Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

SECTIO CAESARIA BERULANG PADA MULTIGRAVIDA

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Disusun oleh
Yandi Hidayat 110100213
Wiedya Kristianti An 110100198

Pembimbing
dr. Roy Y. Simanjuntak, SpOG.K.

Mentor
dr.Vivi Yovita

SMFKEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN 2016
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul“Sectio Caesaria Berulang pada Multigravida”.

Penulisan Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam


mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Kebidanan dan Penyakit
Kandungan, RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


pembimbing kami, dr. Roy Y. Simanjuntak, SpOG.K., dan kepada mentor
kami, dr. Vivi Yovita, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi mau pun susunan bahasanya, dan untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat buat
kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan jutaan terima kasih.

Medan, 30 September 2016

Penulis
ii

DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar .............................................................................................. i


Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2
2.1. Sectio Caesaria ............................................................................. 2
2.1.1. Definisi .............................................................................. 2
2.1.2. Epidemiologi .................................................................... 2
2.1.3. Indikasi Sectio Caesaria .................................................... 3
2.2. Jenis Sectio Caesaria .................................................................... 14
2.3. Teknik Sectio Caesaria ................................................................. 15
2.4. Penatalaksanaan Pasca Operasi .................................................... 17
2.5. Komplikasi ................................................................................... 18
BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................... 20
BAB IV DISKUSIKASUS ............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
1

BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan sesar mendefinisikan kelahiran janin melalui laparotomi dan


kemudian histerotomi. Asal dari sesarmasih tidak pasti. Ada dua jenis umum dari
sesar -- primer mengacu pada histerotomi pertama kali dan sekunder mengacu
pada rahim dengan satu atau lebih insisi histerotomi sebelumnya. Tidak ada
definisi yang termasuk pengeluaran janin darirongga perut dalam kasus ruptur
uteri atau kehamilan abdominal.1
Istilah sectio caesarea berasal dari perkataan Latin yaitu ”caedere”, yang
artinya memotong. Pengertian ini semula ditemukan dalam Roman Law (Lex
Regia) dan Emperor‟s Law (Lex Caesarea), yaitu undang-undang yang
meghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus
dikeluarkan dari dalam rahim. Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan,
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.2

Sectio caesarea merupakan pengeluaran janin melalui insisi dindingabdomen


(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Menurut World
HealthOrganisation (WHO), standar rata-rata sectio caesarea disebuah negara
adalahsekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia, rumah sakit pemerintah rata-rata
11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30%.3 Peningkatan angka
sectiocaesaria per tahun disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah
baik,operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,
kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di
samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan
secara bermakna.Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang
disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesarea adalah
disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%, pernah
sectiocaesarea 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7%
denganangka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5%
sedangkan kematian janin adalah sebanyak 14,5%.3
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sectio Caesaria


2.1.1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkanmelalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.2

2.1.2. Epidemiologi
Sectio caesarea merupakan pengeluaran janin melalui insisi
dindingabdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Menurut World
HealthOrganisation (WHO), standar rata-rata sectio caesarea disebuah negara
adalahsekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia, rumah sakit pemerintah rata-rata
11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30%.3 Permintaan sectio
caesarea di sejumlah negara berkembang melonjak pesat setiap tahunnya. Pada
tahun 70-an permintaan sectio caesarea adalah sebesar 5%, kini lebih dari 50%
ibu hamil menginginkan operasi sectio caesarea. Di Asia Tenggara jumlah ibu
hamil yang melakukan tindakan sectio caesarea sebanyak 9550 kasus per 100.000
kasus pada tahun 2005.4
Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia menurut data survey nasional
pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari
seluruh persalinan.5 Secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di rumah
sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total persalinan, sedangkan di
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 – 80% dari total
persalinan.6 Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi
bertambah baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah
baik, kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat.
Di samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat
diturunkan secara bermakna.7 Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio
caesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesarea
3

adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%,
pernahsectio caesarea 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi
7%dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi
0,5% sedangkan kematian janin 14,5%.8

2.1.3. Indikasi Sectio Caesaria


Para ahli kandungan menganjurkan sectio caesarea apabila kelahiran melalui
vagina mungkin membawa resiko pada ibu dan janin. Berdasarkan waktu dan
pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka dikelompokkan dua kategori yaitu
emergency dan elective caesarean section. Disebut emergency apabila
adanyaabnormalitas pada power atau tidak adekuatnya kontraksi uterus,
passenger bila malaposisi ataupun malapresentasi.serta passage bila ukuran
panggul sempit atau adanya kelainan anatomi. Disebut elective apabiladilakukan
sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.1 Indikasi untuk sectsio caesarea antara
lain meliputi:

1. Faktor Ibu
A. Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibutidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus
tidaknya proses persalinan. Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang:
sakrum, koksigis, dan dua tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium,
iskium, dan pubis.Tulang-tulang inominata bersendi dengan sakrum pada
sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di
simfisis pubis.1 Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang
ditarik dari promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:

a. False pelvis
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.

b. True pelvis
4

Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: arpertura pelvis


superior (pintu atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah
panggul).

