Anda di halaman 1dari 8

PLASMODIUM

Ada 4 spesies Plasmodium yang penting untuk diketahui. Keempat spesies


tersebut adalah P. vivax, P. malariae, P. ovale, dan P. falciparum. P. vivax menyebabkan
malaria vivaks/malaria tertiana benigna. P. malariae menyebabkan malaria malariae/malaria
kuartana. P. ovale menyebabkan malaria ovale. P. falciparum menimbulkan malaria
falsiparum/malaria tertiana maligna/malaria tropika/malaria subtertiana/malaria pernisiosa

P. vivax dan P. ovale lebih suka menyerang eritrosit muda. Eritrosit tua
merupakan sasaran utama P. malariae. P. falciparum tidak memperhatikan usia eritrosit alias
semua eritrosit diganggu tidak peduli umurnya.

Puncak panas/suhu tertinggi pada malaria vivaks dan ovale terjadi pada hari I,
III, V, VII, IX, dan seterusnya (hari III dan seterusnya). Tertiana mengandung arti tiga.
Benigna bermakna ringan. Puncak panas/suhu tertinggi pada malaria malariae terjadi pada
hari I, IV, VII, X, XIII, dan seterusnya (hari IV dan seterusnya). Kuartana berarti empat.
Puncak panas dengan suhu yang jauh lebih tinggi terdapat pada malaria falsiparum. Sebagian
pakar ada yang berpendapat tipe puncak panas pada malaria falsiparum bersifat nonperiodik.
Namun, ada juga pakar yang berpendapat bahwa puncak panas terjadi pada hari III dan
seterusnya. Maligna bermakna berat/parah.

Vektor Plasmodium adalah nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles


jantan bukan merupakan vektor karena nyamuk Anopheles jantan memanfaatkan bahan-
bahan cair (misalnya cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan keringat) sebagai sumber
makanan.

Di dunia ada 400 spesies Anopheles. Dari 400 spesies tersebut terdapat 80
spesies yang ada di Indonesia. Di dunia ada 67 spesies Anopheles yang mampu menjadi
vektor Plasmodium. Di Indonesia ada 24 spesies Anopheles yang mampu menularkan
Plasmodium (Gunawan, 2000; Laihad & Gunawan, 2000). Tidak jarang pada satu pasien
dapat ditemukan lebih dari satu Plasmodium. Misalnya, di dalam darah pasien ditemukan P.
vivax dan P. falciparum, P. malariae dan P. falciparum, ataupun P. vivax dan P. malariae.
Keadaan ini disebut sebagai malaria campuran/infeksi campuran/infeksi majemuk (mixed
infection). Antonim infeksi majemuk adalah infeksi tunggal. Pada infeksi tunggal hanya
ditemukan satu spesies Plasmodium pada tiap pasien.

1
Perbandingan Antarspesies (Pribadi, 2002; Sutanto & Pribadi, 2008)

P. vivax P. malariae P. ovale p. falciparum

Daur praeritrosit 8 hari 10−15 hari 9 hari 5,5 hari

Hipnozoit + - + -

Jumlah merozoit 10.000 15.000 15.000 40.000


hati

Skizon hati 45µ 55µ 70µ 60µ

Daur 48 jam 72 jam 50 jam/48 jam 48 jam/


eritrosit/Periodisitas 36−48 jam

Eritrosit yang retikulosit dan Tua retikulosit dan muda, tua, dan
dihinggapi normosit normosit normosit
muda

Pembesaran ++ - + -
eritrosit

Titik-titik eritrosit Schüffner Ziemann Schüffner Maurer


(James)

