Anda di halaman 1dari 47

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SEDIAAN FARMASI

SKENARIO 2

PEMBUKTIAN PRODUKSI TABLET SR NATRIUM DIKLOFENAK

KELOMPOK 2

Nama : Rizki Wahyuni

NIM : 151 2018 0163

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2018
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara pembuatan tablet SR dan
metode apa yang digunakan berdasarkan skenario

METODE PEMBUATAN TABLET


Menurut Buku Teknologi Sediaan Farmasi (Fatmawaty, 2012)
Proses pembuatan tablet terbagi atas :
a. Granulasi basah (wet granulation)
Metode ini menggunakan cairan untuk agregasi yang diikuti dengan proses
pengeringan. Pada metode ini digunakan untuk zat aktif yang tahan terhadap lembab
dan pasan, serta sifat alir tidak baik.
b. Granulasi kering (dry granulation)
Metode ini tidak menggunakan cairan untuk pembentukan agregat. Granulasi kering
digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif yang terlalu tinggi untuk dikempa
langsung. Zat aktif yang sensitive terhadap pemanasan dan kelembaban.
c. Granulasi pelelehan
Proses dimana serbuk membentuk aglomerat dengan penambahan pengikat yang akan
meleleh pada suhu rendah , metode ini memberikan beberapa keuntungan
dibandingkan dengan metode granulasi basah, dalam hal penambahan cairan dan
proses pengeringan.
d. Kempa langsung (direct compression)
Metode yang digunakan untuk zat aktif maupun untuk eksipien yang memiliki aliran
yang bagus, zat aktif yang kecil dosisnya dan zat aktif tertentu tidak tahan pemanasan
dan lembab.
Menurut Buku Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel, 2005)
Ada 3 macam metode pembuatan tablet yaitu :
a. Granulasi Basah
Metode yang digunakan untuk zat aktif yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas
yang kurang baik dan zat aktif tahan terhadap pemanasan dan lembab. Dalam
pembuatan tablet dengan metode ini bahan-bahan dicampur kemudian dilakukan
pengayakan adonan lembab menjadi pallet atau granul, kemudian dikeringkan
dilakukan pengayakn kering ditambahkan bahan pelimcir dan dicetak.
b. Granulasi Kering
Metode yang digunakan untuk zat berkhasiat yang dapat rusak apabila terkena air atau
tidak tahan pemansan. Pada metode ini, granul dibentuk oleh penambahan pengikat
kering ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang
jumlahnya besar dari campuran serbuk dan setelah dipecah menjadi pecahan-pecahan
granul yang lebih kecil ditambahkan bahan pelincin dan penghancur dicetak menjadi
tablet.
c. Cetak Langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir dan sifat
kohesinya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam tablet tanpa
memerlukan granulasi basah atau kering.

PROSEDUR PEMBUATAN TABLET

Menurut Vivi Haryati, 2016


Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Tablet yang akan
diproduksi dengan menggunakan metode granulasi basah, dibuat mucilage terlebih dahulu
sebagai pengikat. Bahan-baham yang termasuk fase dalam dicampur di mesin
pencampuran (mixer) dengan menambahkan mucilage , kemudian dikeringkan dioven
(untuk granulasi basah). Bahan yang sudah kering digranulasi,granul yang telah didapat
selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase luar sesuai dengan bobot
granul yang didapatkan. Granul dilakukan pemeriksan meliputi pemeriksaan kadar air dan
kadar zat aktif, jika hasul memenuhi pesyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan.
Untuk tablet salut, proses pembuatan dilanjutkan dengan penyalutan tablet menggunakan
mesin penyalut. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan, bobot rata-rata,
disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada waktu-waktu tertentu. Tablet yang
dihasilkan dikemas denga kemasan primer berupa kemasan strip, atau botol kemudian
dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan.
PEMBUATAN TABLET SR (Sustained Release)
Menurut Formulasi Tablet Lepas Lambat Tramadol Hcl Dengan Matriks Metolose
90sh®: Studi Evaluasi Sifat Fisik Dan Profil Disolusinya(Amaliah Indah , 2016)
Berbagai cara pembuatan dan mekanisme kerja sediaan lepas lambat antara lain:
a. Penyalutan
Penyalutan ini berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan.
Penyalutan serbuk bahan aktif dapat dilakukan dengan metode mikroenkapsulasi
(Simon, 2001). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses di mana bahan-bahan padat,
cairan bahkan gas pun dapat dijadikan kapsul (encapsulated) dengan ukuran partikel
mikroskopik, dengan membentuk salutan tipis wall (dinding) sekitar bahan yang akan
dijadikan kapsul.
b. Sistem matriks
Pencampuran dengan matriks adalah dengan mencampurkan bahan obat yang akan
dibuat sediaan lepas lambat, digabungkan dengan bahan lemak atau bahan selulosa,
kemudian diproses menjadi granul yang dapat dimasukkan dalam kapsul atau ditblet.
c. Pembentukan Kompleks
Bahan obat tertentu jika dikombinasi secara kimia dengan zat kimia tertentu lainnya
membentuk senyawa kompleks kimiawi, yang mungkin hanya larut secara perlahan-
lahan dalam cairan tubuh, hal ini tergantung pada pH sekitarnya.
d. Sistem Membran Terkontrol
Dalam sistem ini membran berfungsi sebagai pengontrol kecepatan pelepasan obat dari
bentuk sediaan. Berbeda dengan sistem matrik hidrofil, polimer membran tidak bersifat
mengembang.
Menurut Jurnal Sustained Release Drug Delivery System Potential Tahun 2012
Ada berbagai metode yang digunakan untuk sediaan sustained release :
a. Matriks hidrofilik
Polimer hidrofilik selulosa biasanya digunakan sebagai bahan pengisi berdasarkan
sistem matriks yang ditablet. Efektivitas dari system matriks hidrofilik ini didasarkan
pada proses hidrasi dari polimer selulosa; pembentukan gel pada permukaan polimer;
erosi tablet; dan pelepasan obat yang berkesinambungan.
b. Matriks plastik atau tidak larut
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, etil selulosa dan
kopolimer akrilat telah banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan tablet
lepas lambat. Tablet yang dibuat dari bahan ini dirancang untuk tetap utuh dan tidak
pecah dalam saluran cerna.
BERDASARKAN SKENARIO
Pembuatan tablet natrium diklofenak SR dibuat dengan system matriks dimana zat
tambahan yang digunakan sebagai matriks adalah Etil selulosa N-100. Etil selulosa dipilih
sebagai matrik dalam pembuatan sediaan lepas lambat karena dapat mengurangi resiko
terjadinya dose dumping serta kecepatan pelepasan obat dari matriks etil selulosa dapat
dikendalikan melalui proses difusi dan/atau proses erosi ( Warsiti A.D, 2008). Metode yang
digunakan dalam pembuatan tablet SR adalah metode granulasi basah. Digunakan metode
granulasi basah karena sifat alir zat aktif yang kurang baik serta membantu kerja dari
matriks etil selulosa (Agustin, 2015). Prosedur pembuatan tablet natrium diklofenat
dimulai dari penimbangan, kemudian dilakukan pencampuran awal bahan (natrium
diklofenat, etil selulosa, dan lactose) dicampur dengan pengikat untuk menjadi masa tablet
yang dapat dikapal kemudian diayak dengan mesh 10 kemudian dikeringkan dalam lemari
pengering hingga kadar air kurang dari 5%. Setelah menjadi granul ditambahkan fase luar
(mg stearate dan primogel) dan diayak dengan ayakan mesh 19 kemudian dilakukan
pengempaan tablet kemudian dilakukan pengujian dan pengemasan terhadap tablet yang
dihasilkan (Agustin, 2015)
Menurut Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2015
Tablet sustained release natrium diklofenak dibuat dengan metode granulasi
basah. Hal ini disebabkan karena cara granulasi basah akan membantu kerja matriks dalam
mempertahankan pelepasan zat aktif dari segi teknologi. Selain itu metode granulasi basah
dipilih karena mampu menghasilkan massa cetak dengan sifat – sifat fisik yang sesuai
untuk pencetakan. Metode kempa langsung dan granulasi kering tidak digunakan karena
ukuran campuran partikel serbuk yang halus membuat massa cetak tidak dapat mengalir
bebas ke dalam die.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menginterpretasikan data terkait skenario


Menurut FI III, 1979
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg-1500 mg 10% 20%
151 mg-300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

Berdasarkan evaluasi tablet yang dilakukan pada formula untuk produk andalan
menunjukan bahwa bobot tablet yang dihasilkan memenuhi persyaratan keseragaman boot
menurut Farmakope indonesia edisi III. Meskipun tidak diketahui bobor rata-rata dari
formula tetapi setelah disesuaikan dengan persyaratan keseragaman bobot yang ada di FI
III maka berapapun bobot rata-rata dari formula tersebut memenuhi persyaratan untuk
persen keseragaman bobot karena tidak menyimpang satupun dari kolom A ataupun B.
.
Menurut Formulasi Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak Menggunakan
Matriks Pati Beras Ketan Pragelatinasi dari Kampar, 2014
Syarat penetapan kadar zat aktif natrium diklofenak yaitu 90 – 110 %. Berdasarkan
evaluasi in vitro SR natrium diklofenak pada skenario menunjukkan pernyataan untuk
tablet inovator maupun tablet formula masuk dalam range persyaratan penetapan kadar zat
aktif dari tablet SR natrium diklofenak.
Menurut Jurnal Kefarmasian Indonesia, 2014
Keseragaman Kandungan Natrium Diklofenak :
Syarat uji keseragaman kadar zat aktif natrium diklofenak yaitu 90,0-110,0%.
Menurut Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, 2016
Keseragaman Kandungan Natrium Diklofenak
Syarat penetapan kadar zat aktif natrium diklofenak yaitu 90-110%.
Kesimpulan:
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat di-interpretasikan bahwa pengujian
evaluasi tablet berdasarkan skenario yaitu pada hasil Formula yang dikembangkan
diperoleh keseragaman bobot 0,96% (termasuk syarat 151-300 mg karena formula yang
dibuat dengan bobot 200 mg pada skenario) memenuhi syarat bahwa penyimpangan bobot
tidak lebih dari 7,5% dan diperoleh keseragaman zat aktif 100,33% (memenuhi syarat 90,0-
110,0%); dan pada hasil Formula Inovator diperoleh keseragaman bobot 2,48% (memenuhi
syarat uji tidak lebih dari 7,5%) dan diperoleh keseragaman zat aktif 99% (memenuhi
syarat 90,0-110,0%). Sehingga parameter ini membuktikan bahwa proses pencampuran
antara zat aktif dengan bahan tambahan menghasilkan campuran yang homogen.
Menurut Jurnal Farmasi Sains dan klinik, 2015.

