Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.)
Oleh
Tati Castiah
NIM: 9933116554
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.)
Oleh
Tati Castiah
NIM: 9933116554
Pembimbing,
Sekretaris, Ketua,
Pembimbing,
Drs. Drs.
NIP. NIP.
KATA PENGANTAR
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A.;
Pudek I Bapak Dr. Hamid Nasuhi M.A.; Pudek III Bapak Dr. Masri Mansoer,
M.A.; Ketua Jurusan Akidah Filsafat Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils.; dan
Sekretaris Jurusan Akidah Filsafat Bapak Drs. Ramlan Abdul Gani M.Ag. Penulis
Dr. Fariz Pari, M.Fils., yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis dalam proses penulisan proposal skripsi. Penulis juga sangat bersyukur
dan sangat berterimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan sebagai
bimbingannya selama ini penulis haturkan banyak terimakasih yang tulus kepada
beliau.
Penulis juga tak kan pernah lupa kepada sahabat-sahabat yang telah
mensupport dan berbagi dalam banyak hal dengan penulis: “Loi” April dan
perpustakaan Pasca); Tina dan nDe, yang selalu memotivasi dari jauh; T’ neng
Sri, Wati, Neli, Hida, Rositoh, Mun Ari, Chotib May, Mukhlis, Maftuhah dan si
banyak hal, terutama ilmu); Nanang, terimakasih karena telah banyak membantu
Tantowi, yang selalu mensupport (kapan giliran kamu wi?); “mamad” Jafar al-
Hadar, terimakasih atas pertemanannya selama ini; Hamid dan Eemnya; Pranyoto,
Baehaqi, Sun, Anita, Iik, dan Pay. Tak lupa juga sahabat-sahabat Fomacian
lainnya, tempat diskusi dan berbagi dalam banyak hal: Te Piti (nuhun nya…),
Neng Indri dan Saidimannya; Biya, Linda, Ayi, Zen, Ridwan, Empi, Ken Husni
dan Yangnya; Akib dan lisnya; Adri, Mud, Nana, Dedi, Didi, Arif dan pujinya.
Akhirnya penulis ucapkan terimakasih yang tak terkira kepada ayah, ibu,
kakak-kakak, dan ade yang telah mensupport dan mendo’akan penulis dalam
banyak hal, terutama dalam menghadapi masa perkuliahan di Universitas ini, serta
Kekeh, Ge Ima, Desiti, Neng, Dean, Pitpit, Bulan, dan Si Bongsor Dafiq Ar.
Terimakasih ya …
Tati Castiah
PEDOMAN TRANSLITERASI
Padanan Aksara
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
غ gh ge dan ha
ف f Ef
ق q Ki
ك k Ka
ل l El
م m Em
ن n En
و w We
h Ha
ء ` Apostrof
ي y Ye
Vokal Tunggal
ِ i kasrah
ُـ u dammah
Vokal Rangkap
َ___ي ai a dan i
ِ___ و au a dan u
Vokal Panjang
ْ ِـــ
& î i dengan topi di atas
Kata Sandang
dialih akasrakan menjadi ل اKata sandang dalam sistem tulisan arab
huruf /L/, baik yang diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah.
Syaddah (Tasydîd)
huruf.
BAB I
PENDAHULUAN
adat istiadat dan agama, dan hal ini merupakan fenomena kini, dulu dan akan
datang yang tidak bisa dihindari dan dipungkiri.1 Dengan kondisi semacam itu,
Telah banyak disaksikan konflik dan kekerasan yang terjadi di bumi ini
karena alasan agama. Kerusuhan yang terjadi di Ambon dan di Poso beberapa
tahun lalu, atau pengeboman di Bali dan Hotel JW. Marriot di Kuningan adalah
fakta, yang tidak bisa bisa dipungkiri, bahwa agama menjadi salah satu faktor
1
Clive Gifford, “Indonesia,” dalam Henry P, dkk., ed., Ensiklopedi Geografi Dunia untuk
Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk., (Jakarta: Lentera Abadi.,
2006), h. 328-333.
2
Azyumardi Azra, dkk., Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia (Ciputat: INCIS,
2003), h. 25.
3
“Kerusuhan Ambon,” diakses pada 10 September 2007 dari
www.hamline.edu/apakabar/basis data/1999/08/26/0037.html, sedangkan kerusuhan poso adalah
sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso Sulawesi Tengah yang melibatkan
kelompok Muslim dan Kristen. Peristiwa tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu Poso I terjadi
pada 25-29 Desember 1998, Poso II 17-21 April 2000, dan Poso III 16 Mei-15 Juni 2000.
“Kerusuhan Poso,” diakses pada 10 september 2007 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso. Peristiwa terakhir kerusuhan di Poso terjadi pada 28
Mei 2005. Pelaku kerusuhan adalah dari golongan Muslim yang membunuh pendeta dan mutilasi
siswa Kristen. “Pengeboman Poso Divonis 18 Tahun,” Media Indonesia, 4 Desember 2007, h. 3.
Kemudian peristiwa pengeboman di Bali terjadi pada malam hari 12 Oktober 2002 di Kuta Pulau
Bali. “Bom Bali,” diakses pada 10 September 2007 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2002 dan tahun 2005 terjadi tiga kali pengeboman di
Jimbaran dua kali dan di Kuta satu kali. “Bom Bali,” diakses pada 10 September 2007 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2005. selanjutnya pengeboman JW. Marriot terjadi pada 5
meruntuhkan gedung WTC di New York telah mengubah pandangan dunia
tentang agama karena pada saat peristiwa tersebut terjadi para pelakunya adalah
Konflik dan kekerasan atas nama agama pun bisa terjadi dalam satu
agama. Dahulu, pada perempat kedua abad ke-16 M Syaikh Siti Jenar dihukum
Peristiwa serupa pun terjadi di Aceh, yakni menimpa pada para pengikut
bunuh karena pemikiran mereka dianggap telah membahayakan syariat oleh al-
Raniri (w.1658).6 Selain mereka dihukum bunuh, literatur yang mereka miliki
dibakar.7
agustus 2003 sekitar pukul 12.45. “Bom JW. Marriot,” diakses pada 10 September 2007 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_ Marriot _2003
4
Karen Armstrong, Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk. Penerjemah
Hikmat Darmawan (Jakarta: Serambi, 2003), h. 27.
5
Pemikiran Syaikh Siti Jenar yang dianggap menyesatkan adalah ajaran tauhid yang
bersifat universal khususnya tentang ajaran sasyahidan atau wahdatusyuhud. Lebih lanjut lihat
Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar, Buku Satu (Yogyakarta:
LkiS, 2003), h. xxiii-xxiv.
6
Pemikiran yang dianggap menyesatkan kedua tokoh ini di antaranya adalah yang
menyatakan bahwa: alam dan manusia sama saja dengan Tuhan; wujud alam dan manusia adalah
wujud Tuhan; Tuhan itu imanen; alam itu qadim; dan ketika mereka mengatakan shatiyyat;
menurut al-Raniri mereka tidak berada dalam keadaan fana; selain itu menurut al-Raniri, keilmuan
mereka dalam pencapaian makrifat masih rendah. Lihat Abdul Hadi Widji Muthari, “Estetika
Sastera Sufistik Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-Karya Shaikh Hamzah Fansuri,” (Tesis S2
Universitas Sains Malaysia, 1996), h. 272-273. Lihat juga pemahaman lebih jauh mengenai
pembahasan wahdat al-wujud Syamsuddin al-Sumatrani dan kontroversinya dengan al-Raniri,
dalam Abdul Aziz Dahlan, Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan Wujud):
Tuhan Alam Manusia dalam Tasawuf Syamsuddin Sumatrani (Padang: IAIN IB-Press, 1999), h.
35-159.
7
Lihat, Dahlan, Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan Wujud), h.
24.
Peristiwa-peristiwa tersebut cukup menjelaskan bahwa ketegangan yang
terjadi di antara penganut agama yang sama dapat menimbulkan tindak kekerasan
misalnya, kematian Syekh Siti Jenar telah banyak menimbulkan kontroversi yang
pendahulunya sufi, al-Hallaj (w. 308 H). Pada usia 53 tahun, telah dibunuh
dengan sangat kejam oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyah tahun 922 M/308 H.
dicameti dan dilempari batu. Tangan, kaki dan lidahnya dipotong, dan matanya
sungai Tigris.9
peristiwa tersebut. Tidak saja di negara kita, di negara lain pun sama. Hanya
Peperangan yang terjadi di Palestina antara umat Yahudi dan Muslim yang
8
Pasalnya tokoh-tokoh yang menentukan hukum bunuh terhadap Syaikh Siti Jenar, seperti
Sunan Giri, Sunan Bonang, Raden Fatah dan Sunan Ampel telah meninggal belasan, bahkan
puluhan tahun sebelum peristiwa tersebut terjadi, dan dikabarkan bahwa susuhunan Kudus yang
membunuh Syaikh Siti Jenar bersama bala tentaranya adalah orang yang sangat menghormati dan
memuliakan Syaikh Siti Jenar. Lihat Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, h, xvi-xx.
9
Tak jauh beda dengan pembunuhan sufi-sufi lainnya, ia pun dibunuh oleh penguasa
karena ajarannya dipandang menyesatkan. Lebih jauh lihat, Fathimah Usman, Wahdat Al-Adyan:
Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 27-30.
10
Mereka berperang memperebutkan tanah suci, Israel. Salah satu alasan umat Yahudi
memerangi Palestina adalah karena secara religius mereka telah dijanjikan oleh Tuhan, bahwa
satu-satunya tempat suci yang diperuntukan bagi mereka adalah Israel. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan cita-citanya tersebut, mereka harus mengusir dan mengosongkan tanah Palestina dari
orang-orang yang bukan Yahudi. Sedangkan di daerah tersebut telah lebih dulu umat Muslim
tinggal dan bermukim di sana. Oleh karena itu, mereka menolaknya karena mereka telah lebih
dulu tinggal dan bermukim di sana selama beratus-ratus tahun, maka terjadilah peperangan di
antara mereka sampai sekarang demi memperebutkan tanah suci Israel. Lihat, Huston Smith,
Agama-Agama Manusia. Pengantar Djohan Effendi. Penerjemah Yayasan Obor Indonesia
juga, pertentangan yang terjadi di Irlandia adalah pertentangan antara kaum
Katolik dan Protestan. Kemudian konflik yang terjadi antara pemerintahan Iran
dan Irak, juga didominasi oleh Islam Sunni dan Syii’. Demikian pula yang terjadi
di Pakistan, adalah konflik antara Islam Sunni dengan Islam Syii’.11 Sedangkan di
Philipina, konflik antar Katolik dengan Hindu, dan di Thailand, adalah konflik
Jauh sebelum itu, sejarah telah mencatat bahwa perang Salib yang
dilakukan oleh umat Kristen terhadap umat Muslim dan Yahudi beberapa abad
yang lalu, atau hukum bunuh yang dilakukan oleh golongan Mutakallimin adalah
hukum bunuh adalah kaum Khawarij Muhakkimah dan Azariqah. Ketegangan ini
bermula dari peristiwa arbitrase antara pihak Ali dan pihak Muawiyah. Bagi kaum
Khawarij Muhakkimah, orang yang menerima arbitrase adalah kafir dan telah
membunuh orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, mereka pun
membunuh orang Islam yang telah masuk golongan mereka dan tidak tinggal di
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), h. 341-352. Untuk penjelasan mengenai sejarah Yahudi
lihat juga Armstrong, Perang Suci, h. 29-65.
