A. Pendahuluan
Distonia servikal idiopatik (Idiopathic Cervical Dystonia),
didefinisikan sebagai gerakan berputar dan melilit yang bersifat involunter
pada leher yang disebabkan oleh kontraksi involunter abnormal dari otot yang
terdapat di leher (Fahn, et al., 1987).
Distonia servikal idiopatik (Idiopathic Cervical Dystonia) merupakan
bentuk paling umum distonia fokal pada dewasa. Sebelumnya, timbul keraguan
bahwa ICD merupakan suatu gangguan terkait psikiatri, namun sekarang
gangguan ini dikategorikan sebagai gangguan neurologis dan banyak studi
klinis yang menjelaskan gejala klinis dari penyakit ini (Dauer, et al., 1998).
ICD ini sendiri juga dikenal sebagai ‘spasmodic torticollis’ atau
tortikolis spasmodik. Tortikolis merupakan gejala klinis berupa leher yang
terasa melilit dan mungkin dapat timbul akibat berbagai macam penyakit non-
distonik (Dauer, et al., 1998).
B. Distonia
1. Definisi
Distonia merupakan tonus dan postur abnormal yang menetap dari
sekelompok otot.
1
simtomatis karena keadaan lain (obat-obatan, lesi struktural
otak, penyakit degeneratif).
2. Anatomi
Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak
melekat pada tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu :
(1) Musculus Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan
clavicula (1/3 medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis.
Adapun aksinya yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala,
memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini dipersarafi oleh nervus
accessorius (N XI); (2) Musculus scalenus anterior dan scalenus medius, origo
di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di costa 1.
Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus
ventralis nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).3
2
Gambar 2.1 Otot leher ( Tampak lateral)3
Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan
infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus Omohyoid (otot
ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo
untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular notch (tendon
intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya pada tulang
hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid dipersarafi oleh
ansa cervicalis; (2) Musculus Sternohyoid , origonya berasal dari sternum-
manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya untuk
mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis; (3)
Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan insersionya di
kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi
tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio
di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring.
Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar
2.3 dan Gambar 2.4).3
3
4
Gambar 2.3 Otot Infrahyoid dan suprahyoid3
Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus (memiliki
dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch (medial
terhadap processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari bagian
dalam mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon intermediet.
Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan depresi mandibula. Posterior belly
dipersarafi oleh nervus facialis ( N VII) dan anterior belly dipersarafi oleh
nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus Stylohyoid, origo di tulang temporal-
processus styloideus dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi
tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3) Musculus
mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di tulang hyoid.
Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar mulut selama
menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4) Musculus
Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di tulang
hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke depan.
5
Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 2.3 dan
Gambar 2.4).3
6
Gambar 2.4 Otot Infrahyoid dan Suprahyoid serta aksinya3
1. Etiologi
Gangguan aliran pada ganglia basalis diduga memiliki peran
penting dalam penyebab distonia. Lesi pada putamen dapat dikaitkan
dengan hemidistonia. Keterlibatan kedua belah putamen mungkin
memiliki tanggung jawab terhadap distonia umum (Hornykiewicz, et al.,
1988).
Tortikolis dan distonia tangan diduga melibatkan nukleus
kaudatus dan talamus. Gangguan pada talamus dan subtalamus, serta
kekacauan fungsi hipotalamus, diduga juga ikut terlibat (Hornykiewicz, et
al., 1988).
Karena ganglia basalis memiliki peran dalam mempertahankan
postur kepala normal, jaras ganglia basalis dan refleks vestibulo-okular
ikut terlibat dalam perkembangan penyakit distonia servikal. Gangguan
7
pada sistem neurotransmiter juga dapat menjadi penyebab distonia
(Assmann, et al., 2002).
E. Tortikolis
1. Definisi
Tortikolis adalah suatu kontraksi involunter abnormal otot pada
leher yang berakibat gerakan yang terus-menerus ataupun berakhir
menjadi postur abnormal pada kepala (Rondot, et al., 1991).
2. Etiologi
Pada tahun 1902 Meige menulis ‘kondisi tidak wajar tak akan
ditemukan pada otot maupun saraf tetapi di dalam pikiran itu sendiri
(Meige & Feindel, 1907), dan pada tahun 60-an psikiater mengklaim
bahwa gangguan tersebut muncul akibat kecemasan kastrasi [leher kaku
berakibat ereksi pada penis (Abse, 1987)] atau secara simbolik yaitu
berpaling dari dunia (Cleveland, 1959). Penyakit ini sekarang dipandang
sebagai abnormalitas pada otak; teknik pencitraan fungsional otak,
elektrofisiologis dan genetik telah digunakan untuk menjelaskan
patogenesis dari tortikolis spasmodik. Evolusi dari konsep yang digunakan
untuk menjelaskan etiologi dari tortikolis spasmodik telah memacu
peningkatan kemampuan kita untuk mengenali dan menunjukkan bahwa
keberagaman dan terkadang gejala aneh mungkin berasal dari kelainan
fungsional halus dari sistem saraf (Dauer, et al., 1998).
8
3. Patofisiologi
a. Tortikolis kongenital
9
inflamasi dari otot leher atau saraf kranial akibat berbagai macam
proses suatu penyakit (Sobolewski, et al., 2008).