Berdasarkan evaluasi in vitro tablet SR natrium diklofenak pada skenario menunjukan


bahwa:
1. Medium DA pH 5
- Penentuan kelarutan menggunakan medium DA pH 5 tidak memenuhi ketentuan
karena tidak dilakukan sebanyak 3 kali (triplo);
- Hasil persentase yang diperoleh pada Formula Copy setelah 120 menit (2 jam) 6,08
± 1,61% artinya 4,47% dan 7,69% (tidak memenuhi syarat zat terlarut Natrium
Diklofenak antara 25% dan 60%);
- Perbandingan Formula Copy dengan Formula Inovator setelah 120 menit (2 jam)
3,41 ± 0,24% artinya 3,17% dan 3,65% (memenuhi ketentuan perbandingan
<10%), dimana hanya boleh salah satu pH dari Formula Copy yang <10% dari
Formula Inovator dan pH yang lain harus sesuai dengan Formula Inovator.
2. Medium DA pH 7,5
- Penentuan kelarutan menggunakan medium DA pH 7,5 telah memenuhi ketentuan
karena dilakukan sebanyak 3 kali (triplo);
- Hasil persentase yang diperoleh pada Formula Copy setelah 240 menit (4 jam)
57,15 ± 7,80% artinya 49,35% dan 64,95% (memenuhi persyaratan zat terlarut
Natrium Diklofenak antara 35% dan 75%); 360 menit (6 jam) 71,15 ± 2,54%
artinya 68,61% dan 73,69%; dan 720 menit (12 jam) 89,51 ± 10,72% artinya
78,79% dan 100,23%;
- Perbandingan Formula Copy dengan Formula Inovator setelah 240 menit (4 jam)
40,82 ± 5,06% artinya 35,76% dan 45,88%; 360 menit (6 jam) 66,74 ± 6,03%
artinya 60,71% dan 72,77%; dan 720 menit (12 jam) 87,06 ± 3,49% artinya 83,57%
dan 90,55% (memenuhi ketentuan perbandingan <10% pada setiap pH), tetapi
karena hanya boleh salah satu pH dari Formula Copy yang <10% dari Formula
Inovator maka Formula Copy yang dibuat tidak terdisolusi dengan baik.

Dari hasil disolusi dapat dijelaskan bahwa penambahan matriks Etil selulosa
dalam formulasi tablet sustained release natrium diklofenak dapat memperlambat
pelepasan zat aktif dengan konsentrasi yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, maka
tindakan yang dilakukan adalah melakukan perubahan konsentrasi matriks Etil
Selulosa karena untuk formula tablet Sustained Release yang menggunakan matriks
Etil selulosa konsentrasi yang dianjurkan adalah 3-20%, sedangkan didalam skenario
konsentrasi yang diberikan hanya 0,1%.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tugas dari RnD
Menurut : Buku Farmasi Industri (Fatmawaty, 2012)
Tugas Dan Tanggung Jawab :
a. Merencanakan dan mengembangkan rpoduk baru ( Original, Licensed, copy drug/
me to product)
b. Mengembangkan produk baru yang sudah ada dengan perbaikan formula untuk
meningkatkan mutu produk, bentuk sediaan dan kemasan
c. Membuat rumusan metode analisa dan spesifikasi bahan baku serta produk ruahan
dan produk jadi
d. Melaksanakan pendaftaran produk (regitrasi obat)
e. Menyusun prosedur pengelolaan induk
Tugas RnD secara umum meliputi:
a. Pencarian obat baru dan pengembangan bentuk sediaan dari produk yang ada (produk
yang diperbaharui) dan penyempurnaan formula sediaan yang sudah ada.
b. Industri perlu meningkatkan RnD untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga
kelangsungan hidup perusahaan
c. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang selalu tumbuh, hal ini dapat dicapai
jika laba kotor selalu meningkat
RnD di Indonesia meliputi :
a. Mengembangkan New Delivery Sistem (NDS). NDS yang mungkinadalah teknologi
pelepasan lambat untuk obat tertentu
b. Riset pencarian senyawa kimia baru (new chemical entity) : masih sulit sekali,
kendala biaya dan tenaga ahli
c. Riset tentang sistem penghantaran obat ke dalam tubuh (Drug delivery System)
d. Perbaikan produk yang lama menghasilkan formula yang lebih manjur, aman, stabil
dapat diproduksi dalam skala besar dan konsisten, biaya yang murah
e. Meniru produk yang sudah beredar (me too)
f. Penelitian ketersediaan hayati (bioavailability) dan bioekivalensi
g. Penelitian herbal
h. Mencari dan mengisolasi zat aktif dari bahan alam
Tanggung Jawab dan Peran RnD dalam Perusahaan Farmasi:
a. Menunjang pengembangan produk untuk mengautkan posisi perusahaan dalam
pemasaran
b. Mengikuti perkembangan teknologi dan transfer teknologi
c. Bank data untuk pengetahuan teknis dan keilmuan
d. Memikirkan kemungkinan “Bussines” baru

Perbedaan Research & Development

Research :

a. Pencarian senyawa kimia baru


b. Sistem penyimpanan obat dalam tubuh (Drug Delivery System)

Development :

a. Pengembangan obat jadi yang lebih manjur (ketersediaan hayati maksimal) lebih
stabil
b. Dapat diproduksi dalam skala besar dengan standar yang lebih tinggi dan mantap
c. Harga terjangkau dan lain-lain

Menurut Silalahi, 2018


a. Research and information collection ; (melakukan penelitian dan pengumpulan
informasi) sebagai penelitian awal terkait dengan produk pendidikan yang akan
dikembangkan, termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan, penelitian dalam skala
kecil, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian
b. Planning (membuat perencanaan) ; termasuk dalam langkah ini menyusun rencana
penelitian yang meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan
permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau
langkah-langkah penelitian dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi
kelayakan secara terbatas
c. Develop Preliminary form of Product ; (mengembangkan bentuk awal produk): yaitu
mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan, termasuk
dalam langkah ini persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku
petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung
d. Preliminary Field Testing ; (melakukan uji lapangan awal): yaitu melakukan uji coba
lapangan awal dalam skala terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3 sekolah,
dengan jumlah 6-12 subyek, pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat
dilakukan dengan cara wawancara, observasi, atau angket
e. Main Product Revision (melakukan revisi produk utama): yaitu melakukan
perbaikan terhadap produk awal yang dihasilkan uji coba awal, perbaikan ini sangat
mungkin dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam
uji coba terbatas sampai diperoleh draft produk utama yang siap diuji coba lebih luas
f. Main Field Testing (melakukan uji lapangan untuk produk utama): biasanya disebut
uji coba utama yang melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai 15 sekolah,
dengan jumlah subyek 30 sampai dengan 100 orang, pengumpulan data dilakukan
sebelum dan sesudah penerapan uji coba, hasil yang diperoleh dari uji coba ini adalah
sebagai hasil evaluasi terhadap pencapaian hasil uji coba produk yang dibandingkan
terhadap pencapaian kelompok control, dengan demikian pada umumnya langkah ini
menggunakan rancangan penelitian eksperimen
g. Operational Product Revision (melakukan revisi produk operasional): yaitu
melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga
produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap
divalidasi
h. Operational Field Testing (melakukan uji lapangan terhadap produk): yaitu langkah
uji validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan, dilaksanakan pada 10
sampai dengan 30 sekolah, melibatkan 40 sampai dengan 200 subyek, pengujian ini
dilakukan melalui angket, wawancara, observasi dan analisis hasilnya, tujuan
langkah ini adalah untuk menentukan apakah desain model yang dikembangkan
sudah dapat dipakai di sekolah tanpa harus dilakukan pengarahan atau pendampingan
oleh peneliti/pengembang model
i. Final Product Revision (melakukan revisi produk final): yaitu melakukan perbaikan
akhir terhadap model yang dikembangkan agar menghasilkan produk akhir
j. Disemination and Implementation (diseminasi dan implementasi): yaitu langkah
menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan kepada khalayak/masyarakat
luas, langkah ini adalah mengkomunikasikan dan mensosialisasikan produk, baik
dalam bentuk seminar hasil penelitian, publikasi pada jurnal, maupun pemaparan
kepada skakeholders yang terkait dengan produk tersebut.
Menurut Nurina F, 2014
Peran R and D dalam industry farmasi yaitu :
a. Pengembangan produk baru dan produk NDDS (New Delivery Drug System)
b. Mengatasi masalah produksi
c. Menentukan spesifikasi bahan baku untuk manufacturing
Menurut Research and Development oleh Oleh Farida Nursyahidah Tahun 2017
a. Melakukan studi penilitian awal untuk mencari temuan-temuan penelitian terkait
produk yang akan dikembangkan
b. Mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian tersebut
c. Dilakukannya uji lapangan dalam seting atau situasi senyatanya di mana produk
tersebut nantinya digunakan
d. Melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam
tahap-tahap uji dilapangan.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan evaluasi granul dan Tablet