Pigmen kuning tengguli hitam tengguli tua hitam


tengguli

Jumlah merozoit 12−18 8 8−10 8−24


eritrosit

Daur dalam 8−9 hari 26−28 hari 12−14 hari 10 hari


nyamuk pada 27oC

Anemia ++ ++ + ++++

Kelainan SSP + + ± ++++

Sindrom nefrotis ± ++++ + +

Masa prapaten 8−27 hari 18−59 hari 12−20 hari 6−25 hari

Masa inkubasi 13−17 hari 23−69 hari 14 hari 7−27 hari

Keluarrnya 5 hari 5−23 hari 5 hari 8−15 hari


gametosit

Siklus sporogoni 8−16 hari 16−35 hari 12−14 hari 9−22 hari
dalam nyamuk

2
Siklus Hidup Plasmodium (Krogstad & Engleberg, 1999; Engleberg, 2007)

Sporozoit dikeluarkan dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina dan


disuntikkan ke dalam kulit pada waktu nyamuk menggigit manusia (1). Sporozoit
“berkelana” mengikuti aliran darah dan akhirnya masuk ke dalam hepar (2). Di dalam hepar
parasit tadi matang dan menjadi skizon jaringan (3,4). Parasit kemudian dikeluarkan ke
dalam aliran darah dalam bentuk merozoit (5) dan menyebabkan infeksi simptomatis karena
parasit menyerang dan menghancurkan eritrosit.

P. vivax dan P. ovale mampu “bersembunyi” (dormant) di dalam hepar dan


disebut sebagai hipnozoit (2, garis terputus-putus dari 1-3). P. vivax dan P.ovale dapat
menyebabkan relapsing malaria.

Selama di dalam aliran darah merozoit (5) menyerang eritrosit (6) dan
mematangkan diri menjadi bentuk cincin (7, 8), trofozoit (9), dan skizon (10). Skizon
melisis eritrosit sambil melengkapi proses maturasinya dan mengeluarkan generasi merozoit
berikutnya (11) yang akan menyerbu eritrosit yang belum terinfeksi.

Di dalam eritrosit beberapa parasit berdiferensiasi menjadi bentuk seksual


(gametosit jantan dan betina, 12). Apabila parasit tadi dihisap oleh nyamuk anopheles betina,

3
gametosit jantan akan kehilangan flagelum dan berubah menjadi gamet jantan. Gamet jantan
akan memfertilisasi gamet betina (13) dan akan menghasilkan zigot (14). Zigot menginvasi
usus nyamuk (15) dan berkembang menjadi ookista (16). Ookista matur memproduksi
sporozoit. Sporozoit bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk (1) dan akan mengulangi siklus.

Garis terputus-putus di antara 12 dan 13 menunjukkan bahwa penularan


alamiah melalui siklus ini akan terhalang jika tidak ada vektor nyamuk. Yang perlu diingat
adalah penularan melalui darah terinfeksi mem-bypass siklus ini, misalnya pada penularan
malaria di antara pecandu drug intravena dan penularan ke orang yang menerima transfusi
dari donor terinfeksi.

Siklus hidup Plasmodium dibagi menjadi dua yaitu skizogoni dan sporogoni.
Skizogoni dibagi menjadi siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Siklus eritrositer
memerlukan waktu kurang lebih 2 hari (36−48 jam, 48 jam, 50 jam) ataupun 3 hari (72 jam).
Istilah lain untuk siklus eritrositer adalah daur eritrosit dan periodisitas. Ada pula yang
membagi siklus eksoeritrositer menjadi siklus eksoeritrositer primer dan siklus eksoeritrositer
sekunder.

Gambaran Mikroskopis Berbagai Spesies Plasmodium (Garcia & Bruckner, 1996)

4
 Plasmodium vivax
1. Trofozoit muda (bentuk cincin)
2. Trofozoit lanjut dengan titik-titik Schüffner (eritrosit membesar)
3. Trofozoit lanjut dengan sitoplasma ameboid (sangat khas untuk P. vivax)
4. Trofozoit lanjut dengan sitoplasma ameboid
5. Skizon matang dengan merozoit (18) dan pigmen yang menggumpal
6. Mikrogametosit dengan kromatin yang tersebar
7. Makrogametosit dengan kromatin yang kompak
 Plasmodium malariae
1. Trofozoit muda (bentuk cincin)
2. Trofozoit muda dengan sitoplasma yang tebal
3. Trofozoit muda (bentuk pita)
4. Trofozoit lanjut (bentuk pita) dengan banyak pigmen
5. Skizon matang dengan merozoit (9) tersusun seperti roset
6. Mikrogametosit dengan kromatin yang tersebar
7. Makrogametosit dengan kromatin yang kompak

