Anda di halaman 1dari 42

Baguan Ilmu Kedokteran Jiwa

September 2022

Samaritan Hospital

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT

Developmental & Behavioral Disorders In Children/Teenagers

Disusun Oleh:

Resky Gau

N 111 19 057

Pembimbing Klinik

dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M. Kes, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


SAMARITAN HOSPITAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
BAB I
PENDAHULUAN

Handicap: Anak memiliki keterbatasan fisik, sehingga memang terbatas aktivitas


motoriknya, seperti tidak memiliki kaki sehingga tidak bisa berlari cepat, tidak memiliki
tangan sehingga saat makan harus disuapi atau memegang sendok dengan kaki.
Inability: Anak tidak mampu melakukan suatu hal karenan memang belum
waktunya atau belum matang. Contohnya: anak usia 6 bulan tidak bisa berjalan sendiri
karena kakinya belum mampu untuk digunakan berjalan.
Disability: anak tidak mampu melakukan suatu hal karena memang keterbatasan
yang dimiliki, seperti inteligensi, dll. Contohnya: anak usia 7 tahun belum bisa bicara.
Gangguan psikologis yang dialami pada masa anak-anak dan remaja seringkali
menimbulkan suatu hal yang memilukan. Permasalahan yang terjadi pada mereka harus
mereka atasi di tengah kapasitas yang masih terbatas. Apalagi jika mereka tidak di
dukung oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian permasalahan menghambat anak-anak
untuk mengembangkan potensi-potensinya selama perkembangan. Hal ini mengundang
pandangan bahwa anak-anak dan remaja dengan permasalahan-permasalahan psikologis
yang menimpanya memiliki masa depan yang suram.
Gangguan pada masa kanak-kanak dan remaja sering dikategorikan kedalam dua
domain, yaitu gangguan eksternalisasi (externalizing disorders) dan gangguan
internalisasi (internalizing disorders). Gangguan eksternalisasi ditandai dengan
beberapa tingkah laku seperti agresivitas, ketidakpatuhan, over-active, dan impulsif.
Gangguan yang tergolong kategori ini adalah gangguan Attention-Deficit/Hyperactifiy
Disorder, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan
internalisasi ditandai dengan tingkah laku seperti depresi, penarikan sosial dan
kecemasan. Gangguan yang temasuk kategori ini adalah gangguan kecemasan dan
gangguan mood (Kring, et.al, 2012).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 2


Terdapat dua hal yang menjadi tambahan yang perlu dipertimbangkan untuk
menentukan bahwa perilaku anak dan remaja tergolong normal atau tergolong
abnormal. Dua hal tersebut adalah usia anak dan latar belakang budaya. Perlu diingat
bahwa hal yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, misalnya ketakutan pada
orang asing pada anak-anak usia satu tahun, menjadi tidak dapat diterima di usia yang
lebih besar. Anak-anak juga jarang melabel sendiri perilaku mereka sebagai perilaku
abnormal. Oleh karena itu, definisi normalitas dan abnormalitas sangat bergantung pada
cara tingkah laku tersebut dipandang dari kacamata rang tua pada budaya tertentu.
Budaya-budaya dapat bervariasi berkenaan dengan tipe-tipe perilaku yang
diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal.

Ada beberapa jenis gangguan pada anak dan remaja yang akan dibahas dalam
makalah ini. Gangguan tersebut adalah gangguan perkembangan pervasif (seperti
autisme); gangguan intelektual; gangguan belajar; gangguan komunikasi; gangguan
pemusatan perhatian (ADHD), perilaku bermasalah (gangguan tingkah laku dan sikap
menentang), kecemasan dan depresi, serta gangguan eliminasi. Setiap gangguan tersebut
akan dibahas kriteria diagnostiknya. Beberapa gangguan juga dijelaskan mengenai
etiologi dan penangannya secara singkat.

A. Perkembangan Anak
Perkembagan adalah suatu perubahan dalam prilaku anak yang memperlihatkan
interaksi dari kematangan makluk hidup dan lingkungannya. Perkembangan merupakan
perubahan dari bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan
kemampuan.
Setiap orang berkembang dengan karakteristik tersendiri, perkembangan adalah
pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung
terus selama siklus kehidupan. Pola gerakan itu kompleks karena merupakan hasil dari
beberapa proses seperti proses fisik, kognitif, dan sosial, seperti :
1. Proses Fisik Proses-proses fisik merupakan proses biologis yang meliputi
perubahanperubahan fisik individu yang bersifat genetik. Genetik yang diwarisi
dari orang tua, perkembangan otak, penambahan tinggi, dan berat badan.
2. Proses Kognitif Proses kognitif meliputi perubahanperubahan ynag terjadi pada
individu mengenai pikiran, kecerdasan, dan bahasa.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 3


3. Proses Sosial
Proses sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan
individu dengan orang lain, perubahan dalam emosi, dan dalam kepribadian. Perubahan
pada perkembangan merupakan hasil dari ketiga proses tersebut yang berlangsung pada
keseluruhan siklus hidupnya. Siklus perkembangan tersebut Santrok dan Yussen (19920
membaginya atas lima fase yaitu:
1. Fase Pre Natal (dalam kandungan) Fase perkembangan yang terletak antara masa
pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan dari satu sel
menjadi organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berperilaku.
2. Fase Bayi Fase perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai masa 18 atau
24 bulan. Masa ini adalah masa yang sangat bergantung pada orang tua.
3. Fase Kanak-Kanak Awal Fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir
masa bayi sampai usia 5 atau 6 tahun. Fase ini disebut juga masa prasekolah dan
pada fase ini berkembang keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan
kesiapan untuk bersekolah.
4. Fase Kanak-Kanak Tengan Dan Akhir Fase perkembangan yang berlansung
sejak usia 6 sampai dengan 11 tahun. Pada fase ini anak sudah menguasai
beberapa keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung.
5. Fase Remaja Fase perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa rentangan usia 10 sampai 12 tahun dan berakhir usia 18
sampai 22 tahun.

Perkembangan anak akan terlihat dari perubahan-perubahan aspek jasmani seperti


ukuran tubuh dan anggota-anggota tubuh lainnya dan perubahan tersebut diikuti oleh
aspek rohani, seperti meningkatnya kemampuan anak dalam mengamati, mengingat,
berpikir dan berkehendak akan sesuatu.

B. Prinsip-Prinsip Perkembangan Pada Anak


Prinsip perkembangan merupakan suatu perubahan baik fisik maupun psikis
sesuai dengan masa pertumbuhannya. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh faktor
internal (biologi) dan faktor eksternal (lingkungan) yang sesuai dengan masa
perkembangannya. Pada prinsipnya perkembangan adalah suatu perubahan kemampuan
gerakan sesuai dengan masa pertumbuhan. Prinsip dasar tersebut antara lain :

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 4


1. Anak usia 2 – 4 tahun dan 4 – 5 tahun memiliki kemampuan melihat fokus yang
benar sehingga dapat menciptakan aneka aktivitas dengan menggunakan
karakteristiknya.
2. Dan anak dapat melakukan serangkaian gerakan secara berkelanjutan.

Prinsip Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 2 – 4 Tahun

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 5


Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 6
C. Perkembangan Fisik
Motorik sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk prilaku gerak manusia.
Sedangkan perkembangan merupakan istilah umum yang mengacu pada kemajuan dan
kemunduran yang terjadi hingga akhir hayat. Perkembangan motorik berarti
perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, dan otot
yang berkoordinasi. Pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan
kegiatan massa yang ada pada waktu lahir.
Beberapa hal yang menunjukkan bagaimana perkembangan motorik turut
menyumbang bagi penyesuaian sosial dan pribadi anak berupa:
1. Kesehatan yang baik. Apabila kondisi motorik sangat jelek sehingga prestasi anak
berada di bawah standar kelompok sebayanya, maka anak hanya memperoleh
kepuasan yang sedikit dari kegiatan fisik dan kurang termotivasi untuk mengambil
bagian dalam permainan atau aktivitas bersama teman sebayanya.
2. Katarsis emosional. Melalui latihan fisik anak dapat melepaskan tenaga yang
tertahan dan membebaskan tubuh dari ketegangan, kegelisahan, dan keputusasaan.
Kemudian mereka dapat mengendurkan diri, baik secara fisik maupun psikologis.
3. Kemandirian. Semakin banyak anak melakukan sendiri, semakin besar
kebahagiaan dan rasa percaya atas dirinya. Kebergantungan menimbulkan
kekecewaan dan ketidakmampuan diri.
4. Hiburan diri. Pengendalian motorik memungkinkan anak berkecimpung dalam
kegiatan yang akan menimbulkan kesenangan baginya meskipun tidak ada teman
sebaya.
5. Sosialisasi. Perkembangan motorik yang baik turut menyumbang bagi
penerimaan anak dan menyediakan kesempatan untuk mempelajari ketrampilan
sosial. Keunggulan perkembangan motorik memungkinkan anak memainkan
peran kepemimpinan.
6. Konsep diri. Pengendalian motorik menimbulkan rasa aman secara fisik, yang
akan melahirkan perasaan aman secara psikologis. Rasa aman psikologis pada
gilirannya menimbulkan rasa percaya diri yang umumnya akan mempengaruhi
prilaku.
Adapun aspek perkembangan motorik anak terdiri dari tiga unsur utama yang sangat
dominan yaitu:

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 7


1. Perkembangan anatomis, perkembangan ini ditunjukkan adanya perubahan
kuantitas struktur tulang, dan tinggi badan. Perkembangan motorik anak nampak
dengan bertambahnya jumlah tulang yang secara langsung berpengaruh pada
struktur tubuh secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologis, perkembangan ini ditunjukkan adanya perubahan dari
sistem kerja organ tubuh seperti kontraksi otot, peredaran darah, pernafasan,
pencernaan, dan lain-lainnya.
3. Perkembangan prilaku, perkembangan ini merupakan koordinasi fungsional antara
persyarafan dan otot serta fungsi kognitif, afektif, dan konatif.