11
Kedua mazhab ini satu sama lain suka saling mencela. Celaan yang sering dilontarkan
oleh siswa-siswa di Karachi, Pakistan yang bermazhab Syi’ah mengatakan, bahwa orang-orang
Sunnah melipat tangan mereka ketika shalat karena mereka menyembunyikan berhala-berhala
kecil di dalamnya. Sementara celaan yang dilontarkan oleh seorang Maulana yang bermazhab
Sunnah ketika mengajar murid-muridnya di kelas tiga mengatakan, bahwa orang-orang Syi’ah
tidak percaya terhadap al-Quran karena mereka percaya, bahwa kambing milik istri nabi memakan
sepuluh surat. Lihat, Farid Esack, On Being A Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-
Plural. Penerjemah Nuril Hidayah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h. 232.
12
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia (Jakarta:Paramadina, 2003), h. 125.
pengikutnya pun, terlebih dahulu mereka mengujinya dengan disuruh membunuh
yang akan mereka penggal. Tak hanya itu, mereka juga membunuh, menawan dan
menjadikan budak, anak, istri dan keluarga mereka yang tidak sefaham dengan
bagi masyarakat Indosesia tidak bisa menahan kaum beragama untuk tidak saling
Negeri, di tingkat dunia pun seringkali dilakukan. Namun sayang, pada tingkat itu
13
Lihat Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan
(Jakarta: UI-Press, 1986), h.5-15.
14
Hal tersebut tercantum dalam pasal 29 ayat I dan 2 UUD (Undang-Undang Dasar) 45
berikut, “Negara berdasarkan Tuhan yang maha Esa”, dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu. Lihat, Badan Litbang Agama Dan Diklat Keagamaan, Kompilasi
Perundang-Undang Kerukunan Hidup Umat Beragama Departemaen Agama RI, Edisi Ketujuh
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7.
15
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jakarta, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara,
Ham, dan Agama-Agama. Pengantar Quraish Shihab (Jakarta: MUI, 1996), h. xii-xiv.
16
Data yang dihasilkan dari penelitian yang diadakan oleh Badan Litbang Agama dan
Diklat Keagamaan di beberapa propinsi mengenai kerukunan hidup umat beragama di Indonesia,
masih menunjukan adanya potensi konflik yang setiap saat bisa muncul. Konflik tersebut di
antaranya adalah isu Kristenisasi dan Islamisasi yang diadakan oleh umat Kristen atau Islam;
penolakan pendirian rumah ibadah oleh penganut yang berbeda agama; dendam karena
pembakaran gereja atau masjid yang dilakukan oleh salah satu umat beragama tersebut; konflik
antara Hindu Bali dengan Hindu yang berafiliasi ke India; Protestan dengan Katolik. Lihat, Badan
Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Riuh di Beranda Satu Peta Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia, Seri II (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 75-270.
pun tampaknya dialog belum berhasil karena ironisnya ketika kegiatan tersebut
Ada dua hal penting, khususnya bagi Indonesia, yang menjadi alasan
penduduknya masih percaya terhadap agama dan mengkaitkan hidup dalam aturan
dan keyakinan agama. Kedua, terlebih lagi jika dalam setiap kelompok agama ada
merupakan totalitas sistem makna yang berlaku bagi seluruh kehidupan, baik
individual maupun sosial. Namun keyakinan tersebut ketika hadir dalam pluralitas
sebuah kehidupan. Jika narkotika memberi pengaruh kepada pribadi saja, maka
klaim kebenaran, selain memberi pengaruh pada pribadi, juga akan mengasilkan
gerakan sosial, yaitu suatu gerakan yang melahirkan sikap eksklusif dan intoleran
yang benar, keselamatan hanya ada pada diri mereka dan tidak ada keselamatan
bagi orang lain. Oleh karena itu, untuk menyampaikan misi mereka, mereka
melakukan ekspansi dan penetrasi, yang kemudian dikenal dengan konsep jihad
dalam Islam, atau misionaris dalam Kristen. Mereka sama-sama membawa misi
17
Penganut Islam menghina penganut agama lain. Lebih lanjut lihat, MUI (Majelis Ulama
Indonesia) Jakarta, Kerukunan Beragama, h. 91-96.
18
Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), h. xxi.
19
Nurcholis Madjid, “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan untuk Generasi
Mendatang,” Ulumul Quran IV, no. 1 (1993): h. 10-12.
keselamatan, maka tak heran jika setiap penganut keyakinan saling memaksakan
Jika pandangan seperti itu dibiarkan dan dipertahankan, maka konflik dan
kekerasan yang terjadi di bumi ini akan terus berlangsung. Apalagi jika melihat
dalam suasana rukun, damai egaliter, toleran dan saling menghargai tanpa harus
Di antara beberapa pemikir yang telah berusaha keras untuk mengatasi hal
itu adalah Wilfred Cantwell Smith. Ia adalah seorang teolog Kristen dan
akademis bahwa semua agama, baik itu dari golongan Islam, Kristen, Yahudi atau
Buddha akan mengarah kepada tujuan akhir, yakni Allah. Allah adalah tujuan
akhir dari semua agama. Kemudian pahamnya tersebut dikenal dengan paham
pluralisme agama. Oleh karena itu, agama manapun menurutnya, tidak berhak
mengklaim kebenaran agamanya atas agama lain, dan pada tataran itu,
20
M. Syafii Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang
Cendikiawan Muslim Orde Baru (Jakarta: Paramadina, 995), h. 229.
21
Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, h. 229.
22
Mengenai pengertian agama, lihat juga Armstrong. Menurutnya, terlepas dari sifat non
duniawinya, agama sesungguhnya bersifat pragmatik karena pada kenyataannya seringkali
disaksikan bahwa sebuh ide tentang Tuhan tidak harus bersifat logis atau ilmiah yang penting bisa
diterima. Lihat, Karen Armstrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh
Orang-Orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama 4000 Tahun. Penerjemah Zainul Am (Bandung:
Mizan, 2002), h. 22.
agama bersifat relatif dan mempunyai nilai yang sama sehingga kita harus
perbedaan, dan mengakui semua orang sebagai sesama dan anak-anak Allah Bapa
yang sedang berupaya menemukan Dia yang sedang dicari-cari oleh-Nya, dan
mustahil jika orang Kristen mengatakan, kami diselamatkan, kalian orang Islam,
Hindu atau Buddhis dihukum. Padahal mereka semua, orang Islam, Hindu atau
Buddhis adalah orang-orang yang saleh dan cerdas. Baginya tidak logis jika
kepada semua orang dalam cinta, dan sebagai makhluk Allah yang terbatas,
menurutnya, kita tidak dibatasi oleh cinta itu. Kemudian wahyu Allah yang lain
perjumpaan yang penting dan berubah-ubah antara yang Ilahi dan manusia.24
mungkin berdasarkan kenyataan itu,25 dan tidak boleh hanya dipahami sebagai
bentuk kemajemukan, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama,
23
Coward, Pluralisme, h. 61-64.
24
Coward, Pluralisme, h. 62-63.
25
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta: Paramadina, 2000), h. Ixxv.
tetapi hal itu harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-
keselamatan umat manusia26 yang tidak akan berubah sehingga tidak mungkin
Selain dalam Islam dan Krisrten, paham pluralisme agama pun terdapat
dalam Hindu dan Buddha. Dalam Hindu dikatakan bahwa setiap konsep adalah
benar dalam perpektifnya sendiri. Oleh karena itu, setiap pandangan merupakan
salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi
Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama
rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut.29 Salah satu
pengakuan nilai-nilai yang terdapat dalam agama-agama lain, serta tidak perlu
merubah label-labelnya, dan yang menyatakan hal tersebut adalah sang Buddha
sendiri. 30
26
Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman
(Jakarta: Paramida, 2001), h. 31.
27
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixxvii- Ixxviii.
28
Coward, Pluralisme, h. 118.
29
Coward, Pluralisme, h. 138-139.
30
Fazlur Rahman, dkk., Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 129.
Sebenarnya jauh sebelum itu pun, pendekatan esoteris yang dibawa oleh
sekedar bentuk, hakekatnya sama, bertujuan sama, yakni mengabdi kepada Tuhan
pencipta alam semesta. Bahkan Allahlah menurutnya, yang telah menetapkan dan
kemampuan untuk memilihnya. Oleh karena itu, manusia menurutnya, tidak boleh
saling mencela dan menyalahkan agama yang dianut oleh orang lain,33 sementara
Ibnu Arabi mengatakan, bahwa yang ada di balik semua agama yang hanya
merupakan bayangan itu adalah Al-Haqq, yang dipuja oleh orang Nasrani Yahudi,
Hindu, Buddha dan lain-lain adalah sama, dengan yang dipuja oleh orang Islam,
yaitu hakikat yang satu, Al-Haqq. Dia adalah Allah, Tuhan seluruh manusia (rabb
al-nas), Tuhan alam semesta (rabb al-‘alamin), dan Tuhan seluruh langit dan
bumi (rabb al-samawat wal al-ard).34 Oleh karena itu, menurutnya, hamba Tuhan
merasakan ketentraman yang sama di dalam sinagog, kuil, gereja, atau masjid
31
Nama lengakap Ibnu Arabi Adalah Muhiddin Abu Abdullah Muhammad Bin Ali Bin
Muhammad Bin Ahmad Bin Abdullah Hatimi Al-Thai. Dia adalah seorang sufi terbesar dalam
dunia Islam, bahkan seorang pemikir mistik besar dalam dunia Islam. Untuk penjelasan ini, lihat
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, “Ibnu Arabi,” dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed., Ensiklopedi
Islam, vol. II (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve., 1997), h. 150.
