Anda di halaman 1dari 21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI
Tonsil merupakan massa yang berbentuk bulat dan berukuran kecil yang terdiri
atas jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan
jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari:1,2
● Tonsil faringeal (adenoid)
● Tonsil palatina (tonsil faucial)
● Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)
● Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).
Tonsil faringealis terletak di nasofaring, sedangkan tonsila palatina, tonsila
lingualis dan tonsila tubalis terletak di orofaring. Nasofaring terletak di belakang
rongga hidung, di atas palatum molle sedangkan orofaring terletak di belakang
cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai pinggir atas epiglotis.1,2

Gambar 1. Anatomi Tonsil3

Tonsil mulai berkembang pada trimester pertama kehamilan. Tonsil berasal dari
lapisan endodermis, kantong faring kedua, dan lapisan mesodermis. Lapisan
18

endodermis dan kantong faring kedua berproliferasi membentuk tunas tonsilaris


yang padat yang kemudian disusupi oleh lapisan mesoderm. Bagian sentral tunas
tersebut kemudian mati dan membentuk kripta yang kemudian diinfiltrasi oleh
jaringan limfoid.3,4

Gambar 2. Embriologi Tonsil4

Tonsil akan terus bertumbuh dan bertambah besar setelah anak dilahirkan.
Pertumbuhan paling pesat terjadi setelah anak berusia 5 tahun. Ukuran tonsil akan
mencapai puncaknya saat anak tersebut mengalami pubertas. Tonsil kemudian
akan mengalami regresi seiring bertambahnya usia orang tersebut. Tonsil ini
sendiri merupakan bagian dari struktur yang disebut sebagai Cincin Waldeyer.3
Tonsila palatina terletak di dalam fosa tonsilaris pada kedua sudut dinding lateral
orofaring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsila palatina dibatasi oleh2,3 :
● Lateral – musculus konstriktor faring superior
19

● Anterior – musculus palatoglosus


● Posterior – musculus palatofaringeus
● Superior – palatum mole
● Inferior – sepertiga posterior lidah dan tonsila lingualis

Tonsil palatina memiliki 2 lapisan (lateral dan medial) serta memiliki 2 kutub
(kutub atas dan kutub bawah. Berikut ini penjelasan dari bagian bagian5,6 :
● Lapisan medial
Lapisan ini ditutupi oleh epitel squamous bertingkat non-keratinizing yang
berlekuk masuk ke dalam substansi tonsil dan membentuk kripta. Pintu masuk
dari 12-15 kripta dapat terlihat pada lapisan medial ini. Salah satu dari kripta tadi,
yang terletak dekat dengan kutub atas merupakan kripta dengan ukuran paling
besar dan dalam yang dikenal dengan crypta magna atau intratonsillar cleft.
Kripta dapat diisi oleh material seperti sel epitel, bakteri, atau debris makanan.
● Lapisan lateral
Lapisan ini ditutupi oleh kapsul berupa jaringan fibrosa. Diantara kapsul dan
bagian dalam tonsil terdapat jaringan ikat longgar yang menjadi batas saat
dilakukan tonsilektomi. Tempat ini juga merupakan tempat pengambilan sampel
nanah pada penderita peritonsillar abscess. Beberapa serat otot palatoglossus dan
otot palatopharingeal juga melekat pada kapsul tonsil.
● Kutub atas
Bagian ini memanjang sampai pallatum mole. Lapisan medialnya ditutupi oleh
lipatan semilunar, yang memanjang diantara pilar anterior dan posterior, dan
menutupi fossa supratonsilar.
● Kutub bawah
Bagian ini melekat pada pangkal lidah. Lipatan triangular dari membran mukosa
memanjang dari pilar anterior sampai bagian anteroinferior dari tonsil dan
menutupi anterior pillar space. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh tonsillolingual
sulcus yang sering menjadi tempat terjadinya keganasan.
20

Gambar 3. Gambaran Anatomi Tonsil Palatina5

Tonsila palatina mendapatkan suplai darah dari arteri tonsilaris yang merupakan
cabang dari arteri facialis. Darah kemudian mengalir melalui vena – vena yang
menembus m. konstriktor faring superior dan kemudian bergabung dengan vena
palatina eksterna, vena faringeal dan vena fasialis. Pembuluh limfatik pada tonsila
palatina di drainase ke nodus jugulodigastrikus. Tonsila palatina dipersarafi oleh
nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian
atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus
palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil,
juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring.2,3
Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil6 :
● Anterior : A. lingualis dorsal.
● Posterior : A. palatina asenden.
● Diantara keduanya : A. tonsilaris.
Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:
● A. faringeal asenden
● A. palatina desenden.
21

