Anda di halaman 1dari 7

Hari, Tanggal : Rabu, 19 September 2018 Dosen : Sisi Febriyanti,M.

Si

Kegiatan Pratikum Mata Kuliah : Hidrologi

Pratikum ke-2

ANALISIS CURAH HUJAN WILAYAH

Disusun Oleh :

ANGGITA MELIYA AGUSTINE J3M217173

PROGRAM STUDI

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

SEKOLAH VOKASI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2018
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu
wilayah tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda (1977) data curah hujan
dan debit merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan waduk. Analisis data hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan
wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir. Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah
daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode Aritmatik, metode Poligon Thiessen
dan metode Isohyet (Loebis 1987).

Curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kondisi lingkungan di
daerah tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Tjasyono (2008) seiring dengan meningkatnya
intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negatif yang timbul. Seperti terjadinya banjir
dan longsor dimana faktor meteorologis dalam hal ini curah hujan diketahui menjadi penyebab
utama terutama bila dilihat dari intensitas, durasi serta distribusinya.

Tjasyono (2007) menyebutkan khusus untuk kejadian banjir, terjadinya kerusakan lingkungan
dan perubahan fisik permukaan tanah juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang
terjadinya banjir dimana akibat hal tersebut kemampuan dari daya tampung dan daya simpan
terhadap air hujan menjadi berkurang. Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu
daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi
yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH sangat
berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air lahan, mengetahui
besarnya aliran permukaan (run off).

1.2. Tujuan

Menentukan curah hujan wilayah dengan menggunakan metode rata-rata Aritmatik,


Polygon Thiessen dan Isolyet.
2.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada pratikum ini adalah penggaris, busur derajat, kertas
millimeter blok, kalkulator, dan alat tulis lainnya.

Metode Kerja
Metode Rata-Rata Aritmatik
a. Plot semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah
aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b. Tentukan berapa banyaknya stasiun pengukuran hujan yang terletak di dalam batas
daerah aliran sungai tersebut.
c. Jumlahkan tinggi hujan dari sejumlah stasiun pengukuran hujan yang telah ditentukan
pada tahap kerja b.
d. Curah hujan wilayah diperoleh dengan cara membagi jumlah tinggi hujan hasil tahap
kerja c dengan banyaknya stasiun pengukuran hujan hasil tahap kerja b.

Metode Polygon Thiessen


a. Plot semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar daerah
aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b. Sambungkan setiap stasiun pengukuran hujan dengan stasiun pengukuran
terdekatnya terutama untuk stasiun-stasiun pengukuran hujan yang berada dalam dan
paling dekat dengan batas daerah aliran sungai. Sambungan antara stasiun akan
membentuk deret
segitiga yang tidak boleh saling memotong satu sama lain.
c. Tentukan titik tengah dari setiap sisi segitiga kemudian buatlah sebuah garis tegak
lurus terhadap masing-masing sisi segitiga tersebut tepat di titik tengahnya.
d. Hubungkan setiap garis tegak lurus tersebut satu sama lain sehingga membentuk
poligon-poligon dimana setiap poligon hanya diwakili oleh satu stasiun pengukuran
hujan yang berada di dalam atau paling dekat dengan batas daerah aliran sungai.
e. Tentukan luas daerah masing-masing poligon dengan menggunakan planimeter atau
kertas milimeter blok. Jumlah dari luas daerah masing-masing poligon akan sama
dengan total luas daerah aliran sungai.
f. Tentukan persentase luas dari setiap poligon terhadap luas total daerah aliran sungai.
g. Kalikan persentase luas setiap poligon (hasil tahap kerja f) dengan tinggi hujan yang
jatuh di dalam poligon-poligon tersebut.
h. Curah hujan wilayah diperoleh dengan cara menjumlahkan perkalian persentase luas
poligon dengan tinggi hujan yang jatuh di dalam poligon tersebut (penjumlahan setiap
perkalian pada tahap kerja g).
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Data Pengamatan

Tabel 1 rata-rata curah hujan wilayah dengan metode aritmatik

Stasiun pengukuran di dalam


Curah hujan (mm)
batas DAS

3 130
4 118
6 80
7 78
9 70
10 62
11 55
Rata-rata 84,17

Tabel 2 Data curah hujan wilayah dengan metode polygon Thiessen


Stasiun Curah hujan Luas Polygon Persentase luas Curah hujan x
Pengukuran (mm) Thiessen polygon persentase
3 130 1335 0.12 21.00
4 118 1423 0.13 15.36
6 80 1017 0.09 7.25
7 78 1569 0.14 10.91
9 70 1435 0.13 9.19
10 62 2759 0.25 15.64
11 55 1396 0.13 5.75
10934 1.00 85.10

Poligon Thiessen

Perhitungan = Persentase luas polygon = Luas polygon


Jumlah luas polygon
Contoh perhitungan = 619 =0,120
5150
Curah hujan wilayah=Curah hujan x persentase
Contoh perhitungan = 172 x 0,120
= 20,64 mm
Jadi curah hujan wilayah dengan metode polygon ini adalah 90,42 mm

