Anda di halaman 1dari 33

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA TERNAK SAPI DI

DESA LEKTAMA KECAMATAN NAMROLE


KABUPATEN BURU SELATAN

PROPOSAL

Disusun Oleh:
WAHYUDIN SOLISSA
NIM: 2015 – 32 – 125

UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
AMBON
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal penelitian ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan

Pembimbing II serta diketahui oleh Ketua Program Studi Pendidikan Geografi,

selanjutnya siap untuk diseminarkan.

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. M.A. Lasaiba, M.Sc F. Leuwol, S.Pd, M.Pd, M.Si


NIP. 197605162001121003 NIP. 1975042700121001

Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi

Prof. Dr. M. Salakory, M.Kes


NIP. 196112061988031002
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal penelitian ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan

Pembimbing II serta diketahui oleh Ketua Program Studi Pendidikan Geografi,

selanjutnya siap untuk diseminarkan.

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. M.A. Lasaiba, M.Sc F. Leuwol, S.Pd, M.Pd, M.Si


NIP. 197605162001121003 NIP. 1975042700121001

Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi

Drs. W. S. Pinoa, M.Si


NIP. 196509211992031002
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor peternakan, kedudukannya sangat penting dalam perekonomian di

Indonesia. Disamping sebagai sumber bahan makanan, bahan mentah bagi sektor

industri, juga merupakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk di

Indonesia. Tanpa mengabaikan sub sektor lainnya, sub sektor peternakan ini

mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut, karena

sektor peternakan ini lebih efisien dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang

tersedia dan tenaga kerja yang melimpah.

Salah satu kegiatan itu adalah kegiatan usaha ternak sapi yang secara umum

memiliki beberapa kelebihan seperti, sebagai sumber pendapatan atau sebagai

penghasil daging dan susu, kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk

organik dan kulitnya juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dipedesaan ternak

sapi cukup popouler sebagai salah satu usaha baik itu usaha sampingan maupun

usaha pokok para petani. Bahkan sapi dianggap sebagai tabungan keluarga, karena

dapat dijual setiap saat, khususnya ditengah kebutuhan ekonomi yang mendesak.

(A.T. Mosher, 1987)

Pembangunan sub-sektor peternakan mempunyai peran strategis dalam

memenuhi kebutuhan daging yang terus menerus meningkat seiring bertambahnya

jumlah penduduk Indonesia. Salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari

pembangunan peternakan adalah usaha peternakan rakyat yang ditujukan untuk

meningkatkan produksi hasil ternak sekaligus meningkatkan pendapatan peternak,

1
menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik

ternak.

Faktor jumlah sapi yang akan di pelihara harus sesuai dengan luas

kandangnya. Masih banyak faktor yang harus di perhatikan dalam mengelola

usaha ternak sapi (Bambang Agus 1990), yang di antaranya faktor jumlah tenaga

kerja dipeternakan harus di sesuaikan dengan sapi yang di pelihara, sehingga

dalam menilai keuntungan tenaga kerja, peternak harus berpegang pada hasil yang

akan di peroleh kelak.

Usaha ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil

produksi daging yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi di dalam kehidupan

masyarakat. Karena selain menghasilkan daging, seekor ternak sapi juga

menghasilkan susu beserta hasil ikutan lainnya.

Desa Lektama merupakan salah satu desa yang mempunyai populasi ternak

sapi yang cukup berkembang di Kabupaten Buru Selatan. Pada umumnya, para

peternak kecil masih menggunakan cara tradisional atau sederhana serta hewan

ternak dijadikan sebagai tabungan petani untuk dijual pada berbagai keperluan

serta belum sepenuhnya mengarah pada usaha untuk meningkatkan produktivitas

ternak sapi tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik bagi peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Usaha

Ternak Sapi Di Desa Lektama Kecamatan Namrole Kabupaten Buru Selatan”.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut bagaimana Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Usaha Ternak Sapi Di Desa Lektama Kecamatan Kabupaten Buru Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Usaha

Ternak Sapi di Desa Lektama Kecamatan Namrole Kabupaten Buru Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terbagi atas dua yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teori dari penelitian ini yaitu pengembangan dan penerapan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu Biogeografi dan Geografi Ekonomi serta sebagai

sumber informasi atau referensi bagi penelitian-penelitian yang relevan dengan

tema ini

2. Manfaat Praktis

Dapat menjadi masukan dan informasi bagi pemerintah daerah dalam

pengambilan kebijakan untuk sektor pertanian khusunya peternakan dalam

perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Buru

Selatan.

