Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHUALUAN

EMPIEMA
RUANG 26 PARU
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
RIKA ARISKA
2018.04.078

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
EMPIEMA
RUANG 26 PARU
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah disetujui pada Desember 2018

Oleh:

Mahasiswa

RIKA ARISKA

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
EMPIEMA
RUANG 26 PARU
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah disetujui pada Desember 2018

Oleh:

Mahasiswa

RIKA ARISKA

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi

Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan
merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan bawah).
Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang merupakan analog
dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi
memiliki 25 juta alveoli dan bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa. Pleura adalah
membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara histologis
kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, dan dalam keadaan normal,
berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru
disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding toraks,
diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru
dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai
pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal
ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya pleura viseralis
memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis < 30mm,
diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah sel-sel mesotelial ini terdapat
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa
jaringan kolagen dan serat-serat elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan
arteri brakhialis serta pembuluh limfa, menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya untuk
mengabsorbsi cairan pleura.
Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar 9
mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg
yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura viseralis.
B. Definisi

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah, 2009).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Diane C.
Baughman, 2007).
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura
dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.

C. Klasifikasi

Empiema dibagi menjadi dua stadium :


a. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari pleura. Bila
pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika pus tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
b. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Pada stadium ini, jika klien menerima
terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.

D. Etiologi

1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :


 Pneumonia
 Abses paru
 Bronkiektasis
 TBC paru
 Aktinomikosis paru
 Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
 Trauma Thoraks
 Pembedahan thorak
 Torasentesi pada pleura
 Sufrenik abses
 Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
 Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal
sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari
infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk
keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan
Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah
dan berpotensi fatal.
 Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan
infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi
hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat
dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman
akan berbahaya atau tidak.

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
 Demam
 Keringat malam
 Nyeri pleural
 Dispnea
 Anoreksia dan penurunan berat badan
 Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
 Perkusi dada, suara flatness
 Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
a. Emphiema akut:
o Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
o Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
o Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan
clubbing finger .
o Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
o Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
o Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
o Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
o Pucat, clubbing finger.
o Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
o Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
o Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

F. Patofisiologi

Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang
hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan
kental. Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung yang
melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk keseimbangan dengan
drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500
ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk mengalirkannya
maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan
respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan
permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari pleura. Sel mesotelial
yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini
mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses
inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain.
Sel mesotelial memegang peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada
kondisi normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan
pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit,
mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan mengeluarkan mediator untuk
menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasi secara cepat ke
dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa
dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest
tube tidak diperlukan.
2. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit
PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa
menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.

3. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura


visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan
dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel
inflamasi dan debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap
ini.
G. WOC

H. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi
telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal
paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi).
Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau
melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan
waktu lama.
I. Penatalaksanaan
Sasaran penetalaksanaan adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi
paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biaotika (dosis besar ) dan
atau streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
1. Aspirasi jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental
2. Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks

3. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta
mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.

4. Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama

Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :


1. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
2. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.

3. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

4. Torakoplasti
Jika empiema tidak membaik karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin
dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal,
dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
 Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
 Antibiotic
Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah.Antibiotic
dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
 Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan
dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau
torakoplasti.