PEMBAHASAN

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan horizontal.Curah
hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan
(air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam
suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada
suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu
kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi
didalamnya (Bayong 2004). Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan metode perhitungan
rata-rata curah hujan yang digunakan yaitu metode aritmatik dan metode poligon thiesssen
Pada metode rata-rata rata.
Pada praktikum kali ini digunakan dua cara dalam menganalisa curah hujan wilayah,
yaitu dengan metode poligon Thiessen dan metode Isohit. Metode poligon Thiessen adalah
metode yang ditentukan dengan cara membuat poligon antar stasiun pada suatu wilayah
kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian antara setiap luas area polygon
(A) dan tinggi hujan (P) dibagi dengan seluruh luas wilayah (AT) (Suroso 2006). Metode poligon
Thiessen biasanya digunakan untuk mengetahui tinggi hujan rata-rata serta apabila stasiun
hujan tida tersebar merata. Sedangkan metode isohyet adalah sebuah metode untuk
menentukan curah hujan wilayah dengan menggunakan kontur garis yang menghubungkan
curah hujan yang sama dan tinggi hujan rata-rata diantara kedua garis isohyet (R) dengan luas
antara kedua garis tersebut (A) dibagi dengan luas seluruh stasiun (AT). Metode ini biasanya
digunakan didaerah yang berbukit-bukit dan pegunungan.

Curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana
penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan. Berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan luas poligon pada stasiun 1 yaitu 619 mm, luas poligon pada
stasiun 4 yaitu 951 mm, luas poligon pada stasiun 7 yaitu 908 mm, luas poligon pada stasiun 8
yaitu 896 mm, luas poligon pada stasiun 9 yaitu 502 mm, luas poligon pada stasiun 10 yaitu 945
mm dan luas poligon pada stasiun 12 yaitu 329 mm. Curah hujan rata-rata dari hasil metode
poligon thiessen pada masing-masing stasiun diantaranya yaitu pada stasiun 1 diperoleh 172
mm, stasiun 4 yaitu 118 mm, stasiun 7 yaitu 78 mm, stasiun 8 yaitu 76 mm, stasiun 9 yaitu 70
mm , stasiun 10 yaitu 62 mm, dan untuk stasiun 12 adalah 45mm. Sehinggga diperoleh rata-rata
curah hujan wilayah secara keseluruhan dengan luas wilayah total 5271 adalah 85,487 mm.
Pada metode rata-rata rata – rata hitung (aritmatik), curah hujan diperoleh dengan
menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun kemudian dibagi dengan banyaknya
jumlah stasiun penangkar hujan, dari ketiga metode pengukur curah hujan wilayah, metode
rata-rata hitung (aritmatik) merupakan cara yang paling sederhana dan mudah digunakan,
namun tingkat ketelitian dari metode ini sangat rendah. Metode rata-rata hitung pada umunya
hanya dipergunakan untuk daerah dengan variasi hujan yang sekecil mungkin. Dari hasil
pengamatan sebanyak 7 stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah hujan adalah 88,71 mm.
Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata hitung ini hampir sama dengan cara lain
apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah.
Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih obyektif. Curah hujan rata-rata hasil dari
metode aritmatik yaitu 88,71 mm. Karakteristik curah hujan rata-rata tersebut termasuk curah
hujan tinggi karena lebih dari 50 mm per hari. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah
hujan menurt BMKG dalam (Siagian P 2011) yaitu: hujan kecil 0 – 21 mm per hari, hujan
sedang 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat diatas 50 mm per hari.

Dua metode untuk menentukan curah hujan wilayah tersebut memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing. Metode Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari cara
aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan mempengaruhi ketelitian hasil yang
didapat dan membutuhkan waktu yang lebih lama karena proses perhitungan yang dilakukan
memerlukan ketelitian yang lebih. Metode Aritmatik adalah metode yang sederhana dan untuk
menentukan curah hujan wilayah .

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dikaukan diperoleh curah hujan rata-rata hasil
dari metode aritmatik yaitu 88,71 mm dan memiliki karakteristik curah hujan tinggi, sedangkan
Curah hujan rata-rata dari hasil metode poligon thiessen yaitu 90,42 mm dengan wilayah stasiun
yang memiliki curah hujan tertinggi yaitu wilayah stasiun 1 dengan curah hujan rata-rata 172
mm dan wilayah stasiun yang memiliki curah hujan terendah yaitu wilayah stasiun 12 dengan
curah hujan rata-rata 45 mm. Curah hujan yang berbeda-beda di pengaruhi oleh faktor garis
lintang faktor ketinggian tempatjarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi
hujanya semakin tinggi, arah angin, hubungan dengan deretan pegunungan, faktor perbedaan
suhu tanah (daratan) dan lautan dan faktor luas daratan.

DAFTAR PUSTAKA

Bayong Tyasono. 2004. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi Agronomi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Siagian P. 2011. Analisis Data Hujan. Jambi: Universitas Jambi
Sosrodarsono Suyono ,Takeda Kensaku. 1977. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-
Duration Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnal Teknik Sipil, Vol.
3, No.1.
Wesli. Drainase Perkotaan. 2008. Yogyakarta: Graha Ilmu

Loebis Joesron. 1987. Banjir Rencana untuk Bangunan Air. Bandung (ID) : DPU.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1977. Bendungan Type Urugan. Jakarta (ID) : Pradnya.
Tjasyono BHK, Harijono SWB. 2008. Meteorologi Indonesia 2 Awan dan Hujan Monsun. Jakarta (ID) :
Badan Meteorologi dan Geofisika.

Tjasyono BHK, Juaeni I, Harijono SWB. (2007). Proses meteorologis bencana banjir di Indonesia. [Jurnal
Meteorologi dan Geofisika]. Vol 8(2). Hlm : 1-13.

Anda mungkin juga menyukai