TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Jual Beli Melalui Iklan dalam Bidang Perumahan dan
Pemukiman
yang dimaksud dengan promosi. Promosi menurut Pasal 1 angka 6 adalah kegiatan
menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/jasa yang akan dan sedang
diperdagangkan.
unsur-unsur dalam bauran pemasaran agar mencapai pasar sasaran dan memenuhi
yang selalu ditandai oleh adanya pemberian insentif atau rewards untuk
dalam ajang promosi tersebut saat itu juga.33 Promosi selalu menggunakan rewards
dan limited offers (penawaran dalam kondisi terbatas – baik dari sisi waktu atau
32
Mc Daniel, Lamb, Hair, Pemasaran, Edisi I, Jakarta: Salemba Empat, 2001, hlm. 46.
33
http://businesswizards.biz/2009/06/30/apa-bedanya-iklan-promosi-2/,diakseskan tanggal
22 juni 2019.
28
ketersediaan rewards) sebagai stressing, artinya promosi memberikan hadiah bagi
semua orang yang mau membeli product yang dipromosikan tersebut saat itu juga
dengan harga tertentu yang ditetapkan (price), serta mendapatkan informasi melalui
Untuk zaman yang serba cepat di era teknologi ini, iklan adalah cara promosi
yang dianggap pilihan yang efektif dan efisien. Iklan merupakan salah satu ujung
mengenai kehadiran suatu produk atau jasa. Pemasaran tanpa dibarengi dengan
sebuah product atau business kepada public, media distribusinya bisa banyak
medium yang digunakan mulai dari media cetak, selebaran. banner gantung
di tempat-tempat strategis, tidak cuma itu saja, iklan juga didistribusikan dengan
menggunakan media electronik juga seperti media radio, televisi dan internet.35
34
http://klubdisainer.blogspot.com/2010/01/iklan-yang-baik.html diakseskan tanggal 21
juni 2019.
35
http://businesswizards.biz/2009/06/30/apa-bedanya-iklan-promosi-2/,diakseskan tanggal
21 Juni 2019.
29
Promosi dan iklan sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda, promosi
serta iklan adalah salah satu alat dalam kegiatan marketing untuk melakukan
Sekilas dua hal tersebut terlihat sama tetapi sebetulnya keduanya berbeda.
Bahkan jika kita mengamati lebih dalam sedikit saja akan terlihat sangat
Promosi dalam UUPK, iklan merupakan bagian dari kegiatan promosi. Iklan
konsumen.
Dalam hubungan pelaku usaha dengan konsumen ini, iklan bisa berperan
sebagai berikut:
kepada masyarakat;
3. Iklan sebagai salah satu unsur penentu konsumen jadi atau tidak untuk membeli
produk.
yang dikutip oleh Liliweri mengemukakan bahwa iklan merupakan suatu proses
30
yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang
membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui
Sejalan dengan hal tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa iklan merupakan
salah satu sarana penunjang bagi perusahaan di dalam mencapai tujuannya yaitu
meraih lebih banyak calon pembeli dan pelanggan dengan biaya yang rendah, di
dalam waktu yang lebih singkat. Bahkan iklan yang baik tidak hanya mampu
yang dikutip Astrid S. Susanto bahwa kegiatan periklanan yang baik dengan
dari harga penjualan. Hal ini terjadi karena berkurangnya kegiatan berupa
Justru karena itu, kegiatan periklanan yang baik telah menghasilkan bahwa
calon konsumen sendiri mencari barang atau jasa yang dibutuhkannya itu37
Penyalahgunaan iklan yang efeknya bisa dirasakan langsung oleh konsumen adalah
yang dilakukan oleh pelaku usaha, terkait dengan produk yang mereka jual. Untuk
melindungi konsumen dari perilaku nakal pelaku usaha ini, maka negara
periklanan di Indonesia.
36
Alo Liliwweri, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti
1982, hlm. 20.
37
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1988, hlm. 207.
31
Beriklan yang baik menurut Perusahaan Persatuan Periklanan Indonesia
harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa".
2. UU No.32 tahun 2002 tentang periklanan yakni Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia, bab II B No. 1 Ayat a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh
Sebuah iklan yang baik setidaknya harus memenuhi kriteria AIDCDA yaitu:
pengetahuan yang cukup tentang pola perilaku, kebutuhan, dan segmen pasar.