Gambar 4. Vaskularisasi Tonsil Palatina6

Tonsila lingualis merupakan kumpulan folikel limfe pada dasar lidah. Bagian
dasar dari orofaring dibentuk oleh segitiga posterior lidah (yang hampir vertikal)
dan celah antara lidah serta permukaan anterior epiglotis. Membran mukosa yang
meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irreguler, yang disebabkan oleh
adanya tonsil lingualis dibawahnya.3,4
Tonsila faringealis terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas nasofaring
dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis.
Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis, terdapat di dalam
submukosa daerah ini. Tonsila faringealis disebut juga adenoid. Adenoid yang
telah berkembang sempurna memiliki bentuk seperti piramid dengan dasar di atap
posterior nasofaring dan apex mengarah ke septum nasi.3,4
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari
jaringan limfoid). Permukaan tonsil ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Permukaan adenoid dilapisi oleh epitel
kolumner pseudostratified. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat
22

dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan


ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal. Lumen dalam kripta mengandung sejumlah besar sel limfosit baik
yang masih hidup maupun yang sudah mengalami degenerasi bercampur dengan
sel epitel.7,8

Gambar 5. Struktur Histologis Tonsil8

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang


mengandung sel limfosit berupa sel limfosit B, limfosit T, dan sel plasma. Pada
tonsil juga terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),
makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel.. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.
Tonsil berfungsi menangkap dan mengumpulkan bahan asing serta sebagai organ
produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.1

II. DEFINISI

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
23

(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring / Gerlach's tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air bone
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada
anak.15

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia
parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat
juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis

III. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab
tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 cakupan
temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan sasaran
temuan pada penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82% ; sebagai
salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika
Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. Tonsilitis kronik
pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau karena
tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.9
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika
Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996,
prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis
akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan
baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang.
Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada periode yang sama,
maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru.11
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh
657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan
wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah
Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%)
berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.9
24

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-
anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies
Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis
virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi
menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering
terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu
penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu:
10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45
tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering
penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50
% . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis
Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.9
Suku terbanyak pada penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan penelitian yang
dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak Malaysia adalah suku
Bidayuh 38%, Malay 25%, Iban 20%, dan Chinese 14%.9

IV. ETIOLOGI1
Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi
infeksi virus Coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien. Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold
yang disertai rasa nyeri tenggorok. Pada kasus pasien diedukasi untuk
beristirahat dan minum yang cukup. Analgetika dan antivirus diberikan
jika gejala berat.

2. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptococcus B


Hemolyticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus,
25

Streptococcus viridan dan Streptococcus pyogenes. Infiltrasi bakteri pada


lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus
ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang
terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak
sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang luas
disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak- bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus
ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran semu
(pseudo-membrane) yang menutupi tonsil.
3. Tonsilitis Membranosa
 Tonsilitis difteri
Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian
atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi
oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti
toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc
darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang
dipakai pada tes Schick. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 -5 tahun
walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini
 Tonsilitis septik (septic sore throat)
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptococcus B Hemolyticus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi.
 Angina Plaut Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
 Angina agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa
dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring
26

serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat
ditemukan genitalia dan saluran cerna.
 Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul
perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak dan
regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus
dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum pasien
untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul Bunnel).
Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan gram negatif.

V. PATOFISIOLOGI
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan
pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman
kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari
tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan
toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun.9 Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena
proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan
terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submadibularis.1
27

VI. FAKTOR PREDISPOSISI


Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik
maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit
Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek
faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil
bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor
predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis. 15
Beberapa faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1
1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

VII. GEJALA KLINIK


Tonsilitis Akut
1. Sakit tenggorokan dan disfagia. Anak kecil mungkin tidak mengeluh sakit

tenggorokan tapi akan menolak untuk makan.