10
4. Manifestasi Klinis
Gejala awalnya muncul secara perlahan, pasien mulai
mengeluhkan sensasi tarikan pada leher, perasaan terlilit, atau sensasi
sentakan pada kepala. Sering kali, gejala non-spesifik dapat mengarahkan
kepada diagnosis yang tidak tepat seperti artritis, radikulopati servikal,
gangguan psikologis, penyakit Parkinson atau kelainan sendi pada
temporal maupun mandibula, dan pasien biasanya telah berkonsultasi
kepada dokter sebelumnya hingga akhirnya memutuskan untuk berobat ke
klinik/rumah sakit (Jankovic, et al., 1991). Ketika gejala yang timbul telah
diperiksa dan di analisa secara spesifik, gejala sensori (dideskripsikan
sebagai nyeri, sensasi tarikan atau kekakuan) atau derajat dari rotasi
maupun penyimpangan posisi kepala ditemukan pada sebagian besar
pasien, dengan sensasi sentakan maupun tremor dari kepala telah jelas
menjadi gejala yang sangat jarang dikeluhkan (Rivest & Marsden, 1990).
Berbagai macam kelainan postur leher dan kepala telah banyak
ditemukan pada keluhan-keluhan penyakit ini. Penyimpangan postur dapat
terjadi pada satu sisi maupun kombinasi dari berbagai sisi yang mana
dapat menyebabkan perubahan posisi kepala. Tortikolis rotasional adalah
rotasi dari dagu di sekitar aksis longitudinal ke arah bahu; laterokolis
adalah rotasi kepala pada bidang koronal, posisi telinga mengarah ke bahu.
Anterokolis dan retrokolis adalah rotasi kepala pada bidang sagital; pada
anterokolis posisi dagu menuju ke arah dada dan retrokolis membuat
posisi dagu menjadi sedikit naik dan posisi tengkuk yang semakin ke arah
belakang. Mungkin juga terjadi penyimpangan sagital atau lateral dari
bagian dasar leher dari garis tengah tubuh (Consky & Lang, 1994).
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya penyakit ini,
banyak pasien juga menderita distonia pada bagian tubuh lain ataupun
tremor yang serupa dengan gejala tremor pada umumnya. Distonia
ekstraservikal hanya ditemukan pada sekitar ~20% dari pasien (Chan, et
al., 1991); pada dagu (oromandibular), kelopak mata (blepharospasm),
lengan/telapak tangan (writer’s cramp) dan badan (axial) adalah bagian
11
tubuh yang paling sering terkena dampak. Tremor tangan postural atau
kinetik ditemukan pada sekitar ~25% pasien (Dauer, et al., 1998).
5. Diagnosis Klinis
12
Gejala distonia lain
1) Kesulitan menelan
2) Radikulopati servikal
3) Neuropati ulnaris sekunder
4) Depresi reaktif, kesadaran diri
13
Tortikolis kongenital
6. Diagnosis Banding
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan pada evaluasi kasus
tortikolis termasuk sebagai berikut (Kruer, 2015):
14
7. Penatalaksanaan
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan
thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik
yang lain yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang
kaku dapat mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral.
Pada anak yang lebih besar dapat digunakan penyangga (torticollis brace)
yang bersifat membantu terapi.4
15
Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum
untuk segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada
anak dan remaja. Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat
meregangkan otot yang kaku secara manual. Beberapa kasus tortikolis
dewasa berhasil diatasi dengan toksin botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada
bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan dan efisiensi dari pengobatan
modern ini.4
7.3 Operasi
16
Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara
1-4 tahun. Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1
tahun respon terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus
pada dewasa dengan tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan
reseksi unipolar pada ujung distal dari otot sternikleidomastoideus.
Hasilnya didapati jarak dari gerakan leher dan kemiringan kepala
meningkat dan secara kosmetik tampilannya membaik (Gambar 2.7).7
8. Prognosis
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
4. Chan, J., Brin, M. & Fahn, S., 1991. Idiopathic cervical dystonia: clinical
characteristics. Movement disorders : official journal of the Movement Disorders
Society, 6(2), pp. 119-126.
6. Consky, E. & Lang, A., 1994. Clinical assessments of patients with cervical
dystonia. Dalam: J. Jancovic & M. Hallett, penyunt. Therapy with botulinum
toxin. New York: Marcel Dekker, pp. 211-237.
7. Dauer, W. T., Burke, R. E., Greene, P. & Fahn, S., 1998. Current concepts on the
clinical features, aetiology and management of idiopathic cervical dystonia. Brain
: a journal of neurology, pp. 547-560.
9. Fahn, S., Marsden, C. D. & Calne, D. B., 1987. Classification and investigation of
dystonia. Dalam: Movement disorders 2. London: Butterworths, p. 332–358.
11. Jankovic, J., Leder, S., Warner, D. & Schwartz, K., 1991. Cervical dystonia:
clinical findings and associated movement disorders. Neurology, 41(7), pp. 1088-
1091.
19
12. Kruer, M. C., 2015. Torticollis Clinical Presentation. [Online]
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1152543-clinical#b3
[Diakses 20 June 2016].
13. Meige, H. & Feindel, E. C. L., 1907. Tics and their treatment. London: S.
Appleton.
14. Naumann, M. et al., 1998. Imaging the pre- and postsynaptic side of striatal
dopaminergic synapses in idiopathic cervical dystonia: a SPECT study using
[123I] epidepride and [123I] beta-CIT. Movement disorders : official journal of
the Movement Disorders Society, 13(2), pp. 319-323.
15. Rivest, J. & Marsden, C., 1990. Trunk and head tremor as isolated manifestations
of dystonia. Movement disorders : official journal of the Movement Disorders
Society, 5(1), pp. 60-65.
16. Robin, N., 1996. Congenital muscular torticollis. Pediatrics in review, 17(10), pp.
374-375.
17. Rondot, P., Marchand, M. & Dellatolas, G., 1991. Spasmodic Torticollis —
Review of 220 Patients. Le Journal Canadien Des Sciences Neurologiques, pp.
143-151.
18. Sobolewski, B., Mittiga, M. & Reed, J., 2008. Atlantoaxial rotary subluxation
after minor trauma. Pediatric emergency care, 24(12), pp. 852-856.
20