EVALUASI GRANUL
Menurut Teknologi Sediaan Farmasi, 2015
a. Uji Kandungan Lembab
Kandungan lembab ditentukan dengan cara ditimbang granul dan setelah dikeringkan.
Kandungan lembab dinyatakan sebagai “Moisture Content” (MC) yang dihitung
dengan rumus :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% MC 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

- Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan


Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Pengujian kelembaban dilakukan dengan menggunakan alat moisture analyzer. Granul
yang baik memiliki kelembaban 2- 5%.
b. Uji Susut Pengeringan
Susut saat pengeringan dinyatakan sebagai “loss on drying”, yaitu suatu pernyataan
kadar kelembaban berdasarkan berat basah, yang dihitung dengan rumus
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% LOD 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

c. Uji Sudut Istirahat


Granul zat aktif yang telah kering ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam
corong ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam corong yang lubang bawahnya
ditutup. Kemudian diratakan permukaannya. Pada bagian atas di beri corong. Tututp
bawah corong dibuka sehingga granul dapat mengalir ke atas meja yang telah dilapisi
kertas grafik. Diukur tinggi dan jari-jari dasar timbun granul yang terbentuk. Sudut
istirhat dihitung dengan rumus :
2ℎ
tan ∝ 𝑑

Dimana :

α : sudut istirahat
h : tinggi timbunan granul
d : diameter timbunan granul
- Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Sudut Istirahat merupakan sudut maksimum yang dibentuk permukaan serbuk dengan
permukaan horizontal pada waktu pengujian. Menurut British Pharmacopoeia Edisi IV,
suatu granul memiliki sudut istirahat yang sangat baik jika kurang dari 30o maka
mengalir bebas (free flowing) maka dapat dikatakan granul memiliki sifat alir yang
baik
d. Uji kecepatan alir (Uji waktu alir)
Pengujian dilakukan seperti pada pengujian sudut istirahat. Waktu alir ditentukan
menggunakan “stopwatch” dihitung pada saat granul mulai mengalir hingga granul
berhenti mengalir. Granul sebanyak 100 gram, dituang kedalam corong pengukur
bagian bawahnya ditutup. Penutup corong dibuka dibiarkan semua granul didalam
corong keluar semua catat waktu dari semua garnul yang diperlukan untuk keluar dari
corong. Kecepatan alir dihitung dengan rumus :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Kecepatan alir = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

- Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan


Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Tablet ideal yaitu lebih dari 10 g/detik, sehingga dapat disimpulkan ketiga formula
tersebut memiliki sifat alir yang kurang baik karena kecepatan alir yang dihasilkan
kurang dari 10 g/detik.
e. Penetapan Bobot Jenis Sejati
Pengujian Bj sejati dilakukan dengan cara ditimbang piknometer 50,0 ml yang kosong
(a). Kemudian piknometer diisi dengan parafin cair dan ditimbang kembali (b)

𝑏−𝑎
𝐵𝑗 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛
50

Granul zat aktif sebanyak 1 gram diisikan ke dalam pinometer kosong kemudian
ditimbang (c), lalu parafin cair ditambahkan ke dalamnya hingga penuh dan ditimbang
kembali (d)

(𝑐 − 𝑎)𝑥𝐵𝑗𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟
𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖
(𝑐 + 𝑏) − (𝑎 + 𝑑)

f. Uji Bj Nyata, Bj Mampat dan Porositas


Sebanyak 25 gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan dicatat
volumnya (Vo). Kemudian dilakukan pengetukan dengan alat dan dicatat volume
ketukan ke-10, ke-50, dan ke-500, lalu dilakukan perhitungan sebagai berikut :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝐵𝑗 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑉𝑜)

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝐵𝑗 𝑀𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡

𝐵𝑗 𝑀𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = [1 − 𝐵𝑗 𝑆𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖
] 𝑥 100 %
EVALUASI TABLET
a. Uji Kekerasan
Menurut Formulation and Evalution of Diclofenac Sodium Sustained Release
Tablets Using Melt Granulation Technique, 2012
5 tablet dari setiap batch dipilih dan kekerasan diukur menggunakan alat hardnes tester
untuk menemukan rata-rata kekerasan tablet.
Menurut Optimasi Formulasi Tablet Sustaines Release Nifedipin Kombinasi
Natrium Alginat dan HPMC k15M Sebagai Matriks Mukoadhesif secara
Simpleks Latice Design
Tablet diletakkan dengan posisi tegak lurus pada alat hardness tester pengaturan skala
kekerasannya dinilai dengan posisi nol. Tekan pengukit hingga retak atau sampai tablet
hancur kemudian catat skala kekerasannya (Kg)
Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Kekerasan tablet ideal pada rentang 4-10 kg.
b. Uji kerapuhan
Menurut Formulation and Evalution of Diclofenac Sodium Sustained Release
Tablets Using Melt Granulation Technique, 2012
20 tablet dipilih secara acak dan ditimbang. Di timbang pertablet menggunakan alat
pengujian friability untuk 100 putaran. Tablet untuk gabungan abrasi dan goncangan
dalam ruang plastik berputar pada 25 rpm dan membuat tablet pada ketinggaian 6 cm
setiap putaran. Tablet dikeluarkan dan dibebaskan dari debu kemudian ditimbang
kembali. Rumus berikut digunakan untuk menghitung uji kerapuhan :
% F = 1- (kehilangan berat badan / berat awal) 100
Menurut Formulasi Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak Menggunakan
Matriks Pati Beras Ketan Pragelatinasi dari Kampar, 2014
Uji kerapuhan (friabilitas) berhubungan dengan kehilangan bobot akibat
pecah/retaknya permukaan tablet. Persen kehilangan yang disyaratkan adalah <0,8%.
c. Variasi Berat (keseragaman bobot)
Menurut Formulation and Evalution of Diclofenac Sodium Sustained Release
Tablets Using Melt Granulation Technique, 2012
Variasi berat dihitung sesuai metode descried di USP. 20 tablet ditimbang secara
individual dan berat rata-rata dihitung. Persyaratan terpenuhi jika bobot tidak lebih dari
2 tablet berbeda lebih dari persentase yang tercantum.

d. Uji keseragaman Ukuran


Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Dilakukan 10 tablet dan diukur tiap tablet diameter dan tebal tablet menggunakan
jangka sorong. Persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia III menyatakan
bahwa diameter tablet tidak lebih dari 3 dan kurang dari 1 1/3 tebal tablet.
e. Uji waktu hancur
Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Dilakukan 6 tablet dan tiap tablet dimasukan pada masing-masing tabung dari
keranjang alat desintegration tester, digunakan air dengan suhu 37°±2° C sebagai
media. Pada akhir pengujian diamati semua tablet, dipastikan semua tablet hancur
sempurna dan dicatat waktu hancur tablet. Tablet yang tidak bersalut waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan 6 tablet ≤15 menit
f. Uji Keseragaman Kandungan
Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Digerus 20 tablet aminofilin, ditimbang setara dengan 300 mg dan diambil aminoffilin
murni ditimbang 300 mg. Dilarutkan dengan NaOH sampai larut kemudian
ditambahkan aquades sampai 100 ml labu ukur. Dilakukan pengenceran 10 kali dalam
labu ukur 10 ml (Lakukan 3 kali replikasi). Baca absorbansi dengan spektrofotometer
UV
g. Ketebalan Tablet
Menurut Formulation and Evalution of Diclofenac Sodium Sustained Release
Tablets Using Melt Granulation Technique, 2012
Variasi ketebalan tablet dapat menyebabkan masalah dalam menghitung dan kemasan
selain berat variasi di luar batas diperbolehkan. ketebalan tablet harus dikontrol dalam
± 5% dari nilai standar. Ketebalan tablet diukur dengan Vernier caliper.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kelebihan dan kekurangan tablet


SR
Menurut : Jurnal Oral Sustained Release Tablets : An Overview with a Special
Emphasis on Matrix Tablet, 2017
 Keuntungan :
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah
b. Menurunkan jumlah total dosis
c. Mengurangi frekuesni pemberian
d. Meningkatkan kepatuhan pasien
e. Meningkatan keamanan obat
f. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan
g. Mengurangi efek samping yang merugikan
 Kerugian
b. Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif yang
tinggi relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).
c. Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat,
karena kandungan bahan aktif yang relatif tinggi.
d. Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi yang
relatif lebih tinggi.
e. Membutuhkan informasi tambahan untuk pasien
f. Potensial berkurang untuk penyesuaian dosis yang akurat.