32
Konsep wahdatul wujud Ibnu Arabi yaitu yang menyatakan bahwa hakikat segala
sesuatu adalah Tuhan. Di sebalik benda, manusia, alam, langit atau bumi Ia-lah yang sebenarnya
ada. Dia menampakan diri melalui alam. Alam adalah bayangan-Nya. Melalui bayangan-Nyalah Ia
dikenal. Perumpamaannya, seperti pohon dan bayangannya. Pohonlah yang mempunyai wujud,
bayangan pohon tidak mempunyai. Dengan demikian, yang ditangkap oleh sufisme adalah Al
Haqq itu sendiri. Sedangkan bagi non sufi, yang ditangkap oleh mereka hanyalah bayangannya
saja. Lihat Harun Nasution, dkk., Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia, Penyunting
Imran Rasyidi (Jogja: Tiara Wacana, 1997), h. 252. Lihat juga Armstrong mengenai penjelasan
wahdatul wujud Ibnu Arabi. Menurutnya Arabi mendasarkan pemikirannya tersebut kepada hadits
Qudsi yang menyatakan, bahwa aku adalah perbendaharaan tersebunyi dan aku ingin dikenal
kemudian aku diciptakan makhluk-makhluk agar dikenal oleh mereka. Armstrong, Sejarah Tuhan,
h. 315.
33
Usman, Wahdat Al-Adyan, h. 11-14.
34
Nasution, Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia, h. 253-253.
karena semuanya menyediakan pemahaman yang sama tentang Tuhan. Ia juga
mengecam sikap eksklusif karena sama artinya dengan mengingkari yang lain,
dan telah gagal menemukan kebenaran sejati. Baginya, Tuhan yang Maha Berada
engkau memalingkan pandanganmu, maka di sanalah ada wajah Allah” (Q.S. al-
Baqarah/2: 102.).35
Namun dalam hal ini penulis akan meneliti paham pluralisme agama
dalam perpektif Farid Esack. Adapun alasan penulis memilih Esack sebagai bahan
kajian penulisan skripsi ini, pertama adalah karena ia mempunyai perspektif yang
Quran, ia juga meredifinisi pengertian iman, islam dan kafir dengan penggunaan
khususnya pluralitas agama. Alasan kedua, adalah latar belakang budaya Esack
agama, dan aliran kepercayaan yang beragam,36 sedangkan alasan terakhir adalah
karena konflik dan kekerasan yang terjadi di kedua negeri ini kebanyakan
didominasi oleh faktor agama, dan Esack adalah salah satu sosok intelektual
Muslim Afrika Selatan yang telah ikut andil besar dalam meruntuhkan sistem
35
Armstrong, Sejarah Tuhan, h, 317.
36
Gifford, “Afrika Selatan,” dalam Henry P, dkk., ed., Ensiklopedi Geografi Dunia untuk
Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk., (Jakarta: Lentera
Abadi., 2006), h. 380-383.
37
Apartheid secara harfiah artinya keterpisahan, yakni suatu politik pemisahan rasial
antara golongan warna kulit yang dijalankan oleh pemerintah Afrika Selatan. Tujuannya adalah
untuk memisahkan perkembangan dan pembangunan orang kulit berwarna dari orang kulit putih
perspektif al-Quran, setidaknya pada waktu itu masyarakat Afrika Selatan dari
berbagai agama telah sadar akan pentingnya bergabung bersama dan berjuang
agama yang tidak bersedia ikut bergabung karena takut terjerumus pada
kekufuran, khususnya Islam. Bagi mereka agama yang diterima disisi Allah
hanyalah Islam, dan kaum yang berada di luar diri mereka adalah kafir. Oleh
karena itu, orang Muslim yang ikut bergabung dengan Call of Islam38 adalah
moral terhadap umatnya, maka dalam bukunya yang pertama,40 sebagaimana yang
penggunaan dan pemaknaan istilah iman, islam dan kafir, namun dengan
terutama dalam bidang politik dan ekonomi, misalnya secara politik orang kulit hitam yang
mayoritas tidak diperbolehkan duduk di pemerintahan; secara ekonomi tidak diperbolehkan
mempunyai pekerjaan, sebagaimana yang diperuntukan untuk orang kulit putih; dan dilarang
tinggal di lokasi yang tidak ditentukan untuk mereka. Sistem aparteid telah dipraktikkan sebelum
tahun 1948 diberlakukan. Lihat, Tim Penyusun Ensiklopedi Nasional Indonesia, “Apartheid,”
dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, vol. II (Jakarta: Delta Pamungkas., 2004), h. 187-188.
38
Call of Islam adalah nama kelompok yang didirikan oleh Adli Jacobs, Ebrahim Rasool,
Shamiel Manie dan Farid Esack sendiri pada Juni 1984. Sebenarnya nama The Call of Islam
adalah nama yang dipakai pada lembar beritanya, sedangkan pertama kali kelompok tersebut
dinamakan Muslims Against Oppression. Nama tersebut dipakai untuk keperluan resmi publikasi
pamflet. Komunitas tersebut sangat berperan penting dalam membujuk kaum Muslim untuk
menerima keharusan politik dan legitimasi teologis bagi solidaraitas antar iman dan menerima
tanpa ragu kaum Kristen dan Yahudi sebagai saudara dan kaum beriman, dan hal tersebut
merupakan babak baru bagi kehidupan agama-agama di Afrika Selatan, yakni ketika dari berbagai
penganut agama ikut bersedia bergabung bersama dalam meruntuhkan aparteid di Afrika Selatan.
Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme. Penerjemah
Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h.h. 66-79.
39
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66.
40
Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligous Solidarity
Against Oppression, Oxford: Oneworld Publications, 1997.
penggunaan dan pemaknaan yang kontekstual dan eksistensial dengan situasi
bagi umat Islam adalah satu-satunya kitab suci yang dipercaya sebagai yang betul-
menurut Esack orang atau sekelompok orang tidak sembarang untuk mengatakan
orang lain sebagai kawan dan lawan, juga agar kaum lain dari agama apa pun
tidak akan menderita akibat ketidakberimanan oleh golongan lain karena ia yakin,
memperhatikan apa yang dilakukan manusia, yang artinya Tuhan telah ikut
campur dalam sejarah manusia.42 Ia tidak berbicara pada ruang yang hampa.
Terlebih manusia itu lebih banyak dibentuk oleh konteks dari pada teks.43 Selain
itu, ia juga ingin memperlihatkan bahwa adalah mungkin kaum beriman dari
konteks kekinian dan bekerja bersama mereka untuk membentuk masyarakat yang
lebih manusiawi.44
menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul, “Farid Esack dan Paham
41
Esack, Membebaskan yang Tertindas. h. 39-40.
42
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 34.
43
Esack, Membebaskan Yang Tertindas, h. 131.
44
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 38.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tinjauan Kepustakaan
berkaitan dengan Farid Esack. Di antara buku yang membahas pluralisme agama
dalam perpektif Islam adalah Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman
yang terangkum lengkap dalam bukunya yang berjudul Islam Doktrin dan
bahwa pluralisme adalah suatu sistem nilai, yang bernilai positif-optimis terhadap
mungkin berdasarkan kenyataan itu, dan tidak boleh hanya dipahami sebagai
bentuk kemajemukan, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, tapi
hal itu harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan
(Yogyakarta: LkiS, 2002) karya Fathimah Usman. Buku tersebut berisi gagasan
pluralisme agama dalam al-Quran, dan gagasan wahdat al-adyan yang diusung
oleh al-Hallaj.
pluralisme dari banyak hal; sisi agama, sosial, hukum, sampai bagaimana caranya
dengan bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Islam dan Pluralisme: Akhlak
ayat-ayat pluralisme agama dalam al-Quran berbeda-beda, ada yang sama dan ada
dengan Q.S. al-Maidah/5: 69 dan Q.S. al-Hajj/22: 17. Fathimah Usman merujuk
Q.S. al-Baqarah/2: 256 untuk menjelaskan tidak ada paksaan dalam beragama,
Q.S. al-Anam/6: 108, dan Q.S. al-Syuro ayat 13 untuk menjelaskan kesatuan
ditulis oleh Sutisna; Pluralisme Agama dalam Penafsiran Sayyid Quthb Kajian
Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004) ditulis oleh Akbar Imanuddin;
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004) ditulis
pada pemikiran tokohnya saja. Demikian juga dengan skripsi yang berjudul
Walaupun ia tidak merujuk pada pemikiran tokoh, tapi ayat-ayat yang ia rujuk
dalam menjelaskan pluralisme agama sama, sebagimana yang telah dirujuk oleh
penulis-penulis skripsi dan buku yang telah disebutkan di muka. Namun dalam
al-Baqarah /2: 132 dan Q.S. Ali Imran/3: 85, pesan kenabian, Q.S. al-Baqarah 2:
dan Irwandi dalam bentuk skripsi. Keduanya tidak membahas pluralisme agama
al-mustada’fun fi al-ard (yang tertindas dan tersisih di dunia), qist dan ‘adl
Perpektif Farid Esack dan Charles Kurzman tentang Islam, Modernitas, dan
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan lain dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah
data-data yang berkaitan dengan penulisan karya tulis ini, baik itu yang bersumber
dari penulis asli atau penulis lain.45 Buku yang dijadikan rujukan utama adalah
buku yang ditulis oleh penulis asli dan telah diterjemahkan kedalam bahasa
dan menggali penjelasan pluralisme agama baik itu dalam perpektif agama-agama
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang ditulis oleh
F. Sistematika Penulisan
45
John W. Creswell, Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaf. Pengantar
Supardi Suparlan. Penerjemah Angkatan III dan IV KIK-UI dengan Nur Khabibah (Jakarta: KIIK
Press, 2003), h. 21.
46
Creswell, Desain Penelitian, h. 147-150.
47
Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
(Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2007.
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Uraiannya sebagai berikut: bab
Pada bagian latar belakang masalah di antaranya berisi tentang alasan penulis
tentang batasan permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini, yakni
dan khususnya dalam perpektif Farid Esack. Pada bagian tinjauan kepustakaan
berisi tentang siapa saja orang yang telah membahas pluralisme agama dan
menulis tokoh Farid Esack, sedangkan pada metode penelitian dan teknik
penulisan berisi tentang metode penelitian dan teknik penulisan yang digunakan
oleh penulis, dan yang terakhir dari penulisan bab pertama ini adalah sistematika
penulisan yang berisi tentang pembagian bab dari skripsi ini, disertai dengan
Selanjutnya pada bab dua berisi tentang riwayat hidup Farid Esack, yang
terdiri dari: latar belakang sosial; latar belakang intelektual; dan karya-karyanya.
