Anda di halaman 1dari 11

THE POWERFULL 24 HOURS OF BLOOD PRESSURE REDUCTION WITH SINGLE PILL

COMBINATION
( review article )
Budi Arief Waskito

Abstrak
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang penting, berkontribusi meningkatkan
risiko kardiovaskuler. Efek proteksi organ target merupakan tujuan akhir terapi hipertensi,
yang hanya dapat dioptimalkan dengan kontrol tekanan darah ( TD ) 24 jam.
Ketidakpatuhan terhadap terapi menyebabkan fluktuasi TD 24 jam sehingga merupakan
hambatan terbesar dalam pencapaian target tekanan darah pada pasien. Terapi obat yang
kompleks merupakan faktor sangat penting yang berhubungan dengan ketidakpatuhan,
karena sebagian besar pasien memerlukan terapi dengan dua atau lebih obat. Penggunaan
kombinasi obat dosis tetap (fixed-dose combination (FDC)) banyak keuntungannya, antara
lain menyederhanakan regimen, sehingga hasil klinis bisa lebih baik. Tetapi tetap ada
kekurangannya, yaitu tidak lagi fleksibel memberikan dosis individual. Berikut ini akan
dibahas mengenai efek, efikasi, keamanan, dan tolerabilitas obat kombinasi ini.

Kata kunci: antihipertensi, kombinasi dosis tetap, hipertensi

1. Pendahuluan
Hipertensi merupakan penyakit karena gangguan hemodinamik yang meningkatkan
resistensi vaskuler perifer, bila tidak segera diidentifikasi dan diterapi, dapat menyebabkan
infark miokard, gagal ginjal, stroke, dan kematian (Gradman AH, et al., 2010). Sampai saat
ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai
dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat
meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia. Banyak pasien tidak bisa mencapai
target TD < 140/90 mmHg. Penurunan tekanan darah merupakan penentu utama
penurunan risiko kardiovaskuler. Hubungan yang kompleks antara genetik dengan faktor-
1
faktor lingkungan yang berhubungan dengan tekanan darah yang tinggi, dapat
menyebabkan aktivasi atau inhibisi proses yang berperan mengontrolnya (Yang W, et al.,
2010). Faktor diet dan inaktifitas fisik berkontribusi pada predisposisi genetik, sedangkan
faktor lingkungan antara lain merokok, minum alkohol, dan obesitas. Hal ini berarti bahwa
hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang dapat dicegah. Perlunya
menerapkan gaya hidup sehat, dengan diet dan olahraga teratur bagi seluruh populasi
hipertensi. Tujuan utama terapi adalah untuk menghilangkan risiko yang berhubungan
dengan hipertensi, tanpa menurunkan kualitas hidup pasien (Peltzer K, Phaswana-Mafuya
N, 2013).
Renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), dan juga sistem saraf simpatis berperan
pada regulasi tekanan arterial. Penyebab hipertensi multifaktorial, yang bercampur dengan
mekanisme presor yang berbeda. Jadi, intervensi pada beberapa sistem fisiologis dapat
memperbaiki tekanan darah. Tiga faktor utama penentu TD yaitu ekskresi sodium renal
yang berperan pada jumlah volume plasma dan seluruh tubuh, tonus vaskuler, dan cardiac
performance. Masing-masing faktor ini mengontrol penentu TD, seperti cardiac output,
volume intravaskuler dan resistensi vaskuler sistemik. RAAS berperan penting pada
peningkatan TD melalui mekanisme ini. Sistem ini meregulasi sekresi renin, dengan sistem
feedback dari keseimbangan sodium, level TD arterial dan angiotensin II. Efek
vasokonstriktor angiotensin II, yang dihasilkan dari sekresi renin, dapat meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik, dan retensi garam dan air dapat kembali menyebabkan
peningkatan volume darah ekstraseluler. Kombinasi obat dari berbagai kelas berdasarkan
pada pencapaian target TD yang lebih cepat, masing-masing obat bekerja di tempat yang
berbeda, memblokade pathway efektor yang berbeda (Neutel JM, 2008).
Salah satu hambatan yang paling besar untuk mencapai target TD pada pasien hipertensi
adalah faktor dari pasien itu sendiri, yaitu ketidakpatuhan pada terapi. Variabilitas TD akan
meningkat dengan meningkatnya level TD. Kompleksitas obat merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan ketidakpatuhan sebagian besar pasien yang memerlukan terapi
lebih dari satu macam obat. Hasil dari berbagai uji klinis mendukung penggunaan terapi
kombinasi, hasil klinisnya lebih baik daripada monoterapi. Kondisi komorbid, seperti
diabetes mellitus, menyebabkan semakin banyak obat yang harus diminum, yang hal ini
juga menjadi hambatan dalam mencapai hasil klinis maksimal. Penelitian membuktikan
2
bahwa kepatuhan pada terapi antihipertensi (antihypertensive therapy -AHT)
berhubungan dengan penurunan penyakit kardiovaskuler (cardiovascular events -CVE),
sehingga menurunkan angka opname dan menurunkan biaya kesehatan, bila dibandingkan
dengan pasien yang tidak patuh. Selain itu juga ada efek proteksi organ target dengan
kontrol TD 24 jam. Jadi, banyak keuntungan jangka panjang pada pasien yang disiplin
minum obat (Kalra S, Kalra B, Agrawal N, 2010 ).