3
1.5 Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalapahaman dalam mengartikan istilah-istilah yang

digunakan dalam judul penelitian ini maka, penulis memberikan penjelasan

mengenai konsep yang terkandung dalam penelitian ini. Maka dari itu perlu

dijelaskan batasan judul penelitian ini, yaitu antara lain:

1. Faktor

Faktor adalah hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan

(mempengaruhi) terjadinya sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2019).

2. Usaha

Menurut (Hughes dan Kapoor) seperti yang dikutip dalam Sugiyono

(2003:20), usaha atau bisnis adalah suatu kegiatan individu untuk melakukan

sesuatu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang atau jasa guna

mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Ternak

Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber

pangan, sumber baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha

pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan. Kegiatan dibidang peternakan

(atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian dari

kegiatan pertanian secara umum (Mubyarto, 1994).

4. Sapi Potong

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga

kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di

dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili

4
Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika

(Syncherus), dan Anoa (Sugeng, 2003).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ternak Sapi

Menurut Sugeng (2003), Sapi berasal dari famili Bovidae, seperti halnya

bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan Anoa. Sapi

diperkirakan mulai dilakukan di domestikasi sekitar 400 tahun SM yaitu berasal

dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan Asia.

Yasin. S, (2013), menyatakan bahwa keberadaan ternak ruminansia

(Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam

pengembangan kawasan karena ternak ini selain berfungsi sebagai ternak

pedaging dan susu perah juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah

lahan pertanian serta sebagai sumber pupuk organik. Disamping itu

pemeliharaannya sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber

dari rerumputan.

Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini

berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha menguntungkan. Sapi potong telah

lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja

untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola

usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan

bibit dan penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman

pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong

6
berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif

untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana, 2009).

Menurut Saragih dalam Mersyah. R (2005), ada beberapa pertimbangan

perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu : 1) budi daya ternak

sapi potong relatif tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang

berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan

luwes, 3) produksi sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan

pendapatan yang tinggi, dan dapat membuka lapangan pekerjaan.

Usaha peternakan merupakan suatu proses pengembangan teknologi,

inovasi, spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat

dan mendorong perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Proses teknologi dan

inovasi tersebut mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dari sisi penawaran

agregat, sedangkan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume

dan komposisi konsumsi mempengaruhi struktur ekonomi dari sisi permintaan

agregat.

Hasanuddin (1993) dalam Saragih (1997) menyatakan bahwa usaha

peternakan rumah tangga merupakan usaha masyarakat dalam meningkatkan

kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui kegiatan produksi berskala kecil dan

dalam kegiatannya memanfaatkan semua sumber daya dan faktor-faktor produksi

yang tersendiri dengan modal kecil dan teknologi sederhana. Pemeliharaan ternak

yang dilakukan petani di pedesaan pada umumnya masih bersifat tradisional,

usaha memanfaatkan ternak dengan cara yang statis menurut tradisi turun

temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi. Kehadiran ternak dalam

7
kehidupan petani merupakan peluang dalam memanfaatkan hasil ikutan usaha

tani. Disamping itu tenaga kerja dan waktu dari anggota keluarga dapat

dimanfaatkan.

2.1.2 Usaha Ternak Sapi Potong

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun

ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa,

efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Santosa, 1995).

Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara

untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan

kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi

bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh

pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong. Sistem pemeliharaan sapi potong

dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif

dan intensif.

Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan

yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan

dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan

dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah pemeliharaan

sapi-sapi dengan cara dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak

(Susilorini, 2008).

8
a. Sistem Pemeliharaan Sapi Potong

Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi serta mempercepat

penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak

tersebut. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi perkembangbiakan

serta terjaminnya kesehatan ternak.

Berdasarkan Sensus Pertanian (1993), pemeliharaan ternak besar khususnya

sapi oleh peternak rakyat dikategorikan dalam 3 cara yaitu pemeliharaan intensif

dimana ternak dikandangkan, pemeliharaan semi-intensif dimana ternak

dikandangkan dan dilepas, serta pemeliharaan ekstensif dimana ternak dilepas

sama sekali. Cara pemeliharaan dikandangkan (intensif) dianggap lebih baik

karena selain tidak banyak menggunakan lahan, penggemukan ternak lebih

intensif karena jumlah dan komposisi pakan dapat dilakukan dengan baik,

kesehatan dan keamanan ternak lebih terjamin, bahaya penyakit karena virus dan

sejenisnya bisa diketahui sejak dini. Namun cara ini memerlukan biaya, waktu,

tenaga serta perhatian yang cukup, misalnya kebersihan kandang dan ternak harus

senantiasa dijaga .