2. Otalgia→sebagai akibat dari nyeli alih melalui N.IX.


3. Demam, hal ini bisa menyebabkan kejang demam pada bayi.


4. Malaise, nyeri sendi, dan tanda-tanda dehidrasi.


5. Tonsil membesar dan hiperemis serta dapat menunjukkan pus dari kriptus
di tonsilitis folikularis (detritus).
6. Durasi perlangsungan tonsilitis akut biasanya 4 sampai 6 hari.
28

Gambar 3. Tonsilitis Palatina Akut

Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Tonsilitis bakterial memiliki masa inkubasi 2-4 hari, gejala dan tanda
yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu
makan dan rasa nyeri telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih
(referred pain) melalui saraf n. glosofaringeus (N. IX). Pada pemeriksaan tampak
tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakunar
atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri
tekan. Sedangkan pada tonsilitis membranosa seperti tonsilitis difteri, gambaran
kliniknya dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala
akibat eksotoksin. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan
suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole,
uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas.
Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus,
kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester's hals. Gejala
akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
29

kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.

Tonsilitis Kronis

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kripta melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal
di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Inflammatory parameter: pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis,


dan erhytrocyte sedimentation rate (ESR) dan C- reactive protein (CRP)

meningkat.


 Pemeriksaan bakteri: sebuah kultur bakteri jarang diambil dari apus


tenggorok karena biasanya membutuhkan 2-3 hari untuk mendapatkan
hasil yang definitif, dimana waktu pengobatan sudah harus dimulai. Selain
itu sebaiknya dilakukan sebuah rapid immunoassay, yang dapat
mengidentifikasi organisme penyebab seperti Streptococcus grup A hanya
dalam waktu 10 menit.

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis
secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara menyeluruh
untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat
membingungkan diagnosis.
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang
berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal
ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan,
dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan
oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti
30

demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran
kelanjar limfa submandibular.1,16,17
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya terdapat
dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori
tonsillitis kronik.17
Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa
organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang
menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.8,17

X. DIAGNOSIS BANDING
1. Tonsillitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin
dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia
kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik
terbagi dalam 3 golongan yaitu: umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala
umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta
keluhan nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya
sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus,
kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1
31

Gambar 10. Tonsila Difteri

2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)


Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala pada
penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri
dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan diatas tonsil, uvula,
dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan
kelenjar submandibular membesar.1

Gambar. 11 Angina Plaut Vincent


3. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen
antibody.Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri
32

tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil


membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1

Gambar 12. Faringitis


4. Faringitis Leutika
Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.
Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole,
tonsil, dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan
timbul ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan
adanya pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.1
5. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis
tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan
odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia
serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok
dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi,
hapusan jaringanatau kultur, X-ray dan biopsy.

XI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tonsilitis meliputi medikamentosa dan pembedahan. Terapi
medikamentosa ditujukan untuk mengatasi infeksi yang terjadi baik pada tonsilitis
33

akut maupun tonsilitis rekuren atau tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Antibiotik
jenis penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus.
Pada kasus yang berulang akan meningkatkan terjadinya perubahan bakteriologi
sehingga perlu diberikan antibiotik alternatif selain jenis penisilin.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.
Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus di mana penatalaksanaan medis atau
yang lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan
medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari,
dan usaha untuk mernbersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral.
1. Farmakologis
Tonsilitis Bakterial
Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.
Tonsilitis Difteri
• Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit.
• Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25 - 50 mg per kg berat badan
dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
• Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk
simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.
• Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
Tonsilitis Kronis
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat
isap.
2. Pembedahan
The American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi meliputi:
 Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
34

 Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan


gangguan pertum- buhan orofasial.
 Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale
 Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
 Napas bau yang tidak berhasil denganpengobatan.
 Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
streptococcus B hemoliticus
 Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanyakeganasan
 Otitis media efusa / otitis media supuratif.
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu
diindikasikan untuk terapi tonsilitis Kronis dan berulang. Saat ini indikasi utama
adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American
Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS) tahun 2011
indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:
Indikasi Absolut
 Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
berat, gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.
 Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan
drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
 Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
 Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.
Indikasi Relatif
 Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat.
 Halitosis akibat tonsilitis Kronis yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik.
35

 Tonsilitis Kronis atau berulang pada pembawa Streptococcus yang tidak


membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-
laktamase.19

XII. KOMPLIKASI
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis,
artritis, myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan
furunkulosis.1
Beberapa literatur menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:9,23
a) Abses peritonsil.
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.
Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan
serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi
yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.

Gambar. Abses peritonsil


b) Abses parafaring.
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c) Abses intratonsilar.
36

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan
yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan;
selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-
sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan
yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap
dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi
pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation.
Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.
e) Kista tonsilar.
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan
mudah didrainasi.
f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.
Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat
pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman
Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman
terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi
tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit Glomerulonefritis.

XIII. PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa
37

penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi
yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis
dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9

Anda mungkin juga menyukai