4 √
Menggunakan rias
030511 3 √
wajah
Memperhatikan
030512 4 √
kuku jari tangan
Memperhatikan
030516 3 √
kuku jari kaki
Mempertahankan
030514 3 √
penampilan rapi
Mempertahankan
030517 3 √
kebersihan tubuh

43
Keterangan
1= sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu

10. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pasien dapat Peningkatan harga diri (5400)
situasional menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Monitor pernyataan pasien tentang
berhubungan dengan harga diri
penyakit fisik: Harga Diri (1205) 2. Bantu pasien untuk menemukan
Stroke (00120) Tujuan penerimaan diri
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5
Verbalisasi 3. kuatkan kekuatan pribadi yang
120501 3 √ diindentifikasi pasien
penerimaan diri
Penerimaan 4. jangan mengkritisi secara negaif
120502 terhadap 3 √ 5. Dukung pasien untuk terlibat dalam
keterbatasan diri memberikan afirmasi positif
120505 Gambaran diri 3 √
mengenai pembicaraan pada diri
120507 Komunikasi terbuka 3 √

44
Perasaan tentang sendiri dan secara verbal terhadap
120519 3 √
nilai diri diri setiap hari.
Keterangan: 6. Berikan afirmasi posotif dan pujian
1. Tidak pernah positif terkait kemampuan pasien
2. jarang psitif
3. kadang-kadang positif
4. sering positif
5. konsisten positif

45
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

e. Discharge Planning
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning yang dapat
dilakukan pada pasien dengan stroke hemoragik yaitu:
1. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan
2. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi
3. Memulai latihan dengan mngaktifkan batang tubuh atau torso
4. Mengontrol faktor risiko strok
5. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok
6. Kelola stres dengan baik
7. Mengetahui tanda dan gejala strok

f. Evidance based
Penelitian yang dilakukan kemarun oleh Zou dkk (2018), latihan MB
termasuk tai chi, qigong, dan yoga pada suasana hati dan kapasitas fungsional di
antara pasien pasca-stroke. Perkiraan yang dikumpulkan menunjukkan bahwa
latihan MB mungkin memiliki manfaat yang signifikan dalam depresi, aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan mobilitas di antara penderita stroke, tetapi hasil positif
pada kualitas tidur secara keseluruhan tidak ditemukan. Ada temuan terbatas
untuk efek latihan MB pada kecemasan karena ukuran sampel yang kecil, namun
studi lebih lanjut diperlukan. Literatur yang muncul semakin menunjukkan bahwa
tai chi / qigong dapat menjadi pengobatan tambahan yang menjanjikan untuk

42
penderita stroke. Sejauh pengetahuan peneliti, ini adalah meta-analisis pertama
yang mencakup efek rehabilitasi tai chi dan qigong di antara penderita stroke.
Temuan utama dari tinjauan sistematis ini sangat penting untuk sektor kesehatan
publik karena banyak penderita stroke mengalami berbagai tingkat depresi dan
kehilangan kapasitas fungsional — keduanya memengaruhi suasana hati, fungsi,
dan kualitas hidup mereka. Latihan MB dapat digunakan sebagai pengobatan
komplementer yang aman dan murah untuk pasien yang memiliki hasil yang lebih
baik.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa, sebagai pengobatan tambahan,
latihan MB berpotensi meningkatkan depresi, aktivitas hidup sehari-hari, dan
mobilitas pasien pasca stroke ini. Meskipun ada kelemahan signifikan dalam
desain penelitian ini dan hasilnya bervariasi di berbagai daerah, ini tidak boleh
menghalangi pentingnya temuan ini. Studi masa depan dengan metodologi yang
lebih kuat akan diperlukan untuk memberikan kesimpulan yang lebih pasti;
namun, hasil saat ini tampak menjanjikan.

43
DAFTAR PUSTAKA

Bazak. 2013. Intracerebral Hemorrhage: Pathophisiology, Diagnosis, and


Management. Cinical Review MUMJ
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Dewanto, George.2009. Panduan Praktis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Goldstein, L.B., Cheryl, D.B., Robert, J.A., Lawrence, J.A., Lynne, T.B., Seemant,
C., dkk. 2011, Guidelines for the Primary Prevention of Stroke: A Guideline
for Healthcare Professional From the American Heart Association/American
Stroke Association’. Stroke. 42;517.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-2020. Oxford: Willey
Backwell.
Nurarif, A.H dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.
Pearce, E. 2008. Anatomi and Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Pudiastuti, R. D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013
Riyanto, R. 2017. Pengaruh Subtype Stroke Terhadap Terjadinya Demensia
Vascular Pada Pasien Post Stroke Di Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo.
MEDISAINS: Jurnal Ilmiah ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 1, April 2017.

44
Smeltzer dan Bare. 2007. Buku AjarKeperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Vol 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Tarwoto. 2007. Buku Saku Anemia Ada Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaan.
Jakarta: TIM.
Wiratmoko, H, 2008, Deteksi Dini Serangan dan Penanganan Stroke di Rumah,
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul, hal. 37-44. http://isjd.pdii.lipi.
go.id/admin/jurnal/22103844_2085-028X.pdf\ (Diakses tanggal 27 Juni
2015)
Zou et al. 2018. Effects of Mind-Body Exercises for Mood andFunctional
Capabilities in Patients with Stroke:An Analytical Review of
RandomizedControlled.Trialshttp://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/p
dfviewer?vid=18&sid=27ba814e-732b-46bc-b883-44e5d884ce4a%40sdc-v-
sessmgr01.

45

Anda mungkin juga menyukai