Gambar 2.1. Gambaran Anteroposterior(AP) dan Transversal Pintu Atas Panggul


Normal Wanita Dewasa.1

Panggul memiliki empat bidang imajiner:

a. Bidang pintu atas panggul (apertura pelvis superior).


Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan pria, cenderung lebih
bulat daripada lonjong. Terdapat tiga diameter pintu atas panggul yang biasa
digunakan: diameter anteroposterior, diameter transversal, dan diameter oblik.
Diameter anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak terpendek
antara promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut sebagai konjugata
obtetris.Normalnya, konjugata obstertis berukuran 10 cm atau lebih, tetapi
diameter ini dapat sangat pendek pada panggul abnormal. Konjugata obsteris
dibedakan dengan diameter anteroposterior lain yang dikenal sebagai konjugata
vera. Konjugata vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara promontorium
sakrum dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur secara langsung
dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, konjugata obstetris diperkirakan
secara tidak langsung dengan mengukur jarak tepi bawah simfisis ke
5

promontorium sakrum, yaitu konjugata diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2


cm.1

Gambar 2.2. Tiga Diameter Anteroposterior Pintu Atas Panggul1

b.Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil).


Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau bidang dimensi panggul
terkecil. Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin pada partus
macet.Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau sedikit lebih besar, biasanya
merupakan diameter pelvis terkecil.Diameter anteroposterior setinggi spina
iskiadika normal berukuran paling kecil 11, 5cm.1

Gambar 2.3. Diameter Interspinosus Panggul Tengah1


6

c.Bidang pintu bawah panggul (apertura pelvis inferior).


Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang menyerupai segitiga. Area-
area ini memiliki dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antara dua tuberositas
iskium. Apeks dari segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan batas
lateralnya adalah ligamentum sakroiskiadika dan tuberositas iskium.Segitiga
anterior dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter pintu bawah
panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior, transversal, dan sagital
posterior.1

Gambar 2.4. Diameter Pintu Bawah Panggul1

Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran


yang normal.Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah
panggul, pintu bawah panggul atau kombinasi dari ketiganya. Pembagian panggul
sempit adalah sebagai berikut1:

a. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet) :


Dengan menggunakan patokan ukuran conjugata diagonal (CD) +13.5 cm dan
conjugata vera (CV) + 12.0 cm, dikatakan sempit bila CV kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 11,5 cm.1
7

Pembagian tingkatan panggul sempit:


Tingkat I : CV = 9-10 cm (borderline)
Tingkat II : CV = 8-9 cm (relatif)
Tingkat III : CV = 6-8 cm (ekstrim)
Tingkat IV : CV = 6 cm (mutlak)

b. Kesempitan pintu tengah panggul (mid pelvis) :


Distansia interspinarum (DI) +10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP)
+11.5 cm, diameter sagitalis posterior 5 cm. Dikatakan sempit bila diameter
interspinarum <10 cm atau <9,5cm atau = 9cm atau bila diameter interspinarum
ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm.1

c. Kesempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet) :


Diameter sagitalis posterior (AP) +7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5
cm. Dikatakan sempit bila jumlah kedua diameter < 15 cm atau bila diameter
intertuberosum < 8 cm. Kelainan bentuk atau ukuran panggul dapat diketahui dari
anamnesis dan pemeriksaan yang baik.1

Sectio caesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni


sebelumpersalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni
sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Berdasarkan perhitungan
konjugata vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu1:
a) panjang CV 8-10 cm→ partus percobaan
b) panjang CV 6-8 cm→ SC primer
c) panjang CV < 6 cm→ SC absolut.

B. Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea


Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada
indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi
terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka,
operasi bisa saja dilakukan. Umumnya sectio caesaria akan dilakukan lagi pada
persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti penggunaan teknik sayatan
8

melintang pada sectio sebelumnya, terdapat hambatan pada persalinan


pervaginam, seperti partus tak maju, Cephalo-pelvic disproportion, atau letak
lintang. Selain itu, berdasarkan penelitian, kasus persalinan secara sectio caesaria
yang terulang kembali sebanyak 1,2-1, kemungkian akan terjadi robekan pada
dinding rahim.

C. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.Tumor dapat merupakan
rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.Tumor yang dapat dijumpai berupa
mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim.Adanya tumor bisa juga
menyebabkan resiko persalinan pervaginam menjadi lebih besar. Tergantung dari
jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat
berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan tindakan sectio caesarea.

Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh hormon
estrogen yang meningkat dalam kehamilan.Dapat pula terjadi gangguan sirkulasi
dan menyebabkan perdarahan.Mioma subserosum yang bertangkai dapat terjadi
torsi atau terpelintir sehingga menyebabkan rasa nyeri hebat pada ibu hamil
(abdomen akut).Selain itu, distosia tumor juga dapat menghalangi jalan
lahir.Tumor ovarium mempunyai arti obstetrik yang lebih penting. Ovarium
merupakan tempat yang paling banyak ditumbuhi tumor.Tumor yang besar dapat
menghambat pertumbuhan janin sehingga menyebabkan abortus dan bayi
prematur, selain itu juga dapat terjadi torsi. Tumor seperti ini harus diangkat pada
usia kehamilan 16-20 minggu. Adapun kanker rahim, terbagi menjadi dua; kanker
leher rahim dan kanker korpus rahim. Pengaruh kanker rahim pada persalinan
antara lain dapat menyebabkan abortus, menghambat pertumbuhan janin, serta
perdarahan dan infeksi.
9

D. Kelainan Kontraksi Rahim


Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (incoordinate
uterineaction) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada
prosespersalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati
jalan lahir dengan lancar. Sectio caesarea dipilih sebagai alternatif jika persalinan
per vaginam gagal, hal ini karena kurang stimulasi untuk melakukan persalinan
normal untuk mencegah terjadi asfiksia pada janin. Stimulasi yang adekuat berupa
kontraksi rahim yang diatur oleh hormon oksitosin, serta kekuatan tenaga dan
respon psikologi ibu untuk menghindari persalinan abnormal sehingga proses
persalinan berlangsung lama dan dapat membahayakan kondisi janin nantinya.
Permasalahan persalinan lama adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi
dan pertukaran CO2/O2sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim.Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta.

E. Ketuban Pecah Dini


Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi
harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar
sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang
mengelilingi janin dalam rahim.

F. Ruptur uteri
Ruptur uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses persalinan
merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang dikandungnya.
Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau bahkan hampir
tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari wanita tersebut
meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan dan tidak
mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani
histerektomi.Ruptur uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga peritoneum.

Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas


sectiocaesarea sebelumnya. Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan trauma
10

atauoperasi traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya relatif lebih


kecil.1

G. Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.Bila tekanan
darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia berat.Sedangkan
eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
masanifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena kelainan
neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala
preeklampsia. Janin yang dikandung ibu dapat mengalami kekurangan nutrisi dan
oksigen sehingga dapat terjadi gawat janin.Terkadang kasus preeklampsia dan

eklampsia dapat menimbulkan kematian bagi ibu, janin, bahkan keduanya.9

H. Rasa takut kesakitan


Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami
proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan
pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena
keadaan yang pernah atau baru melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas
menjalaninya.Hal ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan
dengan sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan
alami yang berlangsung.

2. Faktor Janin
A. Kelainan Letak
1.Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang
lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya
melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus.Tidak
ditemukan bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah
satu fossa iliaka.Penyebab utama presentasi ini adalah relaksasi berlebihan
11

dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Selain itu bisa juga
disebabkan janin prematur, plasenta previa, uterus abnormal, cairan

amnionberlebih, dan panggul sempit.1 Pada umumnya, bokong akan berada


sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian
atas punggung.
2.Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya.Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm.Presentasi bokong adalah malpresentasi yang
paling sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian
presentasi bokong berkisar antara 25 – 30%. Faktor resiko terjadinya
presentasi bokong ini antara lain prematuritas, abnormalitas uterus,
polihidamnion, plasenta previa, multiparitas, dan riwayat presentasi bokong