Cara pemeliharaan dikandangkan dan dilepas (semi-intensif) dipandang

lebih efisien. Pada malam hari ternak dikandangkan dan siang hari ternak dilepas

sehingga pemberian pakan tidak terlalu rutin dilakukan di kandang, tetapi ternak

dibiarkan mencari rumput sendiri pada siang hingga sore hari dan pada malam

hari pemberian pakan berupa pakan hijauan diberikan di dalam kandang sebagai

pakan ternak pada malam hari. Sehingga dengan sistem ini para peternak dapat

melakukan pengontrolan dan pengawasan terhadap ternaknya.

9
Cara pemeliharaan berikutnya yaitu pemeliharaan ekstensif dimana ternak

dilepaskan dalam suatu areal tertentu tanpa harus disediakan pakan. Cara ini

membuat ternak tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari, pemberian pakan,

pengaturan perkembangbiakan, pengawasan terhadap kesehatan, dan pencegahan

penyakitnya yang kurang terkontrol, walaupun sesekali peternak mengontrol

ternaknya, tetapi pengontrolan seperti ini tidak akan berdampak baik pada ternak

tersebut dimana pengontrolan yang dilakukan oleh peternak yaitu umumnya

mengontrol dalam hal keberadaan sapi potong dan dalam hal pemberian pakan.

Ternak yang sering dilepas dapat berdampak pada kelestarian lingkungan

sumberdaya alam akibat tekanan penggembalaan yang berlebihan, tanah menjadi

tandus, rumput dan tanaman hijauan sulit tumbuh sehingga pakan tidak tersedia

sepanjang tahun. Akibatnya perkembangbiakan ternak menjadi lebih lambat.

b. Pembibitan

Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice)

diatur dalam Permentan No. 54/2006 yang merupakan acuan bagi pembibit sapi

potong dalam menghasilkan bibit sapi potong bermutu baik dan bagi dinas yang

menangani fungsi peternakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembinaan,

bimbingan, pengawasan, dalam pengembangan usaha pembibitan sapi potong

yang baik. Tujuan ditetapkannya Pedoman ini yaitu agar dalam pelaksanaan

kegiatan pembibitan sapi potong dapat diperoleh bibit sapi potong yang

memenuhi persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan.

Pembibitan sapi potong juga merupakan salah satu komponen utama dalam PSDS

2014.

10
Dalam program ini optimalisasi akseptor dan kelahiran inseminasi buatan

(IB) maupun kawin alami (KA) terutama ditujukan untuk meningkatkan efisiensi

reproduksi. Perbaikan mutu dan penyediaan bibit sapi potong dilakukan oleh

pembibitan pemerintah atau Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU),

pembibitan swasta, dan pembibitan ternak rakyat atau Village Breeding Centers

(VBC). Walaupun demikian, masih bisa dipertanyakan apakah perbaikan

penyediaan bibit sapi potong tersebut mampu mencapai sasaran dalam kurun

waktu kedepan

Pemilihan ternak sapi disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang

dilaksanakan. Ciri-ciri sapi tipe pedaging adalah : (a) tubuh dalam, besar,

berbentuk persegi empat atau balok; (b) kualitas dagingnya maksimum dan mudah

dipasarkan; (c) laju pertumbuhannya cepat; (d) cepat mencapai dewasa; (e)

efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995).

Hardjosubroto (1994) mengemukakan bahwa produktivitas dan reproduksi

ternakdipengaruhi oleh faktor genetik 30% dan lingkungan 70%. Beberapa sapi

potongyang saat ini banyak terdapat di Indonesia adalah: Sapi Bali, Sapi Madura,

Sapi Ongole, Sapi Limousin, Sapi Simmental, Sapi Brangus dan Sapi Brahman.