Meningkatnya kemampuan fisik anak akan membuat aktivitas anak juga


meningkat sehingga akan menumbuhkan kreativitas dan imajinasi anak yang merupakan
bagian dari perkembangan mental anak. Dengan demikian bahwa kegiatan fisik anak
akan dapat meningkatkan kemampuan intelektual anak.

D. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif terjadi melalui proses yang dia disebut dengan adaptasi’.
Adaptasi merupakan penyesuaian terhadap tuntutan lingkungan melalui Asimilasi Dan
Akomodasi. Asimilasi merupakan proses dimana anak berupaya untuk menafsirkan
pengalaman barunya yang didasarkan pada interprestasinya, sedangkan Akomodasi
penyesuaian struktur berpikir dengan sejumlah pengalaman baru. Misalnya anak yang
berusia 4 – 5 tahun sedang mencoba mendapatkan bola besar, akomodasi akan terjadi
ketika anak mengenali bahwa bola tersebut lebih besar dari apa yang biasa
dimainkannya.
Berdasarkan contoh tersebut suatu pengalaman atau lingkungan baru telah
mengubah perilaku anak dan pemahamannya hingga kemampuan kognitifnya
bertambah. Perilaku tersebut di atas terdapat kedalam 4 (empat) tahap perkembangan
kognitif yaitu :
1. Sensomotorik lahir sampai dengan 2 tahun.
2. Preoperasional 2 tahun sampai dengan 8 tahun.
3. Konkret operasional 8 tahun sampai dengan 11 tahun.
4. Formal operasional 11 – 12 tahun dan seterusnya.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 8


Perkembangan kognitif tersebut, pada tahap Sensomotorik menggambarkan
seseorang berpikir melalui reflek dan gerak tubuh. Artinya kemampuan intelektual
berkembang sebagai suatu hasil dari perilaku gerak dan konsekuensinya, dimana gerak
selalu berhubungan dengan proses berpikir, pengetahuan dan berpikir muncul sebagai
hasil atau akibat dari perilaku yang terjadi melalui gerak tubuh. Pada masa ini anak
beradaptasi dengan lingkungannya menggunakan gerak repleks seperti; menggerakkan
jari tangan, menendang, menangis dan lainnya.
Pada tahap Preoperasional anak usia 2 sampai dengan 8 tahun belum memiliki
kemampuan berpikir logis atau operasional yang dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1)
Prekonseptual yaitu anak yang berusia antara 2 sampai dengan 4 tahun, 2) Intuitive
yaitu pada anak yang berusia antara 4 sampai dengan 7 tahun. Pada tahap ini anak mulai
melakukan berbagai bentuk gerak dasar yang dibutuhkan seperi jala, lari, lempar, dan
sebagainya.
Pada tahap Konkret operasional anak bertambah kemampuannya dari variabel
dalam situasi problemsolving, dimana anak sudah tidak tergolong pra sekolah
melainkan anak sudah memasuki masa dunia sekolah. Pada masa ini anak memasuki
periode transisi dalam aspek gerak dan motorik yang dapat dikembangkan kearah
keterampilan yang kompleks.
Tahap Formal operasional merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan
ideide yang tidak didasarkan pada realita, anak sudah mampu berpikir yang bersifat
abstrak. Tetapi menurut Piaget (1960) banyak anak tidak pernah mencapai tahapan
tersebut.

Menurut Robert V. dan Cavanaugh (2007) dari Teori Garner menjelaskan 9


kecerdasan yang harus dimiliki anak kaitannya dengan perkembangan kognitif anak
yaitu :
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence) yang dapat berkembang bila
dirangsang melalui berbicara, mendengar, membaca, menulis, berdiskusi, dan
bercerita.
2. Kecerdasan Logika Matematika (LogicoMatematical Intelligence) yang dapat
dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis data
dan bermain dengan benda-benda.
3. Kecerdasan Visual-Spasiai (VisualSpasial Intelligence) yaitu kemampuan dalam
memahami ruang yang dapat dirangsang melalui bermam balok-balok dan bentuk-

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 9


bentuk geometri, melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film
maupun bermain dengan daya khayal (imajinasi).
4. Kecerdasan Musikal (Musical /Rhythmic Intelligence) yang dapat dirangsang
melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan bertepuk tangan.
5. Kecerdasan Kinestetik (Bodily / Kinesthetic Intelligence) yang dapat dirangsang
melalui gerakan, tarian, oiahraga, dan terutama gerakan tubuh.
6. Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence) yaitu mencintai keindahan alam,
yang dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam,
memelihara binatang, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan, angin,
banjir, siang-malam, panasdingin, bulan-matahari.
7. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence) yaitu kemampuan untuk
melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui
bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah
serta menyelesaikan konflik.
8. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence) yaitu kemampuan
memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri,
harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, termasuk kontrol diri dan disiplin.
9. Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) yaitu kemampuan mengenal dan
mencintai ciptaan tuhan, yang dirangsang melalui penanaman nilai-nilai moral
dan agama.

Tahapaan Perkembangan Anak


1. Masa kanak-kanak pada usia Usia 4 – 6 tahun merupakan masa peka, dimana anak
mulai sensitif menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensi yang ada.
Pada masa peka terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap
merespon rangsangan yang di berikan oleh lingkungannya. Masa usia 4 – 6 tahun
adalah dasar pertama perkembangan kemampuan fisik (motorik), kognitif, bahasa,
sosia,l emosional, dan kognitifnya. Oleh karena itu pada masa ini dibutuhkan
kondisi dan rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan anak agar perkembangan
anak akan tercapai secara optimal.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 10


2. Pada masa usia 4 – 6 tahun pertama perkembangan anak sering disebut sebagai
masa keemasan (The Golden Years) karena pada masa itu keadaan fisik maupun
segala kemampuan anak sedang berkembang dengan cepat. Pada masa itu
perkembangan kemampuan anak akan sangat terlihat pada pada kemampuan fisik
dan kognitifnya. Proses perkembangan kemampuan fisik anak berhubungan
dengan proses tumbuh kembangnya motorik anak, sedangkan proses
perkembangan kognitif berhubungan dengan proses kematangan cara berpikir
anak.
3. Ada tiga tahap perkembangan keterampilan motorik anak pada usia dini yaitu
tahap kognitif, asosiatif, dan autonomous. Pada tahap kognitif anak berusaha
memahami keterampilan motorik serta apa yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu gerakan tertentu. Pada tahap asosiatif anak banyak belajar dengan cara coba
meralat gerakan agar tidak melakukan kesalahan kembali pada gerakan
berikutnya. Sedangkan pada masa autonomous gerakan yang ditampilkan
merupakan respon yang lebih efisien untuk mengurangi sedikit mungkin
kesalahan (anak sudah menampilkan gerakan secara otomatis).
4. Perkembangan motorik anak terdiri dari tiga unsur utama yang sangat dominan
yaitu :
a. Perkembangan anatomis, perkembangan ini ditunjukkan adanya perubahan
kuantitas struktur tulang, dan tinggi badan. Perkembangan motorik anak
nampak dengan bertambahnya jumlah tulang yang secara langsung
berpengaruh pada struktur tubuh secara keseluruhan.
b. Perkembangan fisiologis, perkembangan ini ditunjukkan adanya perubahan
dari sistem kerja organ tubuh seperti kontraksi otot, peredaran darah,
pernafasan, pencernaan, dan lain-lainnya.
c. Perkembangan prilaku, perkembangan ini merupakan koordinasi fungsional
antara persyarafan dan otot serta fungsi kognitif, afektif, dan konatif.
5. Perkembangan kognitif terjadi melalui proses yang dia disebut dengan adaptasi.
Adaptasi merupakan penyesuaian terhadap tuntutan lingkungan melalui asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses dimana anak berupaya untuk
menafsirkan pengalaman barunya yang didasarkan pada interprestasinya,
sedangkan akomodasi penyesuaian struktur berpikir dengan sejumlah pengalaman
baru.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 11


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MACAM-MACAM PERILAKU ABNORMAL PADA ANAK DAN REMAJA


A. Gangguan Perkembangan Pervasif
Gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan perkembangan yang
dicirikan oleh hendaya yang signifikan pada perilaku dan fungsi di berbagai daerah
perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nytaa pada tahun-tahun
pertama kehidupan dan seringkali dihubungkan dengan retardasi mental.
1. Gangguan Asperger (Asperger’s Disorder)
Gangguan lainnya yang bentuknya lebih ringan dari gangguan
perkembangan pervasif adalah gangguan Asperger. Gangguan Asperger
ditunjukkan dengan defisit pada interaksi sosial dan perilaku stereotip tetapi
tanpa disertai keterlambatan yang signifikan pada aspek bahasa dan kogntif
seperti pada autsime. Karakteristik diagnostik gangguan Asperger dalam DSM
IV-TR adalah sebagai berikut:
a. Hendaya yang nyata pada interaksi sosial, misalnya kegagalan
mempertahankan kontak mata atau mengembangkan hubungan pertemanan
yang sesuai usia, atau kegagalan untuk mencari orang lain guna berbagi
aktivitas atau minat yang menyenangkan.
b. Perkembangan perilaku, minat dan aktivitas yang sempit, repetitive, dan
stereotip (misalnya memainkan tangan atau jari-jari, secara kaku mengikuti
rutinitas atau ritual yang tidak jelas tujuannya, amat terkesan pada jadwal
kereta api.
c. Tidak adanya keterlambatan pada perkembangan bahasa atau kognitif
maupun perkembangan self-help atau perilaku adaptif yang tidak berkaitan
dengan interaksi sosial.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 12


2. Gangguan Rett (Rett’s Disorder)
Gangguan Rett merupakan gangguan perkembangan pervasive yang
ditandai oleh adanya abnormalitas fisik, perilaku, motoric dan kognitif yang
dimulai setelah beberapa bulan perkembangan normal. Gangguan ini jarang
muncul dan dilaporkan hanya terjadi pada wanita. Karakteristik diagnostic dari
gangguan ini dalam DSM IV (Nevid, dkk., 2003) adalah sesudah adanya
perkembangan yang tampak normal selama beberapa bulan pada awal
kehidupan, muncul abnormalitas seperti:
a. Pertumbuhan kepala melambat
b. Kemunduran pada keterampilan motorik (kehilangan kemampuan
keterampilan tangan).
c. Perkembangan yang stereotip pada gerakan tangan biasanya seperti gerakan
meremas atau mencuci tangan.
d. Perkembangan yang buruk pada koordinasi gerakan seluruh badan
e. Hilangnya minat sosial
f. Hambatan yang berat pada perkembangan bahasa
g. Sering dihubungkan dengan retardasi mental yang bera.