sebelumnya.10
Resiko bayi lahir dengan letak sungsang pada persalinan pervaginam
diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan presentasi kepala
yang normal. Oleh karena itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi
hal terburuk karena persalian yang tertahan akibat janin letak sungsang adalah
sectio caesaria. Namun tindakan operasi untuk melahirkan janin letak
sungsang baru dilakukan dengan pertimbangan yaitu posisi janin yang
beresiko terjadinya “macet” ditengah proses persalinan. Beberapa posisi janin
letak sungsang seperti bokong dibagian bawah rahim dengan kedua kaki kaki
terangkat keatas (kaki berada didepan wajah atau disisi telinga) biasanya
disebut dengan presentasi bokong murni (frank breech), posisi sungsang
lainnya yaitu posisi bokong dibagian bawah rahim dengan kedua kaki
menekuk atau mungkin disilangkan (seperti duduk bersilang, kaki ditekuk
kebadan) disebut dengan presentasi bokong sempurna (complete breech).Pada
posisi ini, persalian biasanya dilakukan secara pervaginam atau dengan
operasi tergantung pada dokter, kondisi ibu dan janin. Apabila pada posisi
bokong dibawah rahim dengan kedua kaki menjuntai maka kelahiran bayi
harus dengan sectio caesaria.11
12

B. Keadaan gawat janin (Fetal Distress)


Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan
amnion.Untuk keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang termasuk keadaan
gawat janin. Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di
atas160/menit atau di bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya
mekonium yang kental pada awal persalinan. Keadaan gawat janin pada tahap
persalinan memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi.Terlebih
apabila ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung.Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan
pada plasenta dan tali pusat sehingga aliran darah dan oksigen kepada janin
menjadi terganggu.Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan
seperti kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan

kematian janin.12

C. Ukuran janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis(diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan
4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal.12

Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
a. Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
b. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema, dll)
c. Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik.

D. Gemelli atau bayi kembar


Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan duajanin
atau lebih.Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2 janin), triplet (3
13

janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya sesuai dengan


hukum Hellin.Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada
kehamilan dengan janin ganda.Oleh karena itu, mempertimbangkan kehamilan
ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu, durasi kehamilanyang
memendek, abortus atau kematian janin baik salah satu atau keduanya, gawat
janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah komplikasi–komplikasi tersebut,
perlu penanganan persalinan dengan sectio caesarea untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi-bayinya.

3. Faktor Plasenta
Ada beberapa kelaianan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat
pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalina dengan sectio caesaria.
A. Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan oleh karenanya bagian
terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau
menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta
umumnya terletak di korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus
uteri.13 plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:

Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi
sebagian ostium uteri internum. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang
tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. Plasenta letak rendah, yang
berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang
sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari
ostium uteri internum. Plasenta previa menjadi indikasi sectio caesaria dimaksud
untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.Selain itu sectio caesaria juga dapat mencegah terjadinya robekan
14

serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam.
Persalinan sectio caesaria diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa.

Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena
perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior. Indikasi
dilakukannya persalinan sectio caesaria pada plasenta previa adalah: 14
a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau
meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak, berulang dan
tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.

B. Solutio plasenta
Solusio plasenta merupakan keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta yang letaknya normal dari perlekatannya diatas 22 minggu dan sebelum
anak lahir.Pelepasan plasenta ini biasanya ditandai dengan perdarahan yang
keluar melalui vagina, tetapi juga dapat menetap di dalam rahim, yang dapat
menimbulkan bahaya pada ibu maupun janin. Biasanya dilakukan persalinan
sectio caesaria untuk menolong agar janin segera lahir sebelum
mengalamikekurangan oksigen ataupun keracunan oleh air ketuban, serta dapat
menghentikan perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu.10

4. Prolaps tali pusat


Kejadian ini lebih sering terjadi jika tali pusar panjang dan jika plasenta letaknya
rendah. Keadaan ini tidak mempengaruhi keadaan ibu secara langsung tetapi
dapat sangat membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan antara bagian
depan anak dan dinding panggul yang akan timbul asfiksia.
2.2 Jenis sectio caesarea
1. Transperitonealis
a. Sectio Caesarea klasik (korporal)
15

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-


kira sepanjang 10 cm.

b. Sectio Caesarea ismika (profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis


Sectio caesareatanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidakmembuka kavum abdominal.

