Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu aspek penting pada proses perkembangan ialah perkembangan


motorik karena merupakan awal dari kecerdasan dan emosi sosialnya. Perkembangan
motorik merupakan bertambah matangnya perkembangan otak yang mengatur sistem
saraf otak (neoromuskular) memungkinkan anak-anak lebih lincah dan aktif bergerak.
Perkembangan motorik memungkinkan anak dapat melakukan segala sesuatu yang
terkandung dalam jiwanya dengan sewajarnya. Dengan perkembangan motorik,
anak makin kaya dalam bertingkah laku sehingga memungkinkan anak memperkaya
perbendaharaan mainannya bahkan memungkinkan anak memindahkan aktifitas
bermainnya, kreativitas belajar dan bekerja, memungkinkan anak melakukan
kewajiban tugas-tugas bahkan keinginan-keinginannya sendiri .

Beberapa prinsip dasar perkembangan motorik anak :

1. Proses perkembangan berlangsung secara berkesinambungan dari satu


tahap ke tahap berikutnya meskipun kecepatannya bervariasi dari anak ke
anak.
2. Proses perkembangan motorik ini telah terprogram secara genetik
(diturunkan) dan faktor lingkungan sedikit pengaruhnya.

3. Proses perkembangan motorik memerlukan perkembangan otak yang


optimal sesuai dengan tahapan umurnya.

4. Pola perkembangan motorik dimulai dari bagian atas tubuh yaitu dari
kepala, kemudian leher, batang tubuh dan ke kaki (cephalocaudal).

5. Keterampilan motorik kasar dapat dikuasai dan selanjutnya menjadi


semakin halus dan berfungsi semakin baik (inner to outer).

1
6. Gerakan yang bersifat umum dan tidak teratur menjadi gerakan yang
spesifik dan bertujuan (simple to complex).

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otaklah yang


mengatur setiap gerakan yang dilakukan oleh anak, semakin
matangnya perkembangan sistem saraf otak yang mengatur otot
memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.
Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu, ada yang
perkembangan motoriknya sangat baik, ada juga yang tidak seperti orang yang
memiliki keterbatasan fisik, anak usia empat tahun bisa dengan mudah menggunakan gunting
sementara yang lainnya mungkin akan bisa setelah berusia lima atau enam tahun. Anak
tertentu mungkin akan bisa melompat dan menangkap bola dengan mudah
sementara yang lainnya mungkin hanya bisa menangkap bola yang besar atau
berguling-guling.

Masih tingginya angka kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan


pada anak usia balita khususnya gangguan perkembangan motorik didapatkan
23,5 (27,5%) / 5 juta anak mengalami gangguan(UNICEF, 2005). Hal ini dipicu oleh
kurangnya deteksi dini dan kurangnya stimulasi yang diberikan untuk mendukung
perkembangan motorik halus. Pada tahun pertama, sering kali tenaga kesehatan dan
orang tua lebih memfokuskan pada perkembangan motorik kasar saja. Sehingga
sering terkecoh pada perkembangan motorik yang dianggap normal tersebut
dengan suatu harapan yang semu terhadap kemampuan intelektual anak.
Kemampuan intelektual anak dapat dilihat pada perkembangan bahasa dan
pemecahan masalah. Selain itu perhatian kurang diberikan pada perkembangan
motorik halus. Padahal perkembangan motorik halus merupakan indikator yang
lebih baik daripada motorik kasar, dalam diagnosis gangguan motorik pada anak.
Perkembangan motorik halus yang paling awal adalah jari-jari tangan yang tidak
mengenggam lagi pada bayi umur 3 bulan. Bila masih menggenggam setelah umur 3 bulan
dicurigai adanya serebral palsi.

2
Gejala-gejala yang sering dikeluhkan orang tua dalam perkembangan motorik anak :

 Motorik halus : tidak dapat membuat garis lurus, tidak dapat menulis nama, tidak dapat
menggambar suatu bentuk, tidak benar dalam memegang pensil, belum dapat makan
menggunakan sendok / makan masih berantakan.