Pada bab ini sangat diperlukan untuk mengetahui landasan pemikiran dia
mengenai pluralisme agama. Oleh karena itu, pada bab ini penulis berusaha
menguraikan sekilas faktor sosial dan intelektual Esack yang berkaitan dengan
agama-agama; dibatasi hanya empat agama saja yaitu Islam, Hindu, Buddha, dan
pluralisme agama dalam pemikiran Farid Esack yang notabene seorang pemikir
pluralisme agama dari Muslim. Lebih lanjut sistematika penulisan bab tiga ini
konsep pluralisme agama dalam perspektif Esack, alasan dan argumentasinya, dan
Selanjutnya bab terakhir dari penulisan ini adalah bab lima sebagai
penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Dalam simpulan penulis
dalam perpektif Esack dan agama-agama, yakni dengan merujuk kepada rumusan
masalah yang telah disebutkan pada penulisan skripsi ini. Kemudian diakhiri
Esack adalah seorang aktivis dan intelektual Muslim asal Afrika Selatan
agama, politik dan sosial,48 terutama yang tertuang dalam karyanya yang berjudul
Cape Flats. Ia tinggal bersama ibu dan kelima saudara laki-lakinya. Ia adalah anak
ketika ia baru mencapai usia tiga minggu sehingga ibunyalah yang mengurus
semua keenam anaknya, sedangkan tiga saudara laki-lakinya yang lain adalah
hasil dari pernikahan ibunya yang pertama. Namun pernikahan pertama ibunya
kandas ketika anak ketiganya baru berusia tiga bulan. 50 Menurut Esack, inilah
48
Farid Esack. On Being A Muslim: Menjadi Muslim di Dunia Modern. Penerjemah Dadi
Darmadi dan Jajang Jamroni (Jakarta: Erlangga, 2004), h. xii.
49
The Helen Suzman Foundation, “Profile of Farid Esack,” artikel diakses tanggal 10
September 2007 dari http://www.hsf.org.za/%23article_view.asp?id=34
50
Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme.
Penerjemah Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h. 24.
kebetulan-kebetulan serba tiga yang cukup untuk mendorong orang pada
trinitarianisme.51
diberlakukan oleh pemerintahan tersebut pun disebabkan atas nama dan terkadang
dukungan kitab suci agama. Salah satunya adalah umat Kristen. Tidak sedikit
mereka dengan kitab sucinya ikut mendukung tindakan tersebut, tapi tidak
seluruhnya karena ada juga organisasi, seperti Christian Institute atau individu-
individu, seperti pendeta Theo Kotze dan Beyers Naude yang tidak ikut
pembuangan bagi orang kulit hitam, keturunan India dan kulit berwarna, dan
merupakan daerah yang tanahnya paling tandus yang berada di Afrika Selatan.
Tidak ada apa pun di sana, selain terdapat bukit-bukit pasir dan pohon Port
tinggal. Mereka dipaksa pindah ke daerah tersebut oleh Akta Wilayah Kelompok
(Group Areas Act) ketika pada tahun 1961 daerah mereka, Milford Road,
51
Rasisme, kapitalisme, dan patriarkhi. Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 7.
52
Esack, Membebaskan yang Tertindas h. 27.
53
Farid Esack, On Being A Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-Plural.
Penerjemah Nuril Hidayah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h.187. Lihat juga Esack, Membebaskan
yang Tertindas, h. 24.
mereka. Dua juta orang manusia tidur di lantai, tanah berdebu, dan tumpukan
Bahkan kekejaman yang dilakukan oleh rezim apartheid tidak itu saja, pada tahun
1980-an, orang kulit hitam yang jumlahnya hampir tiga perempat total populasi,
putih yang jumlahnya hanya seperenam total populasi, memperoleh hampir dua
pertiganya. Jutaan orang penganggur, tidur dimana saja. Mereka tertidur dengan
perut kosong, dan bangun tanpa ada yang bisa dimakan. Jika keesokan hari
mereka tak jauh berbeda dengan yang lainnya, sangat mengkhawatirkan. Apalagi
jika musim dingin tiba. Jika Esack dan kakaknya hendak pergi ke sekolah, mereka
harus berlari agar kaki mereka tidak sempat membeku karena mereka tidak
memakai alas kaki, dan biasanya pada musim itu, tidak ada makanan di rumah
sehingga terpaksa mereka harus memungut sisa apel yang dibuang di jalanan atau
pun di selokan. Jika mereka tidak menemukannya, maka terpaksa mereka harus
memberi mereka secangkir gula, minyak ikan, atau pinjaman uang. Terkadang ia
54
Esack, On Being A Muslim, h. 33. Lihat juga, Esack, Membebaskan yang Tertindas, h.
24.
55
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 24
56
Esack, On Being A Muslim, h. 219.
hanya sekedar teman berbincang ibunya, sedangkan tetangganya yang lain adalah
Tuan Frank. Dia adalah orang yang selalu memberi perpanjangan waktu
kebutuhan hidup beserta keenam anaknya. Walaupun ia bekerja dari pagi buta
hingga malam gelap.58 Bahkan mulai sejak kecil pun ibunya sudah bekerja di
sebuah binatu Wynberg. Namun upah mingguannya amat kecil. Perjalanan yang
mengejar kereta di pagi hari, jauh sebeum fajar menyingsing, di saat para
mandornya masih asyik menikmati kopi hangat dan membaca koran pagi. Yang
dipedulikan para bosnya, hanyalah produksi, produksi, dan produksi. Tidak ada
waktu untuk istirahat. Kalaupun ada, hanyalah sekotak kecil coklat di Hari Natal.
ibunya karena menurut tradisi mereka, pekerjaan berat bukanlah panggilan utama
bagi hidup laki-laki. Laki-laki adalah sultan dalam keluarga, dan merupakan
syahadat yang harus selalu diikuti oleh tradisi mereka. 60 Ibunya meninggal dalam
57
Mereka adalah tetangga Esack yang berlainan agama dengannya di tempat pengusiran,
South Road Wynberg, Cape. Nyonya Ellen Batista adalah seorang Katolik yang taat, juga sahabat
ibunya. sedangkan Tuan Frank adalah berdarah Yahudi dan Tahiroh. Dia berprofesi sebagai
tukang kredit. Kemudian teman sekolah dasarnya adalah seorang gadis Baha’i yang orang tuanya
melarang anak tersebut untuk membicarakan agamanya kepada siapa pun. Esack, Membebaskan
yang Tertindas, h. 25.
58
Esack, On Being A Muslim, h. 188.
59
Esack, On Being A Muslim, h. 187.
60
Mengenai sistem patriarki di Afrika Selatan sangatlah kuat, hal tersebut terlihat dalam
pemikiran mereka mengenai kepemerintahan: perempuan boleh memerintah jika mereka mampu,
usia lima puluh dua tahun, tepat sebelum Hari Raya ‘Id. Pada saat ibunya
adalah untuk membentuk warga apartheid yang patuh dan takut pada Tuhan. 62
Sebagaimana tradisi di Cape Town, sejak usia dini ia dikirim oleh ibunya
Sampai kemudian ketika usianya mencapai dua belas tahun ia bertemu dengan
membedakan antara alif dan ba. Padahal menurut pendapatnya, ia sudah bisa
sekolah lamanya, ia adalah termasuk anak yang paling pandai di antara teman-
beli dari gurunya tersebut. Kemudian ibunya berkonsultasi dengan bibinya yang
juga guru di sebuah madrasah. Namun menurut bibinya, buku tersebut tidak baik.
Dengan alasan tersebut, keesokan harinya, Esack tidak kembali lagi ke sekolah
sementara untuk laki-laki tidak ada prasarat “jika mampu” karena dengan gender laki-laki sudah
cukup memenuhi persyaratan untuk jadi penguasa dalam pemerintahan tersebut. Esack, On Being
A Muslim, h. 189.
61
Esack, On Being A Muslim, h. 219.
62
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 25.
tersebut. Sebenarnya lebih jauh, menurut Esack karena buku tersebut adalah milik
masjid. Bahkan, di saat usianya masih kecil, pada umur sembilan tahun, demi
secara formal, ia bergabung dengan jama’ah tersebut pada usia sepuluh tahun.
Semua hari libur dan akhir pekan ia habiskan dengan jama’ah tersebut selama
sebelas tahun. Namun karena alasan absolutisme, akhirnya ia keluar, yakni yang
menyatakan bahwa “hanya kita, dan kegiatan kita yang penting dan bermakna”.
Sedangkan alasan lain adalah ia merasa bahwa selama bergabung dengan jama’ah
Ketika masih sekolah, Esack pernah ditahan oleh polisi keamanan karena
bergabung dengan Aksi Pemuda Nasional (National Youth Action) dan Asosiasi
63
Ahmadiah Qodian adalah salah satu sekte yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad,
yang menganggap bahwa ia adalah Nabi. Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, “Ahmad, Mirza
Ghulam,” dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed., Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: Ikhtiar Baru van
Hoeve, 1997), h. 81.
64
Esack, On Being A Muslim, h. 83.
65
Esack, On Being A Muslim, h. 35.
66
Esack, On Being A Muslim, h. 216.
radikal. Markas yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul, adalah gedung
Christian Institut, yang dipimpin oleh pendeta Theo Kotze. Pendeta Theo Kotze
sangat baik. Dialah yang memberikan fasilitas beribadah bagi para Muslim, dan
pendeta Theo jualah yang datang mengunjungi keluarganya setelah ia lepas dari
Esack mendapatkan beasiswa untuk belajar teologi selama delapan tahun (1974-
sana, Esack belajar di dua tempat yang berbeda, yaitu di Jama’ah Al-Islamiyah
Jerman dan teologi di Inggris selama beberapa tahun. 71 Ia mendapat gelar Ph.D-
nya dari University of Birmingham, Inggris dalam bidang Tafsir al-Quran dan
dipimpin oleh Haji Bhai Padia, ia juga aktif terlibat dalam gerakan Islam Ittihad
67
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 26.
68
The Helen Suzman Foundation, “Profile of Farid Esack.”
69
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 27.
70
Irwandi, “Reception Hermeneutik Maulana Farid Esack,” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002), h. 16.
71
Esack, On Being A Muslim, h. 19-20.
72
Esack, On Being A Muslim, h. xiv.
Al-Tulaba Al-Muslimin (Persatuan Pelajar Muslim),73 dan sering ikut dalam
penjara pusat Karachi, dan mengajar di perkampungan kumuh Hindu dan Kriten,
serta merawat anak-anak terlantar di sebuah rumah75 hingga kemudian pada tahun
1970-an, dia diundang dan diminta oleh Norman Wray untuk mengajar Studi
agama, khususnya penderitaan yang dialami kaum minoritas Kristen oleh kaum
73
Esack, On Being A Muslim, h. 19-20.