38
http://kerockan.blogspot.com/2010/05/kriteria-iklan-yang-menarik.html, diakseskan
tanggal 21 Juni 2019.
39
http://vivaiklan.com/ketentuan diakseskan tanggal 22 Juni 2019.
32
berkesinambungan. Segala daya upaya iklan dengan gaya bahasa persuasinya
status sosialnya.
bangunan.40
Sebagai salah satu bentuk media informasi, iklan perumahan dan pemukiman
jujur mengenai segala sesuatu yang tercantum di dalam iklan tersebut antara lain:
1. Adanya fasilitas sosial dan fasilitas umum seperti : tempat peribadatan, jalan
praving, lapangan untuk bermain (taman), fasilitas olah raga, pasar, sekolahan,
fasilitas kesehatan.
2. Kualitas bahan bangunan yang dipakai, seperti: fundasi, genteng, tembok, pintu
40
Rhenald Khasali, Manajemen Periklanan, Konsep, dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta
: Gramedia, 1995, hal. 11.
33
4. Fasilitas air dari PDAM, fasilitas telepon dan listrik
Apa yang tercantum dalam iklan perumahan dan pemukiman yang diterbitkan
oleh pengembang seperti yang tersebut diatas, merupakan kewajiban pelaku usaha
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, menjamin mutu barang
kompensasi ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan barang
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Kemudian di
dalam Pasal 8 UUPK antara lain (butir f) disebutkan pelaku usaha dilarang
memproduksi barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut. Selain itu dalam Pasal
9 ayat 1 huruf k UUPK juga disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan
yang akan merasakan dampak iklan menyesatkan tersebut, yaitu konsumen sebagai
sasaran utama pembuatan iklan, dan pelaku usaha lain sebagai kompetitor dari
produk yang diiklankan yang akan mengalami kerugian. Dalam jangka panjang
41
Shimp, Terence A. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran
Terpadu. Edisi ke 5. Diterjemahkan oleh Revyani Sjahrial, Dyah Anikasi. Jakarta :
Erlangga,2003, hlm 34.
34
konsumen akan kehilangan seluruh kepercayaannya terhadap setiap pesan iklan
Tampaknya, apa yang dirumuskan dalam Pasal 10 UUPK yakni pelaku usaha
yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : harga atau tarif barang atau jasa,
kegunaan suatu barang atu jasa, kondisi, tanggapan, jaminan hak atau ganti rugi
atas suatu barang atau jasa, tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan dan bahaya penggunaan barang atau jasa. UU tersebut berkaitan dengan
representasi tentang fakta dalam iklan adalah salah, yang diharapkan untuk
merugikan pembeli, serta dibuat atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan”.
Dalam praktek bisnis kerap akan timbul pernyataan palsu yang tidak sesuai
42
Bakti Subakti, Tanggungjawab kalangan periklananan terhadap iklan yang
disiarkan berkaitan dengan Perlindungan Konsumen, Makalah Seminar, Komisi
Periklanan Indonesia, Semarang, 2000.
35
atas suatu produk yang dijual atau iklan yang membohongi konsumen dengan cara
opini subyektif yang berlebihan tanpa didukung fakta (Puffery). Selain terdapatnya
terkait dengan dunia periklanan untuk mengawasi berbagai tayangan iklan yang
terdapat di media cetak maupun media elektronik, sehingga potensi kerugian yang
komunikasi dari suatu iklan. Namun, bukan berarti efek yang diharapkan adalah
untuk menciptakan penjualan seketika. Dengan perkataan lain, efek iklan bersifat
jangka panjang. Terlebih-lebih dengan adanya beberapa bentuk iklan yang hanya
43
Sudaryatmo. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.
88.