 Motorik kasar : canggung, berjalan aneh, belum dapat naik sepeda, sering terjatuh,
pincang, kurang keseimbangan, tidak menyukai sepak bola.

Secara teori faktor penyebab gangguan motorik halus maupun kasar yaitu
faktor intrinsik (genetik, ras, umur, jenis kelamin, bangsa), faktor ekstrinsik (gizi,
masa prenatal, intranatal, post natal, zat toksik atau kimia, radiasi), tingkat
pengetahuan dan sosial ekonomi. Dampak yang terjadi apabila kurangnya pencegahan
gangguan perkembangan motorik halus pada anak usia toddler akan
menyebabkan perkembangannya tidak sesuai dengan umur. Pada anak usia
toddler seharusnya sudah mampu dalam hal motorik halus yaitu menggambar,
melukis, bernyanyi tetapi jika ada penyimpangan anak hanya mampu untuk
melaksanakan tahap perkembangan motorik halus dibawah usia perkembangannya. Solusi
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan perkembangan motorik
halus pada anak usia toddler yaitu dengan melakukan deteksi dini tumbuh kembang
anak, skrining, orang tua memberikan stimulasi lebih awal untuk merangsang
kemampuan motorik halus anak.

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan


Motor

Faktor Familial

Keterlambatan dapat merupakan faktor keturunan. Hal ini mungkin


disebabkan belum matangnya kontrol korteks otak, prefrontal dengan jaras-

3
jarasnya, ganglia basal dan serebelum akibat proses mielinisasi yang lambat.
Anak-anak ini dikemudian hari akan menjadi anak yang normal dan sehat.

Faktor Lingkungan

Keterlambatan anak-anak yang berada di tempat penitipan mungkin akibat


kurangnya stimulasi dan latihan. Demikian juga bayi-bayi yang dibedong kakinya
untuk mencegah rikets, knock-knee atau bow legs akan terlambat berjalan karena
kelemahan tungkainya.

Kepribadian

Anak yang kurang percaya diri, terlalu hati-hati atau kehilangan


kepercayaan dirinya akibat jatuh, mungkin akan terlambat berjalan. Bila
keberaniannya muncul maka ia akan dapat berjalan dengan baik karena dasar
neuorologis untuk berjalan sebenarnya sudah dimilikinya dan keterlambatannya
ini tidak mumpunyai dasar kelainan organik.

Gizi

Anak yang kegemukan akan telambat berjalan bila orang tuaya khawatir
berat badannya akan memberikan beban pada tungkainya yang mungkin
menyebabkan deformitas postural.

Mental Subnormal

Pasien sindrow Down, akan lebih lambat berjalan dibandingkan anak-anak


lain dengan kecerdasan setaraf akibat hipotonia. Keterlambatan umum
sitiarsitektonik (dendrit, sinaps, mielinisasi), rasa keingintahuan, stimulasi yang
kurang dan faktor emosi mungkin berperanan juga.

Serebral Palasi

Beratnya kelainan perkembangan motor pasien palsi serebral tergantung


pada jenis, berat dan distribusi anatomi palsi serebral serta pada kecerdasan

4
pasien. Walaupun belum terlihat tanda kelainan neurologis, keterlambatan
perkembangan motor yang mencolok paling sering disebabkan palsi serebral.
Pada stadium lanjut baru akan terlihat kelainan postur dan gerak

Kelainan Tonus Otot

Hipertonia dan hipotenia akan menyebabkan perkembangan terlambat. Di


samping serebral palsi, hipotonia juga dapat disebabkan lesi medula spinalis atau
penyakit lower motor neuron, penyakit otot instrinsik dan gangguan fisik umum
seperti pada rikets atau setiap penyakit berat lain.

