Anda di halaman 1dari 31

HALAMAN JUDUL

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 3

A. Pengertian .................................................................................................. 3

B. Etiologi ......................................................................................................... 8

C. Patofisiologi ............................................................................................... 10

D.Tanda Dan Gejala ....................................................................................... 11

E. Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 22

BAB IV PENUTUP........................................................................................... 28

A. Kesimpulan .............................................................................................. 28

B. Saran ........................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka
biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan
berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan
perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu
dilakukan setelah pembedahan pervaginam.

Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul


luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan
tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka
dekat klitoris.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas penulis menarik
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari robekan jalan lahir?
2. Apa penyebab robekan jalan lahir?
3. Bagaimana tanda-tanda robekan jalan lahir?
4. Bagaimana penatalaksanaan robekan jalan lahir?

C. Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan keperawatan persalinan dengan robekan
jalan lahir.
Tujuan dari pembuatan makalah ini, selaian untuk memenuhi salah
satu tugas kuliah adalah :
1. Untuk mengetahui apa definisi dari robekan jalan lahir.

1
2. Untuk mengetahui apa penyebab robekan jalan lahir.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana tanda-tanda robekan jalan
lahir.
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada robekan jalan lahir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Robekan Jalan Lahir


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :

a) Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama


dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika

Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk


perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus,
panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang
terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus
koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini.
Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari
permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam
spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.

Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar


vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya,
pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan

3
garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma
urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma
urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna
(Cunningham, 1995).

Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan


vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan
sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis
dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama
persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang
tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.

 LUKA PERINIUM
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada
bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo
S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4tingkatan :

 Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina


dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

 Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan


otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani

 Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot


spingter ani

 Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum

4
b) Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan
dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks
ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
untuk menghentikan perdarahan.

c) Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang
kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur
uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal
dalam kavum abdomen.

Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan


masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum
mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan
proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan
dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.

Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah


robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya
regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin
dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk
salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama
mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan
perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung
kemih dan organ vital di sekitarnya.

Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi
pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma
pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali
sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok

5
yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena
perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-
keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama
atau kasep.

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim


akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah
robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.

( Obstetri dan Ginekologi ).

Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :

1. Menurut waktu terjadinya

a) R. u. Gravidarum

Waktu sedang hamil

Sering lokasinya pada korpus

b) R. u. Durante Partum

aktu melahirkan anak

Ini yang terbanyak


2. Menurut lokasinya:

a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),
miemoktomi

6
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya

c) Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi


forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap

d) Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina

3. Menurut robeknya peritoneum

a) R. u. Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya


( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga
perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis

b) R. u. Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya.


Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum

4. Menurut etiologinya

a)Ruptur uteri spontanea

Menurut etiologinya dibagi 2 :

1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat

2) Bekas seksio sesarea

3) Bekas miomectomia

4) Bekas perforasi waktu keratase.

7
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :

1. Ruptur uteri kompleta

a. Jaringan peritoneum ikut robek

b. Janin terlempar ke ruangan abdomen

c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen

d. Mudah terjadi infeksi

2. Ruptura uteri inkompleta

a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek

b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen

c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi

d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

B. Etiologi

1. Robekan perinium

Umumnya terjadi pada persalinan:

1. Kepala janin terlalu cepat lahir


2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Jaringan parut pada perinium
4. Distosia bahu

2. Robekan serviks

a. Partus presipitatus

8
b. Trauma krn pemakaian alat-alat operasi

c. Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan


belum lengkap

d. Partus lama

3. Ruptur Uteri

1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus

2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan


yang lama.

3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen


bawah uterus ). ( Helen, 2001 )

4. Panggul sempit

5. Letak lintang

6. Hydrosephalus

7. Tumor yg menghalangi jalan lahir

8. Presentasi dahi atau muka

9
C. Patofisiologi

1. Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan


tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala
janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam
tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar
panggul karena diregangkan terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias


menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa
lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu
bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan
dengan pembedahan vaginial.

2. Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga


serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah
melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas
mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

10
3. Rupture Uteri

1). Ruptura uteri spontan

a. Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan

b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga


menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang
berlebihan

2). Ruptur uteri trumatik

a. Terjadi pada persalinan

b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi


farsep, ekstraksi vakum, dll

3). Rupture uteri pada bekas luka uterus

Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi


pada uterus.

D.Tanda Dan Gejala


1. Robekan jalan lahir

Tanda dan Gejala yang selalu ada :

 Pendarahan segera

 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

 Uterus kontraksi baik

 Plasenta baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :

11
 Pucat

 Lemah

 Menggigil

2. Rupture Uteri

Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis


atau tenang.

a) .Dramatis

 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi


hebat memuncak

 Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri

 Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )

 Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat,


tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )

 Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan


terdahulu

 Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul

 Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam


abdomen ibu

 Bagian janin lebih mudah dipalpasi

 Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun


menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih
didengar

12
 Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).

b). Tenang

 Kemungkinan terjadi muntah

 Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen

 Nyeri berat pada suprapubis

 Kontraksi uterus hipotonik

 Perkembangan persalinan menurun

 Perasaan ingin pingsan

 Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )

 Perdarahan vagina ( kadang-kadang )

 Tanda-tanda syok progresif

 Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik


atau kontraksi mungkin tidak dirasakan

 DJJ mungkin akan hilang

13
E. Penatalaksanaan Medis

 PENJAHITAN ROBEKAN SERVIKS

 Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan


anti septik ke vagina dan serviks
 Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak
dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin
dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur
obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin
untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
 Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut
untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat
 Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
 Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan
hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik
dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh
serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
 Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan
benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada
apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber
pendarahan.
 Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan
jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
 Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan
forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap
terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat
pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat
pendarahan. Selanjutnya :
– Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan
dikeluarkan.

14
– Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

 PENJAHITAN ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM

Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran,


yaitu :

 Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan


ikat

 Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan


otot dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani

 Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter


ani

 Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.

 PENJAHITAN ROBEKAN DERAJAT I DAN II

Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.

 Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.


 Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi
lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu.
 Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
 Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
 Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk
memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
– Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

– Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

– Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter

 Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT

15
 Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III
dan IV.
 Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

 PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III DAN IV

Jahit robekan diruang operasi

 Tinjau kembali prinsip perawatan umum


 Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi
lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau
anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn
anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam
melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit
yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal
tersebut jarang terjadi.
 Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
 Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
 Untuk melihat apakah spingter ani robek.
– Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

- Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

- Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan


cermat.

 Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT


 Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi
fekal, jika ada.
 Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan
terkait.

16
 Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah
mukosa vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang
dalam.
 Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian
jepit area robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan
jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian lakukan tes ulang.
 Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang
3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
 Jika spingter robek
– Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter
akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar sfingter
kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem.

– Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus


menggunakan benang 2-0.

 Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.


 Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk
memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan
benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau
yang DTT.
 Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

 PERBAIKAN RUPTURE UTERUS

 Tinjau kembali indikasi.


 Tinjau kembali prinsip prawatan umum, prinsipperawatan
operasi dan pasang infus IV.
 Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.
– Ampisilin 2g melalui IV.

– Atau sefazolin 1g melalui IV.

17
 Buka abdomen
– Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai
kerambut pubis melalui kulit sampai di fasia.

– Buat insisi vertikal 2-3 cm di fasia.

– Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi


keatas dan kebawah dengan menggunakan gunting.

– Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus


(otot dinding abdomen )

– Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus.


Gunakan gunting untuk memperpanjang insisi ke atas dan
ke bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting
untuk memisahkan lapisan peritoneum dan membuka
bagian bawah peritoneum dengan hati-hati guna mencegah
cedera kandung kemih.

– Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan


keluarkan bekuan darah.

– Letakkan retraktor abdomen.

 Lahirkan bayi dan plasenta.


 Infuskan oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal
atau laktat ringer ) dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai
uterus berkontraksi, kemudian kurangi menjadi 20 tetes
permenit.
 Angkat uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
 Periksa bagian depan dan belakang uterus.
 Pegang tepi pendarahan uterus denganklem Green Armytage (
forcep cincin )

18
 Pisahkan kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan
diseksi tumpul atau tajam. Jika kandung kemih memiliki
jaringan parut sampai uterus, gunakan gunting runcing.