 Plasmodium ovale
1. Trofozoit muda (bentuk cincin) dengan titik-titik Schüffner
2. Trofozoit muda (eritrosit membesar)
3. Trofozoit lanjut dengan tepi berumbai (fimbriated)
4. Skizon muda dengan eritrosit yang tidak teratur
5. Skizon matang dengan merozoit (8) tersusun tidak teratur
6. Mikrogametosit dengan kromatin yang tersebar
7. Makrogametosit dengan kromatin yang kompak
 Plasmodium falciparum
1. Trofozoit muda (bentuk “accole” atau ”applique” )
2. Trofozoit muda (salah satu cincin seperti headphone/bintik kromatin ganda)
3. Trofozoit muda dengan titik-titik Maurer
4. Trofozoit lanjut dengan cincin yang besar dan titik-titik Maurer
5. Skizon matang dengan merozoit (24)
6. Mikrogametosit dengan kromatin yang tersebar
7. Makrogametosit dengan kromatin yang kompak

Secara umum pola perkembangan bentuk Plasmodium adalah trofozoit,


skizon, dan gametosit. Bentuk cincin termasuk trofozoit.

Nama lain untuk gametosit yang berbentuk pisang (banana-shaped


gametocyte) adalah berbentuk sickle, crescent, sabit, ataupun bulan sabit.

Pada eritrosit yang terinfeksi oleh P. falciparum sering dijumpai multiple ring
forms (bentuk cincin lebih dari satu). Dalam satu eritrosit bisa ditemukan lebih dari satu
bentuk cincin.

5
Sebelum melihat Plasmodium dengan mikroskop ada dua tahapan yang harus
dilampaui. Dua tahapan tersebut adalah membuat sediaan darah dan melakukan
pewarnaan. Sediaan darah dibagi menjadi dua, yaitu sediaan darah tebal dan sediaan darah
tipis.

Sediaan darah tebal berguna untuk deteksi Plasmodium walaupun tidak


sampai ke detail spesies. Cara membuat sediaan tebal menyerupai cara membuat sediaan
bakteri pada praktikum mikrobiologi dengan salah satu sudut gelas obyek berfungsi sebagai
ose. Sediaan darah tipis bermanfaat untuk mendeteksi kehadiran Plasmodium sampai ke
tingkat spesies. Cara membuat sediaan darah tipis mirip cara melakukan Pewarnaan Negatif
pada praktikum mikrobiologi. Sisi lebar salah satu gelas obyek sangat berperan dalam
pembuatan sediaan darah tipis.

Setelah sediaan selesai dibuat tibalah saatnya untuk melakukan pewarnaan.


Ada berbagai pewarnaan untuk mengendus Plasmodium. Berbagai pewarnaan tersebut adalah
Pewarnaan Giemsa, Wright, dan Field.

Pada orang dewasa lokasi pengambilan spesimen yang lazim adalah ujung jari
manis tangan kiri dan ujung jari tengah tangan kiri. Sementara itu, tumit dan ibu jari kaki
merupakan tempat pengambilan spesimen yang tersering dilakukan pada bayi dan anak kecil.

Selain cara-cara deteksi Plasmodium seperti diuraikan diatas, ada pula metode
deteksi cepat yang populer dengan nama Uji Diagnostik Cepat (Rapid Diagnostic Test).
Metode ini sering dilakukan pada saat KLB (Kejadian Luar Biasa). Metode pertama
berdasarkan deteksi antigen HRP-2. Metode kedua berdasarkan deteksi pLDH (Handojo,
2004; PAPDI, 2004).

HRP-2 (Histidine Rich Protein-2) hanya diproduksi oleh P. falciparum.