2. Dasar Terapi Kombinasi


Kombinasi pil-tunggal yang mengandung dua obat antihipertensi, disebut dengan fixed-
dose combination (FDC), yang merupakan solusi terhadap ketidakpatuhan pasien terhadap
terapi (Gupta AK, et al., 2010). Dengan terapi kombinasi yang bekerja melalui sistem
fisiologis yang berbeda, akan mendapatkan efek farmakologis yang sinergis dari masing-
masing obat dengan dosis yang lebih rendah dan hal ini juga merupakan upaya untuk
memblokade respon counter-regulatory, yang disebabkan karena blokade oleh senyawa
tunggal (Kalra S, et al., 2010). Hipertensi dipengaruhi oleh berbagai sistem regulator, jadi
dengan menggunakan kombinasi lebih dari satu macam obat dapat mempengaruhi
beberapa pathway juga, sehingga menyebabkan penurunan aktivasi mekanisme counter-
regulatory (Zeng F, et al., 2010). Penurunan konsekuensi metabolik juga dapat disebabkan
karena komponen obat-tunggal dosis rendah. Kontrol TD pada populasi besar hanya dapat
dicapai dengan kombinasi obat dari beberapa jenis (Williams B, 2010). Komponen pada
FDC dapat dibuat untuk menekan masing-masing efek samping, sehingga menimbulkan
efek yang netral. Selain itu, target TD dapat dicapai lebih dini daripada pemberian
monoterapi. Dua jenis obat dapat diberikan dengan dosis yang lebih rendah, karena
kebanyakan antihipertensi menyebabkan efek samping dose-dependent (Zeng F, 2010).
Sifat FDC yang nyaman, tolerability dan sederhana dapat membantu mencapai target TD
dalam jangka panjang, sehingga memperbaiki kondisi kardiovaskuler dan menurunkan
risiko stroke (Schmieder RE, 2010).
Jadi, kerumitan regimen terapi dapat diturunkan dengan FDC dan hal ini berhubungan
dengan kepatuhan dan persistensi terhadap terapi yang lebih baik, memotivasi pasien
untuk mengikuti terapi seumur hidup (Sever PS, Messerli FH, 2011 dan Kalra S, Kalra B,
Agrawal N, 2010).
3
Joint National Committee ke 8 (JNC 8) merekomendasikan empat jenis obat berikut ini:
• Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
• Angiotensin-receptor blockers (ARB)
• Calcium-channel blocker
• Diuretic (James AP, et al., 2013)
Target TD berdasarkan usia, diabetes dan penyakit ginjal kronis. Tabel 1 menjelaskan
perbedaan target TD yang direkomendasikan oleh JNC 8.