3. Gangguan Disintegratif Masa Kanak-Kanak (Childhood Disintegrative


Disorder)
Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan pervasif yang
melibatkan hilangnya keterampilan-keterampilan yang pernah dikuasai oleh
fungsi yang abnormal setelah satu periode perkembangan normal pada dua tahun
pertama kehidupan. Gangguan ini jarang ada dan bisanya muncul pada laki-laki.
Kriteria diagnostik gangguan ini dalam DSM IV (Nevid, dkk., 2003) adalah
setelah perkembangan yang tampak normal selama paling tidak 2 tahun pertama
kehidupan, terjadi:
a. Hilangnya secara signifikan keterampilan-keterampilan yang telah dikuasai
sebelumnya seperti pada area pemahaman atau penggunaan bahasa, fungsi
sosial atau adaptif, kontrol dalam buang air kecil dan air besa, bermain atau
keterampilan motorik.
b. Keabnormalan fungsi seperti yang tampak pada gangguan interaksi sosial dan
komunikasi, dan perkembangan tingkah laku, minat atau aktivitas yang
sempit, stereotip, dan repetitif.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 13


4. Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder)
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
kegagalan untuk berhubungan dengan orang lain, terbatasnya kemampuan
bahasa, perilaku motorik yang terganggu, gangguan intelektual, dan tidak
menyukai perubahan dalam lingkungan. Gangguan ini merupakan salah satu
gangguan terparah di masa kanak-kanak, bersifat kronis dan berlangsung
sepanjang hidup.
Dalam PPDGJ-III dijelaskan bahwa autisme merupakan gangguan
perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan atau hendaya
perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan
fungsi dalam tiga bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang
terbatas, berulang dan stereotipik. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam
hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan
terdapat retardasi mental.
Berikut adalah kriteria diagnostik dari autisme berdasarkan DSM V APA.
Terdapat total dari enam atau lebih item-item dari A, B, dan C di bawah ini,
dengan setidaknya dua dari A dan masing-masing satu dari B dan C.
a. Hendaya dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial yang dapat ditandai
oleh semua hal-hal sebagai berikut:
 Kekurangan/hendaya dalam tingkah laku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
 Kekurangan/hendaya dalam perkembangan hubungan sebaya yang sesuai
dengan tingkatan usianya
 Kekurangan/hendaya dalam reaksi sosial atau emosional seperti tidak
mendekati orang lain, tidak memberikan umpan balik dalam percakapan,
tidak bisa berbagi dan menunjukkan minat dan emosi.
b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang, yang ditandai
oleh setidaknya dua dari hal-hal berikut:
 Menunjukkan ucapan, perpindahan gerakan atau penggunaan objek yang
stereotip dan berulang (misalnya menjentikkan jari-jari, membenturkan
kepala, echolalia)
 Kelekatan berlebihan pada rutinitas, ritual-ritual dalam tingkah laku verbal
ataupun nonverbal, sangat resisten dan susah berubah.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 14


 Menunjukkan ketertarikan yang sangat berlebihan dan abnormal dalam
fokus, misalnya obsesi dengan bagian-bagian objek tertentu. Contohnya
memutar roda mobil-mobilan secara berulang.
 Hiper atau hiporeaktif terhadap masukan sensoris atau ketertarikan yang
tidak biasa terhadap lingkungan sensori, misalnya terpikat dengan objek
yang berputar dan bercahaya.
c. Kemunculannya pada awal periode masa kanak-kanak.
d. Gejala-gejala yang ada membatasi dan melemahkan fungsi atau kegiatan-
kegiatan.
e. Gangguan tidak dijelaskan dengan gangguan intelektual ataupun
keterlambatan perkembangan.
Secara lebih rinci, autisme dapat dispesifikkan menjadi beberapa tipe. Tipe
pertama adalah autisme dengan atau tanpa diserta kelemahan/hendaya
intelektual; autisme dengan atau tanpa disertai hendaya bahasa; autisme yang
diasosiasikan dengan kondisi medis atau genetik yang dikenali atau faktor-faktor
lingkungan; autisme dengan gangguan-gangguan neurodevelopmental
(neurologis-perkembangan), gangguan mental dan gangguan tingkah laku; serta
autisme dengan katatonia.
Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Namun diduga melibatkan
abnormalitas pada otak. Terdapat gangguan neurologis yang melibatkan suatu
bentuk kerusakan otak atau ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry
dkk, Stokstad, dalam Nevid dkk, 2003). Selain itu, terdapat pandangan dari
Psikolog O.Ivar Lovaas bahwa anak-anak autistik memiliki defisit perseptual
sehingga mereka hanya dapat memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu.
Akibatnya mereka lambat belajar secara classical conditioning (asosiasi
terhadap stimuli). Belum dapat diketahui secara pasti penyebab defisit perseptual
dan kognitif tersebut. Mungkin autisme berasal dari penyebab majemuk yang
melibatkan lebih dari satu tipe abnormalitas otak (Ritvo & Ritvo dalam Nevid
dkk, 2003). Para ahli menduga bahwa penyebab yang mendasari autsime dapat
berasal dari kerusakan gen atau pengaruh racun terhadap bayi dalam kandungan.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 15


Penanganan autisme berupa penanganan perilaku yang intensif dan dalam
jangka panjang untuk memperbaiki perilaku adaptif dan keterampilan
komunikasi. Walaupun autisme belum dapat disembuhkan, penelitian selama 30
tahun mendukung pentingnya penanganan perilaku yang intensif, yang
menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi perilaku yang
mengganggu dan meningkatkan keterampilan belajar serta komunikasi pada
anak-anak autistik. Pendekatan perilaku didasarkan pada metode operant
conditioning di mana reward dan hukuman secara sistematis diaplikasikan untuk
meningkatkan kemampuan anak memperhatikan orang lain, bermain dengan
anak lain, mengembangkan keterampilan akademik dan menghilangkan perilaku
self-mutilative.

B. Gangguan Intelektual / Retardasi Mental


Retardasi mental adalah hendaya atau keterlambatan secara umum pada
perkembangan intelektual dan kemampuan-kemampuan adaptif. Dalam DSM V,
istilah yang digunakan untuk merujuk pada retardasi mental adalah gangguan
intelektual. American Association on Intelectual and Development
Disabilties/AAIDD (Kring, et.al. 2012) menjelaskan bahwa gangguan intelektual
ditandai oleh keterbatasan yang signifikan dari fungsi-fungsi dan tingkah laku yang
tidak adaptif yang diekspresikan dalan keterampilan konseptual, sosial dan
keterampilan praktis adaptif.
Kriteria diagnostik gangguan intelektual dalam DSM V adalah sebagai berikut:
a. Hendaya dalam fungsi-fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,
perencanaan, pemikiran abstrak, pertimbangan, pembelajaran akademik,
pembelajaran dari pengalaman, yang dibuktikan oleh asesmen klinis dan
individual, skor rendah pada tes intelegensi formal, yaitu kira-kira 70 atau di
bawahnya.
b. Hendaya dalam fungsi-fungsi adaptif yang menghasilkan kegagalan
perkembangan dan kegagalan memenuhi standar sosio-kultural untuk
kemandirian personal dan tanggung jawab sosial. Tanpa adanya dukungan yang
berkelanjutan, hendaya kemampuan adaptif membatasi fungsi-fungsi dalam satu
atau lebih aktivitas sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan
kemandirian hidup, serta membutuhkan dukungan menjalani kehidupan dalam
lingkungan, seperti rumah, sekolah, pekerjaan dan komunitas.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 16


c. Kemunculan (onset) dari defisit kemampuan intelektual dan adaptif adalah
selama periode perkembangan sebelum usia 18 tahun.
Gangguan intelektual dapat dispesifikasikan menjadi empat tingkatan
berdasarkan derjata keparahannya. Dalam DSM IV (Nevid, dkk, 2003) dan DSM
V, ada empat tingkatan gangguan intelektual atau retardasi mental, yaitu mild
(ringan), moderate (sedang), severe (berat) dan profound (parah). Berikut ini adalah
tabel mengenai tingkat gangguan intelektual, perkiraan rentang skor IQ dan jenis
tingkah laku adaptif yang terlihat.