Menurut : Jurnal Sustained Release Matrix System.,2018


 Keuntungan
a. Meningkatkan kepatuhan pasien
b. Mengurangi fluktuasi level plasma obat
c. Mengurangi dosis total
d. Peningkatan defisiensi dalam pengobatan
e. Mengurangi biaya perawatan
 Kerugian
a. Dumping dosis dapat terjadi dengan formulasi yang salah
b. Lebih mahal dari pada bentuk sediaan konvensional
c. Mengurangi potensi penyesuaian dosis
d. Peningkatan potensi metabolisme first-pass
e. Kemungkinan pengurangan ketersediaan sistemik
f. Korelasi in vivo dan in-vitro yang buruk

Menurut : Teknologi Farmasi Sediaan Tablet (Fatmawaty,2012)


 Keuntungan :
a. Memastikan keamanan dan memperbaiki daya kerja (efikasi) zat aktif serta
meningkatkan kepatuhan pasien.
b. Memperbesar jarak waktu pendosisan yang diperlukan atau dipersyaratkan.
c. Mengurangi fluktuasi konsentrasi zat aktif dalam darah disekitar rata-rata.
d. Mengurangi iritasi saluran cerna dan efek samping lain berkaitan dosis.
e. Menghasilkan efek yang lebih seragam. Respon farmakologis yang lebih seragam
merupakan salah satu tujuan utama sediaan lepas lambat.
f. Menghindari pemberiaan obat pada malam hari karena jarak waktu pemberian lebih
lama sehingga jam tidur pasien tidak terganggu.
g. Menghasilkan manfaat ekonomi bagi pasien.
h. Memberikan konsentrasi terapi zat aktif dalam darah yang terus-menerus dan
menghasilkan respons klinis yang diperpanjang dan konstan dalam pasien.
i. Memperbaiki efisiensi pengobatan, yakni optimasi terapi.
j. Memperbaiki ketersediaan hayati beberapa zat aktif.
k. Meningkatkan ketersediaan zat-zat aktif yang mempunyai ”jendela spesifik” untuk
absorpsi.
l. Memperbaiki efisiensi pengobatan dengan mengambil bentuk khusus dari efek
terapi khusus yang tidak mungkin diperoleh dengan bentuk sediaan konvensional.
m. Mendatangkan keuntungan ekonomi .
n. Mengurangi jumlah zat aktif yang digunakan.
 Kerugiaan
a. Faktor fisiologis yang berubah-ubah (misalnya pH saluran cerna,aktivitas enzim,
kecepatan transit lambung dan usus, adanya makanan dan kegawatan penyakit
pasien ) sering mempengaruhi ketersediaan hayati zat aktif bentuk sediaan
konvensional.
b. Kecepatan transit sediaan lepas lambat peroral disepanjang saluran cerna
membatasi periode maksimum respons terapi yang dapat dipertahankan setelah
pemberiaan “dosis tunggal” sampai kira-kira 12 jam ditambahn jangka waktu zat
absorpsi untuk menggunakan lerja yang terjadi setelah pemberiaan suatu dosis
tunggal.
c. Sediaan lepas lambat yang cenderung tetap utuh dapat tersangkut pada suatu tempat
disepanjang saluran cerna.
d. Sediaan lepas lambat dosis tunggal biasanya mengandung jumlah total zat aktif
lebih besar daripada kandungan zat aktif sediaan yang biasa diberikan dalam bentuk
konvensional dosis tunggal.
e. Tidak semua jenis zat aktif dapat dijadikan calon yang sesuai untuk pembuatan
formula lepas lambat per oral.
f. Harga perunit sediaan lepas lambat pada umumnya lebih mahal daripada bentuk
sediaan konvensional yang mengandung zat aktif yang sama.
g. Bentuk sediaan lepas lambat mengandung dosis yang ekuivalen dengan dua kali
atau lebih dosis yang terkandung di dalam sediaan yang diberikan dalam bentuk
sediaan konvensional.
h. Kekuatan yang dikurangi untuk penyesuaian dosis merupakan kekurangan utama
beberapa sediaan lepas lambat.
i. Metabolism hapatik merupakan proses yang bersifat dapat jenuh.
j. Penurunan absorpsi zat aktif zat aktif merupakan bahaya yang melekat pada semua
bentuk sediaan lepas lambat.
k. Jika pasien mengalami reaksi obat merugikan atau terjadi keracunan secara tidak
sengaja, pembersihan zat aktif system ini lebih sulit daripada sediaan lepas segera.

Menurut Amaliah Indah. tentang Formulasi Tablet Lepas Lambat Tramadol Hcl
Dengan Matriks Metolose 90sh®: Studi Evaluasi Sifat Fisik Dan Profil
Disolusinya.Tahun 2008.
Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional
adalah sebagai berikut.
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian.
c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
d. Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
Kerugian bentuk sediaan lepas lambat adalah :
a. Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga kandungan bahan
aktif yang relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).
b. Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat,
karena kandungan bahan aktif yang relatif tinggi.
c. Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi yang
relatif lebih tinggi.
Menurut Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Tahun 2015
Keunggulan bentuk sediaan SR menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa
perlu mengurangi pemberian unit dosis tunggal.
Menurut Jurnal Internasional Farmasi dan Analisis Obat. Tahun 2017
Keuntungan Tablet Sustained Release
1. Mengurangi Efek samping
2. Kepatuhan Paien Lebih baik
3. Rilis seragam obat dari waktu kewaktu
4. Mengurangi frekuensi Intake
Kekurangan Tablet Sustained Release
1. Peningkatan biaya
2. Keracunan karena dosis dumping

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa kegunaan dari zat aktif dan
eksipien
Menurut Ilmu Meracik Obat (Moh Anief, 2006)
Zat Aktif
Zat aktif adalah tiap bahan atau campuran yang digunakan dalam pembuatan sediaan
farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat akan menjadi zat aktif obat tersebut
bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan khasiat farmakologi atau memberi efek
langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan
penyakit atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh.

Menurut Teknologi Sediaan Farmasi (Fatmawaty, 2012)


Bahan tambahan terdiri dari :
a. Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan
untuk membuat bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan.
Contoh : laktosa, avicel, kalsium fosfat dibasic, kalsium sulfat dihidrat.
Syarat-syarat bahan pengisi :
- Harus non toksik
- Secara fisiologi harus inert/netral
- Stabil secara fisik dan kimia, baik dengan bahan aktif atau komponen bahan
tambahan tablet yang lain.
- Tidak mengganggu warna
- Tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat
b. Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat memegang peranan yang sangat penting dalam pembuatan granul
fungsinya untuk membentuk atau menaikan kekompakkan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung.
Contoh : Gam, pengikat yang berupa polimer sintetik (metilselulosa dan etilselulosa).
Bahan pengikat akan menentukan :
- Keseragaman ukuran granul
- Kekerasan tablet
- Waktu hancur
- Disolusi
- kompresibiltas
c. Bahan penghancur (disentegrant)
Merupakan bahan atau campuran bahan yang dapat menyebabkan tablet hancur ketika
tablet kontak dengan cairan saluran pencernaan dapat berfungsi menarik air kedalam
tablet, mengembang sehingga menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian
Contoh : kanji, kombinasi asam.
d. Bahan pelincir (lubrikan)
Merupakan bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk
- Mencegah tablet melekat pada punch
- Mengurangi gesekan yang terjadi antara permukaan tablet dan dinding selama
proses pengempaan dan penarikan tablet
- Memperbaiki kecepatan alir (flow rate) granul
Contoh : Talk berkonsentrasi sampai dengan 5%, logam.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan lubrikan :
- Ukuran partikel lubrikan (umumnya 80-100 mesh)
- Lama waktu pencampuran, yang dapat menaikan waktu hancur dan menurunkan
kadar disolusi obat.
e. Pewarna (coloring)
Pewarna digunakan untuk tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk
larutan di dalam mulut.
Fungsi bahan pewarna :
- Sebagai bahan estetika
- Membedakan produk yang satu dengan produk yang lain selama masa produksi.
- Untuk identifikasi obat-obat tertentu
BERDASARKAN SKENARIO
a. Natrium diklofenak (PIO Binfar.depkes.go.id): Zat aktif (indikasi yaitu sebagai
antiinflamasi non steorid, analgesik dan antipiretik)
b. Etil selullulosa N-100 (Menurut Handbook Pharmaceutical Exicipient): Berfungsi
sebagai matriks/coating agent.
c. Primogel/Sodium Starch Glycolate (Menurut Handbook Pharmaceutical
Exicipient): Berfungsi sebagai disintegrant/penghancur. Konsetrasi yang digunakan
sebagai disintegrant yaitu antara 2% dan 8%.
d. Talk (Menurut Handbook Pharmaceutical Exicipient): Berfungsi sebagai glidant.
Konsetrasi yang digunakan sebagai glidant sediaan tablet yaitu 1,0%-10,00%.
e. Magnesium stearat (Menurut Handbook Pharmaceutical Exicipient): Berfungsi
sebagai lubrikan pada sediaan tablet/kapsul. Konsentrasi magnesium sterarat dalam
sediaan tablet/kapsul antara 0,25%-5,0%.
f. Emcompress (Calcium Phosphate, Dibasic Dihydrate) + laktosa (Menurut
Handbook Pharmaceutical Exicipient): Berfungsi sebagai diluet/pengisi.