Tabel 1. Target tekanan darah berdasarkan JNC 8 (James AP, et al., 2013).
Populasi usia < 60 Populasi semua usia Populasi semua usia Populasi usia > 60
tahun dengan diabetes dengan CKD, dengan tahun
atau tanpa diabetes
< 140/90 mmHg < 140/90 mmHg < 140/90 mmHg < 150/90 mmHg

Sebagian besar pasien memerlukan dua atau lebih obat untuk dapat mencapai target TD.
Kombinasi obat dari berbagai jenis, efek antihipertensinya lima kali lebih besar daripada
meningkatkan dosis obat tunggal. JNC 8 merekomendasikan:
• Terapi diawali dengan dua obat yang berbeda kelas apabila TD sistolik > 20 mmHg
atau diastolik > 10 mmHg di atas target.
• Obat ketiga ditambahkan apabila target TD masih belum tercapai, titrasi obat ketiga
sampai maksimum dosis yang direkomendasikan.
• Pertimbangkan pemberian antihipertensi awal dengan lebih dari satu jenis obat
pada pasien dengan risiko tinggi kardiovaskuler, yang dilihat dari peningkatan TD
dan faktor risiko lain.
• Kombinasi terapi dosis rendah digunakan sebagai terapi awal. Studi meta-analisis
menunjukkan bahwa hal ini membawa keuntungan kardiovaskuler yang lebih besar
daripada menggunakan monoterapi pada terapi awal (Düsing R, 2010).

3. Keuntungan dan kerugian fixed-dose combination

4
Pada saat mengganti monoterapi dengan pil fixed-dose combination, maka pertanyaan
yang timbul adalah: apakah formulasi fixed-dose cukup baik untuk menggantikan
monoterapi. Pil fixed-dose combination menjadi pilihan yang baik untuk pasien-pasien
hipertensi, dengan beberapa kelebihan berikut ini:

Pertama, fixed-dose formulation mempunyai efek yang berbeda dibandingkan dengan obat
tunggal bukan kombinasi. Fixed-dose combination mempunyai efek sinergistik, bukan efek
aditif biasa. Karena obat formulasi dari beberapa kelas yang berbeda, efeknya berdasarkan
pada mekanisme individual dengan tempat kerja obat dan masa kerja obat yang berbeda,
maka fixed-dose combination pada hipertensi efeknya sedang dan masa kerjanya panjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angiotensin II receptor blockers (ARB) dapat
meminimalisasi edema perifer yang disebabkan karena calcium channel blocker seperti
amlodipine (B. Waeber, L.M. Ruilope, 2009), yang mengemukakan bahwa
mengkombinasikan dua obat antihipertensi dari dua kelas yang berbeda, dapat
menurunkan efek samping masing-masing obat. Di samping itu, semua efek samping dari
obat-obat yang dikombinasikan juga menurun karena pemberian dosis rendah.
Kesimpulannya, untuk fixed-dose combination yang rasional, ia dapat mengontrol
hipertensi dengan baik tanpa tambahan efek samping.

Yang berikutnya, ada masalah psikologis yang harus dipertimbangkan pada terapi penyakit
kronis. Kebanyakan pasien hipertensi berusia lanjut yang ingatannya tidak lagi baik dan
tidak mudah bergerak, jadi terapi yang nyaman dan mudah sangatlah penting. Meta-
analisis berdasarkan pada sejumlah database memperlihatkan bahwa fixed-dose
combination dapat memperbaiki kepatuhan dan persistensi terhadap terapi hipertensi
(A.K. Gupta, et al., 2010). Dengan terapi kombinasi fixed-dose jumlah pil yang diminum
lebih sedikit, biasanya sekali sehari, sehingga memperbaiki kepatuhan dan psikologis
pasien.

Yang terakhir, untuk sebagian pasien hipertensi, ada masalah biaya. Terapi kombinasi
dengan fixed-dose bisa lebih murah dibandingkan bila memberi obat secara terpisah, selain
itu terapi kombinasi dapat menurunkan biaya terapi dengan memberi lebih sedikit obat.
5
Analisis statistik memperlihatkan bahwa biaya pemberian angiotensin-converting enzyme
inhibitors (ACEI) / ARB dan diuretik thiazide sebagai kombinasi tunggal, dapat menghemat
biaya sekitar $27–45 juta pertahun di Kanada, dibandingkan dengan pemberian obat
secara terpisah (V. Stankus, et al., 2009). Tabel 2 memperlihatkan keuntungan fixed-dose
combination versus monoterapi dan pemberian obat terpisah.