Sementara itu, mengingat kebutuhan bibit sapi potong masih sangat tinggi

karena permintaan daging sapi domestik yang belum bisa dipenuhi dari produksi

dalam negeri, maka peningkatan sistem pembibitan sapi lokal dinilai sangat

strategis. Impor daging sapi dan impor sapi bakalan selama ini masih ditempuh

untuk memenuhi permintaan daging yang terus meningkat. Impor daging sapi

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (i) produksi daging sapi meningkat tetapi

11
lebih rendah dari laju permintaan, (ii) produksi daging relatif tetap atau menurun

tetapi permintaan daging meningkat, dan (iii) pro-duksi daging menurun tajam

walaupun permintaan tetap (Diwyanto dan Saptati, 2010).

c. Pakan Sapi

Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak

(peliharaan) istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa, pakan merupakan sumber energi

dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup, Zat yang terpenting

dalam pakan adalah protein (Khairuman, Amri K. 2003). Pakan berkualitas adalah

pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya

seimbang Tiana OA, Murhananto (2004).

Pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya berupa

campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah ditingkatkan

kandungan gizinya, salah satunya yaitu yang berasal dari limbah perkebunan.

Kadang-kadang pada pakan ditambahkan pula hormon dan vitamin tertentu untuk

memacu pertumbuhan ternak dan membebaskannya dari stress (Azhari 2003).

Adapun berbagai macam pakan diantaranya:

1. Pakan Hijauh

Pakan hijauan adalah pakan yang berasal dari tanaman, mulai dari ujung

akar hingga pucuk daun. Hijauan merupakan jenis pakan yang penting dalam

usaha peternakan sapi potong sebab menjadi sumber selulosa dan hemiselulosa

(serat kasar) yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan pada rumen (lambung

hewan pemamah biak).

12
Hijauan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan. Ketiadaan selulosa dan

hemiselulosa bisa mengakibatkan pH rumen menjadi asam dan menimbulkan

kematian. Sebaliknya, kelebihan hijauan membuat sapi tidak cepat gemuk karena

laju kecernaan dari dua senyawa itu dapat dikategorikan lemah.

Jenis hijauan yang direkomendasikan sebagai pakan sapi potong berasal dari

bagian tumbuhan yang muda (sebelum berbunga), terutama daun dan batang

tanaman rumput dan kacang-kacangan. Tanaman muda yang belum berbunga

punya nilai gizi yang lebih baik, entah dari kandungan karbohidrat, protein,

maupun vitaminnya sebab semua kandungan gizinya belum dialokasikan untuk

perkembangan bunga.

Berdasarkan bentuknya hijauan dibagi menjadi hijauan segar dan hijauan

kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan segar atau

berupa silase. Sedangkan hijauan kering (hay) yaitu hijauan yang sengaja

dikeringkan atau jerami kering. Umumnya pada ternak sapi potong bahan pakan

hijauan diberikan dalam jumlah 10 persen dari bobot badan (Sugeng, 1998).

Hijauan yang umum diberikan pada ternak sapi potong diantaranya yaitu:

rumput gajah, rumput benggala, rumput setaria, rumput ilalang, jerami padi, dan

jerami kacang tanah. Jerami padi diberikan ke sapi potong bukan karena nilai

gizinya, melainkan sebab harganya yang murah dan ketersediaannya yang stabil

sepanjang tahun.

2. Pakan Penguat (konsentrat)

Pakan penguat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang

tinggi dengan PK 18 %. Pada ternak yang di gemukkan, semakin banyak

13
konsentrat akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15

% BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula

pakan harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994).

Pakan konsentrat inilah yang bisa mempercepat penggemukan sapi potong,

tetapi, peternak tak bisa memberikan pakan konsentrat sebanyak 100%. Harga

yang relatif tinggi dibandingkan hijauan dan kemungkinan kelainan metabolisme

pada tubuh ternak adalah dua hal yang dijadikan pertimbangan mengapa pakan

konsentrat harus dicampurkan dengan pakan hijauan.

Limbah pertanian merupakan sumber pakan konsentrat yang umum

digunakan untuk peternakan sapi potong. Harganya yang relatif murah serta nilai

gizi yang masih tinggi menjadi alasan mengapa limbah pertanian menjadi

primadona di kalangan peternak rakyat maupun perusahaan besar.

Pakan konsentrat yang umum digunakan untuk usaha sapi potong yaitu:

bekatul, dedak, ampas singgkong, ampas tahu, DDGS, bungkil kelapa, polard, dan

tepung ikan.

3. Pakan Tambahan

Pakan tambahan adalah pakan yang diberikan pada ternak dalam jumlah

yang sedikit. Sapi potong yang dipelihara secara intensif membutuhkan pakan

penguat untuk meingkatkan performanya. Pakan tambahan dapat berupa vitamin,

mineral, urea, dan mikroorganisme. Vitamin yang biasa diberikan pada sapi

potong adalah vitamin A dan vitamin D. Vitamin A berfungsi untuk fungsi

penglihatan dan antioksidan sementara vitamin D berguna dalam menjaga

kekokohan tulang.