2.3. Teknik Sectio Caesaria


Adapun teknik sectio caesaria yaitu:10
1. Teknik Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda
Daver Catheter di pasang dan wanita berbaring dalam letak
tredelenburgringan.Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari
simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat.Setelah peritorium dibuka, dipasang
spekulum perut dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu
kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah
dipegang dengan piset, plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi diteruskan
melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing depan uterus didorong ke
bawah dengan jari. Pada segmen bawah uterus yang sudah tidak ditutup lagi oleh
peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi
melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas
untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterine. Karena uterus
dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum membuat insisi, posisi
uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rocundo kanan dan kiri,
di tengah-tengah insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban
tampak, kemudian luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung
tumpul mengikuti sayatanyang telah dibuat terlebih dahulu.
Sekarang ketuban dipecahkan dan air ketuban yang keluar diisap.Kemudian
spekulum perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang
kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan
16

penolong.Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi.Jika dialami kesulitan


untuk melahirkan kepala janin lubang insisi.Jika dialami ksulitan untuk
melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat dipasang dengan cunan
boerma.Sesudah kepala janin badan terus dilahirkan muka dan mulut terus
dibersihkan. Tali pusat dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain untuk
diurus. Diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus/ intravena,
pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta
selaput ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara dimasukkan
ke dalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka, tangan ini diangkat
sebelum luka uterus ditutp sama seklai. Jahitan otot uterus dilakukan dalam dua
lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan cagut dan dimulai
dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan mengikutsertakan desidua),
lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka pada miomtrium tertutup
rapi.

2. Teknik Sectio Caesaria Korporal


Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada gari lengan
dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan dinding uterus
untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke rongga perut.Diadakan insisi
pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas
batas plika vegika uterine.Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban
untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian dilebarkan
dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya.Setelah anak lahir korpus uteri
dapat dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan
selanjutnya.Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus
intravena dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual kemudian
dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam dua lapisan, lapisan
pertama terdiri atas jahitan simpul dan kedua jahitan menerus.Selanjutnya
diadakan jahitan menerus dengan catgut lebih tipis yang mengikutsertakan
peritoneum serta bagian luar miomtrium dan yang menutupi jahitan yang terlebih
dahulu dengan rapi.Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.10
17

3. Teknik Sectio Caesaria klasik10


a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama.
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis
sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga
kavum peritonial terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomy.
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR)
kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan
dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir
seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit.
f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam
rahim secara intra mural.
g. Luka insisi SAR dijahit kembali :
I. Lapisan I : Endometrium berama miometrium dijahit secara jelujur
dengan benang catgut kronik.
II. Lapisan II : Hanya miometrium aja dijahit ecara simopul (berhubung
otot SAR angat tebal) dengan catgut kronik.
III. Lapian III : Peritoneum aja, dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa.

h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi


i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit.

2.4. Penatalaksanaan pasca operasi.


Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post sectio caesaria diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
18

c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.


Walaupun pemberian antibiotika sesudah sectio caesaria efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

2. Monitoring keadaan umum


a. Periksa dan catat tanda -tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
d. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi.

2.5. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan sectio caesaria
antara lain scar pada uterus. Semakin sering dilakukan sectio caesaria maka akan
semakin banyak meninggalkan scar pada uterus.15 Hal ini akan meningkatkan
risiko terjadinya rupture uteri jika dilakukan persalinan pervaginam. Hal ini
didukung oleh Macones dkk. (2006) yang menunjukkan bahwa peningkatan
kejadian ruptur uteri sebesar 1,8 % pada wanita yang telah mengalami previous
sectio caesaria sebanyak dua kali dibandingkan dengan 0,9 % pada wanita yang
hanya mengalami previous sectio caesaria sebanyak satu kali.1
Semakin banyak sectio caesaria yang dilakukan, risiko untuk terjadinya
plasenta akreta dan plasenta previa semakin meningkat. Suatu studi menunjukkan
bahwa risiko dari plasenta akreta meningkat dari 0,24% pada sectio caesaria
pertama menjadi 2,13% setelah sectio caesaria yang keempat.15
Selain itu komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi yang ditandai salah
satunya dengan peningkatan suhu tubuh dalam beberapa hari dan apabila berat
19

dapat terjadi peritonitis. Kemudian komplikasi yang dapat terjadi adalah retensi
plasenta. Retensi dapat terjadi ketika implantasi yang terlalu dalam ke bekas luka
operasi. Implantasi yang terlalu dalam dapat merusak organ didekatnya seperti
kandung kemih dan usus.1Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang arteriauterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.15
Histerektomi terkait persalinan diperlukan sekitar 0,42% dari wanita yang
menjalani sectio caesaria kedua dibandingkan dengan 2,41% wanita yang
menjalani sectio caesaria yang keempat dan 8,99% pada yang keenam atau
lebih.16
20

BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS IBU HAMIL


Anamnesis Pribadi
Nama : Ny. E
Umur : 29 tahun
Suku : Batak
Alamat : Jl. Suka Bumi Baru Dusun I No. 192, Medan Sunggal
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : S1
Status : Menikah
Tanggal masuk : 8 September 2016
Jam masuk : 20.00 WIB
No. RM : 01.93.77.06