Tabel 2: Keuntungan dan kerugian terapi FDC (Kalra S, et al., 2010 dan Black HR, 2009)
Keuntungan Kerugian
Regimen sederhana Tidak bisa dosis individual
Memperbaiki kepatuhan ( more convenience Tidak dapat memberikan dosis khusus
and compliance ) apabila terapi kondisi komorbid spesifik
Menurunkan jumlah pil Reaksi dose-dependent meningkat
Menurunkan biaya terapi, bila dibandingkan
dengan minum obat terpisah
Efek samping lebih ringan

4. Pilihan kombinasi terapi


Terapi kombinasi obat dimulai pada tahun 1960, yaitu kombinasi hydrochlorothiazide
(HTCZ) dengan triamterene (Schmieder RE, 2010). Namun demikian, jumlah kombinasi
makin banyak, sehingga dibagi menjadi beberapa jenis kombinasi, yaitu preferred
combinations, acceptable, unacceptable atau ineffective combinations. Pembagian ini
berdasarkan pada hasil klinis kombinasi, efikasi obat antihipertensi, dan keamanan
dan/atau tolerabilitasnya (Gambar 1).

6
Gambar 1: Antihipertensi kombinasi

5. Jenis-jenis kombinasi:
a. Preffered
Renin-angiotensin-aldosterone system inhibitor dan calcium-channel blocker
Kombinasi pada grup ini adalah: kombinasi ACE inhibitor, ARB, atau direct renin inhibitor
dengan calcium-channel blocker. Dasar kombinasi ini adalah manajemen efek samping
pada kedua kelompok farmakologis: (Schmieder RE, 2010)
 RAAS blocker mengkounter aktivasi / induksi calcium-channel blocker pada sistem
saraf simpatis, misalnya takikardia, dan RAAS.
• Calcium-channel blocker menyebabkan balans negatif sodium yang menambah efek
antihipertensi RAAS blocker.
• RAAS blocker meminimalisasi edema perifer dose-dependent yang disebabkan
karena calcium-channel blocker.
Sediaan FDC calcium-channel blocker dengan RAAS inhibitor, awalnya hanya kombinasi
ACE inhibitor dengan calcium-channel blocker. Dalam perkembangannya dibuat kombinasi
ARB plus amlodipine (Schmieder RE, 2010). Namun demikian, didapatkan hasil yang sama
pada penggunaan ACE inhibitor dibanding ARB. ACE inhibitor lebih bersifat
kardioprotektif, sedangkan ARB dapat mencegah stroke lebih baik (Sever PS, Messerli FH,
2011).

7
Jenis calcium-channel blocker, amlodipine adalah pilihan terbaik dari dihydropyridine
calcium-channel blocker, dengan sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda:
(Schmieder RE, 2010)
• Waktu-paruh yang panjang 35 jam, sehingga kontrol TD menjadi adekuat lebih dari
24 jam, jadi obat dapat diberikan sekali sehari.
• Penurunan insidens penyakit kardiovaskuler
• Memperbaiki struktur vaskuler, misalnya ketebalan intima-media arteri karotis.
Kombinasi ACE inhibitor dengan calcium-channel blocker menguntungkan bagi pasien
dengan penyakit komorbid, seperti hipertensi dengan diabetes. Kombinasi ARB dan
calcium-channel blocker lebih unggul dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien-pasien dengan hipertensi dan komorbid lainnya (Kalra S, Kalra B, 2010).

Renin-angiotensin-aldosterone system inhibitor dan diuretic


FDC yang paling banyak tersedia adalah ACE inhibitor atau ARB inhibitor dengan diuretic
thiazide dosis kecil, HCTZ ( Schmieder RE, 2010). Diuretic menurunkan volume
intravaskuler, dengan demikian mengaktivasi RAAS, sehingga menyebabkan vasokonstriksi
dengan retensi garam dan air. Hal ini diantagonis oleh RAAS inhibitor (Sever PS, Messerli
FH, 2011 dan Gradman AH, et al., 2010). Selain itu RAAS inhibitor juga mengkounter
hipokalemia dan intoleransi glukosa akibat diuretik (Sever PS, Messerli FH, 2011 dan
Gradman AH, et al., 2010). Kombinasi perindopril dengan indapamide dapat menurunkan
insidens stroke pada lanjur usia sebesar 30% (Sever PS, Messerli FH, 2011).

b. Acceptable combination
Beta blocker dan diuretic
Kombinasi beta blocker dengan diuretic menyebabkan efek samping yang serupa yang
dapat memperkuat terjadinya intoleransi glukosa, fatigue, disfungsi seksual dan diabetes
(Sever PS, Messerli FH, 2011). Literatur terdahulu menyatakan bahwa beta-blocker yang
diberikan pada pasien yang menggunakan diuretic hasilnya lebih inferior dibandingkan
dengan calcium-channel blocker atau potassium-sparing diuretic pada studi Anglo-

8
Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-Blood Pressure Lowering Arm (ASCOT-BPLA)
(Poulter NR, et al., 2009).