14
Mineral Ca dan P umum diberikan pada sapi potong guna menjaga agar

tulangnya tetap kuat. Tulang yang kuat dibutuhkan sapi demi menjaga tubuhnya

yang berat agar tidak rubuh.

Urea adalah sumber protein yang baik untuk sapi potong. Urea dapat

tercerna seluruhnya dalam tubuh sapi potong. Sayangnya, urea bisa

membahayakan karena laju kecernaannya yang tinggi. Laju kecernaan yang tinggi

itu dapat membuat pH rumen menjadi basa. Maka dari itu pemberian urea dibatasi

maksimal 2% saja dari jumlah total pakan yang diberikan.

Mikroorganisme sering dicampurkan ke pakan untuk meningkatkan nilai

kecernaannya. Mikroorganisme yang ditambahkan tersebut akan bekerja sama

dengan mikroorganisme yang ada di rumen sapi untuk merombak nutrien-nutrien

yang ada pada pakan. Hasil rombakan itu akan dimanfaatkan oleh sapi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tiga jenis pakan yang disebutkan di atas biasanya diberikan dalam bentuk

ransum. Ransum merupakan campuran dari dua atau lebih bahan pakan yang

diberikan selama 24 jam. Jika diberikan secara terpisah, maka pertama kali sapi

potong akan diberikan ransum berupa konsentrat dan pakan tambahan. Baru

kemudian setelah beberapa lama diberikan pakan hijauan. Ransum dapat juga

diberikan dalam bentuk campuran dari pakan konsentrat, pakan hijauan, dan

pakan tambahan.

15
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong

diantaranya:

a. Lahan

Lahan memiliki beberapa pengertian yang diberikan baik itu oleh FAO

maupun pendapat para ahli. Menurut Purwowidodo (1983) lahan mempunyai

pengertian: “Suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi,

dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan

penggunaan lahan”.

Pemanfaatan lahan untuk membantu bagi kebutuhan hidup manusia perlu

pengolahan yang lebih lanjut. Oleh sebab itulah diperlukan suatu kebijakan atau

keputusan pada suatu penggunaan lahan. Penggunaan lahan (major kinds of land

use) sendiri dimaksudkan oleh Luthfi Rayes (2007:162) adalah “Penggolongan

penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi,

padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi”. Wilayah peternakan sapi potong

merupakan wilayah yang fungsi utamanya untuk tempat pemeliharaan ternak

beserta budidaya hijauan makanan ternaknya. Lahan yang sesuai secara fisik

lingkungan untuk budidaya sapi potong perlu dievaluasi ketersediaan lahannya

dengan mengacu kepada alokasi ruang.

Pengertian penggunaan lahan juga dikemukakan oleh Arsyad (1989:207),

“ Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan)

manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik

materil maupun spiritual ”. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam

16
dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan

bukan pertanian.

b. Jumlah Ternak

Pada usaha peternakan rakyat biasanya peternak berfungsi sebagai pembuat

keputusan yang berusaha mengambil keputusan yang efektif dan efisien dalam

menjalankan dan mengelola usaha ternaknya. Karakteristik sosial ekonomi

peternak (Jumlah ternak, umur, tingkat pendidikan, lamanya beternak, jumlah

tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja, luas kandang, jumlah investasi, total

penerimaan produksi dan total biaya produksi) dapat mempengaruhi peternak

dalam mengambil keputusan yang dapat memberikan keuntungan bagi usaha

ternaknya. Sehingga dari karakteristik sosial ekonomi tersebut nantinya akan

mempengaruhi pendapatan yang diperoleh per peternak sehingga perlu

diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong

(Siregar dalam Dameria, dkk 2013).

c. Tenaga Kerja

Sejalan dengan perkembangan usaha sapi potong dalam rangka

meningkatkan produksi dan pendapatan keluarga, tenaga kerja memegang peranan

penting. Karena, baik kaulitas dan kuantitas tenaga kerja yang digunakan dalam

kegiatan usaha peternakan sapi potong akan memberikan dampak terhadap

keberhasilan usaha. Soekartawi (2002), Menyatakan bahwa faktor produksi tenaga

kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam

proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya

tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja.