Perkiraan Usia Prasekolah 0-5 Usia Sekolah 6-21 Dewasa di atas 21


Rentang IQ tahun tahun tahun
Kematangan dan Pelatihan dan Kemampuan Sosial
Perkembangan Pendidikan dan Vokasional
Ringan Sering terlihat tidak Menguasai Biasanya dapat
(50 – 55 memiliki gangguan keterampilan praktis mencapai
sampai sekitar tetapi lambat dalam serta kemampuan keterampilan sosial
70) berjalan, makan membaca dan dan vokasional untuk
sendiri, dan bicara aritmetika sampai membiayai diri
dibandingkan dengan kelas 3-6 SD dengan sendiri; mungkin
anak-anak lainnya. pendidikan khusus. membutuhkan
Dapat diarahkan pada bimbingan dan
konformitas sosial dukungan dalam
menghadapi tekanan
sosial dan ekonomi
yang tidak biasa
Sedang Keterlambatan yang Dapat mempelajari Dapat melakukan
(35-40 sampai nyata pada komunikasi tugas-tugas sederhana
50-55) perkembangan sederhana, perawatan dalam lingkungan
motoric, terutama kesehatan dan pusat pelatihan;
dalam bicara; keselamatan dasar, berpartisipasi dalam
berespon terhadap serta keterampilan rekreasi sederhana;
pelatihan dalam tangan sederhana; bepergian secara
berbagai aktivitas tidak mengalami mandiri ke tempat-
self-help kemajuan dalam tempat yang dikenal;
fungsi membaca atau biasanya tidak
aritmetika. melakukan self-
maintenance
Berat Ditandai dengan Biasanya mampu Dapat menyesuaikan
(20-25 sampai adanya keterlambatan berjalan, tetapi diri dengan rutinitas
35-40) dalam perkembangan memiliki sehari-hari dan
motorik, kemampuan ketidakmampuan aktivitas repetitive;
komunikasi yang yang spesifik; dapat membutuhkan
minim atau tidak ada mengerti pembicaraan pengarahan dan
sama sekali; berespon dan memberikan supervise terus-
terhadap pelatihan respon; tidak menerus dalam

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 17


self-help mendasar, memiliki kemajuan lingkungan yang
misalnya makan dalam kemampuan melindungi
sendiri membaca atau
aritmetika
Parah Retardasi motorik Keterlambatan yang Dapat berjalan,
(dibawah 20 kasar; kapasitas terlihat jelas dalam mungkin
atau 25) minimal untuk semua area membutuhkan
berfungsi pada area perkembangan; dapat bantuan perawat,
sensorimotor; menunjukkan respon dapat berbicara secara
membutuhkan emosional dasar; primitif; terbantu
bantuan perawat mungkin berespon dengan aktivitas fisik
terhadap pelatihan teratur; tidak dapat
keterampilan dengan melakukan self-
menggunakan kaki, maintanance
tangan, dan rahang;
memerlukan
pengawasan yang
ketat.
Sumber : Essentials of Psychology (Edisi 6) oleh S.A Rathus (1996) dalam Nevid, dkk,
2003. Copyright 2001.

Gangguan intelektual dapat disebabkan oleh aspek biologis, psikososial, atau


kombinasi dari keduanya (APA dalam Nevid dkk, 2003). Penyebab biologis
mencakup gangguan kromosom dan genetis, penyakit infeksi, dan penggunaan
alkohol pada saat ibu mengandung. Kasus-kasus lain disebabkan oleh faktor dari
budaya atau keluarga, seperti pengasuhan dalam lingkungan rumah yang miskin.
Berikut adalah gambaran mengenai penyebab gangguan intelektual dari berbagai
aspek.

1) Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya.


Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom pada pasangan ke-21 sehingga menyebabkan jumlah kromosom menjadi
47, bukan 46 seperti pada individu normal (Wade dalam Nevid dkk, 2003).
Sindorm down merupakan kelainan yang paling umum menyebabkan retardasi
mental dan anomali fisik yang beragam, seperti gangguan pada pembentukan
jantung dan kesulitan pernapasan.

Penyebab retardasi mental lainnya adalah sindrom Klinefelter yang hanya


muncul pada laki-laki, ditandai oleh adanya ekstra kromosom X sehingga

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 18


menghasilkan kromosom XXY, bukan XY yang biasanya dimiliki laki-laki normal.
Selain itu, ada juga kelainan kromosom yang disebut sindrom Turner yang hanya
ditemukan pada wanita. Sindorm Turner ditandai oleh adanya kromosom seks X
tunggal, bukannya ganda seperti pada wanita normal.

2) Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetis Lainnya.


Sindrom Fragile X adalah bentuk retardasi mental yang diwariskan dan
disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gangguan ini merupakan bentuk
retardasi mental yang paling sering muncul setelah sindrom Down. Abnormalitas
genetis lainnya yang menyebabkan retardasi mental adalah phenylketonuria (PKU).
Gangguan ini disebabkan oleh adanya satu gen resesif yang menghambat anak
untuk melakukan metabolisme asam amino phenylalanine, yang banyak terdapat
pada makanan. Konsekuensinya, phenylalanine dan turunannya, asam
phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sistem
saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
Kemunculan retardasi mental dapat diminimalkan dengan mengontrol pola makan
secara ketat.

3) Faktor-Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi atau penyalahgunaan
obat selama ibu mengandung. Penyakit ibu selama mengandung dapat ditularkan
kepada fetus dan berefek sangat tragis pada fetus tersebut. Meskipun ibu hanya
mengalami gejala-gejala ringan atau tidka merasakannya sama sekali. Penyakit ibu
yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Selain itu, obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
memengaruhi bayi melalui plasenta, misalnya saja ibu yang meminum alkohol.
Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala,
menempatkan anak pada risiko yang lebih besar terhadap gangguan neurologis,
termasuk retardasi mental. Kelahiran prematur misalnya, dapat menimbulkan risiko
retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya.

4) Faktor Budaya dan Keluarga

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 19


Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin,
yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran dan kekerasan dari
orang tua, dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan retardasi mental,
terutama pada tingkatan ringan. Bentuk retardasi mental ringan yang dipengaruhi
oleh lingkungan rumah yang miskin disebut sebagai retardasi budaya-keluarga
(cultural-familial retardation).
Penanganan yang dapat dilakukan untuk gangguan intelektual umumnya
berupa intervensi psikoedukasi. Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk
mendorong perkembangan akademik dan perilaku adaptif. Perawatan di institusi
dapat diperlukan bagi kasus-kasus yang berat. Ada empat bentuk penanganan yang
dapat dilakukan, yaitu penanganan residensial (residential treatment), penanganan
tingkah laku (behavioral treatment), penanganan kognitif (cognitive treatment) dan
instruksi pertolongan computer (computer-assisted instruction) (Kring et.al, 2012).

C. Gangguan Belajar (Learning Disabilities)


Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar spesifik dalam
konteks intelegensi normal dan adanya kesempatan untuk belajar. Dalam DSM V,
gangguan belajar dikategorikan dalam neurodevelopmental disorder, khususnya
specific learning disorder. Berikut adalah kriteria diagnostik dari gangguan belajar
spesifik dalam DSM V:
1. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan keterampilan akademik, yang
diindikasikan dengan adanya paling sedikit satu dari simtom berikut ini yang
persisten selama sekurang-kurangya enam bulan dan tidak konsisten dengan
umur individu, pendidikan dan intelegensi.
a) Tidak tepat atau lambat dalam upaya membaca kata.
b) Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca
c) Kesulitan dalam mengeja
d) Kesulitan dengan ekspresi tertulis
e) Kesulitan mengusasi angka atau perhitungan
f) Kesuliatn dengan penalaran matematika.

2. Gangguan yang signifikan dengan pencapaian akademik atau aktivitas dalam


kehidupan sehari-hari.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 20


3. Kesulitan belajar dimulai selama usia sekolah tetapi dapat menjadi tidak nyata
sepenuhnya sampai tuntutan untuk keterampilan akademik yang dipengaruhi
melampaui kemampuan terbatas individu.

4. Kesulitan belajar tidak disebabkan oleh gangguan intelektual, kesalahan visual


atau ketajaman auditori, gangguan mental atau neurologis lainnya, tidak
terpenuhinya aspek psikososial, kekurangan keahlian dalam bahasa instruksi
akademik dan tidak adanya pendidikan.
Berbeda dengan gangguan intelektual, orang-orang dengan gangguan belajar
sebaliknya dapat merupakan orang yang pandai dan berbakat, namun menunjukkan
perkembangan yang buruk dalam kemampuan membaca, matematika dan menulis
hingga menghambat prestasi sekolah ataupun fungsi sehari-hari. Gangguan belajar
cenderung menjadi gangguan kronis yang selanjutnya memengaruhi perkembangan
sampai masa dewasa.
Dalam DSM-V, terdapat tiga tipe gangguan belajar, yaitu gangguan yang
dikaitkan dengan kekurangan dalam kemampuan membaca (meliputi keakuratan
membaca kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan), kekurangan dalam
kemampuan menulis (meliputi keakuratan ejaan, keakuratan dalam tata bahasa dan
pembubuhan tanda baca, kejelasan atau organisasi dalam ekspresi tulisan), serta
kekurangan dalam kemampuan matematika (meliputi arti angka, menghafal angka,
kelancaran berhitung dan keakuratan penalaran matematika).
1. Gangguan Matematika (Dyscalculia)
Gangguan matematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan
kemampuan aritmetika. Mereka memiliki masalah dalam memahami istilah-istilah
matematika dasar atau operasi matemtika serta mengalami masalah memahami
simbol-simbol matematika. Mereka akan kesulitan belajar mengenai tabel
perkalian. Masalah ini mungkin tampak sejal anak duduk di kelas 1 SD tetapi
umumnya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 dan 3 SD.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 21


2. Gangguan Menulis
Gangguan menulis mengacu pada seseorang (umumnya anak-anak) dengan
keterbatasan kemampuan menulis yang dapat muncul dalam bentuk kesalahan
mengeja, tata bahasa, tanda baca ataupun kesulitan dalam membentuk kalimat dan
paragraf. Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada anak kelas 2 SD,
walaupun kasus-kasus lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai kelas 5 SD atau
setelahnya.