Penyakit Neuromuskular

Pasien penyakit neuromuskular seperti penyakit Wearding-Hoffman atau


Duchenne muscular dystrophy akan terlambat perkembangannya.

Ngesot

Anak-anak yang bergerak dengan ngesot lebih lambat berdiri dan berjalan
dari pada anak yang merangkak.

Buta

Bayi-bayi yang buta mungkin akan terlambat berjaln bila kurang diberikan
kesempatan belajar berjalan karena takut akan melukai dirinya sendiri.

Tidak diketahui penyebabnya

Ada anak-anak yang sampai berusia 2 tahun atau lebih belum dapat
berjalan tanpa sebab yang jelas. Bila tidak disebabkan kerusakan susunan saraf
pusat atau disertai gangguan perkembangan mental, keadaan ini bukan masalah
yang serius.

5
BAB II

DEVELOPMENTAL COORDINATION DISORDER (DCD)

Walaupun kondisi ini pertama kali dikenal awal tahun 1990-an, namun
kewaspadaan mengenai keadaan ini baru meningkat akhir-akhir ini berdasarkan
bukti bahwa prevalensnya sekitar 5% dari anak sekolah usia primer. American
Phychiatric Association / APA pada tahun 1994 dan WHO mengklasifikasikan
sindrom keterampilan pergerakan yang berbeda ini sebagai gangguan koordinsi
perkembangan (developmental coordination disorder, DCD). Dalam konsensus
internasional yang ditujukan untuk mendiskusikan berbagai label yang berbeda
ini, akhirnya defines DCD diterima oleh para peneliti dan klinisi.

Jadi, istilah DCD baru umum dikenal setelah publikasi dari Diagnostic and
Statistic Manual of Mental Disorder 4th Edition (DSM IV) pada tahun 1994, yang
mana menurut kriteria DSM IV-TR tersebut, DCD didefinisikan sebagai kondisi
di mana seorang anak memiliki koordinasi motorik buruk yang mengganggu
pencapaian akademis atau aktivitas sehari-harinya, namun memiliki IQ yang
normal dan tidak memiliki kondisi medis umum atau gangguan perkembangan
pervasive lainnya.

Dengan kata lain, DCD merupakan specific learning difficulty, sebagai


bagian dari spectrum of difficulties, yang mencakup berbagai kelainan lain seperti
diskalkulia, disgrafia, attention deficit and hiperactivity disorder (ADHD),
Asperger’s syndrome, disleksia, DAMP dan lain sebagainya, yang kadang
tumpang tindih satu sama lain. Sangat sedikit anak yang memiliki bentuk ‘murni’
dari kondisi tersebut dan cenderung memiliki campuran dari berbagai kesulitan
tersebut.

6
Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus.
Sebenarnya gangguan ini mengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang
sangat berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya.

Manifestasinya berupa perkembangan motorik anak sejak bayi hingga usia


tertentu terlambat, misalnya duduk, tengkurap, merangkak, berlari. Kemampuan
olahraga anak juga kurang. Anak lebih sulit mengatur keseimbangan setelah
melakukan gerakan dan keseimbangan saat berdiri.

2.1 Prevalensi

Developmental Coordination Disorder ditemukan pada sekitar 5% dari


populasi dengan perbandingan antara lelaki dan perempuan adalah 4-7 : 1.
Perbedaan jenis kelamin ini cenderung konsisten, namun perbandingannya
menyempit pada masa dewasa.

2.2 Etiologi

Tidak banyak penelitian yang mencari tahu penyebab dari DCD. Namun
demikian, tampaknya ada gabungan antara faktor genetik dan lingkungan
(multifaktorial) pada anak dengan sekumpulan gejala yang timbul.
Developmental Coordination bukan merupakan suatu penyakit, namun lebih
kepada sekumpulan gejala yang secara bersama-sama dapat menegakkan
diagnosis. Faktor risiko lain yang diketahui misalnya usia gestasional yang
kurang dan berat lahir rendah.