17
d. Modal

Pengertian modal usaha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam

Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai

pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda

(uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan

sesuatu yang menambah kekayaan”. Modal dalam pengertian ini dapat

diinterpretasikan sebagai sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan

kegiatan-kegiatan bisnis. Banyak kalangan yang memandang bahwa modal uang

bukanlah segala-galanya dalam sebuah bisnis.

Namun perlu dipahami bahwa uang dalam sebuah usaha sangat diperlukan.

Yang menjadi persoalan di sini bukanlah penting tidaknya modal, karena

keberadaannya memang sangat diperlukan, akan tetapi bagaimana mengelola

modal secara optimal sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan lancar

(Amirullah, 2005:7).

Menurut Mardiyatmo (2008) mengatakan bahwa modal sendiri adalah

modal yang diperleh dari pemilik usaha itu sendiri. Modal sendiri terdiri dari

tabungan, sumbangan, hibah, saudara, dan lain sebagainya. Modal asing atau

modal pinjaman adalah modal yang biasanya diperoleh dari pihak luar perusahaan

dan biasanya diperoleh dari pinjaman. Keuntungan modal pinjaman adalah

jumlahnya yang tidak terbatas, artinya tersedia dalam jumlah banyak. Di samping

itu, dengan menggunakan modal pinjaman biasanya timbul motivasi dari pihak

manajemen untuk mengerjakan usaha dengan sungguh-sungguh.

18
e. Pemasaran

Pengertian pasar yang sering disarankan oleh para ahli ekononomi adalah

sekumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas sejumlah produk

atau kelas produk tertentu. Pasar juga dapat diartikan sebagai tempat terjadinya

penawaran dan permintaan, transaksi, tawar menawar melalui kesepakatan harga,

cara pembayaran, cara pengiriman, tempat pengambilan atau penerimaan produk,

jenis dan jumlah produk, spesifikasi serta mutu produk. Menurut Said dan Intan

(2001) dalam Rahim dan Diah (2007 : 107) pasar pertanian merupakan tempat

dimana terjadi tansaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan produk

pertanian, terjadi penawaran nilai produk, terjadi pemindahan kepemilikan.

Menurut Rahardi (2003) bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan atau

aktivitas menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Peternak atau

pengusaha yang telah menghasilkan produk peternakan menginginkan produknya

diterima oleh konsumen. Namun, agar produk tersebut sampai dan diterima oleh

konsumen, peternak harus melalui beberapa kegiatan pemasaran. Peternak atau

pengusaha yang telah berproduksi, selanjutnya akan melakukan kegiatan

pemasaran produk. Kegiatan pemasaran itu luas bukan sekedar menjual barang,

melainkan segala aktifitas yang berhubungan dengan arus barang sejak dari

tangan produsen ke konsumen akhir. Termasuk tiap bidang pemasaran antara lain

saluran distribusi, kebijakan produk, periklanan, seni menjual, promosi penjualan,

penyimpanan dan pergudangan produk, transportasi, kuota, kebijaksanaan

pelayanan, daerah penjualan, pengawasan penjualan, dan organisasi penjualan.

19
Suhardi Sigid (1992) dalam Sunyoto (2012:25) Pemasaran komoditas

pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari

produsen (petani, peternak, dan nelayan) sampai ke konsumen atau pedagang

perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer). berdasarkan

pendekatan sistem pemasaran kegunaan pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran

Rahim dan Diah (2007 : 113).

2.1.4 Pendapatan Usaha Ternak Sapi

Usaha ternak sapi telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan

keluarga peternak. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan

keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan

mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial

dan faktor ekonomi.

Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu

kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen

itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil

apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana.

Sektor peternakan sebagai penunjang kebutuhan protein hewani yang

merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia perlu diusahakan secara

maksimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani peternak (Rahmah,

2015).

20
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian


Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulitatif, yaitu

metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa

sekarang yang aktual kemudian data yang telah dikumpulkan mula-mula disusun,

dijelaskan dan dianalisis (Surakhmad, 1998).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Lokasi dalam penelitian ini yaitu Desa Lektama Kecamatan Namrole

Kabupaten Buru Selatan.

2. Waktu Penelitian
Waktu yang diperlukan untuk kegiatan ini direncanakan selama 1 bulan.

Dari kegiatan pengumpulan data sampai pengolahan data dan di mulai setelah

proposal ini di seminarkan.