74
Breakthrough adalah kumpulan pemuda Kristen yang peduli dengan nasib kaum yang
tertindas dan yang berjuang menegakkan keadilan di Pakistan dengan iman mereka. Para
pendirinya adalah Norman Wray, Derrick Dean, Lucia Gomes, Kenny Fernandes. Esack, On Being
A Muslim, h. 18.
75
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 27-28.
76
Esack diminta untuk mengajar di Sekolah Menengah Teknik St. Patrick, Karachi. Dia
ditawari untuk mengelola studi Islam di Sekolah tersebut dan mentransformasikannya menjadi
suatu program diskusi perkemahan dan kegiatan darmawisata. Lihat Esack, On Being A Muslim, h.
16.
77
Secara sosial, mereka dilarang makan di café-cafe pinggir jalan. Mereka juga dilarang
minum dari sumber air kepunyaan kaum Muslim sehingga mereka, Kristen Punjab, harus berjalan
bermil-mil jauhnya demi mendapatkan air, padahal sumber air yang dimiliki kaum Muslim lebih
dekat. Alasan kaum Muslim melakukan hal itu adalah karena mereka beragama Kristen ketika
peristiwa tersebut sampai ke telinga Jerman, maka Jerman membuatkan sumur untuk saudara
mereka sesama Kristen di Pakistan. Namun setelah sumur itu selesai dibangun, ternyata perlakuan
mereka sama persisnya seperti perlakuan kaum Muslim terhadap mereka. Bedanya yang mereka
balas adalah orang Hindu yang dekil dan lemah. Tindakan chauvinisme yang dilakukan oleh kaum
Muslim lainya adalah mereka menutup mata pada kebenaran. Anak seorang Kristen yang berusia
delapan tahun diadili dan di hukum mati di depan regu penembak ketika umurnya mencapai empat
belas tahun. Dia dituduh oleh teman sebayanya, seorang Muslim karena telah menulis kata-kata
penghinaan kepada Nabi. Padahal jelas-jelas anak Kristen itu tidak bisa menulis dan membaca.
Namun karena desakan dan kekuatan masa dari beratus-ratus tokoh agama serta pengikutnya,
pengadilan tidak bisa menyelamatkan anak tersebut karena mereka mengepung pengadilan dan
menuntut hukuman mati. Jika para hakim tidak mengikutinya, maka mereka akan mengirimkannya
pula pada kematian. Alasan mereka menuntut hukuman mati adalah karena menurut mereka ada
konspirasi Kristen untuk menjatuhkan Islam. Setelah pengadilan selesai, kemudian beberapa
gereja dan sekolah yang dijalankan oleh penganut Kristen dibakar. Setelah itu sebuah
perkampungan Krstiani termasuk sebuah gereja diratakan oleh Buldozer. Pada beberapa desa yang
sebelumnya anak-anak Kristen diizinkan untuk bersekolah meskipun duduk secara terpisah di
mereka pun, umat Islam Pakistan pernah mengalami perlakuan tidak adil selama
berabad-abad oleh kaum Hindu kelas atas ketika mereka masih bersatu dengan
India, dan menjadi kaum minoritas.78 Namun pengalaman tersebut ternyata tidak
menyadarkan mereka untuk tidak berlaku adil terhadap mereka, kaum minoritas
Muslimlah yang pernah mendapat perlakuan tidak adil oleh penguasa Kristiani
yang mayoritas, dan akibat pemberlakuan apartheid yang dijalankan oleh mereka,
juga tidak boleh memiliki tanah atau menetap di wilayah koloni, walaupun
mereka dilahirkan di sana; mereka juga melakukan kerja paksa tanpa dibayar;
dihukum sekehendak tuannya dengan cambuk dan dipenjara; mereka juga tidak
bisa keluar dari kampung halamannya tanpa izin, dan rumah-rumah mereka
karena tidak yakin orang Muslim melakukan hal itu karena mereka Muslim,
belakang murid-murid Muslim dikeluarkan dari sejumlah sekolah. Lebih jauh lihat Esack, On
Being A Muslim, h. 222-232.
78
Pemisahan kedua daerah tersebut terjadi pada tahun 1948. Para penganut Hindu
mendirikan negara sendiri yaitu Republik India, sedangkan para penganut Islam mendirikan
Republik Islam Pakistan. Esack, On Being A Muslim, h. 222.
79
Esack, On Being A Muslim, h. 222-223.
80
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 74.
ataupun orang Kristen karena mereka Kristen,81 maka sekembalinya dari Pakistan,
Gerakan Pemuda Muslim (Muslim Youth Movement),82 tapi hanya sebentar karena
ternyata pemikiran Esack dengan organisasi tersebut, tidaklah cocok. Oleh karena
itu, untuk melanjutkan aspirasinya, pada Juni 1984, ia bersama temannya Adli
Jacobs, Ebrahim Rasool dan Syamiel Manie mendirikan Call of Islam.83 Di sana
memaknai teks al-Quran dalam konteks perjuangan dan kebebasan dari eksploitasi
ketidakadilan politis yang dilakukan oleh rezim apartheid karena Esack percaya,
Call, hanyalah satu dari sekian banyak organisasi berbasis agama yang
yang berdiri pada tahun 1983. Organisasi ini paling aktif dalam memobilisasi
beriman dari semua golongan untuk bergabung membentuk solidaritas antar iman
81
Esack, On Being A Muslim, h. 223.
82
MYM adalah gerakan pemuda Muslim yang didirikan pada 1670.
83
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 79.
84
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 31-32.
85
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 29.
Islam atau bukan karena mereka pun, baik itu dari golongan Kristen, Yahudi atau
disebabkan oleh kebrutalan apartheid, maka apa salahnya jika para penganut
berbagai agama itu bergabung dan berjuang bersama menentang apartheid.86 Oleh
karena itu, peranan Call dalam konteks Afrika Selatan yang apartheid paling
apartheid pun dilarang oleh agama, dan menerima secara tanpa ragu mereka,
dengan sengaja memilah-milah dan memecah orang secara etnis, yang berarti
telah menolak kesatuan umat manusia yang merupakan refleksi tauhid, “manusia
adalah bangsa yang satu” (Q.S. al-Baqarah/2: 213), sedangkan orang yang telah
agama lain meski sama-sama tertindas, menurut Esack, tidak cukup mengubah
86
Ketika sembilan belas pemimpin agama dijebloskan ke sel-sel di Pengadilan Tinggi
Wynberg karena telah melanggar larangan memasuki kota Kulit Hitam Gugulethu, pengalaman
tersebut telah menjadikan pengalaman penting bagi antar agama di Afrika Selatan. Pasalnya, di
sana mereka dari berbagai penganut agama telah mengalami dialog pada tataran tertinggi, dan
hanya dalam delapan jam, kecurigaan dan ketidakpercayaan di antara mereka selama bertahun-
tahun pun luluh. Mereka sama-sama menemukan komitmen bersama pada dan kebutuhan akan
Tuhan. Kemudian Allan Boesak pemimpin Kristen membacakan kitab suci, Pendeta Lionell Louw
memimpin koor bersama, Hassan Solomon berdoa dan Esack sendiri berkhutbah dan selanjutnya
mereka semua bersatu bahu-membahu mengupayakan masyarakat yang adil. Yakni di antaranya
adalah dengan melakukan berbagai aksi jalanan dan kehadiran pendeta-pendeta di pertemuan Call
dan ulama-ulama Islam di gereja-gereja, serta sejumlah besar layanan antar iman, memperkuat
citra antar agama dalam menentang penindasan di Afsel. Sebagai simbol komitmen keterlibatan
mereka, mereka membentuk World Conference Religion and Peace (WCRP) cabang Afrika
Selatan pada Agustus 1984. Lihat Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66.
87
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66-67.
88
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 130.
seseorang untuk hidup bersama dalam damai. Apalagi pengembangan rasa hormat
itu akan mengaburkan iman Islam seseorang. Bagi mereka, hanya pembebasan
melalui jalan Islamlah yang dapat berhasil karena Islam mempunyai jawaban
manusia lain. Oleh karena itu, kaum Muslim punya hak untuk memimpin. Dengan
semacam, Call of Islam itu adalah kafir, arogan, penuh nafsu dan bathil.90
isu-isu teologisnya yang mendasar mengenai istilah iman, islam dan kafir secara
tersebut, adalah mungkin untuk hidup dalam keimanan kepada al-Quran sekaligus
dari segala macam diskriminasi dan eksploitasi, dan bisa jadi untuk alasan itu
89
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 270-271.
90
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 68-79.
91
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 16.
kukuh dari beberapa tokoh pemikir progresif. Di antaranya adalah Paul Knitter,92
orang-orang yang memiliki kerangka acuan yang sama dengan Esack dalam
92
Paul F. Knitter adalah seorang ahli studi agama dari Xavier University, Cincinnati,
Amerika Serikat. Ia banyak menulis dan melakukan riset tentang tema
pluralisme dan dialog antar agama dibeberapa negara. “Paul F. Knitter,” diakses tanggal 11
http://www.freedom- November 2007 dari
Pelayanan » Halaman Utamainstitute.org/id/index.php?page=kegiatan&detail=diskusi&id=224
Gereja
93
Gustavo Gutierrez adalah pastor dari Peru, lahir tahun 1928. Ia banyak menerbitkan
buku di antaranya adalah buku Teologia de la Liberacion pada 1971. buku tersebut yang telah
menginspirasi para uskup di Amerika Latin. “Gustavo Gutierrez,” diakses dari
http://fppi.blogspot.com/2007/07/teologi-pembebasan.htmlPerihal Teologi Pembebasan
94
Juan Luis Segundo, S. J (lahir di Montevideo, Uruguay 31 Maret 1925-meninggal 17
Januari 1996) adalah seorang imam Yesuit dan teolog pembebasan. Ia menulis banyak buku
tentang teologi, ideologi, iman, hermeneutika, dan keadilan sosial. Ia juga merupakan teman
Gustavo Gutiérrez selama belajar di seminari-seminari Yesuit di Argentina, di Louvain, Belgia dan
di Sorbonne. “Luis Segundo,” diakses tanggal 11 November dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Juan_Luis_Segundo
95
Hassan Hanafi lahir dari leluhur Berber dan Badui, Mesir pada 1935. Ia banyak terlibat
dalam aksi kehidupan nasional Mesir daripada kehidupan pribadi dan keluarganya. Ia pernah
masuk dalam organisasi al-Ikhwan al-Muslimun(IM). Ia juga Pernah menjadi mahasiswa teladan
pada jurusan Filsafat di Universitas Kairo, tapi dicabut statusnya karena dianggap telah
melecehkan sejumlah guru besarnya. Ia menciptakan metodologi dan teologi baru Islam dengan
pendekatan berdarkan rasionalias, yakni kontemporer filosofis yaitu suatu pendekatan
fenomenologi. Hassan Hanafi, Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita Terhadap Tradisi Lama
(Jakarta: Paramadina, 2003), h. xvi-xvii.
