Dalam al-Quran terdapat dua ayat yang menerangkan proses pemerolehan bahasa
manusia, yaitu dalam surat al-Baqarah 31 dan surat ar-Rahman 4.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam, nama-nama
tersebut bisa dikatakan sebagai bagian dari simbol bahasa. Tiada keterangan bagaimana
terjadinya proses belajar-mengajar tersebut antara Allah dan Nabi Adam AS, namun yang
jelas bahwa manusia pertama yaitu Nabi Adam AS belajar bahasa melalui proses belajar-
mengajar, tidak diciptakan alat otomatis sehingga manusia bisa bahasa (nama-nama)
tanpa melalui proses belajar mengajar. Namun begitu, perangkat bahasa atau chips yang
sudah diciptakan oleh Allah dan terpasang dalam tubuh manusia, diantaranya: akal
pikiran, pendengaran, penglihatan, mulut, tenggorokan, dll. Allah SWT berfirman:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.(QS. An-Nahl:78)
(7). Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. (8). Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. (9). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya
roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. As-Sajdah:7-9).
Di antara para mufassir juga terdapat perbedaan pandangan memaknai املنمسنماَنءdalam surat
Al-Baqarah 31 di atas, apakah Nabi Adam AS diajari seluruh nama, seluruh bahasa atau
beliau hanya diajari nama-nama bagian kecil dari bahasa saja. Perbedaan-perbedaan
tersebut diterangkan dalam dalam kitab tafsir al-Thobary, kitab tafsir al-Mawardiy, dan
kitab tafsir Ibnu al-Jauziy secara garis besar pendapat-pendapat tersebut terbagi dua:
-Golongan yang menafsirkan bahwa Allah SWT mengajarkan Nabi Nabi Adam AS
seluruh nama-nama yang ketahui manusia, seperti: manusia, hewan, tanah, laut,
gunung, keledai, kuda, unta, jin, hewan-hewan liar, dan menamai juga segala sesuatu
yang lain. Imam Al-Mawardiy lebih lanjut menerangkan bahwa kalau dimaknai
bahwa Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS seluruh nama-nama maka haruslah
dimaknai bahwa Allahlah yang mengajarkan seluruh bahasa di bumi ini, dengan
rentetan: 1. Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS nama-nama/semua bahasa. 2.
Nabi Adam AS mengajarkan anak keturunannya bahasa tersebut, 3. Ketika anak
keturunan Nabi Adam AS berpencar mereka berbicara dengan bahasa yang mudah
menurut mereka (bahasa berkembang) sehingga mereka lupa bahasa asalnya
(al-Mawardiy, tt :33 & al-Baghawiy, 1997:80).
-Golongan yang menafsirkan bahwa Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS hanya
nama-nama tertentu, disini para sahabat berpandangan:
Allah SWT hanya mengajarkan nama-nama spesies/jenis seperti manusia,
malaikat, Jin, dan hewan. Yang mengatakannya adalah sahabat Ikrimah (Ibnu al-
Jauziy, tt: 43).
Allah SWT mengajarkan apa-apa yang diciptakan di bumi, yang mengatakanya
adalah sahabat al-Kalbiy, Muqatil, dan Ibnu Qutaibah (Ibnu al-Jauziy, tt: 43).
Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS nama-nama malaikat dan nama-nama
keturunan Nabi Adam AS saja, bukan nama-nama seluruh jenis makhluk (Al-Tobary,
tt: 480).
Lebih lanjut lagi, al-Alusiy menggambarkan gambaran terhadap proses belajar Nabi
Adam AS dalam tafsirnya Rûh al-Ma’âniy fî tafsir al-Qurân al-‘Adzim wa al-Sab’i al-
Matsâniy dengan dibuka sebuah pertanyaan: bagaimana bisa terjadi pengajaran, toh
pengajaran butuh tahapan dan waktu? al-Alusiy kemudian menjelaskan bahwa Allah
SWT telah menciptakan bagi Nabi Adam AS perangkat tubuh untuk menerima ilmu
pengetahuan tersebut sehingga melewati proses pengajaran (al-Alusy, tt: 261).
Yang menarik adalah keterangan al-Alusiy tentang posisi para ahli teologi yaitu
Imam Asy’ari menjadikan hujjah ayat ini (al-Baqarah:31) bahwa pencipta dan peletak
bahasa adalah Allah SWT, selanjutkan bahasa tersebut dikembangkan lagi oleh manusia.
Sedangkan kalangan mu’tazilah berpendapat peletak bahasa adalah Nabi Adam AS dan
dikembangkan manusia lainnya, pendapat mu’tazilah ini dinamakan madzhad ishthilah
(al-Alusy, tt: 261).
Kata al-bayan dalam ayat di atas merupakan identitas dari manusia, Mengapa
demikian? karena pada ayat ke-3 manusia diciptakan lalu disambung ke ayat 4 tanpa kata
penghubung ‘wa’ yang artinya ‘dan’, tetapi langsung tersambung dari ayat ke-3 dan ke-4.
Ini menandakan bahwa bahasa merupakan hal istimewa dan begitu penting yang
merupakan ciri melekat dari manusia. Dalam tafsir al-Mawardiy kata al-bayan yang
dimaksud memiliki beberapa makna, yaitu
Demikian beragam dan terbukanya kalangan sahabat dalam memaknai dan manafsirkan
kata املنمسنماَنءdan املبننيِاَننtersebut, membuat terbuka peluang untuk melakukan kajian terhadap
ilmu linguistik modern dan mencari titik temu dan titik beda diskursus Islam.