3.3 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah peternak sapi potong di Desa Lektama

Kecamatan Namrole Kabupaten Buru Selatan dengan jumlah 15 (orang) peternak

sapi potong.

b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak (simple random sampling)

yaitu sebanyak 15 (orang).

21
3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Usaha ternak sapi potong:
a. Sistem pemeliharaan sapi,

b. Pembibitan,

c. Pakan sapi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak sapi potong:


a. Lahan,

b. Jumlah ternak,

c. Tenaga kerja,

d. Modal,

e. Pemasaran.

3.5 Teknik pengumpulan data

Untuk teknik pengumpulan data penulis menggunakan cara yaitu:


1. Observasi
Penulis menggunakan pengamatan langsung di lapangan (lokasi
penelitian).
2. Wawancara
Penulis menggunakan wawancara dengan responden secara langsung
untuk mempertegas data kuisioner yang didapat di lapangan
3. Kuisioner
Kuisioner yang digunakan disini dengan maksud untuk mengambil
jawaban dari responden menyangkut masalah yang diteliti dalam
penelitian.

22
3.6 Teknik analisa data
Dari data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara deskriptif kualitatif
dan kuantitatif dan dianalisis menggunakan tabel-tabel frekuensi hingga ke tingkat
presentase.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Abd. Rahim dan Riah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian, Pengantar
Teori dan Kasus : Penebar Swadaya.

Amirullah, Hardjanto. 2005. Pengantar Bisnis, Edisi 1. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

A.T. Mosher, 1987. Menggerakkan Dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasaguna.

Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002. Pakan Ikan dan Perkembangannya.


Jakarta: Kanisius.

Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002. Pemeliharaan Kepiting. Jakarta: Kanisius.

Azhari. 2003. Jakarta city tour: tragedi, ironi, dan teror. Jakarta: AgroMedia.

Biro Pusat Statistik. 1993. Hasil Sensus Pertanian 1993. Jakarta.

Dameria Ruth, Siswanto Imam, dan Sudiyono Marzuki. 2013. Analisis Profitabilitas
pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Semarang. Ragam Jurnal
Pengembangan. Humaniora Vol. 13 No 1. Fakultas Peternakan Universitas
Dipenogoro, Semarang.

Danang, Sunyoto. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Buku Seru.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. Gramedia.


Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Online di akses pada tanggal 27 Juni 2019 pukul
20.30 WIT.

Khairuman, Amri K. 2003. Pembenihan & Pembesaran Gurami secara Intensif


(ed. Revisi). Jakarta: AgroMedia.

Listyawan Ardi Nugraha. (2011). Pengaruh Modal Usaha, Tingkat Pendidikan, dan
Sikap Kewirausahaan terhadap Pendapatan Usaha Pengusaha Industri.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Luthfi Rayes, (2007). Metode Invetarisasi Sumber Daya Lahan. Yagyakarta.

Mersyah, R. 2005. Desain sistem budi daya sapi potong berkelanjutan untuk
mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Murtidjo, Bambang Agus. 1990. Beternak Sapi Potong. Yogyakarta: Kanisius.

Mardiyatmo. 2008. Kewirausahaan. Surakarta:Yudhistira.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/Ot.140/10/2006, Tentang


Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice).

Purwowidodo. (1983). Teknologi Mulsa. Jakarta: Dewaruci Press.

Rahmah, U.I.L. 2015. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging pada
Pola Usaha yang Berbeda di Kecamatan Cingambul Kabupaten
Majalengka. Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan, 3(1):1-15.

Saragih, Bungaran (1997) Pembangunan Sektor Agribisnis Dalam Kerangka


Pembangunan Ekonomi Indonesia, BAPPENAS, Jakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.


Jakarta.

_______1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Soeharsono., R. A. Saptati dan K. Diwyanto. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Potong


Lokal dan Sapi Persilangan Hasil Inseminasi Buatan di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor 3-4 Agustus 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.

_______1995. Analisis Usaha tani.UI Press.Jakarta.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Edisi 1, Bandung: Alfabeta.


Sugeng, Y.B., 2003. Pembiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta.

_______1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis


dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian.

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta

Tiana OA, Murhananto. 2004. Membedah Rahasia Sukses Memelihara Koi.


Halaman: 48. Jakarta: Agro Media.