96
Amina Wadud adalah profesor pada Universitas Commonwealth di Richmond, Virginia,
lahir di Amerika Serikat tahun 1952. Ia adalah seorang Feminis Muslim Afrika-Amerika yang
melakukan pendekatan historis terhadap al-Quran, yakni dengan cara mengkombinasikan bacaan-
bacaan gender di dalam al-Quran dengan pengalaman kaum perempuan Afrika-Amerika. Charles
Kurzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer Tentang Isu-Isu Global.
Penerjemah Bahrul Ulum dan Heri Junaedi. Penyunting E. Kusnadiningrat dan Din Wahid
(Jakarta: Paramadina, 2001), h. 185.
97
Abdullah Ahmed al-Na’im adalah seorang pemikir Muslim terkemuka asal Sudan-
Amerika Serikat lahir tahun 1946, dan dikenal luas sebagai pakar Islam dan HAM dalam
perspektif lintas budaya. Penelitiannya mencakup isu-isu ketatanegaraan di negeri-negeri Islam
dan Afrika. Disamping isu-isu tentang Islam dan politik, dia juga menekuni riset-riset lain yang
difokuskan pada advokasi strategi reformasi. Ia mendapat gelar doktor di bidang hukum dari
Universitas Khartoum, Sudan dan dari Universitas Cambridge, Inggris serta dari Edinburgh,
Skotlandia dalam bidang yang sama, hukum. Kurzman, Wacana Islam Liberal, h. 369.
98
Fatima Mernissi adalah seorang Feminis Arab-Muslim, lahir di Maroko tahun 1940. Dia
merupakan generasi pertama perempuan Maroko yang mendapat kesempatan memperoleh
pendidikan tinggi. Dia kuliah di Universitas Muhammad V di Rabat, kemudian mendapat gelar
doktor dalam bidang sosiologi di Amerika Serikat tahun 1973. Kurzman, Wacana Islam Liberal, h.
156.
pencarian, peninjauan dan pembentukan hakikat dan peran agama demi keadilan
London.101
Selain menulis esai, Esack juga menulis dalam bentuk buku. Jumlah buku
yang penulis temukan di media elektronik terdapat tujuh buah, yaitu: Quran
Agains Oppression, diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England tahun 1997; The
Struggle Islam and Politic, London tahun 1988; The Quran: A Short Introduction,
Religious Path in the World Today diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England
tahun 1999; The Quran: A User’s Guide, Oxford tahun 2005; But Musa Went to
the South African Struggle for Liberation; Children of Africa Confront AIDS:
From Vulnerability, Editor Stephen Howard, Ohio University Press tahun 2003.102
99
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 37-38.
100
Esack, On Being A Muslim, h. 16.
101
Esack, On Being A Muslim, h. 11.
102
Artikel diakses pada 10 September 2007 dari http:/en. Wikipedia,
org./wiki/farid_Esak/2007/1110
Sementara ini, terdapat dua buah buku yang telah diterjemahkan ke dalam
Religious Path in the World Today, buku yang pertama diterjemahkan menjadi
buku yang keduanya telah diterbitkan oleh dua penerbit, yaitu oleh IRCISoD
tahun 2003 dan Erlangga tahun 2004. Yang diterbitkan oleh IRCISoD
Darmadi dan Farid Esack sendiri. Namun dalam penulisan skripsi ini penulis
banyak merujuk pada buku yang telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada
Erlangga. Alasannya adalah karena penulis lebih dulu menemukan buku yang
telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada buku yang telah diterbitkan oleh
Erlangga.
Adapun mengenai isi kedua buku tersebut, merupakan hasil refleksi dari
perjalanan intelektual dan aktivitas Esack selama ia tinggal di Afrika Selatan dan
adalah Esack lebih banyak berbicara dalam konteks Afrika Selatan, sedangkan
pada bukunya yang kedua, selain dalam konteks Afrika Selatan, ia juga bebicara
memaknai dan menggunakan istilah iman, islam, dan kafir agar terhindar dari
tanpa harus menjauh dari kitab suci, dan bukunya yang kedua, lebih berisi catatan-
catatan yang gamblang dan ringan, semacam catatan keseharian (diary) karena
Batista atau tuan Frank dalam Neraka.103 Padahal mereka telah banyak membantu
tidak punya uang. Tidak itu saja, mereka juga adalah orang-orang yang taat dalam
beribadah.104
Bisa dikatakan buku yang keduanya ini, On Being a Muslim: Fajar Baru
penjelasannya saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Terkadang jika
orang membaca bukunya yang kedua kemudian tidak paham, maka ia bisa
103
Mengenai profil nama-nama tersebut, telah dijelaskan pada bagian latar belakang sosial
Farid Esack pada halaman 2 dari tulisan ini.
104
Esack, On Being A Muslim, h. 219.
membacanya dan memahaminya pada buku pertama. Begitu pula sebaliknya jika
mengatakan, bahwa realitas mempunyai otoritas yang lebih penting dari pada
Questions and Answers about the Role of Muslims in the South African Struggle
kecil dan berisi tanya jawab hanya berjumlah 84 halaman karena sebenarnya,
buku ini ditulis untuk keperluan Call of Islam yang sedang gencar-gencarnya
105
“Esack Books,” diakses pada 10 September 2007 dari
http://books.goole.com/books?id=6
106
Burhanudin, “Tafsir Liberatif dan Prinsip Wahyu Progresif,” h. 29-30.
BAB III
Pada bab ini penulis akan menjelaskan pluralisme agama dalam perpektif
Buddha dalam ajaran dhammanya dan Kristen dalam wahyu Allah dalam Kristus,
Matius, Yohanes dan metafora astronominya. Di bab ini pula penulis sedikit akan
Baqarah/2: 62107, Q.S. al-Maidah/5: 69108 dan Q.S. al-Hajj/22: 17109. Teks-teks
baik itu agama Yahudi, Sabi’in, Nasrani atau Najusi. Yang terpenting menurut
107
Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa
saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka
akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan
tidak pula mereka akan bersedih hati”.
108
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Sabi’in dan
Nasrani, siapa saja yang benar-benar beriman, kepada Allah dan Hari Kemudian, dan beramal
saleh, maka tak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
109
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabiin,
orang Nasrani, orang majusi, dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka
pada hari kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu”.
teks tersebut adalah beriman kepada Allah, Hari Akhir dan berbuat kebajikan,
mereka akan mendapatkan balasan di sisi Tuhan. Oleh karena itu, mereka tidak
agama, pesan ketuhanan yang disampaikan oleh para nabi, sejak Ibrahim sampai
Muhammad adalah sama, yakni berserah diri kepada Tuhan. Hal tersebut
tercantum dalam Q.S. al-Anam/6: 108111, Q.S. al-Syuro/42: 13112, Q.S. al-Nisa/4:
131113, Q.S. al-Baqarah /2: 132114 dan Q.S. Ali Imran/3: 85115, sedangkan Q.S al-
adalah Nurcholis Madjid (1939-2005), atau yang sering disapa Cak Nur.
110
Jalaluddin Rakhmat, “Menundukkan Makna Pluralisme Agama,” Buletin Kebebasan
V, no. 3 (Mei 2007), h. 22.
111
Terjemahannya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah
selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat mengangap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada tuhan tempat kembali mereka, lalu dia akan memberitahukan kepada mereka
apa yang trelah mereka kerjakan.
112
Terjemahannya: “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa
yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan
ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang
musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memiliah orang yang
dia kehendaki kepada agama tauhid dan dan memberi petunjuk kapada (agama)-nya bagi orang
yang kembali kepada-Nya”.
113
Terjemahannya: “dan milik Allahlah apa yang ada di langit baik yang di bumi dan
sungguh kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab sebelum kamu dan jiga
kepadamu gar bertaaqwa kepada Allah”.
114
Terjemahannya: “Dan Ibrahim mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Yakub “wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”.
115
Terjemahannya: “Siapa saja yang mencari din selain Islam dia tidak akan diterima dan
diakhirat ia temasuk orang yang rugi.
116
Terjemahnnya: “Tidak ada pakasaaan dalam din, sesunguhnya telah jelas perbedaan
antar jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada tagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh ia telah berpengang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
mendengar, Maha mengetahui”.
117
Usman, Fatimah, Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta: LkiS,
2002), h. 36.
optimis terhadap kemajemukan dengan menerimanya sebagai kenyataaan dan
berbuat baik sesuai dengan kenyataan itu,118 dan tidak boleh hanya dipahami
sebagai bentuk kemajemukan, beraneka ragam terdiri dari berbagai suku dan
agama, tapi hal tersebut harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan
sunatullah120 yang tidak akan berubah sehingga tidak mungkin dilawan atau
diingkari, dan Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui
tafsiran al- Islam. Al-Islam menurutnya adalah sebagai sikap pasrah terhadap
sawâ, titik temu, ajaran bersama yang menjadi titik pertemuan, common platform
antar berbagai kelompok manusia, dan hal tersebut menurutnya telah diisyaratkan
118
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta: Paramadina, 2000), h. Ixxv.
119
Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman
(Jakarta: Paramida, 2001), h. 31.
120
Sunatullah adalah hukum Allah yang tidak pernah berubah dan bersifat pasti.
Tercantum dalam Qs. Fathir/35: 43: “Karena kesombongan mereka di muka bumi dan karena
rencana mereka yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan berlakunya kepada
orang-orang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah dan sekali-kali tdak pula tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.”
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 176.
121
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixxvii- Ixxviii.
122
Terjemahannya: "Katakanlah (Muhammad) wahai Ahli Kitab marilah kita menuju
kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kamu bahwa kita tidak menyembah selain Allah
dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan satu
sama lain Tuhan-Tuhan selain Allah". Lihat Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 184-188.