36
tertentu (brand awareness), sehingga merek-merek tersebut seolaholah melekat
dibenak konsumen pada saat akan melakukan pilihan. Pada bentuk iklan seperti ini
yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan transaksi barang dan atau
jasa sedangkan kedua, melalui perjanjian yang khusus dibuat para pihak (pelaku
usaha dan konsumen) yang isinya antara lain mengenai ketentuan tentang ganti
yang menyatakan bahwa segala upaya yang ditujukan untuk menjamin adanya
Perlindungan terhadap konsumen dilakukan sebelum atau pada saat atau telah
terjadi transaksi yang menimbulkan suatu hubungan hukum antara pelaku usaha
selaku produsen dengan konsumen sebagai subyek hukum, dan barang dan atau jasa
dengan berdasarkan atas hak-hak yang juga dimiliki manusia. Jelas telah
hukumnya adalah orang. Namun adanya hak dan kewajiban tersebut kemudian
37
menimbulkan suatu masalah baru, yaitu masalah perlindungan bagi para pihak
terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan hak dan
secara adil.
mengatur tentang:
dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang apa saja hak hak sebagai
dalam Pasal 4 UUPK. Hak-hak dan kewajiban konsumen ini telah dijelaskan dalam
subbab sebelumnya.
38
2. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Sesuai dengan UU No.8 Tahun 1999, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
telah diatur dalam Pasal 8. Ketentuan tentang perbuatan yang dilarang sebagai
seorang pelaku usaha telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Dengan adanya
ketentuan ini, maka UU ini telah melindungi konsumen dari pelaku usaha yang
beritikad buruk.
3. Klausula baku
a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
39
5) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
dibelinya;
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya
sulit dimengerti.
c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen
atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Undang-undang ini.
penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, yang
40
4. Tanggung jawab hukum
perbuatan pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen telah diatur dalam
Pasal 19 yang berisi tentang tanggung jawab sebagai pelaku usaha. Secara umum
tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat
penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat
didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan yang secara garis
besarnya hanya ada dua kategori, yaitu ganti kerugian yang berdasarkan atas
hukum.
kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/ garansi dalam perjanjian.
Bentuk-bentuk wanprestasi ini dapat terjadi apabila tidak memenuhi prestasi sama
mestinya.
dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari
larangan undang-undang.
merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk
dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur seperti adanya perbuatan
41
melanggar hukum, adanya kerugian, adanya hubungan kausalitas antara perbuatan
5. Penyelesaian sengketa
Dalam hal perlindungan konsumen apabila terjadi suatu sengketa, dalam UUPK
telah diatur mengenai penyelesaian sengketa yang terdapat dalam Pasal 45. Dalam
Undang-undang.
tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak.
6. Sanksi
dikenakan adalah berupa ganti kerugian sebesar kerugian yang dialami. Namun hal
itu harus ditinjau terlebih dahulu mengenai sengketa yang terjadi. Sebab dalam
42
dunia bisnis tidak menutup kemungkinan adanya sanksi pidana. Hal ini dapat terjadi
apabila adanya, pelanggaran hukum atas larangan yang dilakukan oleh pelaku
usaha. Dalam hal ini maka selain pelaku usaha harus mengganti kerugian konsumen
( sanksi administratif ), pelaku usaha juga harus menanggung sanksi pidana dimana
telah diatur dalam Pasal 8 ayat 4 UUPK yang menyebutkan bahwa pelaku usaha
peredaran. Dalam hal ini yang berwenang menarik barang dan/atau jasa dari
Disamping adanya peraturan UU No. 8 Tahun 1999, ada juga peraturan lain
tentang rumah yang layak untuk dihuni terdapat di dalam Penjelasan Pasal 5 Ayat
(1) UU No. 4 Tahun 1992 yang menyatakan rumah yang layak adalah bangunan
merasa perlu untuk dibuat suatu rancangan undang-undang tentang perumahan dan
konsumen perumahan.
Adapun yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau”
43
bangunan dan kecukupan luas bangunan serta kesehatan penghuninya dan dari
budaya seharusnya RUU Perumahan dan Pemukiman mengatur kriteria layak lebih
maju sebagaimana yang tertuang dalam Komentar Umum No. 4 Pasal 11 ayat (1)
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengenai Hak Atas
Tempat Tinggal yang layak. Dalam komentar umum tersebut didapat kriteria layak
pelecehan, dan ancaman lainnya. Negara Pihak harus secara bertanggung jawab,
perlindungan hukum terhadap orang-orang tersebut dan rumah tangga yang saat ini
Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi
kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak
atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan terhadap
44
sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk memasak, suhu
dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air,
layanan darurat.