Yasin, S. 2013. Produksi Ternak Ruminansia, Bandung: Penerbit Pustaka Reka


Cipta.
Lampiran 1
KUISIONER

KATA PENGANTAR KUESIONER

Dengan hormat,

Perkenalkanlah dengan ini saya meminta kesediaan Bapak, Ibu, Saudara/i untuk kiranya

berpartisipasi dalam menjawab sekaligus mengisi seluruh pertanyaan yang ada dalam

kuesioner ini. Penelitian ini digunakan untuk menyusun skripsi jenjang S1 Program Studi

Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) Universitas Pattimura Ambon dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Lektama Kecamatan Namrole Kabupaten

Buru Selatan”. Untuk itu diharapkan para responden dapat memberikan jawaban yang sebenar-

benarnya demi membantu penelitian ini. Atas waktu dan kesediaannya saya ucapkan terima

kasih, semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Ambon, Juli 2019

Penulis
KUESIONER PENELITIAN

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Pendidikan Terakhir :
□ SLTP/Sederajat
□ SLTA/Sederajat
□ Diploma (D3)
□ Strata 1 (Sarjana)
□ Tidak Sekolah

Status Perkawinan :
□ Menikah
□ Belum Menikah

Alamat :

B. SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK SAPI


1. Bagaimanakah cara Bapak, Ibu, Saudara/i memelihara ternak sapi potong ?
a. Dikandangkan
b. Dikandangkan dan di lepas
c. Dilepas sama sekali

C. PEMBIBITAN TERNAK SAPI


1. Dari mana sajakah Bapak, Ibu, Saudara/i memperoleh bibit sapi ?
a. Usaha sendiri
b. Dari pemerintah
2. Dengan cara apakah Bapak, Ibu, saudara/i mengembangbiakan sapi ?
a. Dikawinkan secara alamiah
b. Disuntik (kawin suntik)
D. PAKAN SAPI
1. Bentuk pakan/asupan makanan hijauan apakah yang Bapak,Ibu, Saudara/i berikan kepada
ternak sapi ?
a. Bentuk hijauan segar
b. Bentuk hijauan kering
2. Bentuk pakan penguat (konsentrat) apakah yang Bapak, Ibu, Saudara/i berikan kepada
ternak sapi ?
a. Bekatul
b. Ampas singkong
c. Ampas tahu
d. Dried distillers grains with soluble (DDGS)
e. Bungkil kelapa
f. Polard (dadak gandum)
g. Tepung ikan
3. Pakan tambahan berupa Vitamin A dan D apakah Bapak, Ibu, Saudara/i berikan kepada
ternak sapi ?
a. Selalu berikan
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah

E. LAHAN PETERNAKAN
1. Apakah tersedia lahan di lokasi Bapak, Ibu, Saudara/i untuk berternak sapi ?
a. Tersedia
b. Tidak tersedia
2. Apakah Bapak, Ibu, Saudara/i menyediakan kandang untuk berternak sapi ?
a. Menyediakan kandang
b. Tidak menyediakan kandang

F. JUMLAH TERNAK
1. Pada saat ini berapa jumlah ternak sapi potong yang tersedia pada peternakan Bapak, Ibu,
Saudara/i (sebutkan) !
a. Sapi Jantan ?
b. Sapi Betina ?
G. TENAGA KERJA
1. Pada saat ini berapakah jumlah pekerja yang berada pada peternakan sapi Bapak, Ibu,
Saudara/i (sebutkan) !
a. Lelaki ?
b. Perempuan ?
2. Berdasarkan pengalaman kerja, berapa lama Bapak, Ibu, Saudara/i bekerja pada
peternakan sapi ?
a. 1 (tahun)
b. 5 (tahun)
c. 10 (tahun)
d. >10 (tahun
e. Lain-lain .................... (sebutkan) !
3. Apakah ada pelatihan khusus yang diberikan kepada pekerja untuk proses berternak sapi
potong ?
a. Ada
b. Tidak pernah

H. MODAL
1. Bersumber dari manakah modal awal Bapak, Ibu, Saudara/i dalam melakukan usaha ternak
sapi ?
a. Modal sendiri
b. Modal pinjaman

I. PEMASARAN
1. Bagaimana cara proses pemasaran sapi potong ?
a. Dijual dalam daerah
b. Dijual diluar daerah
2. Berapa harga per ekor sapi yang di jual ?
a. Sapi Jantan ................ (sebutkan)
b. Sapi Betina ................ (sebutkan)

J. PENDAPATAN
1. Berapakah jumlah pendapatan Bapak, Ibu, Saudara/i selama setahun dari hasil usaha
ternak sapi potong ?

Anda mungkin juga menyukai