 RUPTURE SAMPAI SERVIKS DAN VAGINA

 Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasi


kandung kemih minimal 2cm dibawah robekan.
 Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian
bawah robekan serviks dan pertahankan traksi pada jahitan
untuk memperlihatkan bagian-bagian robekan jika perbaikan
dilanjutkan.

 RUPTURE MELUAS SECARA LATERAL SAMPAI ARTERIA


UTERINA

 Jika rupture meluas secara lateral sampai mencederai satu atau


kedua arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
 Identifikasi arteri dan ureter sebelum mengikat pembuluh darah
uterus.

 RUPTURE DENGAN HEMATOMA LIGAMENTUM LATUM


UTERI

 Jika rupture uterus menimbulkan hematoma pada ligamentum


latum uteri, pasang klem, potong dan ikat ligamentum teres
uteri.
 Buka bagian anterior ligamentum atum uteri.
 Buat drain hematoma secara manual, bila perlu.
 Inspeksi area rupture secara cermat untuk mengetahui adanya
cedera pada arteria uterina atau cabang-cabangnya. Ikat setiap
pembuluh darah yang mengalami pendarahan.

19
 PENJAHITAN ROBEKAN UTERUS

 Jahit robekan dengan jahitan jelujur mengunci (continous


locking ) menggunakan benang catgut kromik (atau
poliglikolik)0. Jika perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur
melalui insisi klasik atau insisi vertikal terdahulu, buat jahitan
lapisan kedua.
 Jika rupture terlalu luas untuk dijahit, tindak lanjuti dengan
histerektomi.\
 Kontrol pendarahan dalam, gunakan jahitan berbentuk angka
delapan.
 Jika ibu meminta ligasi tuba, lakukan prosedur tsb pada saat ini.
 Pasang drain abdomen
 Tutup abdomen.
– Pastikan tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan
menggunakan spons.

– Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih.


Jka teridentifikasi adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera
tsb.

– Tutup fasia engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut


kromik (poliglikolik) 0.

– Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan


dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang
catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat
setelah infeksi dibersihkan.

20
– Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan
jahitan matras vertikal menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0
dan tutup dengan balutan steril.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti
gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan
tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
Tanda vital :
 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
 Suhu : Normal/ meningkat
 Kesadaran : Normal / turun
 Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
 Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill
memanjan
 Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
 Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

22
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

C. Rencana tindakan keperawatan


1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume
cairan
Rencana tindakan :
a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
d. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya
diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri
f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum

23
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks /
perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.
g. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
i. Berikan antibiotic
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam


Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit
yang dingin
c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan
dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan )

24
Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan ).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman


kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme
koping yang tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan


Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas
normal)
Rencana tindakan :
a. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi

25
b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang
lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock
yang tidak terdeteksi
c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea
yang berkepanjangan
d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran
nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
e. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
f. Tindakan kolaborasi
 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk
keadaan infeksi ).

5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.


Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular
sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat
meningkatkan perfusi jaringan.
b. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.

26
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya
dehidrasi secara dini.
c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani
secara baik.
d. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.
f. Pemberian koagulantia dan uterotonika.
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika
merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

D. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
a. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
2. Gas darah dalam batas normal
3. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
4. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
5. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
6. Klien tidak merasa nyeri

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir. Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan
jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga
luka yang luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan
pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan
spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai
dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan medisnya, menerapkan
konsep asuhan kebidanan kepada klien dengan perlukaan jalan lahir.

1. Bagi Tenaga Kesehatan


Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan
secara komprehensif.

28
DAFTAR PUSTAKA

Sumarah,dkk.2009.Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin.yogyakarta:fitramaya

Chapman vicky.2003.Asuhan Kebidanan persalinan dan kelahiran.jakarta:EGC

(Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka


Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta

(maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

(Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan


Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

29

Anda mungkin juga menyukai