Anamnesis Penyakit
Seorang pasien Ny. E, 29 tahun, G3P2A0, Batak, Kristen, S1, Guru i/d Tn.
E, 35 tahun, Batak, Kristen, SMA, Wirawasta datang ke IGD RSUPM pada
tanggal 8 September 2016 pukul 20.00 WIB, dengan:
Keluhan Utama : Mules – mules sesekali
Telaah : Hal ini telah dialami oleh pasien sejak tanggal 08/09/2016
pukul 09.00. Mules – mules bersifat hilang timbul. Riwayat keluar lendir darah (-
), riwayat keluar air dari kemaluan (-). Pasien merupakan pasien rawat jalan klinik
Sp.OG dengan diagnosa previous SC 2x + multigravida + KDR(37 – 38) minggu
+ presentasi kepala + anak hidup dengan rencana SC elektif tanggal 09
Sepetember 2016. BAK (+) N, BAB (+) N.

RPT :-
RPO : SC
21

Riwayat Haid
HPHT : 19/12/2015
TTP : 26/09/2016
ANC : Sp.OG,> 5x

Riwayat Persalinan
1. Laki-laki, 3700 gr, aterm, Sectio Caesaria, Dokter, RS, 6 tahun, sehat
2. Perempuan, 2300 gr, aterm, Sectio Caesaria, Dokter, RS, 6 jam,
meninggal(2014)
3. Hamil ini

Pemeriksaan Fisik
Status Presens

Sensorium : CM Anemia : (-)


Tekanan Darah : 120/70 mmHg Ikterus : (-)
Nadi : 88 x/i Cyanosis : (-)
Pernafasan : 20 x/i Oedem : (-)
Temperatur : 37,10C Dyspnoe : (-)

Status Generalisata
Kepala : Mata: Reflex cahaya +/+, Conjunctiva Palpebra Inf. Pucat (-),
ikterik (-)
T/ H/ M : Tidak ada kelainan
Leher : Trakea medial, TVJ R-2 cmH2O, pembesaranKGB (-)
Thoraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF Ka=Ki
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Vesikuler; ST: -
Jantung : HR: 88 x/i, regular, desah (-)
Abdomen : Terlampir pada status obstetrikus
Genitalia : Terlampir pada status ginekologis
Ekstremitas superior : Edema (-/-), Refleks patella (+/+)
22

Ekstremitas inferior : Edema (-/-), Refleks patella (+/+)


Status Obstetrikus
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari di bawah Proc. Xyphoideus
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
HIS : (+)
DJJ : 153 x/i (reguler)

Status Ginekologis
VT : Cx tertutup
ST : Lendir darah(-), air ketuban(-)

Pemeriksaan Penunjang

USG TAS
- Janin tunggal, presentasi kepala, anak hidup
- Fetal movement(+), fetal heartrate(+)
- Biparietal diameter 93mm
- Femur length 72mm
- Abdominal circumference 330 mm
- Plasenta corpus anterior grade III
- Air ketuban cukup
- Estimated fetal weight : 3225 gram
Kesan : KDR (37-38) minggu + PK+ AH
23

Laboratorium
Hasil Laboratorium (Kamis, 8 September2016)

HASIL NILAI NORMAL


DARAH RUTIN
Haemoglobin 9,3 g/dL 12 – 16
Hematokrit 30,80 % 36 – 48
Leukosit 10.970 /uL 4.000 – 10.000
Trombosit 230.000 /uL 150.000 – 400.000
RFT
Ureum 30.00 mg/dL 10,00 – 50,00
Creatinin 1.03 mg/dL 0,60 – 1,20
GLUKOSA AD RANDOM 107,00 mg/dl <140 mg/dl
WAKTU PERDARAHAN 5 Menit 1–6
WAKTU PEMBEKUAN 10 Menit 8 – 18

Diagnosis Sementara
Prev. SC 2x + MG + KDR (37 –38 minggu) + PK + AH + Belum inpartu

Terapi
 Rawat inap

Rencana
 Sectio caesaria (9/9/2016)
 Konsul Dept. anastesi
 Konsul Dept. Perinatologi (Anak)

 Persiapan PRC 1 bag


 Awasi vital sign, tanda-tanda kontraksi dan denyut jantung janin (DJJ)
24

Laporan Sectio Caesaria

Tanggal Operasi : 9 September 2016, pukul 09.00WIB


Indikasi : Previous SC 2x
Diagnosa Pra bedah : Previous SC 2X + MG + KDR (37-38) minggu
+ PK + AH
Diagnosa Pasca Bedah : Post SC a/i Previous SC 2X
Tindakan : Sectio caesarea