3. Gangguan Membaca (Disleksia)


Gangguan membaca mengacu pada seseorang yang memiliki perkembangan
keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-
anak yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan sulit. Mereka
mengubah, menghilangkan, atau mengganti, kata-kata ketika membaca dengan
keras. Mereka memiliki kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta
mengalami kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-Medzon
dalam Nevid, dkk., 2003). Selain itu, mereka mungkin juga salah mempersepsikan
huruf-huruf seperti jungkir balik atau melihatnya secara terbalik. Disleksia biasanya
tampak pada anak usia 7 tahun, walaupun kadang-kadang sudah dikenali pada usia
6 tahun.
Ketiga tipe tersebut masing-masing dapat dikategorikan menjadi tingkatan
ringan (mild), sedang (moderate) dan berat (severe). Tingkatan ringan ditandai
dengan beberapa kesulitan belajar dalam satu atau dua domain akademik. Individu
dapat berfungsi dengan baik ketika diberikan akomodasi yang cukup atau layanan
dukungan, khususna selama masa-masa sekolah. Tingkatan sedang ditandai dengan
kesulitan belajar dalam satu atau lebih domain akademik, sehingga individu tidak
munkin menjadi cakap tanpa pengajaran yang intensif dan khusus dalam interval
waktu tertentu selama masa-masa sekolah. Tingkatan berat ditandai dengan
kesulitan belajar yang ekstrem, memengaruhi berbagai domain akademik sehinga
individu tidak mungkin mempelajari keterampilan tanpa pengajaran individual yang
khusus dan intensif serta berkelanjutan selama hampir seluruh waktu selama masa-
masa sekolah.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 22


Hipotesis-hipotesis tentang penyebab gangguan belajar cenderung terfokus
pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor
neurologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki
masalah dengan persepsi visual dan auditori. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
abnormalitas pada jalur otak yang memproses informasi visual dan auditori pada
otak. Selain itu, faktor genetis juga berperan dalam disleksia. Intervensi-intervensi
untuk gangguan belajar umumnya menggunakan beberapa perspektif, yaitu model
psikoedukasi, model behavioral, model medis, model neuropsikologi, model
linguistik, dan model kognitif (Lyon & Moats dalam Nevid dkk, 2003).

4. Gangguan Komunikasi (Communication Disorder)


Gangguan komunikasi adalah sekumpulan gangguan psikologis yang meliputi
kesulitan-kesulitan dalam pemahaman dan penggunaan bahasa. Dalam DSM V
dijelaskan bahwa gangguan dalam komunikasi meliputi kekurangan dalam bahasa
(language), ucapan (speech) dan komunikasi (communication). Speech adalah
produksi suara ekspresif dan meliputi artikulasi individual, kelancaran, suara, dan
kulitas resonansi. Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan penggunaan sistem simbol
percakapan (seperti kata-kata lisan, bahasa isyarat, kata-kata tetulis, dan gambar)
dalam ragam aturan yang ditentukan untuk komunikasi. Komunikasi meliputi
berbagai tingkah laku verbal dan nonverbal (baik disengaja atau tidak disengaja)
yang memengaruhi tingkah laku, ide-ide, atau sikap individu lainnya. Katgeori
diagnostik gangguan komunikasi menurut DSM V meliputi language disorder
(gangguan bahasa), intel, childhood-onset fluency disorder (stuttering), social
(pragmatic) communication disorder, and gangguan komunikasi spesifik dan tidak
spesifik lainnya.
a. Language Disorder
Kriteria diagnostik utama dari gangguan bahasa adalah kesulitan dalam
akuisisi/perolehan dan penggunaan bahasa oleh karena kekurangan dalam
pemahaman atau produksi kosa kata, struktur kalimat dan wacana. Defisit bahasa
tampak pada komunikasi lisan, komunikasi tulisan dan bahasa isyarat.
Pembelajaran bahasa dan penggunaannya bergantung pada keterampilan respetif
dan ekspresif. Kemampuan ekspresif merujuk pada produksi vokal, gesture, dan
tanda-tanda verbal, sedangkan kemampuan reseptif merujuk pada proses
penerimaan dan pemahaman pesan bahasa.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 23


Gangguan bahasa biasanya memengaruhi kosa kata dan tata bahasa, dan efek-
efek ini kemudian membatasi kemampuan untuk membentuk wacana/pembahasan.
Kata-kata dan frasa pertama anak-anak cenderung terlambat dalam kemunculan,
ukuran kosa kata lebih kecil dan kurang bervariasi dari pada yang diharapkan,
kalimat-kalimat lebih pendek dan kurang kompleks dengan tata bahasa yang eror,
khususnya dalam bentuk lampau.
b. Speech Sound Disorder / Gangguan Fonologik
Produksi suara pengucapan (speech sound production) menggambarkan
artikulasi yang jelas dari fonem-fonem yang dikombinasikan dalam pembentukan
kata-kata lisan. Produksi suarau pengucapan membutuhkan pengethuan fonologik
dari suara pengucpan dan kemampuan mengkoordinasikan pergerakan artikulasi
(seperti wahang, lidah dan bibir), dengan pernapasan dan vokalisasi untuk ucapan.
Anak-anak dengan kesulitan produksi ucapan mungkin mengalami kesulitan
dengan pengetahuan fonologik dari suara ucapan atau kemampuan
mengkoordinasikan pergerakan untuk pengucapan dalam berbagai tingkatan. Dalam
DSM IV, gangguan ini disebut gangguan fonologik. Ganggaun fonologik
melibatkan kesulitan dalam artikulasi suara dalam berbicara tanpa adanya
kerusakan pada mekanisme bicara atau hendaya neurologis. Anak-anak dengan
gangguan ini mungkin menghilangkan, mengganti, atau salah mengucapkan bunyi-
bunyi tertentu yang biasanya dapat diucapkan secara tepat saat anak memasuki usia
sekolah. Mereka mungkin terdengar seperti bayi berbicara. Pada kasus yang lebih
berat, terjadi masalah mengartikulasi suara-suara yang seharusnya sudah dikuasai
pada masa prasekolah. Terapi bicara seringkal membantu dan pada kasus-kasus
yang lebih ringan dapat teratasi dengan sendirinya pada usia 8 tahun.
c. Childhood-Onset Fluency Disorder / Gagap
Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk berbicara secara lancar
dengan waktu yang tepat. Untuk dapat didiagnosis sebagai gagap, kurangnya
kelancaran berbicara harus tidak sesuai dengan usia anak. Gagap biasanya dimulai
pada usia antara 2 sampai 7 tahun dan terdapat sekitar 1 di antara 100 anak sebelum
pubertas (APA dalam Nevid, dkk, 2003).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 24


Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karateristik berikut: 1) repetisi
dari suara-suara dan suku kata; 2) perpanjangan pada suara-suara tertentu; 3)
penyisipan suara-suara yang tidak tepat; 4) kata-kata yang terputus, seperti adanya
jeda di antara kata-kata yang diucapkan; 5) hambatan dalam berbicara; 6)
circumlocution (subtitusi kata-kata alternatif untuk menghindari kata-kata yang
bermasalah); 7) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata; serta
8) repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya
senang).
Gagap dapat teratasi tanpa penanganan. Gagap umumnya akan menghilang
pada 80 % anak sebelum usia 16 tahun. Gagap dipercaya melibatkan interaksi
faktor genetis dan lingkungan. Pada beberapa kasus, mungkin ada penyebab
kecemasan sosial dan fobia sosial, paling tidak pada orang dewasa yang gagap.
Penanganan pada gagap dan gangguan komunikasi lainnya dilakukan melalui terapi
bicara dan konseling psikologis untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah
emosional lainnya.
d. Social (Pragmatic) Communication Disorder
Gangguan komuniaksi sosial (pragmatis) adalah gangguan komunikasi yang
ditandai oleh adanya suatu kesulitan primer yang pragmatik, atau penggunaan
sosial bahasa dan komunikasi yang dimanifestasikan oleh kurangnya pemahaman
dan kurang mengikuti aturan sosial komunikasi verbal dan nonverbal dalam
konteks natural; perubahan bahasa berdasarkan kebutuhan dari pendengar atau
situasi dan mengikuti aturan untuk percakapan dan story telling (bercerita).
Hendaya dalam komunikasi sosial menghasilkan keterbatasan fungsional dalam
berkomunikasi efektif, partispasi sosial, perkembangan hubungan sosial,
pencapaian akademik dan performa kerja. Hendaya yang terjadi tidak dapat
dijelaskan dengan kemampuan yang rendah dalam wilayah sturtural bahasa ataupun
kemampuan kognitif.

D. Gangguan Attention- Deficit/Hyperactivity (ADHD)


Ganguan attention-defiict hyperactivity merupakan gangguan perkembangan
yang ditandai oleh aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk
menfokuskan perhatian. Kriteria diagnostik ADHD dalam DSM V adalah sebagai
berikut:

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 25


1. Suatu pola persisten dari ketidakacuhan dan/atau hiperaktif-impusif yang
menggangu fungsi atau perkembangan, yang ditandai dengan poin a dan/atau
poin b:
Enam (atau lebih) dari gejala di bawah ini yang telah menetap selama sekurang-
kurangnya 6 bulan pada suatu tingkat yang tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan dan berpengaruh negatif secara langsung pada aktivitas sosial dan
akademik/pekerjaan:
Catatan: gejala tidak hanya merupakan manifestasi dari tingkah laku melawan,
menentang, permusuhan atau kegagalan dalam memahami tugas atau isntruksi.
Untuk remaja yang lebih tua dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih), sekurang-
kurangnya lima simtom diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

a. Tidak adanya perhatian (inattention):


1) Selalu gagal dalam memberikan perhatian pada detail atau membuat
kesalahan yang ceroboh dalam tugas sekolah, pada pekerjaan, atau selama
aktivitas lainnya.
2) Selalu mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam tugas
atau saat melakukan aktivitas, misalnya selama kuliah, bercakap-cakap, atau
membaca bacaan yang panjang.
3) Selalu tampak tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung
(pikiran terlihat berada di tempat lain, meskipun tidak ada pengalih
perhatian/distraksi).
4) Selalu tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,
pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja.
5) Selalu mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas-tugas dan
aktivitas.
6) Selalu menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk terlibat dalam tugas
yang memerlukan upaya untuk mempertahakan mental.
7) Selalu kehilangan sesuatu yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas, seperti
pensil, buku, kunci, dan sebagainya.
8) Selalu dengan mudah dialihkan oleh stimulus eksternal (untuk remaja dan
orang dewasa, distraksi dapat menyangkut pikiran yang tidak berhubungan)
9) Selalu lupa dengan aktivitas sehari-harinya.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 26


b. Hiperaktif dan impulsif:
1) Selalu gelisah atau mengetukkan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat
duduk.
2) Sellau meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika diharapkan untuk
tetap duduk, misalnya meninggalkan tempat di ruang kelas.
3) Selalu berlari atau melompat pada situasi di mana tidak sesuai untuk
melakukannya (pada remaja dan orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan
gelisah).
4) Selalu tidak mampu untuk melakukan atau terikat pada aktivitas yang santai
dengan tenang.
5) Selalu bertindak “on the go” berakting seperti sedang dibawa oleh motor.
6) Selalu berbicara secara berlebihan.
7) Selalu menceplos dalam menjawab sebelum suatu pertanyaan selesai.
8) Selalu mengalami kesulitan menunggu gilirannya.
9) Selalu menginterupsi atau mencampuri urusan orang lain.

2. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul sebelum


usia 12 tahun.

3. Bebrapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul dalam dua


atau lebih setting (misalnya, di rumah, sekolah, atau tempat kerja; dengan teman
atau relasi; atau dalam aktivitas lainnya).

4. Ada bukti yang jelas bahwa simtom tesebut mengganggu atau menurunkan
kualitas dari fungsi-fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.

5. Simtom tidak semata-mata terjadi selama periode skizofrenia atau gangguan


psikotik lainnya dan tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti
gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan
kepribadian dan gangguan karena penggunaan zat).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 27


ADHD dapat dibagi menjadi tiga sub tipe. Tiga sub tipe tersebut adalah tipe
predominan tidak adanya perhatian, tipe predominan hiperaktif/impulsif, dan tipe
kombinasi yang ditandai oleh tidak adanya perhatian dan hiperaktivitas-impusivitas
tingkat tinggi (APA dalam Nevid dkk, 2003).
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun terdapat pengaruh dari
faktor biologis dan lingkunga. Kring dkk (2012) menjelaskan etiologi ADHD
bahwa beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab ADHD adalah faktor genetik.
Selain itu, faktor neurobiologis yang berkaitan dengan struktur otak yang abnormal
akibat faktor prenatal dan keracunan dari lingkungan. ADHD lebih banyak terjadi
pada anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilan daripada anak-anak lain
(Milberger dkk. dalam Nevid dkk., 2003). Merokok pada masa kehamilan dapat
menyebabkan kerusakan otak selama perkembangan prenatal. Faktor penyebab
lainnya adalah faktor psikososial seperti tingginya konflik dalam keluarga, stress
emosional selama kehamilan, dan buruknya pengasuhan orang tua dalam
menangani gangguan perilaku anak.
Penanganan ADHD umumnya ditempuh dengan dua cara, yaitu terapi obat dan
terapi psikologis. Terapi obat dilakukan dengan memberikan obat-obatan stimulan
seperti Ritalin untuk membuat anak lebih tenang dan perhatian, misalnya pada
tugas sekolah. Terapi psikologis diberikan dalam bentuk terapi kognitif-behavioral
(CBT) untuk membantu mengembangkan perilaku yang lebih tepat dan
keterampilan memperhatikan.

E. Gangguan Distruptif, Implus-Kontrol dan Tingkah Laku.


1. Gangguan Tingkah Laku (CD)
Gangguan tingkah laku (Conduct Disorder/CD) merupakan gangguan
psikologis pada anak-anak dan remaja yang ditandai oleh perilaku bermasalah dan
antisosial. Bila anak-anak ADHD tampaknya tidak mampu mengontrol perilaku
mereka, anak-anak dengan gangguan tingkah laku secara sengaja melakukan
perilaku antisosial yang melanggar norma-norma sosial dan hak orang lain. Dalam
DSM-V, gangguan tingkah laku memiliki penggolongan tersendiri, berbeda dari
gangguan neurologis- perkembangan. Gangguan tingkah laku dikategorikan dalam
“distruptive, implus-control, and conduct disorder / gangguan distruptif, implus-
kontrol dan tingkah laku”.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 28


Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ganggaun tingkah laku dalam
DSM-V:
1) Pola tingkah laku persisten dan repetitif yang melanggar hak-hak dasar orang
lain atau norma-norma sosial yang dimanifestasikan dengan munculnya tiga atau
lebih dari gejala berikut sebelum 12 bulan dan setidaknya satu di antaranya
muncul sebelum 6 bulan:
a. Agresi terhadap orang dan binatang, misalnya melakukan bullying,
menginisiasi perlawanan fisik, kejam secara fisik terhadap orang atau
binatang, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.
b. Penghancuran properti, misalnya melakukan pembakaran (fire-setting) dan
vandalisme.
c. Melakukan penipuan dan pencurian, misalnya merusak dan masuk ke rumah
orang lain atau ke dalam mobil, melakukan tipu daya dan pencurian barang di
toko.
2) Pelanggaran yang serius terhadap aturan-aturan, misalnya keluar rumah di
malam hari sebelum usia 13 tahun dan menentang aturan orang tua, sering
membolos sebelum usia 13 tahun.
3) Kekacauan dalam tingkah laku menyebabkan hendaya secara signifikan dalam
fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
4) Jika individu berusia 18 tahun atau lebih tua, kriteria tidak ditemukan pada
gangguan kepribadian antisosial.
Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan dan bentuknya berbeda di antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-
laki bentuknya lebih kepada mencuri, berkelahi, merusak, atau masalah disiplin di
sekolah. Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos,
lari dari rumah, penggunaan obat-obatan, dan pelacuran. Studi longitudinal
memperlihatkan bahwa anak-anak sekolah dasar dengan gangguan tingkah laku
cenderung lebih sering terlibat dalam aksi kenakalan ketika mulai memasuki masa
remaja dibandingkan anak-anak lain (Tremblay dkk dalam Nevid dkk, 2003).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 29


2. Gangguan Sikap Menentang (ODD)
Gangguan sikap menentang (oppositional defiant disorder/ ODD) merupakan
gangguan yang penggolongannya sama dengan conduct disorder dalam DSM-V.
Gangguan ini merupakan gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja yang
ditandai oleh sikap menentang yang berlebihan atau kecenderungan menolak
permintaan dari orang tua dan orang lain secara berlebihan. Gangguan ini
merupakan variasi dari gangguan tingkah laku bermasalah yang terus berlangsung
(Rey dalam Nevid dkk, 2003). ODD mungkin juga adalah awal atau bentuk yang
lebih ringan dari gangguan tingkah laku (Abikoff & Klein; Biederman dkk. dalam
Nevid dkk., 2003). ODD lebih terkait dengan gangguan tingkah laku yang bukan
kenakalan dan CD melibatkan perilaku kenakalan (Rey dalam Nevid dkk, 2003).
Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ODD dalam DSM V:
1. Pola kemarahan atau mood yang mudah kesal, perilaku argumentatif/menentang,
atau kebencian yang menetap setidaknya 6 bulan yang dibuktikan dengan
setidaknya 4 simtom dari beberapa kategori berikut dan ditunjukkan selama
interaksi dengan sedikitnya satu individu yang bukan saudara.
 Kemarahan / Mood yang mudah marah: 1) selalu kehilangan temper (mudah
marah); 2) selalu mudah tersinggung atau merasa diganggu; 3) selalu marah
dan cemburu.
 Perilaku argumentatif dan menantang: 4) selalu beragumentasi dengan figure
otoritas atau untuk anak-anak dan remaja dengan orang dewasa; 5) selalu
menantang secara aktif atau menolak untuk memenuhi permintaan dari figure
otoritas atau menolak menaanti aturan; 6) selalu mengganggu orang lain
dengan sengaja; 7) selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau
kelakuan buruknya.
 Kebencian: 8) merasa sebal dan benci sekurang-kurangnya dua kali dalam
enam bulan berlalu.

2. Kekacauan tingkah laku yang diasosiasikan dengan distres dalam individu atau
orang lain dalam konteks sosial yang terdekat (seperti keluarga, kelompok
sebaya, dan kolega kerja), atau berpengaruh secara negative pada fungsi sosial,
pendidikan, dan pekerjaan atau fungsi-fungsi dalam area lainnya.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 30


3. Tingkah laku tidak semata-mata terjadi selama masa psikotik, penggunaan zat,
depresi atau gangguan bipolar. Selain itu, kriteria tidak ditemukan pada
gangguan disregulasi mood distruptif.
Faktor-faktor penyebab ODD dan CD belum diketahui secara pasti. Faktor-
faktor genetis dan psikososial dikaitakan dengan kemunculan CD dan
perkembangan ODD. Sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan
ekspresi dari temperamen anak yang digambarkan sebagai tiep “anak yang sulit”
(Rey dalam Nevid dkk., 2003). Sebagian ahli lain percaya bahwa faktor keluarga
memberikan kontribusi munculnya CD dan ODD, seperti gaya pengasuhan dan
konflik pernikahan. Teoritikus psikodinamika melihat ODD sebagai tanda dari
adanya konflik orang tua dan anak yang tidak terselesaikan atau kontrol orang tua
yang terlalu ketat. ODD merupakan tanda fiksasi pada masa anal perkembangan
psikoseksual, ketika konflik anak dan orang tua muncul pada toilet training.
Teoritikus belajar melihat perilaku menentang muncul akibat penggunaan strategi
reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Orang tua dengan mudah
“menyerah” pada tuntutan anak setiap kali anak menolak untuk patuh pada harapan
orang tua sehingga kemudian menjadi suatu pola. Beberapa penelitian lain
memfokuskan pada cara-cara anak dengan gangguan perilaku memproses
informasi. Gangguan perilaku juga dapat muncul karena pengaruh teman sebaya.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk ganggguan perilaku (CD dan ODD)
adalah family treatment. Pelatihan dapat diberikan kepada orang tua untuk
membantu menggunakan reinforcement secara lebih tepat. Selain itu terdapat
program penanganan residential, pengelolaan amarah dan terapi multisistem yang
lebih luas dan cukup menjanjikan untuk mengatasi kenakalan remaja. Terapi-terapi
yang diberikan bertujuan membantu mengembangkan perilaku sosial yang lebih
tepat.