Dalam al-Islam terkandung dua makna yaitu al-Istislam (sikap berserah
diri) dan al- Inqiyad (tunduk patuh).123 Kedua makna tersebut mengacu kepada
sikap penuh pasrah dan berserah diri serta tunduk dan patuh kepada dzat yang
Hal tersebutlah menurut Cak Nur, intisari ajaran agama yang benar disisi
Allah. Tanpa sikap tersebut, menurutnya, suatu keyakinan keagamaan akan tidak
seseorang beragama Islam. Ia tetap akan tertolak,125 dan hal tersebut telah
beda.126
Pendapat Cak Nur tersebut disambut baik oleh Romo Magnis.127 Dalam
bahwa istilah Islam tidak ditujukan kepada orang yang secara formal menjadi
anggota agama Islam, melainkan sikap orang yang menyerahkan hatinya dengan
tulus kepada yang Ilahi sesuai dengan keyakinan agamanya, itulah orang Islam,
maka implikasinya, siapa saja yang menyerahkan hatinya dengan tulus kepada
123
Ia mengutip pernyataan Ibn Taymiyah (1263-1328) mengenai pengertian al-islam.
Menurut bn Taymiyah, perkataan al-islam mengandung pengertian al-istislam (sikap berserah diri)
dan al-inqiyad (tunduk patuh) serta al-ikhlash (tulus). Ia juga menyatakan bahwa “Pangkal agama
yaitu al-islam, itu satu, meskipun syariatnya bermacam-macam, maka Nabi Muhammad bersabda
dalam hadis shahih, “kami, golongan para nabi, agama kami adalah satu, dan para nabi itu
bersaudara tunggal, ayah dan lain ibu bersaudara”. Lebih jauh lihat Madjid, Islam Doktrin dan
Peradaban, h. 181-182.
124
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182.
125
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182.
126
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 2-3.
127
Nama lengkapnya adalah Franz Magnis-Suseno. Ia adalah rohaniawan yang lahir tahun
1936 di Eckersdorf, Jerman, dan sejak tahun 1961 hidup di Indonesia. Ia adalah guru besar Filsafat
Driyarkara di Jakarta dan guru besar luar biasa di Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Ia
juga adalah salah satu teman dekatnya Cak Nur (almarhum). Selain ia seorang rohaniawan, ia juga
adalah seorang penulis yang sangat produktif. Telah banyak karangan ilmiah dan populer yang ia
tulis, mulai dari etika, sosial, sampai filasafat. Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx dari
Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 283.
yang ilahi, dia akan masuk surga. Dengan demikian, menurut Romo Magnis, Cak
Oleh karena itu, orang Kristiani, Yahudi, Budha, Hindu, Konghucu dan penganut
agama lain dapat masuk surga, asal mereka menyerahkan diri pada Yang Ilahi.128
beriman, menurut Muhammad Asad, adalah akibat dari kebanggaan sektarian dan
saling menolak karena pada mulanya, intisari yang terkandung dalam agama
adalah paham kemahaesaan Tuhan. Bagi Asad, satu-satunya agama yang benar
Menurut Cak Nur, jika berselisih, maka harus selalu diusahakan ishlah
karena kitab suci telah mengajarkan prinsip bahwa semua orang yang beriman
adalah bersaudara dan jika berselisih maka harus selalu diusahakan ishlah.130
keselamatan asalkan dia beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berbuat
sama sekali tidak memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apa pun
128
Franz Magnis-Suseno, “Terima Kasih, Cak Nur, Kesaksian Intelektual,” dalam
Muhammad Wahyuni Nafis dan Ahmad Rifki, ed., Kesaksian Intelektual Mengiringi Kepergian
Sang Guru Bangsa (Jakarta: Paramadina, 2005), h. 102-103.
129
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 183-184.
130
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xii.
131
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 187-188.
yang lain sehingga konsekuensi dari percaya kepada Allah, adalah harus bersandar
Iman menurut Cak Nur, tidak hanya sekedar percaya karena setan pun
langsung dengan Tuhan. Sikap hidup yang memandang Tuhan sebagai tempat
satunya arah dan tujuan kegiatan hidup dengan jalan ridla dan lillahita’ala adalah
wujud dari iman,133 sedangkan yang dimaksud dengan kategori perbuatan baik
adalah amal saleh dan budi luhur. Amal saleh adalah setiap tingkah laku pribadi
yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup sosial yang teratur dan
kesadaran tentang adanya Tuhan yang Maha Hadir dalam hidup. Pengertian
dengan hati nuraninya dan menempuh hidup mengikuti garis yang diridlai-Nya
dan sesuai dengan ketentuan-Nya karena pada dasarnya takwa berasal dari
semangat ketuhanan. Dalam konteks sosial bentuknya, seperti zakat. Terlebih lagi
132
Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 4 -5.
133
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 94.
134
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 45.
135
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 45.
Namun tentunya ada juga dari beberapa golongan kaum eksklusif136 yang
tidak sependapat dengan pemahaman Cak Nur tersebut. Menurut golongan ini,
pengertian Islam hanyalah untuk nama sebuah agama yakni agama Islam. Makna
islam menurut golongan ini adalah sebatas bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad dalah utusan Allah, menegakkan shalat, zakat, sahaum
kontekstualisasi agama dalam situasi apa pun sehingga agama menjadi selalu
agama ini lahir. Alasannya adalah karena menurut agama tersebut, seluruh segi
dunia berasal dari satu leluhur yang sama. Oleh karena itu, tidak diperlukan
persamaan, baik itu berupa bunyi, bentuk, jumlah, warna, atau gagasan, termasuk
136
Golongan eksklusif adalah golongan yang tidak menerima keberadaan agama lain.
Mereka menganggap bahwa keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri. Lihat, Budhy
Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. (Jakarta: Paramadina,
2001), h. 44.
137
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak
Kontroversial (Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005), h. 100.
138
Sukidi, New Age Wisata Spiritual Lintas Agama (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 28.
139
Harold Coward, Pluralisme:Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco
Carvallo (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 117.
terhadap agama-agama lain. Bahkan dalam agamanya sendiri, dituntut adanya
toleransi yang besar untuk merangkul semua sekte karena makin banyak segi Ilahi
mengenai yang Ilahi. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan mengenai pengertian
tentang konsep. Menurut ajaran ini, setiap konsep adalah benar dalam
karena keterbatasan manusiawi, terpaksa manusia harus memilih salah satu bentuk
dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi kecintaanya pada Yang
Ilahi.141
wahyu yang akan kita capai dalam iman sebagai suatu upaya untuk
kelompok lain. Yang Nyata ada satu. Yang berpengetahuan menyebutnya dengan
140
Coward, Pluralisme, h. 117-118.
141
Coward, Pluralisme, h. 118.
142
Radhakrishnan adalah seorang filosof dan apologi Hindu. Dia lahir tahun 1888 di India
Selatan. Dia juga merupakan profesor agama-agama timur dan budaya, dosen filsafat di Mysore
Calkuta dan di Universitas Hindu Banares. “Radhakrishnan” dalam Paul Edwards, ed., The
Encyclopedia of Philosophy, vol. VII-VIII (New York: Collier Macmillan, 1967), h. 62
dalam Upanisad, Brahman ada satu; dewa-dewa yang beda hanyalah perwujudan
Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama
dengan rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut. Agama
ini mempunyai sikap simpati dan hormat sehingga agama ini tidak segan-segan
menerima setiap segi Allah yang dipahami manusia. Sikap tersebut telah mampu
agama adalah masalah kepuasan pribadi. Syahadat dan dogma, kata dan lambang,
hanya berfungsi sebagai alat karena bagi ajaran ini, nama yang digunakan untuk
apa yang telah diucapkan oleh Yesus yang mengatakan bahwa orang yang
keabsahan orang Hindu terletak kepada melagukan Veda di tepi sungai Gangga,
bagi orang Jepang adalah memuja patung Budha bagi orang Eropa adalah percaya
143
Coward, Pluralisme, h. 137.
144
Coward, Pluralisme, h. 138-139.
pada Kristus, bagi orang Arab membaca al-Quran, dan bagi orang Afrika adalah
memuja Fetis.145
manusia itu beraneka ragam sesuai dengan sifat dan latar belakang budayanya.
Agama Kristen sangat cocok untuk orang Eropa yang baginya tradisi lain seperti
tindakan tersebut cenderung berusaha memaksakan iman pada orang lain, dan
Allah, dan tentu saja ajaran tersebut bertolak belakang dengan ajaran Hindu yang
kepercayaan dari orang lain karena baginya tradisi adalah merupakan kenangan
masyarakat akan jalan dan sarana yang mereka gunakan untuk mencapai
pembebasan.148
dua orang Hindu sejati yang memadukan ajaran agama Islam dan Hindu. Kabir
145
Coward, Pluralisme, h. 139.
146
Coward, Pluralisme,, h. 139.
147
Coward, Pluralisme, h. 140.
148
Coward, Pluralisme, h. 140.
mengatakan bahwa Allah yang sama yang dicari dalam semua agama, yang
berbeda hanya cara menamakan-Nya. Beberapa ajaran yang diambil dari ajaran
Hindu yang menyatukan ajaran Islam dan Hindu, menjadi agama Sikh. Namun
menyatakan bahwa kegiatan kasih sayang dan penuh semangat dituntut dari
semua orang. Allah adalah yang mutlak tanpa bentuk (nirguna) dan sekaligus
yang memadukan ketiga ajaran agama menjadi satu, yakni Islam, Hindu, dan
Kristen. Dasar pemikirannya adalah bahwa semua semua yang baik dan mulia
yang ada dalam yang lain harus diambil. Masukkan dan terimalah seluruh umat
meniadakan.151
yang ditujukan oleh sang Buddha ketika ia dituduh oleh seorang pertapa akan
149
Coward, Pluralisme, h. 126-128.
150
Coward, Pluralisme, h. 129-130.
151
Coward, Pluralisme, h. 133-134.
meruntuhkan sekte-sekte agama lain. Di antaranya adalah: ia hanya akan
menerima murid yang pandai, cerdik dan jujur, dari pada seorang murid yang
berakal licik dan penipu; ia tidak berharap dapat membuat orang lepas dari janji-
janji agama yang mereka anut; ia tidak berharap orang lain meninggalkan jalan
hidup yang mereka tempuh; ia tidak berharap dapat membuat jalan orang lain di
jalan yang salah atau meninggalkan jalan-jalan yang baik. Tidak sama sekali.152
ia mengakui nilai-nilai yang terdapat dalam agama-agama lain, dan tidak perlu
baru meningkatkan kebenaran dan kebaikan seperti yang diajarkan dalam agama
yang mereka anut sebelumnya. Dengan demikian tuduhan yang disampaikan oleh
sang pertapa tidak terbukti karena pada kenyataanya sikap-sikap yang diajarkan
oleh Sang Buddha, tidaklah seperti yang dituduhkan oleh sang pertapa.
mengkritik para Pendeta Brahmin yang mengklaim kitabnya sajalah yang memuat
kebenaran, dan hanya dia sajalah yang harus mengajarkan kebenaran itu,
ajarannya yakni dhamma. Ajaran tersebut selain mengajarkan sikap yang pluralis,
juga mengajarkan hal-hal yang baik yang harus diperbanyak dan menjauhkan diri
dari korupsi sehingga dengan kemampuan yang luar biasa orang akan mencapai
152
Rahman, Agama untuk Manusia, h. 123.