Uraian Pembedahan
• Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang
baik.
• Dibawah anestesi spinal,dilakukan tindakan aseptik dengan menggunakan
laruran antiseptik povidone iodine dan alkohol 70 % pada dinding abdomen
lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
• Dilakukan insisi midline. Dibuka mulai dari kutis, subkutis sepanjang 10 cm.
• Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke atas
dan ke bawah, otot dikuakkan secara tumpul. Peritoneum dijepit dengan
klem, diangkat lalu digunting, lakukan evaluasi tidak tampak perlengketan,
lalu peritoneum digunting keatas dan ke bawah. Tampak uterus gravidarum
sesuai usia kehamilan.
• Identifikasi segmen bawah rahim dan ligamentum rotundum.
• Insisi uterus secara konkaf sampai subendometrium, uterus ditembus sampai
endometrium diperlebar sesuai arah sayatan
• Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki – laki dengan berat badan 3.430 gr,
panjang badan 49 cm, A/S 9/10, anus (+).
• Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting diantaranya. Plasenta
dilahirkan dengan cara PTT, kesan lengkap.
• Evaluasi cavum uteri dari sisa selaput plasenta. Kesan :bersih
• Uterus dijahit dengan cara continuous interlocking.
25

• Evaluasi cavum abdomen dari sisa bekuan darah dan cairan ketuban. Kesan :
bersih
• Jahit dinding abdomen lapis demi lapis dari peritoneum, aproksimasi otot,
fascia, subkutis, kutis.
• Luka operasi ditutup dengan sufratule, kassa steril, dan hypafix.
• Liang vagina dibersihkan dari sisa darah dengan kapas sublimat hingga
bersih.
• KU ibu post operasi stabil.

Terapi Post SC
- IVFD RL + Oxytosin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Rencana
- Cek darah rutin 2 jam post SC
- Observasi vital sign, kontraksi uterus, tanda-tanda perdarahan dan UOP
26

FOLLOW UP PASIEN

9 September 2016
Hasil Laboratorium 2 jam Post SC
HGB : 9,5 gr/dl N : 12-16 gr/dl
RBC : 4,5 x106 /u L N : 4,00-5,40 x 106 /uL
WBC : 17,99 x 103/uL N : 4,0-11,0 x 103 /uL
HCT : 31,8 % N : 36,0-48,0 %
PLT : 276.000 /uL N : 150.000-440.000 /uL
10 September 2016
S Nyeri bekas luka operasi (+)
O Status Presens :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 70 mmHg Dispnoea :-
HR : 93 x/i Edema :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 37,1 oC Sianosis :-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel,Peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutup verban , kesan kering
P/V : (-) lochia, rubra (+)
BAK : (+) via kateter 40 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-), flatus (+)
A Post SC a/i Prev SC 2x + NH1
P - IVFD RL + oxytocin  20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / iv
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / iv
- Inj. Ranitidine 50 mg / 8 jam / iv
27

R/ Mobilisasi bertahap, awasi VS,


kontraksi, perdarahan
Aff kateter sore
11 September 2016
S Nyeri bekas luka bekas operasi (+)
O Status Presens :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 80 mmHg Dispnoea :-
HR : 84 x/i Edema :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 36,6 oC Sianosis :-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel,Peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutup verban , kesan kering
P/V : (-)
BAK : (+)
BAB : (+), flatus (+)
A Post SC a/i Prev SC 2x + NH2
P - Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vit.B complex tab 2 x 1

R/ Mobilisasi bertahap, awasi VS,


kontraksi, perdarahan, aff infus
12 September 2016
S Nyeri bekas luka bekas operasi (+)
O Status Presens :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 80 mmHg Dispnoea :-
28

HR : 84 x/i Edema :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 37,1 oC Sianosis :-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel,Peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutup verban , kesan kering
P/V : (-)
BAK : (+)
BAB : (+), flatus (+)
A Post SC a/i Prev SC 2x + NH3
P - Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vit.B complex tab 2 x 1

R/ Mobilisasi bertahap, awasi VS,


kontraksi, perdarahan
13 September 2016
S Nyeri bekas luka bekas operasi (+)
O Status Presens :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 80 mmHg Dispnoea :-
HR : 86 x/i Edema :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 36,8 oC Sianosis :-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel,Peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutup verban , kesan kering
P/V : (-)
29