Sebagaimana telah disebutkan, secara garis besar terdapat tiga teori tentang asal usul
bahasa, yaitu: teologis, naturalis, dan konvensionalis. Maka kali ini penulis akan
menjabarkannya secara terperinci (Emil Badi’ Ya’qub, tt : 14-21 & Helmiy Kholil, 1996 :
95-101):
-Teori teologis, disebut juga teori wahyu dan ilham, teori mengatakan, manusia bisa
berbahasa karena anugerah Tuhan dan pada mulanya Tuhan yang mengajarkannya kepada
Adam, nenek moyang manusia. Pendapat ini berdasarkan pada cerita Bibel maupun Al-
Qur’an, sebagaimana telah dijabarkan di atas. Linguis Arab Ibnu Faris mendukung
pendapat ini dalam kitab beliau الصاَحبيِ فيِ فقه اللغة. Namun, Linguis Arab lainnya Ibnu
Jiniy dalam kitab beliau – الخصاَئضyang menjadi rujukan utama linguistik Arab—menolak
teori ini kalau didasarkan kepada al-Baqarah 31, karena bisa jadi ta’wil ayat tersebut
adalah Allah SWT memberi kekuatan untuk menguasai bahasa tersebut (Ibnu Jiniy al-
Mushiliy, tt :11).
-Bow-Wow Theory, bahasa pada mulanya adalah tiruan suara-suara alam, seperti suara
binatang, suara fenomena alam, dll. Kemudian suara-suara tersebut berkembang menjadi
kata-kata, kalimat berbarengan dengan perkembangan akal manusia dan perkembangan
budaya sepanjang masa. Teori ini bentuk apresiasi terhadap ditemukannya fosil-fosil
manusia purba dan dijadikan dasaran juga adalah anak kecil ketika belajar berbahasa ia
cenderung meniru suara alam dalam ungkapan-ungkapannya, seperti kucing “meong”,
anjing “gukguk”. Namun banyak para linguis mengkritik karena banyak kata yang tidak
bisa diketahui asalnya dari alam, seperti batu, gunung, dll, karena benda-benda tersebut
tidak bersuara.
-Teori Pooh-pooh, Teori ini melihat kata-kata pertama sebagai teriakan dan interjeksi
emosional dipicu oleh rasa sakit, senang, terkejut, dan lainnya. Umpama ketika orang
merasa kesakitan, maka ia akan berteriak “uff”, “ahhh”, oohhh!. Dan teriakan ini hampir
sama di semua negara (Emil Badi’ Ya’qub, tt : 18).
Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk
membentuk tingkah laku berbahasa yang lebih kompleks. Pada masa ini, anak-anak
belum mempunyai konsep tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal
yang ditangkap pancaindera saja.
Anak mulai tumbuh perkembangan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang
dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada usia menjelang akhir
tahun kedua anak telah mulai mengenal simbol dan nama.
Anak-anak telah mengetahui simbol (tanda atau lambang) tetapi belum dapat menghadapi
atau memahami hal-hal yang abstrak.
Teori L. S. Vygotsky
Bagi Vygotsky, pikiran dan bahasa yang mencerminkan realitas dengan cara perbedaan
persepsi ketika kata-kata memainkan peranan utama. Vygotsky menunjukkan perhatian
yang besar terhadap dialog atau percakapan antara anak dan gurunya. Dalam pandangan
Vygotsky, bahasa lingkungan sama nyatanya dengan benda-benda dalam lingkungan, dan
merupakan sumber atau sumbu bagi anak dalam berpikir. Oleh sebab itu, Vygotsky
memahami suatu bahasa atas dasar sebuah gambar dari struktur-struktur konseptual yang
tersusun atas bahasa yang berlangsung secara cepat.
Teorinya yang sangat terkenal adalah teori transformasi generatif atau teori genetik
kognitif atau kognitif linguistik. Chomsky berkeyakinan bahwa bahasa itu dimiliki oleh
anak manusia sejak dia lahir secara universal. Oleh karena itu, di dalam teori perilaku
tuturnya Chomsky berusaha menunjukkan dan membuktikan keterlibatan potensi
dalaman pada otak. Sebagai seorang mentalis ia berusaha menelaahnya lewat perilaku
tutur antara penutur dan pendengar. Penutur dan pendengar haruslah mengetahui dan
menguasai bahasanya dengan baik. Untuk mengetahui bahasa itulah diperlukan LAD
tersebut yang secara genetik diturunkan orang tuanya sebagai anugerah Tuhan.
Teori belajar bahasa yang dikembangkan oleh Noam Chomsky yang berlatar belakang
pandangan filsafat mentalisme dengan aliran ilmu jiwa rasionalisnya. Ia mengembangkan
teori belajar bahasanya atas dasar perkembangan rasio (otak) dengan daya nalar (kognisi).
Chomsky berkeyakinan bahwa bahasa itu dimiliki anak manusia secara universal sejak
lahir.
Penekanan kognisi dan komponen semantik sangat dominan dalam proses belajar bahasa
ini sehingga sekurang-kurangnya ada empat hal yang mendukung struktur semula jadi
(skema nurani) yang ada di otak manusia yaitu: (1) Proses-proses pemerolehan bahasa
semua anak-anak bisa dikatakan sama; (2) Proses pemerolehan bahasa itu tidak berkaitan
dengan I.Q; (3) Proses pemerolehan bahasa tidak dipengaruhi oleh motivasi dan emosi
anak-anak, jadi steril; (4) Tata bahasa yang dihasilkan oleh semua anak bisa dikatakan
sama sebab ia bersumber dari LAD dan skema nurani.