2.3 Kriteria diagnostic DCD

Kriteria diagnostik DCD tercantum dalam DSM IV Sourcebook American


Phyciatric Association and Statistical Manual (DSM-IV). Gambaran penting dari
DCD adalah adanya gangguan yang jelas pada perkembangan koodinasi motorik
(kriteria A). Diagnosis dibuat hanya bila gangguan ini secara signifikan

7
mengganggu pencapaian akademik atau kegiatan sehari-hari (kriteria B).
Diagnosis DCD ditegakkan bila kesulitan koordinasi tersebut bukan karena
kondisi medis keseluruhan (seperti palsi selebral, hemiplegi atau distrofi otot) dan
tidak memenuhi kriteria gangguan perkembangan pervasif (kriteria C). Jika
retardasi mental ditemukan, kesulitan motorik didapati berlebihan pada mereka
yang berhubungan dengan hal ini (kriteria D).

Developmental Coordination harus dibedakan dari diagnosis bandingnya,


yakni gangguan motorik akibat kondisi medis menyeluruh. Masalah dalam
koordinasi bisa berhubungan dengan gangguan neurologis spesifik (seperti palsi
selebral, lesi progresif dari serebelum), namun pada kasus ini ada gangguan saraf
yang pasti dan temuan abnormal pada pemeriksaan neurologis. Jika terdapat
retardasi mental, DCD dapat didiagnosis hanya bila kesulitan motorik yang ada
tampak sangat berlebihan. Diagnosis DCD tidak diberikan jika kriteria sesuai
gangguan perkembangan pervasif. Individu dengan ADHD bisa terjatuh atau
menjatuhkan sesuatu, namun hal ini lebih disebabkan gangguan konsentrasi dan
impulsif dibanding gangguan motorik. Jika kriteria dari keduanya terpenuhi,
kedua diagnosis ini dapat ditegakkan.

2.4 Gambaran Diagnostik

Sesuai kriteria yang tercantum dalam DSM IV Sourcebook American


Phyciatric Association and Statistical Manual (DSM-IV) di atas, maka ringkasan
gambaran diagnostik dari DCD adalah sebagai berikut :
A. Performa kegiatan sehari-hari yang membutuhkan koordinasi motorik, jauh di
bawah yang diharapkan, sesuai usia dan intelegensia yang terukur. Hal ini bisa
dilihat dengan keterlambatan yang nyata dalam pencapaian tolak ukur motorik
(berjalan, merangkak, duduk), menjatuhkan benda, kecanggungan, performa
buruk dalam olahraga atau menulis.
B. Gangguan pada kriteria A secara signifikan mengganggu pencapaian akademis

8
atau aktivitas sehari-hari.
C. Gangguan tidak disebabkan oleh kondisi medis umum (seperti palsi selebral,
hemiplegia atau distrofi otot) dan tidak memenuhi kriteria dari gangguan
perkembangan pervasif.
D. Jika ada retardasi mental, kesulitan motorik tampak berlebihan pada yang
memiliki retardasi mental.

Manifestasi gangguan ini bervariasi pada berbagai usia dan tingkat


perkembangan. Sebagai contoh, anak yang lebih kecil bisa menunjukkan
kecanggungan dan keterlambatan dalam mencapai tolak ukur perkembangan
motorik (misalnya berjalan, merangkak, duduk, mengikat tali sepatu, mengancing
baju, dsb). Anak yang lebih besar bisa memperlihatkan kesulitan dalam aspek
motorik dalam menyusun puzzle, membangun mainan, bermain bola, atau
menulis. Orang dewasa mungkin memiliki lebih sedikit kesulitan motorik halus,
namun tetap memiliki kesulitan dalam hal tulisan dan organisasi.
Anak dengan gangguan koordinasi cenderung memiliki :
1. Sensitivitas visual motorik yang kurang
2. persepsi visual yang tidak stabil, dan
3. kurangnya sensitivitas terhadap perubahan frekuensi suara

keadaan tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk :


• Menentukan kecepatan
- Seberapa cepat mereka bergerak dalam hubungannya dengan benda dan orang di
sekitar mereka
- Seberapa cepat sebuah benda (bola, misalnya) bergerak ke arah mereka
• Menentukan jarak
- Memperkirakan seberapa jauh jarak lantai ketika mereka meloncat dari atas
- Bagaimana merencanakan pergerakan untuk loncat keluar masuk lingkaran
- Bagaimana melempar dan menendang dengan akurat ke sasaran
- Bagaimana bergerak dengan aman di antara benda-benda tanpa menabrak atau
jatuh

9
• Fokus pada kegiatan
- Kesulitan konvergensi bisa berdampak pada pandangan ganda, membuatnya
lebih sulit untuk mengetahui di mana letak orang/benda lain
• Respon cepat terhadap instruksi verbal
- Mengikuti instruksi untuk mengubah arah
- Mengikuti bunyi/irama dengan gerakan, seperti mengambil peran dalam
marching band, atau melakukan gerakan sebagai respon terhadap irama.

2.5 Gambaran Kunci DCD

-Perkembangan dini, pada umumnya terlambat mencapai tolak ukur


perkembangan (developmental milestone), misalnya duduk, berjalan dan
berbicara.
-Karakteristik fisik, saat masih bayi, lebih memilih tengkurap dibanding berbaring
karena tonus otot yang rendah. Tonus yang ebih rendah ini mengakibatkan
kesulitan untuk duduk tegak di kursi atau duduk dengan nyaman di lantai saat
mendengarkan cerita. Anak terlihat mudah terusik karena ia lebih berkonsentrasi
pada mempertahankan keseimbangan dibanding mendengarkan pelajaran.
Selanjutnya, anak akan berdiri dalam posisi punggung melengkung (curved spine)
untuk mendapatkan stabilitas yang lebih baik sehingga akan mengakibatkan
masalah punggung sekunder pada masa dewasa.
-Kelenturan ligament (ligament laxity), beberapa anak menunjukkan fleksibilitas
sendi yang berlebih dan lebih memilih duduk dengan posisi “W” saat menonton
televisi. Instabilitas dari pinggul dan bahu mereka menyebabkan kesulitan
koordinasi.
-Keseimbangan dan koordinasi, kesulitan dalam menjaga keseimbangan dan
koordinasi saat berlari, melompat, menendang bola, dan berdiri dengan satu kaki.
-Integrasi bilateral, anak mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan kedua
sisi tubuhnya. Kesulitan dalam menggunakan alat makan, tulisan atau berpakaian.
Mengendarai sepeda mungkin lebih sulit karena mengintegrasikan gerakan
mengayuh pedal dan mempertahankan keseimbangan. Hal ini lebih terlihat saat
permukaannya bervariasi, seperti di atas rumput.