Calcium-channel blocker dan diuretic


Penggunaan amlodipine dengan thiazide menyebabkan risiko terjadinya diabetes dan
hiperkalemia. Namun penggunaan amlodipine, dibandingkan dengan valsartan,
menyebabkan penurunan morbiditas dan mortalitas yang sama, jadi kombinasi ini
dimasukkan golongan acceptable combination (Sever PS, Messerli FH, 2011 dan Gradman
AH, et al., 2010).
Dual calcium-channel blockade
Kombinasi dihydropyridine dan verapamil plus diltiazem dapat menurunkan TD, tanpa
meningkatkan efek samping. Kombinasi ini baik untuk pasien-pasien angio-oedema (yang
terjadi akibat RAAS inhibitor) dan gagal ginjal yang sudah lanjut dengan risiko terjadi
hiperkalemia (Sever PS, Messerli FH, 2011).

c. Unacceptable atau ineffective combination


Dual renin-angiotensin-aldosterone system blockade
Kombinasi ACE inhibitor dan ARB tidak memperlihatkan adanya tambahan efek penurunan
TD dibandingkan dengan penggunaan masing-masing sebagai monoterapi. Kombinasi ini
tidak memperbaiki kondisi kardiovaskuler, hanya sedikit penurunan TD saja, sekitar
2,4/1,4 mmHg, bila dibandingkan dengan penggunaan ACE inhibitor atau ARB. Kombinasi
ini juga menyebabkan efek samping lebih berat daripada monoterapi (Sever PS, Messerli
FH, 2011 dan Gradman AH, et al., 2010).
Renin-angiotensin-aldosterone system blocker dan beta blocker
Tidak terjadi tambahan penurunan TD setelah penggunaan kombinasi RAAS blocker dan
beta blocker pada terapi hipertensi. Jadi, kombinasi ini tidak dapat digunakan. Namun, ia
dapat menurunkan terjadinya reinfark dan bersifat kardioprotektif pada pasien-pasien
infark miokard atau dengan payah jantung (Sever PS, Messerli FH, 2011 dan Gradman AH,
et al., 2010).
Beta blocker dan antiadrenergic

9
Kombinasi beta-blocker dan antiadrenergik, seperti clonidine atau methyldopa, tidak
mempunyai keuntungan tambahan pada TD. Sebaliknya, ia dapat menyebabkan efek
rebound pada TD, apabila dihentikan secara mendadak. Kombinasi ini juga menyebabkan
bradikardia dan blok jantung (Sever PS, Messerli FH, 2011 dan Gradman AH, et al., 2010).

Kesimpulan
Tujuan utama penurunan TD adalah untuk menurunkan risiko jangka panjang morbiditas
dan mortalitas kardiovaskuler. Tujuan ini dapat tercapai bila terapi dapat memberikan efek
proteksi organ target dengan kontrol TD 24 jam. Penggunaan terapi FDC sebagai terapi lini-
pertama dapat membantu mencapai tujuan ini pada sebagian besar pasien hipertensi yang
memerlukan obat lebih dari satu. Pedoman JNC 8 memberikan rekomendasi manajemen
hipertensi. Tujuan terapi yang sama untuk semua populasi hipertensi. Yaitu < 140/90
mmHg, kecuali pada beberapa subpopulasi apabila ada tujuan yang lain. Misalnya, JNC 8
merekomendasikan target TD < 150/90 mmHg untuk populasi usia 60 tahun atau lebih.
Empat jenis obat yang direkomendasikan adalah ACE inhibitor atau ARB, calcium-channel
blocker atau diuretic. Penggunaan kombinasi antihipertensi ini menguntungkan. Namun,
jumlah kombinasi banyak, dan dibagi menjadi preferred combination, dan acceptable,
unacceptable atau ineffective combination. Antihipertensi preferred combination yang
direkomendasikan adalah ACE inhibitor yang dikombinasikan dengan diuretic, ARB plus
diuretic, ACE inhibitor dengan calcium-channel blocker dan ARB plus calcium-channel
blocker. Kombinasi ini lebih baik berdasarkan pada kombinasinya, efikasi, keamanan dan
tolerabilitas.