F. Motor Disorder
Motor Disorder merupakan gangguan yang berkaitan dengan koordinasi
gerakan pada anak-anak. Ada tiga jenis gangguan motorik dalam DSM V yang juga
digolongkan sebagai gangguan neurologis-perkembangan, yaitu Developmental
Coordination Disorder, Stereotypic Movement Disorder, dan Tic Disorder.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 31


1. Developmental Coordination Disorder
Kriteria diagnostik untuk gangguan koordinasi perkembangan ini dalam DSM-
V adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi dan pelaksanaan keterampilan gerak yang terkoordinasi sebagian besar
di bawah harapan atau tidak sesuai dengan usia kronologis individu dan
kesempatan yang telah diberikan untuk memperlajari keterampilan tersebut.
Kesulitan ditunjukkan dengan adanya kecanggungan dalam gerak.
b. Defisit keterampilan gerak pada kriteria 1 secara signifikan dan persisten
menganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan usia
kronologisnya (seperti self-care dan self-maintenance) dan memengaruhi
produktivitas akademik/pendidikan, aktivitas yang berhubungan dengan
profesi/pekerjaan, waktu santai dan peran.
c. Onset (kemunculan) gelaja pada periode perkembangan awal.
d. Defisit keterampilan gerak tidak dijelaskan oleh adanya gangguan intelektual
atau kekurangan daya visual dan tidak disebabkan oleh kondisi neurologis yang
memengaruhi pergerakan.
Faktor yang menyebabkan gangguan ini diduga berasal dari faktor lingkungan
serta faktor genetik dan fisiologis. Gangguan koordinasi perkembangan biasanya
disebabkan oleh konsumsi alkohol selama masa kehamilan dan dikaitkan dengan
kelahiran anak dengan berat badan yang ringan. Kekurangan yang muncul juga
disebabkan oleh hendaya dalam persepsi visual-motor dan pembentukan mental
spasial. Keduanya ditemukan dan berpengaruh pada kemampuan untuk
menciptakan penyesuaian motorik. Disfungsi cerebellar juga telah ditemukan
menyebabkan gangguan koordinasi perkembangan ini, tetapi dasar neurologis
gangguan ini masih tetap belum jelas.

2. Stereotypic Movement Disorder


Kriteria diagnostik untuk gangguan pergerakan stereotipe ini dalam DSM-V
adalah sebagai berikut:
a. tingkah laku repetitif, tampaknya dibawa atau digiring, dan tampaknya tidak
memiliki tujuan (Mislanya mengoyangkan atau melambaikan tangan,
mengayunkan badan, membenturkan kepala, menggigit diri sendir dan memukul
badan sendiri).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 32


b. Tingkah laku motorik yang repetitif menganggu aktivitas sosial, akademik, atau
aktivitas lainnya dan dapat mengakibatkan cedera.
c. Kemunculan pada periode perkembangan awal
d. Tingkah laku motorik repetitive tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
atau kondisi neurologis dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis
perkembangan dan gangguan mental lainnya.
Gangguan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan dengan perilaku
melukai diri sendiri dan gangguan tanpa perilaku meluka diri sendiri. Gangguan
pergerakan steroetipe dimulai pada 3 tahun pertama kehidupan. Gangguan yang
sederhana biasanya terjadi pada masa infancy dan dapat melibatkan akusisi
penguasaan gerak.
Terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap ganguan ini.
Faktor lingkungan seperti adanya isolasi sosial. Hal ini menjadi faktor risiko untuk
stimulasi diri yang dapat mengembangkan aksi streotipe dengan perilaku repetitive
melukai diri sendiri. Tekanan/stres lingkungan juga dapat memicu tingkah laku
stereotipe. Rasa takut dapat mengubah keadaan fisiologis, meningkatkan frekuensi
tingkah laku stereotipe. Fungsi kognitif yang rendah juga dihubungkan dengan
risiko yang besar untuk terjadinya tingkah laku stereotipe, misalnya karean adanya
gangguan intelektual dan ganggua perkembangan pervasif.

3. Tic Disorder.
Tic adalah pergerakan motorik atau pengucapan tanpa ritmik, berulang, cepat
dan tiba-tiba. Dalam DSM V ada tiga tipe utama gangguan Tic, yaitu sebagai
berikut:
1. Tourette’s Disorder (Gangguan Tourette)
a) Terdapat kedua gejala yaitu gerak ganda dan satu atau lebih tic vokal yang
muncul pada beberapa waktu selama kesakitan, meskipun tidak semestinya
secara simultan.
b) Tic dapat bertambah dan menurun frekuensinya tetapi tetap menetap lebih
dari 1 tahun sejak kemunculan tic yang pertama.
c) Kemunculannya adalah sebelum usia 18 tahun.
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi
medis lainnya (seperti penyakit Huntington).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 33


2. Persisten (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal atau tic vokal yang telah menetap selama kesakitan
tetapi bukan keduanya (gerak dan vokal; hanya salah satunya)
b) Tic dapat bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi tetap menetap lebih
dari satu tahun sejak onset tic pertama.
c) Onsetnya adalah sebelum usia 18 tahun.
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi
medis lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ada yang ditemukan sebagai penyakit Tourette.
3. Provisional Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal dan/atau tic vokal
b) Tic telah muncul kirang dari 1 tahun sejak kemunculan tic yang pertama
c) Onset sebelum usia 18 tahun
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi
medis lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ditemukan sebagai Touretee’s disorder atau persistent (chronic)
motor or vocal tics disorder
Faktor yang menyebabkan tic disorder dalam DSM-V adalah sebagai berikut:
 Temparamen. Tic akan diperburuk oleh kecemasan, kegembiraan, dan
kelelahan dan akan lebih baik selama tenang, aktivitas terfokus.
 Lingkungan. Mengamati gesture atau suara dari orang lain dapat
menyebabkan individu dengan Tic disorder membuat gesture atau suara
yang sama, yang mana dapat dipersepsikan secara tidak benar oleh orang
lain sebagai suatu yang disengaja. Hal ini dapat menjadi masalah tertentu
ketika individu berinteraksi dengan figure otoritas.
 Genetik dan fisiologis. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi
ekspresi gejala tic dan keparahannya. Alel yang penting berisiko untuk
menyebabkan gangguan Tourette dan gen yang memiliki variase yang
jarang ditemukan dalam keluarga yang menderita tic disorder. Komplikasi
persalinan, usia orang tua yang lebih tua, kelahiran bayi dengan berat badan
rendah, dan ibu yang merokok selama kehamilan diasosiasikan dengan
tingkat keparahan tic yang buruk.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 34


G. Kecemasan dan Depresi
1. Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak dan
remaja, seperti halnya pada orang dewasa. Ketakutan anak-anak misalnya pada
gelap dan binatang tertentu adalah hal yang biasa dan akan hilang dengan
sendirinya. Kecemasan dianggap tidak normal apabila berlebihan dan menghambat
fungsi akademik dan sosial atau menjadi menyusahkan atau persisten. Anak-anak
dan remaja juga dapat mengalami gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis
termasuk fobia spesifik, fobia sosial, gangguan kecemasan menyeluruh, dan PTSD.
Tipe gangguan yang umumnya berkembang pada awal masa kanak-kanak adalah
gangguan kecemasan akan perpisahan.
Gangguan kecemasan akan perpisahan merupakan gangguan pada anak-anak
yang ditandai oleh ketakutan yang berlebihan akan perpisahannya dari orang tua
atau pengasuh lainnya. Kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak dengan gangguan ini
cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti ke mana pun mereka berada di
lingkungan rumahnya. Anak-anak itu dapat mengemukakan kecemasan tentang
kematian dan memaksa seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Ciri lain dari
gangguan ini adalah mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika
mengantisipasi perpisahan (seperti pada hari-hari sekolah), memohon agar orang
tua tidak pergi, atau temper tantrum bila orang tua akan pergi. Anak-anak ini dapat
menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang tua
ketika mereka pergi.
Pada tahun-tahun sebelumnya, gangguan kecemasan akan perpisahan ini
disebut sebagai fobia sekolah. Namun gangguan ini juga dapat terjadi pada anak
usia prasekolah. Pada masa remaja, penolakan untuk hadir di sekolah sering kali
dihubungkan dengan masalah akademik dan sosial, sehingga label gangguan
kecemasan akan perpisahan tidak dapat digunakan.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 35


2. Depresi
Anak-anak dan remaja dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan
bipolar dan depresi mayor. Anak-anak ini memiliki perasaan tidak berdaya, pola
pikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri
sehubungan dengan kejadian-kejadian negative, serta self-esteem, self-confidence,
dan persepsi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan teman-teman
sebayanya yang tidak depresi (Lewinsohn dkk.; Kovacs dalam Nevid dkk., 2003).
Mereka sering melaporkan adanya episode kesedihan dan menangis, merasa apatis,
sulit tidur, lelah dan kurang nafsu makan. Mereka juga terkadang memiliki pikiran-
pikiran untuk bunuh diri dan bahkan mencoba untuk bunuh diri.
Depresi pada anak juga memiliki ciri yang berbeda seperti menolak masuk
sekolah, takut akan kematian orang tua, dan terikat pada orang tua. Depresi juga
dapat tersamarkan oleh perilaku yang tampaknya tidak berhubungan langsung
dengan depresi. Gangguan tingkah laku (CD), masalah akademik, keluhan fisik,
dan bahkan hiperaktivitas dapat bersumber dari depresi yang tidak disadari. Di
antara para remaja, agresivitas dan perilaku seksual yang berlebihan juga dapat
menjadi tanda adanya depresi.
Lama episode depresi mayor pada anak-anak dan remaja kira-kira 11 bulan,
tetapi episode individual bisanya sampai dengan 18 bulan pada beberapa kasus
(Goleman dalam Nevid dkk., 2003). Depresi dengan tingkat sedang dapat bertahan
sampai beberapa tahun dan amat memengaruhi prestasi sekolah dan fungsi sosial
(Nolen-Hoeksema & Girgus dalam Nevid dkk., 2003). Depresi pada remaja
diasosiasikan dengan meningkatnya risiko terjadinya episode depresi mayor di
masa mendatang dan percobaan bunuh diri pada masa dewasa (Weissman dalam
Nevid dkk., 2003).
Depresi pada anak-anak jarang terjadi dengan sendirinya. Mereka umumnya
mengalami gangguan psikologis lainnya, terutama gangguan kecemasan dan CD
atau ODD (Hammen & Compas dalam Nevid dkk., 2003). Gangguan makan juga
sering terjadi pada remaja yang depresi, paling tidak pada remaja perempuan
(Rohde, Lewinsohn & Seeley dalam Nevid dkk., 2003). Secara keseluruhan depresi
pada masa kanak-kanak meningkatkan kesempatan anak untuk mengembangkan
gangguan psikologis lain, paling tidak dalam 20 bagian (Angold & Costello dalam
Nevid dkk., 2003).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 36