10
-Genggaman dan ketangkasan, kesulitan memegang dan memanipulasi obyek
yang kecil, mengancing pakaian, memegang dan menggunakan pensil atau
gunting. Anak akan mengubah posturnya untuk memperoleh keseimbangan dan
kontrol tubuh untuk melakukan keterampilan motorik halus, atau
mempertahankan tubuhnya dalam satu posisi tertentu sehingga ia bisa stabil dalam
melakukan tugas-tugas kecil. Ia mungkin tidak terlihat jelas pengguna tangan
kanan atau kiri, karena ia bisa menggunakan tangan manapun yang lebih dekat
untuk mencapai sesuatu.
-Kontrol memegang pensil, menulis dan menggambar, anak menghindari tugas
menulis dan menggunakan berbagai teknik distraksi untuk melakukannya.
Tulisannya biasanya sulit dibaca, khususnya jika menulis dengan cepat.
Tulisannya bervariasi dalam hal ukuran dan kualitas, dari awal sampai akhir
halaman. Huruf-huruf bisa terletak di atas atau di bawah garis yang ada.
-Kesulitan perseptual, bisa dalam hal persepsi auditori, menganggap suara berisik
di dalam kelas sangat mengganggu. Keterampilan dalam mendengar biasanya
buruk dan anak meminta pengulangan instruksi. Kesulitan persepsi visual
menyebabkan masalah dalam menulis, mengikuti bacaan, dan menuruni tangga.
Selain itu, anak juga mengalami kesulitan menyalin tulisan dari papan tulis dan
membutuhkan bantuan jari untuk mengikuti tulisannya. Ia bisa juga kehilangan
jejak saat membaca dan menyimak hal-hal yang disampaikan oleh gurunya.
-Organisasi pekerjaan/tugas, bermasalah dalam mencatat pekerjaan rumah,
seringkali kehilangan barang-barang miliknya, dan mengingat urutan tugas.
-Konsep waktu, biasanya terlambat mengerjakan tugas, terlambat hadir atau
menanyakan waktu berulang kali.

Selain berbagai gambaran kunci di atas, terdapat pula kesulitan lainnya


seperti membaca, berhitung, kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi,
keterlambatan bercakap-cakap dengan jelas, terdapat masalah dalam bahasa
reseptif dan ekspresif, konsentrasi dan atensi, serta kepercayaan diri.

11
2.6 Terapi

Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai kapan memulai


intervensi, namun lebih cepat lebih baik untuk memastikan anak tidak kehilangan
kepercayaan dan harga dirinya. Hal ini akan membantu mengurangi masalah
perilaku dan membantu anak untuk berhasil dalam hal fisik, sosio emosional dan
akademis. Seorang anak mulai membandingkan dirinya dengan teman sebayanya
pada usia 6- tahun, jadi penting untuk memulai intervensi sebelum masa ini,
namun pada hakekatnya tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai
intervensi.

Penting untuk mempertimbangkan usia anak ketika memutuskan jenis


terapi. Anak di bawah usia 3 tahun mungkin sulit mengikuti terapi formal yang
terstruktur, jadi penting untuk memastikan anak menganggap terapi ini
menyenangkan sehingga ia dapat merasa berhasil. Berbagai metode terapi yang
berbeda dapat dilakukan dalam intervensi anak dengan DCD, di antaranya :

Pencapaian Keterampilan

Setelah disfungi area spesifik ditemukan pada saat pengkajian, lalu


direncanakan program terapi spesifik untuk meningkatkan keterampilan individu
pada area tersebut, misalnya anak dengan masalah pada keterampilan motorik
kasar. Kesulitan anak mungkin timbul akibat kurangnya pengalaman atau maturasi
yang lambat.

Sensori Integrasi

Terapi ini berorientasi pada anak dengan menciptakan lingkungan sensori


di mana anak bisa secara aktif mengekplorasi keterampilan baru. Terapi ini akan
membantu mengkoordinasikan kedua sisi tubuh, meningkatkan organisasi dan
mengembangkan citra diri dan rasa percaya diri. Teknik yang dipakai mencakup
input vestibular, proprioseptif dan taktil.
12
Perseptuo-motorik

Metode ini melibatkan urutan latihan di mana anak mengulang-ulang tugas


yang diberikan sampai ia kompeten melakukannya. Latihan lalu ditingkatkan
dengan memberikan tugas yang lebih kompleks. Program ini berbasis
keterampilan visual-perseptual, tugas mencakup tugas spasial, koordinasi mata-
tangan, konsistensi, dan bentuk.

Neurodevelopmental

Ini merupakan bentuk intervensi yang berhubungan dengan tatalaksana


palsi selebral. Dengan menghambat tonus yang meningkat melalui handling dan
positioning, kita memfasilitasi pola normal dari pergerakan.