Menurut Teknologi Sediaan Solid Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun


2018 :
a. Natrium Diklofenak
Zat Aktif
Zat aktif adalah tiap bahan atau campuran yang digunakan dalam pembuatan sediaan
farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat akan menjadi zat aktif obat
tersebut bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan khasiat farmakologi atau
memberi efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan
atau pencegahan penyakit atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh
(CPOB,2012). Natrium Diklofenak memiliki indikasi sebagai mengobati rasa sakit dan
peradangan pada penyakit rematik termasuk (juvenile idiopathic arthritis) dan lainnya
gangguan musculoskeletal, gout akut, pasca operasi sakit (PIO Binfar,2014).
b. Etil Sellulosa N-100
Pengikat / Binders
Binders atau bahan pengisi dapat ditambahkan dalam bentuk kering dan bentuk larutan
(lebih pengikat berfungsi memberi daya adhesi pada massa serbuk pada granulasi dan
kempa langsung serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan efektif).
Bahan pengikat secara umum dapat dibedakan menjadi: pengikat dari alam, polimer
sintetik/semisintetik dan gula.
c. Primogel
Penghancur /Disintegrans
Bioavailabilitas suatu tablet tergantung pada absorpsi obatnya. Absorpsi obat
tergantung pada kelarutan obat dalam cairan gastrointestinal dan permeabilitas obat
melintasi membran. Kecepatan kelarutan suatu obat dalam tablet tergantung pada sifat
fisika-kimia obat, dan juga kecepatan disintegrasi dan disolusi dari tablet. Untuk
mempercepat disintegrasi tablet, maka ditambahkan disintegran/bahan penghancur.
Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya
menjadi partikel partikel penyusun sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi
tablet. Bahan penghancur dapat ditambahkan langsung (pada kempa langsung) atau
dapat ditambahkan secara intragranular, ekstragranular serta kombinasi intra-ekstra
pada granulasi. Aksi bahan penghancur dalam menghancurkan tablet, ada beberapa
mekanisme, yaitu: aksi kapiler,swelling/pengembangan, heat of wetting, particle
repulsive forces, deformation, release of gases,enzymatic action.
d. Talk
Glidants
Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan fluiditas massa
yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah yang
seragam. Amilum adalah glidan yang paling populer karena disamping dapat berfunsi
sebagai glidan juga sebagai disintegran dengan konsentrasi sampai 10%. Talk lebih
baik sebagai glidan dibandingkan amilum, tetapi dapat menurunkan disintegrasi dan
disolusi tablet. Konsntrasi Talk yang biasa digunakan sebagai glidant yaitu 1-5%.
e. Mg Stearat
Lubricants
Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara permukaan
dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi. Lubrikan
ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum proses pengempaan.
Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam air yaitu larut dalam
air dan tidak larut dalam air. Pertimbangan pemilihan lubrikan tergantung pada cara
pemakaian, tipe tablet, sifat disintegrasi dan disolusi yang dinginkan, sifat fisika-kimia
serbuk/granul dan biaya. Konsntrasi Mg stearat yang biasa digunakan sebagai lubrikan
yaitu 0,25-1%.
f. Emcompress + Laktosa (1:1)
Bahan pengisi /Fillers / Diluent
Bahan pengisi dibutuhkan untuk membuat bulk (menambah bobot sehingga memiliki
bobot yang sesuai untuk dikempa), memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir bahan
aktif yang sulit dikempa serta untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa
langsung. Bahan pengisi dapat dibagi berdasarkan katagori: material organik
(karbohidrat dan modifikasi karbohidrat), material anorganik (kalsium fosfat dan
lainnya), serta coprocessed diluents. Jumlah bahan pengisi yang dibutuhkan bervariasi,
berkisar 5-80% dari bobot tablet (tergantung jumlah zat aktif dan bobot tablet yang
diinginkan). Bila bahan aktif berdosis kecil, sifat tablet (campuran massa yang akan
ditablet) secara keseluruhan ditentukan oleh sifat bahan pengisi.
Menurut Formulasi Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak Menggunakan Pati
Pisang Kepok (Musa balbisiana L) Sebagai Matriks, 2016
Natrium diklofenak merupakan suatu anti radang non steroid (Non steroid
antiinflamatorydrugs, NSAID) yang merupakan suatu turunan asam fenil asetat. Natrium
diklofenak digunakan pada pengobatan osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Obat-obat
ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya antara
30-70 %. Absorpsi Natrium diklofenak melalui saluran cerna berlangsung cepat dan
lengkap, waktu paruh singkat yakni 1-3 jam

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bentuk-bentuk tablet


Menurut : Farmakope Indonesia Edisi V tahun 2014
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Jenis-jenis tablet yaitu :
a. Tablet Cetak
Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam
lubang cetakan.
b. Tablet Triturat
Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silinrdris digunakan
untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
c. Tablet hipodemik
Merupakan tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah melarut atau melarut
sempurna dalam air, dulu umunya digunakan untuk membuat sediaan injeksi
hipodemik.
d. Tablet Bukal
Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi.
e. Tablet Sublingual
Digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap
secara langsung melalui mukosa mulut
f. Tablet Efervesen
Dibuat dengan cara dikempa, selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam
sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan
menghasilkan karbon dioksida.
g. Tablet Kunyah
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan resdu dengan rasa yang enak
dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
h. Tablet Lepas-Lambat
Dibuat sedemikian sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan.
i. Tablet Hisap (Lozenges)
Sediaan padat mengandung satu atau lebih bahan obat, umunya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang dapat membuta tablet melarut atau hancur perlahan dalam
mulut.

Menurut : Buku Teknologi Sediaan Farmasi (Fatmawaty, 2012)


 Penggolongan tablet berdasarkan metode pembuatannya
a. Tablet Kempa
Dibuat dengan cara pengempaan dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk/granul menggunakan pons/cetakan baja
b. Tablet Cetak
Dibuat dengan cara menekan massar serbuk lembab dengan tekanan rendah dalam
lubang cetakan.
 Berdasarkan Penggunaan Tablet
a. Tablet Konvensional/Tablet Kempa Standar
Tablet yang dibuat atau dikempa dengan siklus kompresi tunggal yang biasanya
terdiri atas zat aktif sendiri atau kombinasi dengan bahan eksipien.
b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda
Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu siklus kompesi tunggal
sehingga tablet akhir tersebut terdiri atas dua atau lebih lapisan
c. Tablet Lepas Terkendali atau tablet Lepas Lambat
Tablet yang pelepasan zat aktifnya dikendalikan atau dimodifikasi sehingga tablet
tersebut melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian
disusul dengan dosis pemeliharaan sehingga jumlah zat aktif atau konsentrasi zat
aktif dalam darah cukup unutk beberapa waktu tertentu.
d. Tablet Lepas Tunda (Tablet Salut Enterik)
Tablet yang pelepasan zat aktifnya ditunda pada daerah tertentu.
e. Tablet Salut Gula
Adalah tablet yang disalut dengan beberapa jenis lapisan gula berwarna maupun
tidak. Tujuannya untuk melindungi zat aktif terhadap lingkungan udara, menutupi
rasa dan bau yang tiak enak, menaikkan penampilan tablet.
f. Tablet Salut Film
Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, berwarna atau tidak dari bahan
polimer yang larut dalam air yang hancur cepat didalam saluran cerna.
g. Tablet Effervercent
Tablet kempa yang jika kontak dengan air menjadi berbuih karena mengeluarkan
CO2. Tablet ini harus dilarutkan dalam air baru diminum.
h. Tablet Kunyah
Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah
dimulut sebelum ditelan. Tujuan tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu
bentuk pengobatan yangd apat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau
orang tua yang mungkin sukar menelan tablet.
 Berdasarkan Penggunaan Dalam Rongga Mulut
a. Tablet Buka
Tablet kempa biasa berbentuk oval yang ditempatkan diatara gusi dan pipi.
Biasanya keras dan digunakan untuk zat aktif hormom.
b. Tablet Sublingual
Tablet kempa berbentuk pipih yang diletakkan dibawah lidah
c. Troches atau Lozenges (tablet hisap)
Digunakan memberikan efek local pada mulut dan tenggorokan.
d. Dental Cones (Kerucut Gigi)
Suatu tablet yang bentuk kecil, dirancang untuk ditempatkan didalam akar gigi
yang kosong setelah pencabutan gigi
 Tablet Non Oral
a. Tablet Dispensing
Tablet kempa yang biasa digunakan apoteker untuk meracik bentuk sediaan solid
dan cairan
b. Tablet triturat
Fungsinya sama dengan tablet dispensing, sangat toksik dan keras
c. Tablet Hipodemik
Tablet kempa yang mudah larut sempurna dalam air. Tablet ini dimasukkan
dibawah kulit secara septik dan se seteril mungkin
d. Tablet Implantasi
Tablet yang didesain dan dibuat secara aseptic untuk implantasi subkutan pada
hewan atau manusia
e. Tablet Vaginal
Tablet sisipan yang didesain untuk terdisolusi dan pelepasan zat aktif dalam rongga
vagina. Pemberiannya melalui vagina
f. Tablet Rektal
Tablet yang didesain untuk dimasukan melalui rektal/dubur. Biasanya pengobatan
ini memiliki 2 tujuan : absorbs sistemik dan untuk meringankan atau mengobati
gejala penyakit local.