Referensi
1. A.K. Gupta, S. Arshad, N.R. Poulter. Compliance, safety, and effectiveness of fixed-dose
combinations of antihypertensive agents: a meta-analysis. Hypertension, 55 (2010), pp.
399–407
2. B. Waeber, L.M. Ruilope. Amlodipine and valsartan as components of a rational and
effective fixed-dose combination. Vasc Health Risk Manag, 5 (2009), pp. 165–174
3. Black HR. Triple fixed-dose combination therapy: back to the past. Hypertension.
2009;54: 19–22. http://dx.doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.109.132688
4. Düsing R. Optimizing blood pressure control through the use of fixed combinations.
Vasc Health Risk Manage. 2010;6:321–5. http://dx.doi.org/10.2147/VHRM

10
5. Gradman AH, Basile JN, Carter BL, Bakris GL. Combination therapy in hypertension. J
Am Soc Hypertens. 2010;4(1):42–50. http://dx.doi.org/10.1016/j.jash.2010.02.005
6. Gupta AK, Arshad S, Poulter NR. Compliance, safety and effectiveness of fixed-dose
combinations of antihypertensive agents; a meta-analysis. Hypertension. 2010;55:399–
407. http://dx.doi.org/ 10.1161/HYPERTENSIONAHA.109.139816
7. James AP, Oparil S, Carter BL, et al, and the National High Blood Pressure Education
Program Coordinating Committee. Eight report of the joint national committee on
prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure. JAMA; 2013.
8. Kalra S, Kalra B, Agrawal N. Combination therapy in hypertension: an update. Diabetol
Metab Syndrome. 2010;2:44. doi:10.1186/1758-5996-2-44
9. M.R. Weir, W.A. Hsueh, S.D. Nesbitt, et al. A titrate-to-goal study of switching patients
uncontrolled on antihypertensive monotherapy to fixed-dose combinations of
amlodipine and olmesartan medoxomil ± hydrochlorothiazide. J Clin Hypertens
(Greenwich), 13 (2011), pp. 404–412
10. Neutel JM. Prescribing patterns in hypertension: emerging role of fixed dose
combinations for attaining BP goals in hypertensive patients. Curr Med Res Opin.
2008;24(8):2389–401. http://dx.doi. org/10.1185/03007990802262457
11. Peltzer K, Phaswana-Mafuya N. Hypertension and associated factors in older adults in
South Africa. Cardiovasc J Afr. 2013;24(3):67–72.
12. Poulter NR, Dobson JE, Server PS, Dahlöf B, Wedel H, Campbell NR. Baseline heart rate,
antihypertensive treatment, and prevention of cardiovascular outcomes in ASCOT
(Anglo-Scandinavian cardiac outcomes trial). J Am Coll Cardiol. 2009;54:1154–61.
http://dx.doi. org/10.1016/j.jacc.2009.04.087
13. Schmieder RE. The role of fixed-dose combination therapy with drugs that target the
renin-angiotensin system in the hypertension paradigm. Clin Exp Hypertens.
2010;32:35–42. http://dx.doi.org/10.3109/10641960902960532
14. Sever PS, Messerli FH. Hypertension management 2011: optimal combination therapy.
Eur Heart J. 2011;32:2499–506. http://dx.doi.org/10.1093/eurheartj/ehr177
15. V. Stankus, B. Hemmelgarn, N. Campbell, et al. Reducing costs and improving
hypertension management. Can J Clin Pharmacol, 16 (1) (2009), pp. 151–155
16. Williams B. The year in hypertension. J Am Coll Cardiol. 2010;55(1): 65–73.
17. Yang W, Chang J, Kahler KH, Fellers T, Orloff J . Evaluation of compliance and health care
utilization in patients treated with single pill vs. free combination antihypertensives.
Curr Med Res Opin. 2010;26(9):2065–76.
http://dx.doi.org/10.1185/03007995.2010.494462
18. Zeng F, Patel BV, Andrews L, Frech-Tamas F, Rudolph AE. Adherence and persistence of
single-pill ARB/CCB combination therapy compared to multiple-pill ARB/CCB
regimens. Curr Med Res Opin. 2010;26(12): 2877–87.
http://dx.doi.org/10.1185/03007995.2010.534129



11

Anda mungkin juga menyukai