Terapi psikomotor (Naville)

Dalam terapi ini, koordinasi yang buruk diperkirakan sebagai akibat


masalah fisik, sosial dan psikologis. Metode ini mencakup latihan keterampilan
motorik kasar, disosiasi, koordinasi dan relaksasi, kesadaran akan waktu dan
ruang, serta latihan memori visual.

Sensitivitas kinestetik

Sensitivitas kinestetik dideskripsikan sebagai kemampuan otak untuk


mengetahui posisi dan pergerakan anggota tubuh yang merupakan salah satu
faktor dalam kontrol perilaku motorik. Anak dilatih berbasis kegiatan kehidupan
sehari-hari selama 2 minggu untuk meningkatkan kewaspadaan kinestetik mereka.
Uji ini digunakan bersamaan dengan program motorik umum untuk meningkatkan
keterampilan motorik anak.

13
The Lee method

Tujuan utama metode ini adalah meningkatkan stabilitas proksimal untuk


memberikan titik fiksasi, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, koordinasi
(baik mata-tangan, dan mata-kaki), memori, keterampilan merencanakan dan
organisasi. Latihan khusus diberikan untuk meningkatkan otot, sementara
aktivitas dan permainan diberikan untuk meningkatkan keterampilan. Penekanan
terapi ini adalah membuat hal ini menyenangkan, memastikan bahwa
keterampilan dipecah sampai tingkat di mana anak bisa mengerjakannya sebelum
membangunnya lagi. Tujuannya adalah membantu tiap anak mencapai
keterampilan sesuai usianya.terapi mencakup 1 sesi/minggu selama 8 minggu,
yang dibantu dengan 2 program rumah, masing-masing selama 4 minggu untuk
memastikan bahwa anak tidak merasa bosan dengan latihan dan aktivitas tersebut.

Bentuk terapi paling popular

Bentuk intervensi yang paling popular adalah pencapaian keterampilan,


neurodevelopmental, sensori integrasi, perseptuo-motorik dan metode Lee.
Bentuk berbagai intervensi ini memiliki dasar teori yang berbeda dan terapis harus
memahaminya dan mendapatkan latihan yang tepat sebelum menerapkannya.
Karena tiap anak berbeda, begitu pula dengan responnya, terapis harus mampu
untuk menentukan terapi mana yang sesuai untuk masing-masing anak.

Pengkajian tidak selalu berarti seorang anak akan diterapi, melainkan


menentukan kebutuhan mereka untuk diintervensi. Anak dengan masalah yang
mengganggu fungsinya sehari-hari, yang depresi, cemas, stress dan menarik diri,
jelas membutuhkan pertolongan, baik oleh orangtua, guru, terapis
wicara/okupasi/fisioterapis, dokter, psikolog. Perlu diingat bahwa pengkajian awal
dan follow up tetap harus dilakukan oleh dokter yang berkompeten.
Selain itu, perlu untuk menentukan kelompok anak mana yang akan berespon baik
dalam terapi, kelompok dengan keterampilan yang meningkat melalui latihan,