3. Keterjangkauan
Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang bertempat tinggal harus
pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar
lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh Negara Pihak
tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat pendapatan. Negara Pihak harus
menyediakan subsidi untuk tempat tinggal bagi mereka yang tidak mampu memiliki
tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat kredit perumahan yang secara layak
berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal atau kenaikan uang sewa.
bahan baku pembuatan rumah, Negara adalah pihak harus mengambil langkah-
4. Layak huni
menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi mereka
dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-ancaman bagi
kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit. Keamanan fisik penghuni
harus pula terjamin. Komite mendorong Negara Pihak untuk secara menyeluruh
45
menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang disusun oleh WHO yang menggolongkan
tempat tinggal sebagai faktor lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan
yaitu, tempat tinggal dan kondisi kehidupan yang tidak layak dan kurang sempurna
5. Aksesibilitas
Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang berhak
anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIV-positif,
penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban bencana alam, penghuni
kawasan rawan bencana, dan lain-lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas
6. Lokasi
Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang terbuka terhadap akses
fasilitas umum lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak didirikan di lokasi-
lokasi yang telah atau akan segera terpolusi, yang mengancam hak untuk hidup
7. Kelayakan budaya
Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang digunakan, dan kebijakan-
identitas budaya dan keragaman tempat tinggal. Berbagai aktivitas yang ditujukan
bagi peningkatan dan modernisasi dalam lingkungan tempat tinggal harus dapat
46
memastikan bahwa dimensi-dimensi budaya dari tempat tinggal tidak dikorbankan,
Pemenuhan hak atas perumahan bukan merupakan suatu yang sederhana dan
mewujudkan hak atas perumahan bagi warga negara dapat direalisasikan dengan
banyaknya.44
perjanjian yang dibuat antara pihak pelaku usaha dengan konsumen juga
merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya dan dapat juga
Didalam melakukan suatu transaksi baik itu transaksi jual beli, sewa menyewa, dan
utang piutang, hal yang paling mendasari terjadinya transaksi tersebut adalah
“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
44
http://alghif.wordpress.com/2010/10/20/permasalahan-ruu-perumahan-danpemukiman/
diakseskan tanggal 2 juni 2019.
47
Dalam rumusan tersebut digunakan istilah persetujuan dan bukan perjanjian.
Namun kedua istilah yang berbeda ini tidak perlu dipertentangkan, karena pada
dasarnya mempunyai maksud yang sama, yaitu terciptanya kata sepakat dari kedua
belah pihak. Rumusan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tampaknya kurang lengkap,
sebab yang mengikatkan diri dalam perjanjian hanya salah satu pihak saja. Padahal
yang seringkali dijumpai adalah perjanjian dimana kedua belah pihak saling
mengikatkan diri satu sama lain, sehingga mempunyai hak dan kewajiban yang
bertimbal balik.
Selain itu di dalam membuat suatu perjanjian, para pihak harus telah
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Apabila syarat-syarat tersebut diatas jika tidak terpenuhi syarat nomor 1 dan
nomor 2 maka perjanjian dapat dibatalkan sedangkan jika syarat nomor 3 dan 4
Hal penting dalam membuat isi dari perjanjian tersebut juga harus memiliki
itikad baik sebab isi dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menjadi
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini sesuai dengan Pasal
1338 KUH Perdata yang isinya adalah semua persetujuan yang dibuat sesuai
48
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
mencegah terjadinya suatu masalah dikemudian hari oleh para pihak yang membuat
suatu perjanjian. Namun hal ini sering tidak diperhatikan oleh para pihak yang
perjanjian yang dibuat. Masalah yang sering muncul tidak lain dari hal wanprestasi
yang dilakukan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu apabila terjadi hal seperti itu,
maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi terhadap pihak yang telah
melanggar isi dari perjanjian. Hal ini sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata yang
berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
undangan, yaitu, UUPK dan UU No.4 tahun 1992 serta dalam perjanjian yang
dibuat sendiri oleh konsumen dan pelaku usaha perumahan dan pemukiman, yang
berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
49