BAK : (+)
BAB : (+), flatus (+)
A Post SC a/i Prev SC 2x + NH4
P - Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vit.B complex tab 2 x 1

R/ PBJ
Kontrol Poli tanggal 16/9/2016
30

BAB IV
DISKUSI KASUS

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 29
tahun dengan diagnosis Prev. SC 2x + MG + KDR (37 –38 minggu) + PK + AH +
Belum inpartu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik obstetri dan pemeriksaan penunjang berupa USG transabdominal serta
pemeriksaan laboratorium.
Pada kasus ini pasien kembali dilakukan sectio caesaria sebab berdasarkan
anamnesis, pasien datang dengan riwayat persalinan dengan indikasi adanya
panggul yang sempit yang merupakan kontraindikasi absolutdan riwayat sectio
caesarea sebelumnya sebanyak dua kali yang merupakan kontraindikasi relatif
untuk dilakukan persalinan pervaginam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi
kekhawatiran akan terjadinya hambatan dan kesulitan (cephalo-pelvic
disproportion/fetal-pelvic disproportion) selama persalinan bila dilakukan secara
pervaginam. Selain itu, jenis insisi sectio caesaria sebelumnya pada pasien ini
tidak jelas, sehingga akan berisiko bila dilakukan persalinan pervaginam karena
dapat menyebabkan ruptur uteri. Dengan demikian, faktor-faktor yang terdapat
pada pasien ini merupakan faktor yang termasuk dalam pertimbangan untuk
memilih sectio caesaria sebagai pilihan persalinan, dan VBAC tidak dapat
dilakukan.
Tindakan sectio caesaria pada pasien kasus ini sudah tepat, karena pasien
memiliki faktor mutlak untuk sectio caesaria, dan saat ini didukung pula dengan
teknik dan obat-obat anestesi yang cukup aman pada ibu hamil.
Walaupun demikian, pemilihan sectio caesaria kembali sebagai metode
persalinan tetap mengandung risiko untuk terjadinya komplikasi di kemudian hari,
diantaranya infeksi, pembentukan jaringan parut pada uterus dan organ sekitar
sehingga terjadi perlengketan, histerektomi terkait persalinan,trauma kandung
kemih dan usus, perdarahan hebat,masalah dengan plasenta (misalnya, plasenta
previa dan plasenta akreta) dan kemungkinan persalinan preterm pada kehamilan
berikutnya.
31

PERMASALAHAN

1. Apakah tindakan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat?


2. Sampai sejauh manakah tindakan yang kita berikan kepada pasien ini
dengan kapasitas kita sebagai dokter umum?
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. WilliamsObstetrics.


24thedition. Mc-Graw Hill: New York.

2. Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan. Edisi


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono; 2007.

3. Gibbons, L .et al. 2010. The Global Numbers and Costs of


AdditionallyNeeded and Unnecessary Caesarean Sections Performed per
Year: Overase as a Barter to Universal Coverage. World Health Report

4. Ferry Budiman. 2012. Angka Kejadian, Indikasi serta Komplikasi


TindakanSectio Caesarea di Rumah Sakit Immanuel Periode 1 Januari 2011-
31 Desember 2011. Bandung: FK-UKM

5. Departemen Kesehatan RI. 2010. Determinan Non Medis Dalam


PermintaanPersalinan Sectio Caesarea.

6. Departemen Kesehatan RI. (2010). Buku Acuan Persalinan Normal. DepKes


RI. Jakarta

7. Manuaba IBG, Manuaba IAC & Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC; 2007, hal 295

8. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009, hal 523 - 529.

9. Depkes. RI, 2000. Buku Standar Pelayanan Kebidanan, Depkes, Jakarta.

10. Mochtar R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi III.
Jakarta: EGC; 2012.
33

11. Fischer, R., 2006. Breech Presentation. Cooper University Hospital.


Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/262159-overview
[Accesed on 17 September 2016]

12. Oxorn, Harry. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan, Yayasan
Essential Medika. 2003.

13. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina


Pustaka

14. Decherney, AH, Goodwin TM, Nathan L, Laufer N. 2007. Lange


CurrentDiagnosis and Treatment Obstetric and Gynecology, 7th edition. Mc
GrawHill.

15. Tobah, YB. 2016. How many C-sections can a woman safely have?.
Available from: http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/c-section/expert-
answers/c-sections/faq-20058380.

16. Boyles, S. 2016. C-sections, More Complications?. Available from:


http://www.webmd.com/baby/news/20060607/more-c-sections-more-
complications.

Anda mungkin juga menyukai