J. Pemeriksaan Penunjang
1. foto thorak
2. kultur darah
3. USG
4. Sampel sputum
5. Torakosenstesis
6. Pemeriksaan cairan Pleura
7. Hitung sel darah dan deferensiasi
8. Protein, LDH, glucose, dan pH
9. Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a.Biodata :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor registrasi
b. Keluhan utama :
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk
yang lama dan tidak sembuh akibat infeksi.
d. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit keluarga, misalnya asma (genetik) memeiliki peluang besar
untuk terserang empyema
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang
juga berperan dalam memperburuk keadaan klien dengan empiema.
f. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
Jika akumulasi pus lebih dari 300 ml, perlu di usahahkan peningkatan upaya dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga
melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi ang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi
Vokal fremitus menururn pada sisi yang sakit. Di sampung itu, pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang teringgal pada dada yang sakit. Pada sisi yang
sakit, ruang antar-iga dapat kembali normal atau melebar.
 Perkusi
Terdengar suara redup pada sisi yang sakit, redup sampai pekak sesuai banyaknya
akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat.
Hal ini terjadi apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. suara pernafasan
menunjukkan intensitas yang rendah, biasanya ekspirasi memanjang, vocal fremitus
menurun, suara pernafasan tambahan kadang-kadang terdengar sonor dan atau ronchi,
rale halus pada akhir inspirasi.
1. Aktivitas atau istirahat.
 Keletihan, kelemahan, malaise.
 Ketidakmampuan melakukan ADL karena sulit bernapas.
 Ketidakmampuan untuk tidur.
 Dispneu pada saat istirahat.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
3. Integritas ego
Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
4. Makanan
Mual muntah nafsu makan menurun .
5. Higiene
Penurunan kemampuan melakukan ADL.
6. Pernafasan
Nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang ,
episode batuk hilang timbul.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi social
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, penyakit lama.
g. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiologis
a. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
b. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
 Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
 Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
Kriteria hasil
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
 Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Intervensi
 Kaji frekwensi, kedalaman pernapasan
 Tinggikan kepala tempat tidur

 Auskultasi bunyi nafas catat area penurunan aliran udara, bunyi tambahan

 Palpasi primitus

 Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional :
 Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
 Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolap jalan napas

 Bunyi nafas redup karena penurunan aliran udara ,mengi ; indikasi spasme bronchus /
tertahannya sekret, Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi
jantung.
 Penurunan getarn fibrasi diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak

 Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia


sistemik pada fungsi jantung.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


Kriteria hasal :
 Pertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
 Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Intervensi
 Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
 Catat adanya atau derajat dispneu, gelisa, ansietas dan distress pernafasan
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur
 Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
 Observasi tanda-tanda vital
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai dengan indikasi
Rasional :
 Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan derajat yan
ditemukan adanya proses infeksi akut.
 Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan
infeksi atau reaksi alergi.

 Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan


gravitasi.

 Memberikan pasien berbagao cara untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan
menurunkan jebakan udara.

 Mengevaluasi keadaan klien

 Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret , mempermudah pengeluaran

 Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas,
mengi, dan produksi mukosa.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi bakteri.
Kriteria hasil :
 Skala nyeri menurun sampai hilang
 Mampu mengontrol nyeri
 Megatakan bahwa nyeri berkurang sampai hilang
 Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Intervensi :
 Kaji skala nyeri
 Kaji faktor pencetus nyeri

 Memberikan posisi yang nyaman

 Ajarkan tehnik distraksi relaksasi

 Observasi tanda-tanda vital

 Kolaborasi pemberian analgesik

Rasional :
 Mengetehui tingkat nyeri
 Mengetahui penyebab nyeri

 Mengurangi faktor pencetus nyeri dan mengurangi nyeri agar tidak timbul

 Mengurangi skala nyeri

 Mengevaluasi keadaan klien

 Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan

4. Intoleransi aktivitasberhubungan dengan kelelahan


Kriteria hasil :
 Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dyspnea
 Tidak ada kelemahan berlebihan
 Pernafasan dan nadi dalam rentang normal (RR: 16-20 x /menit, Nadi : 60-100 x/ mnt).
Intervensi :
 Evaluasi respon pasen terhadap aktivitas. Catat laporan dypsnea, peningkitan kelemahan,
dan perubahan tanda-tanda vital.
 Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk aktivitas dan istirahat.
 Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
 Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan peningkatan kemajuan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional :
 Pasien mungkin nyaman dengan posisi kepala tinggi, tidur di kursi atau menunuduk ke
depan meja.
 Menurunkan stress dan rangsangan berlebih, meningkatkan istirahat.

 Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon
individual terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.

 Meminimalkan kelelahan dan membantukeseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Anda mungkin juga menyukai