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis validasi


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik
Validasi terbagi atas 4 yaitu :
 Validasi Proses
Validasi ini berlaku untuk pembuatan sediaan obat yang mencakup validasi proses baru
dan validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi ulang. Validasi proses terbagi
atas :
a. Validasi prospektif
Validasi prospektif dilakukan sebelum produk dipasarkan. Validasi ini hendaklah
mencakup :
- Uraian singkat suatu proses
- Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus diinvestigasi
- Daftar peralatan
- Spesifikasi prosuk jadi untuk diluluskan
- Pola pengambilan sampel
b. Validasi konkurent
Validasi ini merupakan validasi yang rutin dilakukan dalam proses produksi.
Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak menyelesaikan program validasi
sebelum prosuk rutin dilaksanakan.
c. Validasi retrospektif
Validasi ini dilakukan hanya untuk produk yang sudah mapan, akan tetapi tidak
berlaku jika terjadi perubahan formula dari produk tersebut.
 Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan.
Validasi ini hanya dilakukan untuk alat yang bersentuhan langsung dengan produk.
Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan dengan hasil
yang memenuhi syarat.
 Validasi Metode Analisa
Tujuan dari validasi metode analisa adalah untuk menunjukan bahwa metode analisis
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Jenis-jenis metode analisa yang harus divalidasi
a. Uji identifikasi
Uji identifikasi bertujuan untuk memastikan identitas analit dalam sampel. Uji ini
biasanya dilakukan dengan membandingkan karakteristik sampel (misalnya
spektrum, profil kromatogram, reaksi kimia, dan lain-lain) terhadap baku
pembanding)
b. Uji kuantitatif kandungan impuritas
c. Uji batas impuritas
Pengujian impuritas dapat dilakukan melalui uji kuantitatif atau uji batas impuritas
dalam sampel. Masing-masing pengujian tersebut bertujuan merefleksikan secara
tepat karakteristik kemurnian sampel. Karakteristik validasi yang lain diperlukan
untuk uji kuantitatif dibanding untuk uji batas impuritas.
d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen
tertentu dalam obat
Prosedur penetapan kadar bertujuan untuk menentukan kadar analit dalam sampel.
Dalam hal inipenetapan kadar menunjukkan pengukuran komponen utama yang
terkandung dalam bahan aktif obat. Untuk obat, karakteristik validasi yang serupa
juga berlaku untuk penetapan kadar zat aktif atau
Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. akurasi;
b. presisi;
c. ripitabilitas;
d. intermediate precision;
e. spesivisitas;
f. batas deteksi;
g. batas kuantitasi;
h. linearitas; dan
i. rentang.
 Validasi Ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan serta metode analisis
hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada
perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa
fasilitas, sistem, peralatan, proses dan metode analisis memenuhi persyaratan yang
ditetapkan akan kebutuhan revalidasi.
Menurut farmasi industri, hal 98
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai dengan tiap bahan,
proses , prosedur, kegiatan, system, perlnegkapan dan mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan dan pengawasan yang senantias mencapai hasil yang diinginkan.
Jenis-jenis validasi industri :
a. Validasi (kualifikasi) mesin, peralatan produksi, sarana penunjang
- Design Qualifacation DQ
- Installation Qualifikation IQ
- Operational qualification
- Performance qualification
b. Validasi metode analisa
c. Validasi proses produksi
- Prospektif validation
- Concurrent validation
- Retrospective validation
d. Validasi proses
e. Validasi proses pembersihan
Menurut : Manajemen Farmasi Industri (Priyambodo, 2007)
a. Validasi metode analisa
Bertujuan untuk membuktikan bahwa semua metode analisa yang digunakan dalam
pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara
konsisen secra terus menerus. Yang di uji atau divalidasi adalah protap(prosedir tetap),
mislanya valdasi penetapan kadar zat aktif paracetamol dalam tablet biogesic dengan
metode spektrofotometri UV/Vis.
Cakupan (ruang lingkup)
- Validasi metode analsisa dilakukan untuk semua metode analisa yang digunakan
untuk pengawasankegiata produksi
- Dilakukan dengan alat yang sudah dikalibrasi dan diuji kesusaian sistemnya
- Menggunakan bahan baku oembanding ynag sudah dibakukan dan disimpan dtempat
yang sesuai
b. Validasi produktif
Bertujuan untuk:
- Memberikan dokumentasi secara tertulis bahan prosedur produksi yang berlaku dan
digunakan dalam proses produksi rutin
- Mengidetifikasi dang mengurangi masalah yang terjadi selama proses produksi dan
memperkecil kemungkinan terjadinya proses ualang
- Menigkatkan efektifitas dan efesiensi proses produksi
Validasi proses poduksi (terutama untuk produk baru) hanya bisa dilaksanakan, jika
hal-hal berikut telat dilaksanakan
a. Kualifikasi mesin dan pealatan produksi
b. Kualifikasi sarana penunjang (AHU, Water system, dan lain-lain)
c. Validasi metode analisa
Sebelum melakukan pelakasaan validasi harus disusun protocol validasidan telah
mendapatkan persetujuan dari QA manager untuk dilaksanakan. Selama pelaksaan
validasi proses produksi tidak diperbolehkan untuk melakukan perubahan terhadap
protocol yang telah disetujui oleh QA manager.
1) Prospecktif validasi (initial validation)
 Merupakan validasi proses produksi yang dilakukan untuk produk-produk
baru (belum pernah diproduksi atau dipasarkan sebelumnya).
 Dilakukan setelah proses scale up dan optimalisasi prosedur oleh bagian
R&D dilakukan dan bukan pada skla trial(laboratorium) dan setelah
dilakukan finalisasi prosedur produksi (bacth processing record) oleh
bagian R&D
2) Concurrent validasi
 Valdiasi yang dilakukan pada proses produksi yang sudah/tengah berjqlan
dan diproduksi, yang mana olehkarena stud an lain hal proses produksi
produk tersebut belum dilakukan prospektif validation
 Terdapat perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu
dan spesikasi produk
3) Retrospektif validasi
 Validasi yang iakukan terhadap produk-produk yang sudah lama diproduksi
namun belum divalidasi
 Validasi dialkuakn dengan cara penelurusan data produksi yang sedang
berj;an dengan menggunakan data dari bact record
 Data yang digunakan untuk validasi proses produksi 10-30 bacth.
c. Validasi proses pengemasan
Proses pengemasan merupakan tahap akhir dar rangkaian proses produksi
suatu sedian farmasi (obat) sebelum didistriubusikan proses pengemasan
merupakan salah sau proses kritis dalam proses produksi, hal ini disebabkan:
 Sebagian besar kesalahan ada dibagianproses pengemasan hal ini dilator
belakangi karena adanya anggapan bahwa pengemasan bukan proses yang
penting, sehingga pengawasan sering dibaiakan
 Kesalahan dibagian pengemasan sangat sulit dideteksi
 Resiko kesalahan dbagian pengemasan berakibat fatal bagi konsumen (resiko
kesalhan produk, label, dosis dan lain-lain)

d. Validasi pembersihan
Bertujuan :
- Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang
berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang
- Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat berpengarh yang negative
Karena efek pembersihan
- Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan komponen mengikuti
prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan
Ditujukan dengan bahan-bahan dengan kriteria sebagai berikut:
- Bahan-bahan yangsulit di bersihkan
- Produk-produk ysng tingkat kelarutan yang jelek
- Produk-produk yang mengandungn bahan yang sangat toksik, karsinogenik,
mutagenic, tertogenik, dan sebgainya
- Untuk bahan yang sama, dipilih yang memiliki dosis yang lebih tinggi
Kriteria alat/mesin yang divalidasi
- Mesin baru
- Untuk mesin yang sama merek hanya salah satu yang divalidasi
- Jika dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara
berkelanjutan, masing-masing mesin harus tetap divalidasi secara terpisah
- Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi mesin yangpermanen, validasi bisa
dilaksanakan bersama-sama

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang faktor-faktor yang harus


diperhatikan dalam pembuatan tablet SR
Menurut : Jurnal Sustained Release Dosage Forms (Walenkiwar, 2014)
Farktor-Farktor Dalam Pembuatan Tablet Sustained Release :
Faktor Farmakokinetik Dan Farmakodinamik
a. Waktu Paruh Biologis
Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan jika akan merancang sediaan lepas lambat. Obat dengan waktu
paruh panjang (>12 jam) dan dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (<1 jam)
tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat.
b. Absorbsi
Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang
bervariasi merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat. Untuk
sediaan lepas lambat oral, batas bawah tetapan kecepatan reaksi adalah 0,25/ jam
dengan anggapan waktu transit dalam GI 10-12 jam).
c. Distribusi
Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi
kecepatan eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas
lambat.
d. Metabolisme
Sistem lepas lambat yang dimetabolisme selama kecepatan metabolisme merupakan
golongan yang tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat.

Menurut : Jurnal Sustained Release Drug Delivery System (Khalane, dkk, 2012)

Faktor Sifat Fisikokimia

a. Ukuran dosis
Jika dosis oral > 0,5 g, maka obat tersebut bukan merupakan kandidat yang baik untuk
dibuat sediaan lepas lambatkarena ukuran produk akan sangat besar
b. Kelarutan Dalam Air
Obat yang sangat mudah larut dalam air sangat tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat,
sedangkan obat obat yang sukar larut dalam air akan sulit dimasukkan dalam sistem
lepas lambat. Batas bawah kelarutan obat adalah 0,1 mg/ml
c. Koefisien Partisi
Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik (koefisien partisinya sangat ekstrim) akan
memerikan fluks kedalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (yang selanjutnya
terjadi penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat yang sangat tidak
sesuai untuk tablet lepas lambat
d. Stabilitas obat
Obat yang tidak stabil dalam gastrointestinal akan menyulitkan jika dibuat dalam
bentuk lepas lambat karena obat tersebut harus berada pada gastrointestinal pada waktu
yang cukup lama.