Metode ini beredar di pasar dengan merk Parasight F (Becton Dickinson), ICT Pf atau Pv
(Amrad ICT, Sidney, Australia), PATH Falciparum Malaria IC Test (PATH, Seattle,
Washington) (Handojo, 2004; PAPDI, 2004).

Ada tulisan yang menyebutkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas Parasight F


mendekati 95%. Sampel yang dipergunakan dapat berupa darah utuh, plasma, serum, ataupun
urin (Purwaningsih, 2000).

6
pLDH (parasite-specific Lactate Dehydrogenase) adalah enzim glikolitik
yang dikeluarkan dengan kadar tinggi dalam tahap aseksual Plasmodium. pLDH ditemukan
pada keempat spesies Plasmodium. Metode ini beredar di pasar dengan merk Optimal (Flow
Inc.) (Handojo, 2004; PAPDI, 2004).

Glosarium
-falciparum←L. falx, falc-‘sickle’+ -parum’bearing’
-hypno- : relating to sleep ← Gk hupnos ‘sleep’
-masa prapaten= masa antara terkena infeksi sampai ditemukannya parasit malaria di dalam
darah untuk pertama kali
-masa tunas ekstrinsik=waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit
sampai mengandung sporozoit di dalam kelennjar liurnya; terjadi pada nayamuk Anopheles
betina
-masa tunas intrinsik=waktu antara sporozoit masuk ke dalam badan hospes sampai
timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung 8−37 hari, tergantung pada spesies parasit,
beratnya infeksi, pengobatan sebelumnya, dan derajat imunitas hospes; terjadi pada manusia
-patent = (of a parasitic infection) showing detectable parasites in the tissue or faeces
-perniciosa←L. perniciosus ‘destructive’, from pernicies ‘ruin’, based on nex, nec- ‘death’
-relaps=kambuhnya penyakit karena adanya siklus eksoeritrositer yang tidak mati pada
pengobatan dan masuk kembali ke dalam darah
-rekrudesensi=kambuhnya penyakit karena masih adanya parasit dalam siklus eritrositer yang
tidak mati pada pengobatan
-skizogoni= fase aseksual, terjadi dalam badan manusia (↔ skizon)
-sporogoni= fase seksual, terjadi dalam badan nyamuk Anopheles betina (→ sporozoit)
-tengguli= air gula

DAFTAR PUSTAKA
Engleberg NC. Blood and Tissue Protozoa. Dalam: Engleberg NC, DiRita V,
Dermody TS. Schaechter’s Mechanisms of Microbial Disease. Edisi IV,
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007. hal. 489−503.
Garcia LS, Bruckner DA, Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Cetakan I. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1996. hal. 81−102 (Alih Bahasa oleh dr. Robby Makimian
MS).
Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN. Malaria Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Edisi I, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2000. hal. 1−16.
Handojo I. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Cetakan I. Surabaya:
Airlangga University Press, 2004. hal. 217−249.
Krogstad DJ, Engleberg NC. Blood and Tissue Protozoa. Dalam: Schaechter M, Engleberg
NC, Eisenstein BI, Medoff G. Mechanisms of Microbial Disease. Edisi III,
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1999. hal. 448−462.
Laihad FJ, Gunawan S. Malaria di Indonesia. Dalam: Harijanto PN. Malaria Epidemiologi,
7
Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Edisi I, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2000. hal. 17−25.
PAPDI. Konsensus Penanganan Malaria 2003 (Bagian Pertama). Acta Medica
Indonesiana The Indonesian Journal of Internal Medicine Vol. 36, Nomor 2,
April−Juni 2004. hal. 127−132.
Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: Gandahusada S, Ilahude HHD, Pribadi W. Parasitologi
Kedokteran. Edisi III. Cetakan III, Jakarta: FK UI, 2002. hal. 171−207.
Sutanto I, Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar
S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi IV, Jakarta: FK UI, 2008. hal.
189−203.

Anda mungkin juga menyukai