Berbagai faktor diduga menjadi penyebab dari gangguan kecemasan dan
depresi. Faktor kognitif seperi pola pikir yang disfungsional. Selain itu faktor
psikososial seperti kejadian yang menimbulkan stres, masalah dan konflik keluarga
dan kurangnya dukungan sosial. Faktor genetis juga dapat berperan terutama pada
depresi di kalangan remaja. Penanganan untuk anak-anak dan remaja yang
mengalami gangguan kecemasan seperti terapi kognitif-behavioral untuk membantu
mereka mengembangkan pola pikir dan keterampilan coping yang sehat.
Antidepresan juga dapat membantu namun efektivitasnya masih perlu diteliti lebih
lanjut.

H. Gangguan Eliminasi
Gangguan Eliminasi merupakan masalah hendaya dalam kontrol terhadap
buang air kecil dan buang air besar yang persisten dan tidak berhubungan dengan
penyebab organik. Dalam DSM-V, gangguan eliminasi tidak tergolong dalam
gangguan neurologis-perkembangan, melainkan digolongkan dalam kategori
tersendiri yaitu gangguan eliminasi, sebagimana gangguan makan dan gangguan
tidur yang mungkin juga menimpa anak-anak dan remaja. Gangguan ini lebih
umum terjadi pada anak laki-laki. Ada dua tipe utama dari gangguan eliminasi,
yaitu enuresis dan enkopresis.
1. Enuresis
Enuresis merupakan kegagalan untuk mengontrol buang air kecil setelah
seseorang mencapai usia “normal” untuk mampu melakukan kontrol. Dalam DSM-
V dijelaskan kriteria diagnostic enuresis, yaitu anak berulang kali mengompol di
temat tidur atau pakaian, baik disengaja maupun tidak disengaja; tingkah laku
tersebut signifikan secara klinis muncul pada frekuensi setidaknya 2 kali seminggu
selama sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut atau menyebabkan kemunculan
distress yang signifikasn secara klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, akademik
(pekerjaan) dan area-area fungsi penting lainnya; usia kronologis anak minimal 5
tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan yang setara); tingkah laku
tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat atau kondisi medis
lainnya (tidka memiliki dasar organik).

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 37


Enuresis dapat terjadi secara nocturnal, diurnal dan kedua-duanya. Nocturnal
berarti perjalanan urin hanya selama tidur di malam hari. Diurnal berarti perjalanan
urin terjadi selama jam-jam bangun di siang hari. Enuresis Nocturnal adalah tipe
yang paling umum terjadi yang sering kite sebut sebagai mengompol. Melakukan
kontrol kemih pada malam hari lebih sulit dari pada melakukannya pada siang hari.
Terdapat berbagai penjelasan psikologis tentang enuresis. Penjelasan
psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat merepresentasikan ekspresi
kemarahan terhadap orang tua karena pelatihan BAK dan BAB yang keras. Hal ini
dapat merepresentasikan respon regresi terhadap kelahiran suadara kandung atau
beberapa sumber stress lain atau perubahan dalam kehidupan. Teoritikus belajar
mengemukakan bahwa kegagalan pada masa awal dapat menghubungkan
kecemasan dengan usaha untuk mengontrol BAK. Kecemasan yang terkondisi
justru mendorong dan bukan menghambat BAK. Pandangan lain mengemukakan
enuresis diturunkan secara genetis, khususnya enuresis primer. Enuresis primer
ditandai oleh mengompol yang terus-menerus dan tidak pernah mampu mengontrol
BAK. Kemungkinannya berhubungan dengan gen yang mengatur kecepatan
perkembangan dari kontrol motoric terhadap refleks-refleks elimonatori oleh
korteks serebral. Walaupun demikia, faktor-faktor lingkungan dan perilaku juga
memainkan peran dalam menentukan perkembangan dan jangka waktu gangguan.
Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak mencapai usia
dewasa. Untuk penangannya, seringkali digunakan metode behavioral. Metode ini
mengkondisikan anak-anak untuk bangun bila kandung kemih mereka penuh. Salah
santu contoh yang rasional dapat dipertanggungjawabkan adalah variasi metode bel
dan bantalan (bell- and pad method) dari Mowrer. Selain itu, terapi obat juga dapat
dilakukan. Namun, terbukti bahwa penanganan psikologis lebih baik digunakan.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 38


2. Enkopresis
Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar
yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Soiling (mengotori) dapat dilakukan
secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam DSM V dijelaskan kriteria dari
enkopresis, yaitu: pengeluaran feses yang berulang pada tempat yang tidak sesuai
(misalnya pada pakaian, lantai), baik secara tidak sengaja maupun disengaja;
setidaknya terdapat satu kali kejadian yang serupa terjadi dalam setiap bulan selama
sekurang-kurangnya tiga bulan; usia kronologis anak minimal 4 tahun (atau atau
anak berada pada tingkat perkembangan yang setara); tingkah laku tidak
disebabkan oleh efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya kecuali melalui
mekanisme yang melibatkan konstipasi. Ada dua spesifikasi dari enkopresis, yaitu
enkopresis dengan konstipasi dan overflow incontinence (ketidakmampuan
membatasi diri untuk BAK) serta tanpa konstipasi dan overflow incontinence. Pada
spesifikasi pertama, terdapat bukti konstipasi pada pemeriksaan fisik atau memiliki
riwayat konstipasi, sedangkan pada sepsifikasi tidak ada bukti konstipasi.
Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka mengalami
retardasi mental yang intens.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya enkopresis. Faktor
tersebut seperti toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap, kombinasi
dari faktor konstipasi, stres psikososial dan kecemasan. Bila BAB tidak disengaja,
biasanya terkait dengan konstipasi, impaction (jepitan) atau retensi (penahanan)
yang mengakibatkan pengeluaran beruntun. Konstipasi dapat berhubungan dengan
faktor-faktor psikologis, seperti ketakutan yang diasosiasikan dengan BAB di
tempat tertentu. Konstipasi juga dapat terkait dengan faktor fisiologis seperti
komplikasi penyakit atau pengobatan. Enkopresis yang disengaja jarang terjadi.
Soiling sering tampak setelah pemberian hukuman berat terhadap satu
kejadian atau lebih, terutama pada anak-anak yang telah sangat stres atau cemas.
Hukuman berat dapat menfokuskan perhatian anak pada soiling. Mereka mungkin
merenung tentang soiling, yang menaikkan tingkat kecemasan sehingga self-control
terganggu. Apalagi enkopresis lebih sering terjadi pada siang hari, berbeda dengan
enuresis yang sering terjadi malam hari. Jadi akan sangat memalukan bagi anak.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 39


Metode operant conditioning dapat membantu mengatasi soiling. Dalam hal
ini, diberikan reward untuk keberhasilan usaha self-control dan hukuman untuk
ketidaksengajaan. Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan
psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 40


BAB III
PENUTUP

Berbagai gangguan atau perilaku abnormal dapat terjadi pada anak-anak yang
berkembang hingga remaja, bahkan hingga dewasa. Gangguan tersebut umumnya
berupa gangguan neurologis-perkembangan. Gangguan lainnya berupa gangguan
tingkah laku, gangguan eliminasi, gangguan kecemasan dan gangguan mood. Gangguan
lainnya yang tidak dijelaskan dalam makalah ini adalah gangguan makan dan gangguan
tidur. Gangguan ini umumnya tidak memiliki dasar neurologis-fisiologis atau dasar
medis yang jelas. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan hendaya dalam
berbagai fungsi kehidupan seperti fungsi sosial, akademik/pendidikan dan pekerjaan.
Gangguan tersebut menganggu individu untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya
dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab berbagai gangguan umumnya merupakan
variasi dari faktor genetika dan faktor lingkungan (nature dan nurture). Penanganan
yang dilakukan dapat berupa terapi dengen pendekatan medis dan pendekatan
psikologis. Terapi yang lebih efektif melibatkan berbagai pendekatan psikologis untuk
gangguan-gangguan tertentu.
Sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas kehidupan
yang telah diberikan. Apalagi kehidupan yang normal dan tidak didiagnosi menderita
gangguan-gangguan psikologis. Kita perlu mencegah onset gangguan sejak dini. Oleh
sebab itu kita seyogyanya mengetahui mengenai berbagai gangguan yang dapat
menimpa anak dan remaja sehingga onsetnya dapat dicegah sedini mungkin.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 41


DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual Of


Mental Disorders (DSM). Fifth Edition. Arlington, Washington DC: American
Psychiatric Publishing
Andi, B., 2010. Perkembangan Fisik Dan Kognitif Pada Masa Kanak-Kanak. Vol.6
No.11. Surabaya: PKO FKIP Universitas PGRI.
Kring, et.al. (2012). Abnormal Psychology. Twelfth Edition. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Maslim, Rusdi. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.
Nevid J.S., Rathus S.A. & Green B. (2003). Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Refarat Gangguan Perkembangan & Perilaku Pada Usia Anak/Remaja 42

Anda mungkin juga menyukai