10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan uji kimiawi dan farmasetik,
mikrobiologi dari sediaan tablet
 PENGUJIAN FARMASETIK
Menurut Buku Farmasi Industri oleh Aisyah Fatmawaty Tahun 2017
Parameter in prossess control secara farmasetik terdiri atas :
a. Uji Kandungan Lembab
Kandungan lembab ditentukan dengan cara ditimbang granul dan setelah
dikeringkan. Kandungan lembab dinyatakan sebagai “Moisture Content” (MC)
yang dihitung dengan rumus :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% MC 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan


Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Pengujian kelembaban dilakukan dengan menggunakan alat moistur analyzer.
Granul yang baik memiliki kelembaban 2- 5%.
b. Uji Susut Pengeringan
Susut saat pengeringan dinyatakan sebagai “loss on drying”, yaitu suatu pernyataan
kadar kelembaban berdasarkan berat basah, yang dihitung dengan rumus
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% LOD 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

c. Uji Sudut Istirahat


Granul zat aktif yang telah kering ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam
corong ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam corong yang lubang
bawahnya ditutup. Kemudian diratakan permukaannya. Pada bagian atas di beri
corong. Tututp bawah corong dibuka sehingga granul dapat mengalir ke atas meja
yang telah dilapisi kertas grafik. Diukur tinggi dan jari-jari dasar timbun granul
yang terbentuk. Sudut istirhat dihitung dengan rumus:
2ℎ
tan ∝
𝑑
Dimana :
α : sudut istirahat
h : tinggi timbunan granul
d : diameter timbunan granul
d. Uji kecepatan alir (Uji waktu alir)
Pengujian dilakukan seperti pada pengujian sudut istirahat. Waktu alir ditentukan
menggunakan “stopwatch” dihitung pada saat granul mulai mengalir hingga granul
berhenti mengalir. Granul sebanyak 100 gram, dituang kedalam corong pengukur
bagian bawahnya ditutup. Penutup corong dibuka dibiarkan semua granul didalam
corong keluar semua catat waktu dari semua garnul yang diperlukan untuk keluar
dari corong. Kecepatan alir dihitung dengan rumus :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Kecepatan alir 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟

Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan


Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Tablet ideal yaitu lebih dari 10 g/detik, sehingga dapat disimpulkan ketiga formula
tersebut memiliki sifat alir yang kurang baik karena kecepatan alir yang dihasilkan
kurang dari 10 g/detik.
e. Penetapan Bobot Jenis Sejati
Pengujian Bj sejati dilakukan dengan cara ditimbang piknometer 50,0 ml yang
kosong (a). Kemudian piknometer diisi dengan parafin cair dan ditimbang kembali
(b)
𝑏−𝑎
𝐵𝑗 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛
50
Granul zat aktif sebanyak 1 gram diisikan ke dalam pinometer kosong kemudian
ditimbang (c), lalu parafin cair ditambahkan ke dalamnya hingga penuh dan
ditimbang kembali (d)
(𝑐 − 𝑎)𝑥𝐵𝑗𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟
𝐵𝑗 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖
(𝑐 + 𝑏) − (𝑎 + 𝑑)
f. Uji Bj Nyata, Bj Mampat dan Porositas
Sebanyak 25 gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan dicatat
volumnya (Vo). Kemudian dilakukan pengetukan dengan alat dan dicatat volume
ketukan ke-10, ke-50, dan ke-500, lalu dilakukan perhitungan sebagai berikut :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝐵𝑗 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑉𝑜)
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
𝐵𝑗 𝑀𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
𝐵𝑗 𝑀𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = [1 − ] 𝑥 100 %
𝐵𝑗 𝑆𝑒𝑗𝑎𝑡𝑖
 PENGUJIAN KIMIAWI
Menurut Kautsar Angga P, 2013
Parameter in prossess control kimia untuk sediaan tablet adalah penetapan kadar dari suatu
tablet yang diproduksi. Penetapan kadar obat merupakan salah satu kontrol kualitas dalam
menjamin keamanan suatu obat.
Menurut Farmakope Inodensia Edisi 5, 2014
Penetapan kadar Natrium Diclofenat dilakukan penetapan dengan cara kromatografi cair
kinerja tinggi seperti tertera pada kromatografi

Dapar fosfat pH 2,5 Campur sejumlah volume sama asam fosfat 0,01 M dan natrium
fosfat monobasa 0,01 M. Atur pH hingga 2,5 ± 0,2 dengan penambahan salah satu
komponen yang sesuai.
Fase gerak Buat campuran metanol P-Dapar fosfat pH 2,5 (70:30), saring dan
awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut Kesesuaian sistem seperti
tertera pada Kromatografi [Catatan Menaikkan jumlah dapar akan meningkatkan
resolusi].
Pengencer Campuran metanol P-air (70:30).
Larutan baku Buat larutan Diklofenak Natrium BPFI dalam Pengencer dengan kadar
lebih kurang 0,75 mg per ml. Larutan resolusi Buat larutan dalam Pengencer yang
mengandung 20 mg dietil ftalat P, 7,5 mg Senyawa Sejenis A Diklofenak BPFI dan
0,75 mg Diklofenak Natrium BPFI per ml.
Larutan uji Masukkan 20 tablet ke dalam labu tentukur dengan kapasitas yang bila diisi
sampai tanda dapat diperoleh larutan dengan kadar diklofenak natrium 0,75 mg per ml.
Tambahkan Pengencer sampai lebih kurang 70% kapasitas labu, kocok secara mekanik
tidak kurang dari 30 menit untuk menghancurkan tablet. Dinginkan hingga suhu ruang,
encerkan dengan Pengencer sampai tanda. Saring melalui penyaring dengan porositas
0,5 m. Gunakan filtrat sebagai Larutan uji.
Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi <931>. Kromatograf
cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan kolom 4,6 mm x 25 cm berisi
bahan pengisi L7 ”end-capped”. Laju alir lebih kurang 1,0 ml per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan resolusi, ukur respons puncak seperti tertera pada
Prosedur: waktu retensi relatif dietil ftalat, senyawa sejenis A diklofenak dan
diklofenak natrium masing-masing lebih kurang 0,5, 0,6 dan 1,0; resolusi, R, antara
puncak dietil ftalat dan senyawa sejenis A diklofenak tidak kurang dari 2,2 dan antara
puncak senyawa sejenis A diklofenak dan diklofenak natrium tidak kurang dari 6,5.
Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam kromatogram dan ukur respons
puncak seperti tertera pada Prosedur: simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang
tidak lebih dari 2,0%.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10 l)
Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak utama. Hitung jumlah dalam mg, diklofenak natrium,
C14H10Cl2NNaO2, dalam tablet yang digunakan dengan rumus:

C adalah kadar Diklofenak Natrium BPFI dalam mg per ml Larutan baku; V adalah
volume dalam ml, labu yang digunakan; rU dan rS berturut-turut adalah respons puncak
Larutan uji dan Larutan baku.

 PENGUJIAN MIKROBIOLOGI
Menurut : Buku Ajar Mikrobiologi (Radji, 2010)
Analisis kuantitatif mikroorganisme pada suatu sediaan farmasi makanan-
minuman dan kosmetik penting dilakukan untuk mengetahui mutu sediaan dan bahan
farmasi, makanan, minuman, dan kosmetika
Dalam analisis kuantitatif tersebut ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menghitung atau mengukur jumlah mikroorganisme didalam suatu bahan atau sediaan
farmasi, makanan, munaman, dan kosmetika dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Angka lempeng total (ALT)

Pengujian angka lempeng total adalah pengujian yang dilakukan untuk

menghitung angka bakteri aerob mesofil yang terdapat dalam suatu sampel.

Cara penentuan :
Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dihomogenkan dalam larutan pepton

pengencer (pepton dilution fluid, PDF) sehingga didapat pengenceran 10-1. Dari

hasil pengenceran tersebut, dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung pertama yang

berisi 9 mL larutan pengencer PDF sehingga diperoleh pengenceran 10-2.

Campuran dikocok homogen. Pengenceran dilakukan demikian seterusnya

sehingga diperoleh pengenceran bertingkat 10-3, 10-4, dan 10-5 dan setertusnya.

Larutan lethee broth digunakan untuk obat, obat tradisional, dan kosmetika yang

mengandung pengawet yang biasa terdapat dalam sediaan

b. Metode filtrasi

Metode ini dapat dilakukan apabila kandungan bakteri diperkirakan rendah.

Produk yang biasanya mengandung jumlah bakteri yang rendah antara lain obat

oral, minuman ringan, air minum dalam kemasan atau produk lain yang diproses

dengan baik. Prinsip penentuan angka bakteri dengan cara filtrasi adalah

pertumbuhan bakteri aerob mesofil pada penyaringan membrane setelah

diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 – 48 jam dalam perbenihan yang sesuai

(Radji, 2010).

Cara penentuan :

Sebanyak 100 mL sampel atau sejumlah yang diperlukan disaring dengan

peralatan penyaring vakum menggunakan filter bakteri yang berdiameter 0,45

nm, kemudian dibilas dengan air suling steril yang bervolume yang sama dengan

volume sampel yang disaring. Peralatan penyaring dibuka. Selanjutnya, filter

bakteri dibuka secara aseptis dengan pinset dan diletakkan diatas permukaan

media perbenihan PCA dalam cawan petri. Pengeringan diupayakan sedemikan


rupa agar tidak ada gelembung udara antara filter bakteri dan media PCA. Cawan

diinkubasi dalam posisi terbalik pada suhu 37°C selama 24 – 48 jam. Jumlah

koloni yang tumbuh pada membran dihitung. Jumlah tersebut menyatakan jumlah

bakteri dalam 100 mL sampel

c. Angka kapang kamir (AKK)


Perhitungan angka kapang-khamir bertujuan untuk menentukan jumlah koloni

kapang dan khamir yang terdapat didalam suatu sampel. Pada prinsipnya,

pengujian ini menggunakan metode yang hampir sama dengan penentuan ALT,

hanya berbeda pada media perbenihan yang digunakan. Pada penentuan AKK,

digunakan media sabouraud dextrose agara (SDA) atau potato dextrose agar

(PDA) (Radji, 2010).