14
kelompok paling tepat untuk sensori integrasi, dan kelompok anak di mana terapi
bukan merupakan jawabannya. Beberapa anak mungkin lebih mendapat manfaat
dari pendekatan umum dibanding program terapi spesifik. Jika dalam 4 minggu
tidak ada perubahan, perlu ditinjau kembali mengenai diagnosis, pengkajian dan
keakuratan interpretasi, serta modifikasi apa yang diperlukan.
Saran praktis yang dapat membantu anak
1. Bayi sebaiknya bermain pada bagian depan tubuhnya untuk memicu stabilitas
bahu dan panggul, duduk saat berbicara, dan berbaring saat tertidur.
2. Bekerja dalam gerakan yang kasar sebelum yang halus; seperti petak umpet,
merangkak, mengecat dengan kuas besar, menulis dengan kapur pada ubin karpet.
3. Lihat lingkungan dan pastikan lingkungan itu sesuai bagi anak dan orang
dewasa, misalnya gelas yang tidak akan tumpah ujungnya, gunting yang dapat
digunakan si anak, bantuan menulis seperti penggunaan komputer, dan
penggunaan alat pengatur waktu untuk membantu anak dalam hal konsep waktu.
4. Pertahankan harga diri anak dengan mencoba berbagai hobi seperti berenang,
yoga, mengendarai kuda, dan fotografi.
5. Jangan bebankan latihan tambahan pada anak ketika dia tampaknya mulai lelah.
6. Tanyakan apa yang mengganggunya dan apa yang perlu dibantu.
7. Bantu anak agar lebih terorganisir, pastikan setiap benda dinamai dan tempat
penyimpanannya mudah digunakan.
8. Pastikan bahwa anak duduk dengan nyaman, namun stabil secara postural
dengan kaki berpijak pada lantai dan menghadap tugasnya.
9. Cobalah untuk melatih keterampilan sosial sehingga anak memiliki hirarki
perilaku dan mengetahui apa yang harus dilakukan dan kapan.
10. Gunakan instruksi visual daripada auditori untuk menyampaikan pesan,
jangan ragu untuk mengulang dan periksa apa anak sudah mengerti.
11. Gunakan bahasa yang sangat sederhana
12. Selalu demonstrasikan kegiatannya terlebih dahulu oleh anda sendiri atau
minta anak yang kompeten untuk keterampilan tersebut.
13. Pecahkan kegiatan menjadi sasaran kecil yang mudah dicapai.
14. Pastikan bahwa setiap keterampilan dipelajari secara terpisah sebelum

15
mengkombinasikannya dan anak harus mampu memiliki keseimbangan (kedua
kaki menapak lantai) kemudian pada tiap kaki (lebih dari 5 detik) sebelum
melompat, saat keterampilan ini dipelajari terpisah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moersintowarti B.Narendra,dkk. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan


Remaja Jilid 1. Jakarta : Penerbit Sagung Seto
2. Mallhi P, Singhi P. Screening Young Children for Delayed Development.
Indian Pediatrics; 1999 36:569-577

3. Narendra MB, suryawan A, irwanto. 2006. Naskah lengkap continuing


education ilmu kesehatan anak XXXVI penyimpangan tumbuh kembang
anak. bag/SMF ilmu kesehatan anak FK UNAIR. Surabaya

4. Behrman RE., Kliegman RM., Jenson HB. 2004. Nelson textbook of


pediatrics 17th ed. Saunders. Philadelphia. American Academy of
Pediatrics. Identifying Infants and Young Children With Developmental
Disorders in the Medical Home: An Algorithm for Developmental
Surveillance and Screening. Pediatrics Volume 118, Number 1, July 2006.

5. Sices L, Feudtner C, McLaughlin J et al. How Do Primary Care Physicians


Manage Children With Possible Developmental Delays? A National
Survey With an Experimental Design. Pediatrics 2004;113;274-282

6. http://id.hicow.com/amerika-serikat/sel-induk/serebral-palsi-763584.html

7. Goldberg C, New birth defect treatment studied. Hub Scientists test use of
fetal cell, May 14 2006, diakses dari http://www.boston.com

8. Abraham C, Hope for Fixing Birth Defects; New Technique Uses Custom-
Made Tissue Grown from Unborn Child's Own Fetal Cells, October 10,
2005. Diakses dari http//www.stemcell news.com

16
9. Cromie W.J, New technique could repair severe birth defects. Diakses dari
http//www.hno.harvard.edu

10. Gardner A, Amniotic Stem Cells Offer Hope against Congenital Heart
Defects November 14, 2006. Diakses dari
http://www.explorestemcells.co.uk

17

Anda mungkin juga menyukai