Cara penentuan :

Pada pemeriksaan AKK, volume sampel yang dipipet kedalam media SDA/PDA

pada setiap pengenceran adalah 0,5 mL. Media pembenihan SDA/PDA dituang

terlebih dahulu, kemudian sebanyak 0,5 mL sampel dipipetkan diatas permukaan

media, lalu digoyang perlahan sambil diputar sampai merata. Pemeriksaan

dilakukan duplo dan disertakan blangko media SDA/PDA.

d. Pemeriksaan Bakteri Patogen

Keberadaan bakteri patogen dalam sediaan farmasi, makanan, minuman, dan alat

kesehatan harus dihindari agar penggunaan produk terlindungi dari efek yang

merugikan yang disebabkan oleh produk yang dikonsumsi. Pemeriksaan bakteri

patogen bertujuan untuk apakah suatu produk mengandung bakteri patogen yang

tidak diperbolehkan terdapat dalam suatu sediaan farmasi, makanan, minuman,

serta alat kesehatan (Radji, 2010).


Beberapa mikroorganisme patogen yang harus diidentifikasi dalam suatu produk

adalah sebagai berikut (Radji, 2010):

- Escherichia coli

- Staphylococcus aureus

- Salmonella typhi

- Vibrio cholera

- Vibrio parahaemolyticus

- Clostridium perfringens

- Bacillus cereus

- Pseudomonas aureginosa

- Candida albicans

11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengujian evaluasi invitro terkait
skenario
 Uji Disolusi
Menurut Teknologi Sediaan Farmasi, 2015
Bertujuan untuk :
Mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media cair yang
diketahui volumenya pada suatu waktu dan suhu tetap tertentu, menggunakan alat
tertentu yang didesai untuk menguji parameter disolusi
Parameter Uji Kecepatan Disolusi :
 Agitasi : Hubungan antara insentitas agitasi dan kecepatan disolusi berubah
tergantung tipe agitasi yang digunakan dengan laminar atau turburensi dalam
system.
 Temperatur : Temperatur harus dijaga dalam batas range 0,5 – secara umum 37oC.
 pH Media Solusi : Pemilihan media solusi yang tepat tergantung dari kelarutan
obat khusus untuk in vivo utamanya pH, viskositas, tegangan permukaan dan
kondisi larut. Larutan asam dapat menghancurkan tablet lebih cepat daripada air
sehingga menghasilkan kecepatan disolusi dengan meningkatkan area permukaan.
Tetapi, uap asam bersifat korosi terhadap alat-alat disolusi sehingga aquades jauh
lebih baik, untuk mengganti baffer asam Hcl digunakan asam dengan natrium
asam fosfat pH rendah.
 Tergantung Permukaan dari Media Sosial
Tegangan permukaan memperlihatkan pengaruh signifikan pada kecepatan
disolusi dari obat-obat dan kecepatan pelepasan zat aktif dari sediaan bentuk padat.
Surfaktan dan agen pembasah menurunkan sudut kontak dan juga memperbaiki
proses penetrasi dari matriks oleh media sosial.
 Viskositas medium
Viskositas medium proses disolusi yang terkontrol dapat diharapkan bahwa
kecepatan disolusi menurun dengan adanya peningkatan visokositas.
Terdapat 2 metode/alat pengujian disolusi obat :
Alat 1
Alat 1 terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan yang
transparan yang inert, berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm
hingga 175 mm dengan kapasitas nominal 1000 Ml. Pada bagian atas wadah ujungnya
melebar, dan ditutup dengan penutup yang berukuran sama. Pengaduk berupa batang
logam dan keranjang berbentuk silinder dengan kasa ukuran 40 mesh terbuat dari baja
tahan karat tope 316 atau sejenis. Kecepatan putar seperti yang tertuang dalam masing-
masing monografi dengan batas ± 4%. Posisi batang pengaduk sedemikian rupa
sehingga saat berputar sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu
vertikal wadah. Wadah tercelup dalam suatu penangas air sehingga suhu percobaan
dapat dipertahankan pada 37o ± 0,5oC.
Alat 2
Sama dengan alat 1, hanya perbedaan pengaduknya berupa batang logam dengan ujung
berbentuk dayung. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya
tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah. Jarak dayung dan
bagian dasar wadah sebesar 25 mm ± 2 mm. Sedian uji dibiarkan tenggelam kedasar
wadah sebelum dayung berputar.
Menurut Uji Disolusi terbanding Tablet Ofloxacin Generik Berlogo dan Generik
Bermerek Terhadap Inovator Dalam Media Dapar HCl pH 1,2, 2017
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai parameter dalam
pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran kecepatan
pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaannya (Banakar,1992). Salah satu usaha
guna menjamin mutu produk yang beredar adalah dengan melakukan uji bioekivalensi
produk obat. Uji disolusi terbanding yang merupakan uji bioekivalensi in vitro
merupakan uji pendahuluan sebelum dilaukan uji bioekivalensi in vivo.
Menurut Pengaruh Variasi Bahan Penghancur Terhadapat Sifat Fisikokimia dan
Disolusi Tablet Aminofilin sebagai Terapi Asma, 2017
Uji disolusi adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mengetahui pelepasan
obat dari bentuk sediaan menjadi bentuk yang terlarut. Semakin lama waktu uji disolusi
maka semakin meningkat persen disolusi yang artinya semakin banyak zat aktif yang
terlarut dalam cairan tubuh. Persyaratan disolusi tablet yang ideal tidak kurang dari
80% dari jumlah yang tertera dilabel yang akan terdisolusi dalam 45 menit
Menurut international journal of pharmacy and pharmaceutical science, 2011
Studi disolusi
Studi disolusi in vitro dilakukan menggunakan USP type II disolusi apparatus. Studi
ini dilakukan dalam 900 ml pada 0,1 N HCl (ph 1,2 ) untuk 2 jam pertama dan
kemudian 900 ml pada dapar fosfat (ph 6,8) dari jam ke 2 sampai ke 24. Medium
disolusi dalam termostatik dikontrol water bath, dijaga pada 37oC±0.5oC , pada putaran
yang disesuaikan menjadi 50 rpm. Pada interval pasti, 5 ml sample ditarik dan dianalisis
menggunakan spektrofotometer pada 274 nm untuk pelepasan obat. pada setiap kali
penarikan, 5 ml media yang sesuai segar diganti ke dalam flask disolusi.
Menurut american journal of advanced drug delivery
Studi disolusi invitro
Pengujian ini berlalu jika untuk setiap 5 tablet , jumlah bahan aktif dalam larutan tidak
kurang dari 70% pada jumlah yang ditetapkan atau dispesifikasi dalam monoghraph
pada API dalam farmakope.
Menurut Kutsar Angga P, 2015
Uji disolusi merupakan pengujian invitro dari suatu tablet. Dimana uji di solusi
merupakan suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat kedalam
media pelarut.
Tujuan dari uji disolusi itu sendiri adalah untuk mengetahui seberapa banyak presentasi
dalam obat yang dilarutkan dan terabsorpsi ke dalam peredaran darah untuk
memberikan efek terapi.
Menurut Jurnal Profil Disolusi Sustained Release Natrium Diclofenat dengan
Menggunakan Matriks Metalose 90 SH 4000 (Agustin, 2015)
Uji disolusi in vitro dilakukan untuk mengetahui profil disolusi zat aktif dari sediaan
tablet Sustained Release natrium diclofenat yang dibuat dengan metode granulasi basah
dengan menggunakan medium dapar fosfat.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin R, Ratih H. 2015. Profil Disolusi Tablet Sustained Release Natrium D iklofenak dengan
Menggunakan Matriks Metelose 90 SH 4000. Jurnal farmasi Sains dan Klinik. Universitas
Andalas. Universitas Jenderal Achmad Yani. Padang. Bandung

Anggraini D, Lukman A, Mulyani R. 2016. Formulasi Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak
Menggunakan Pati Pisang Kepok (Musa balbisiana L) Sebagai Matriks. Jurnal Sains
Farmasi dan Klinik. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Riau

Amaliah Indah. 2016 Formulasi Tablet Lepas Lambat Tramadol Hcl Dengan Matriks Metolose
90sh®: Studi Evaluasi Sifat Fisik Dan Profil Disolusinya. Fakultas Farmasi
Muhammadiah Surakarta

Badan POM. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia edisi III. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia edisi V. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Fatmawaty, Aisyah, 2012. Industri Farmasi. Fakultas Farmasi Universita Hasanuddin. Makassar.

Fatmawaty, Aisyah, dkk 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi.
Makassar.

Fitriana M, Wijaya w w, Ratnaputri H P. 2017. Uji Disolusi terbanding Tablet Ofloxacin Generik
Berlogo dan Generik Bermerek Terhadap Inovator Dalam Media Dapar HCl pH 1,2.
Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan

Khalane, Lilesh, dkk. 2012. Sustained Release Drug Delivery System. Patil College of
Pharmacy,Siddhartha Nagar, Barshi Road

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Lukman A, Fernando A, Rindi E. (2014). Formulasi Tablet Lepas Lambat Natrium Diklofenak
Menggunakan Matriks Pati Beras Ketan Pragelatinasi dari Kampar. Sekolah Tinggi Ilmu
Framasi Riau. Riau

Radji, M., 2010, Buku Ajar Mikrobiologi, EGC, Jakarta


Priyambodo, Bambang. 2007. Manajemen Farmasi Industri

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik
Welankiwar, Abhijeet, 2014. Sustained Released Dosage Form. Govt. College Of Pharmacy

Anda mungkin juga menyukai