153
Rahman, Agama untuk Manusia, h. 129.
154
Rahman, Agama untuk Manusia, h. 129.
dan masuk dalam pengetahuan dan menyadari secara penuh kebijaksanaan yang
sempurna.155
pendekatan wahyu Allah dalam Kristus, ada juga yang menggunakan pendekatan
agama dengan menggunkan pendekatan metafora astronomi ini adalah John Hick.
Copernicus, yakni membicarakan tentang apa yang menjadi pusat tata surya di
planet ini, apakah matahari atau bumi. Ptolemeus mengatakan bumilah yang
menjadi pusat tata surya. Matahari dan planet lainnya mengelilingi bumi.
agama Kristenlah yang menjadi pusat seluruh agama, dan agama lain berputar
mengelilinginya. 156
bukanlah agama Kristen atau pada salah satu agama-agama yang lain, melainkan
Allah. Dia adalah matahari, sumber azali dari cahaya dan kehidupan, yang
mengelilingi pusat, sesuai dengan apa yang mereka pahami dan pengalaman
155
Rahman, Agama untuk Manusia, h. 125.
156
Coward, Pluralisme, 57-59.
mereka mengenai yang tak terbatas itu sekalipun ada perbedaan di antara
Allah sedang bekerja pada jiwa manusia. Sebagai bentuk kongkrit lainnya adalah
agama-agama mempunyai banyak nama untuk menyebut realitas yang tak terbatas
itu. Ada yang menggunakan nama Allah, Yahwe, Shiva, Vishnu, atau Bapa
Surgawi. Sedangkan Hick lebih suka menggunakan istilah “Yang Nyata” untuk
Selanjutnya salah satu tokoh yang pendekatan melalui wahyu Allah dalam
Kristus adalah Wilfred Smith. Menurutnya, secara moral wahyu Allah dalam
Kristus menghendaki rekonsiliasi dan rasa kebersamaan yang dalam. Oleh karena
Allah Bapa yang sedang berupaya menemukan Dia yang sedang dicari-cari oleh-
Nya sehingga mustahil jika orang Kristen mengatakan kami diselamatkan, kalian
orang Islam, Hindu atau Budhis dihukum. Padahal mereka semua, orang Islam,
Hindu atau Budhis adalah orang yang saleh dan cerdas. Tidak logis bagi Smith
yang mengatakan bahwa Allah mengulurkan tangan kepada semua orang dalam
cinta, dan sebagai makhluk Allah yang terbatas karena menurrtnya, kita tidak
dibatasi oleh cinta itu. Ia juga mengatakan bahwa jika kita ingin berlaku adil
157
Coward, Pluralisme, h. 59-60.
158
Coward, Pluralisme, h. 62.
penting dan berubah-ubah antara Yang Ilahi dan manusia karena semua agama
menurutnya, dengan hal itu kita akan mengenal Allah, dunia kita, dan diri kita
sendiri. Kita dapat mengenal satu sama lain dalam kebersamaan. Tentunya atas
dasar hormat, kepercayaan, persamaan dan kasih timbal balik. Ia juga mengatakan
bahwa kita harus berhenti membicarakan agama lain sebagai dia (objek), ke
mereka (subjek), tetapi harus berkembang menjadi kami. Aku dan kamu, kita
semua berbicara tentang kita karena kita adalah sesama anggota yang sederajat
Selain Hick dan Smith adalah Hans Kung, Ia mengatakan, bahwa ada
suatu hukum yang tanpa syarat dan kategoris sehingga bisa dipraktikkan oleh
seluruh individu atau kelompok kita hidup dalam kedamaian. Hukum tersebut
adalah hukum emas. Dalam Konfusius dikatakan, bahwa apa yang kamu sendiri
tidak ingin lakukan jangan lakukan pada orang lain. Hal ini setara dengan yang
dikatakan dalam Yahudi, jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak
ingin orang lain lakukan padamu. Dalam khutbahnya dikatakan bahwa apa pun
yang kamu inginkan pada orang lain untuk dilakukan padamu, lakukan pula pada
mereka.161
dalam Kristen pun ada, yang terumus dalam Injil: akulah jalan kebenaran dan
159
Coward, Pluralisme, h. 63-64.
160
Coward, Pluralisme, h. 65.
161
Rahman, Agama untuk Manusia, h. 259-261.
hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada bapak kalau tidak melalui aku
(Yohanes/ 14: 6), atau yang dikenal dengan exstra ecclesian nulla salus, tidak ada
Bagi yang menganut paham tersebut, bagi mereka Yesus Kristus adalah
penjelmaan Allah yang unik. Wahyu universal untuk seluruh umat lain. Oleh
karena itu, menurut mereka agama lain adalah sebagai kegelapan rohani,
akan memberi keselamatan karena pengetahuan itu secara utuh ada dalam Kristus.
Mereka meyakini kebenaran hadir paling sempurna dalam Yesus Kristus. Selain
pandangannya dalam Matius/ 28: 18-19: kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di surga dan di bumi karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan
162
Rachman, Islam Pluralis, h. 44.
163
Coward, Pluralisme, h. 68-70.
BAB IV
Pada bab ini penulis akan membahas pengertian pluralisme agama dalam
beberapa perspektif dan pluralisme agama dalam perspektif Esack, namun pada
bab ini penulis juga akan membahas pengertian ulang istilah iman, islam dan kafir
agama. Oleh karena itu, pembahasan mengenai istilah tersebut menjadi sangat
khususnya dalam Islam. Pasalnya, menurut Esack, selama ini istilah tersebut telah
mengalami pemaknaan yang sempit, tidak lagi dipahami sebagai kualitas yang
dapat dimiliki individu, dinamis dan beragam intesitasnya sesuai dengan tahapan
terjadinya konflik antar kaum beragama. Oleh karena itu, dalam memaknai istilah
tersebut, Esack lebih menelusuri makna yang kontekstual dan eksistensial dalam
siapapun sebagai kawan dan lawan, bekerja bersama mereka untuk membentuk
sebagai berikut:
164
Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme.
Penerjemah Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h. 155-156.
165
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 38.
A. Pengertian Pluralisme Agama
Jika dilihat dari segi bahasa, pluralisme terdiri dari dua kata, plural dan
isme. Plural yang menyatakan jamak, lebih dari satu atau dua,166 sedangkan isme
ekonomi, yang biasa dipakai sebagai akhiran dan dapat dilambangkan pada setiap
kata atau agama.167 Oleh karena itu, jika kata tersebut dilambangan pada agama,
Dalam kamus ilmiah populer, plural adalah bentuk jamak yang berarti
monisme.170 Ciri yang kedua, adalah menyatakan bahwa ada banyak tingkatan
hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat diredusir dan pada
dirinya independen. Ciri yang terakhir adalah menyatakan bahwa alam semesta
pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan atau
166
J. S Badudu, Kata-Kata Serapan Asing Dalam B. Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003),
h. 279.
167
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P & K), Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 340.
168
Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h. 505.
169
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 853.
170
Dualisme menyatakan, bahwa realitas fundamental ada dua, sedangkan monisme
menyatakan, bahwa realitas fundamental hanya satu. Lihat, Bagus, Kamus Filsafat, h. 853-855.
kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional
fundamental.171
Jika merujuk pada tiga ciri tersebut, maka pengertian pluralisme agama,
yang semuanya mempunyai nilai yang sama karena pada dasarnya pluralisme
agama mempunyai ciri, sebagaimana yang terdapat pada ciri dasar pluralisme,
pluralisme menerima prinsip azali banyak. Prinsip azali adalah prinsip yang
belakang gejala-gejala, bisa yang material, yang hidup, yang rohani dan yang
ilahi, maka pluralisme azali yang ilahi adalah prinsip yang memberikan makna
yang memberikan watak kenyataan yang sama pada semua kenyataan yang ada.
171
Bagus, Kamus Filsafat, h. 853-855.
172
Lebih jauh lihat dalam Bagus, yang menyatakan tipe-tipe pluralisme. Ia membaginya
dalam enam tipe. Dua di antaranya adalah yang membicarakan pluralisme dalam bidang sosial
dan filosofis. Bagus, Kamus Filsafat, h. 855.
173
Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida
(Yogayakarta: Pustaka Pelajar), h. 160-161.
mengenai kedudukan agama-agama lain yang berada diluar agama yang
dianutnya.174
kedudukan agama-agama yang berada di luar agama yang dianutnya adalah benar
dan akan mendapat keselamatan, atau hanya agama yang dianutnya saja yang
benar dan akan mendapat keselamatan,175 dan paham pluralisme agama bagi
Rakhmat, adalah paham yang memandang bahwa semua agama akan memperoleh
sedangkan Hans Kung177 membaginya ke dalam empat bagian. Pertama, tidak ada
satu pun agama yang benar atau semua agama sama-sama tidak benar. Kedua,
hanya ada satu agama yang benar atau semua agama lainnya tidak benar. Ketiga
hanya ada satu agama yang benar, dalam arti semua agama lainnya mengambil
bagian dalam kebenaran agama yang satu itu.178 Terakhir, setiap agama adalah
174
Purwanto Abd Al-Ghaffar, Tuhan yang Menentramkan, Bukan yang Menggelisahkan:
Studi Banding Tauhid dan Trinitas (Jakarta: Serambi, 2006), h. 25.
175
Jalaluddin Rakhmat, “Menundukkan Makna Pluralisme Agama,” Buletin Kebebasan
V, no. 3 (Mei 2007), h. 19-21.
176
Rakhmat, “Menundukan Makna Pluralisme Agama,” h. 21.
177
Hans Kung adalah guru besar teologi fundamental di University of Tubingen. Dalam
Konsili Vatikan kedua, ia ditunjuk oleh Paus XXIII menjadi penasehat resmi. Fazlur Rahman,
dkk., Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.
269-270.
178
Menurutnya sikap ini termasuk pada kesombongan tersembunyi karena menganggap
orang lain sebagai kristen anonim, menganggap diri super. ST. Sunardi mendefinisikan sikap
tersebut kepada inklusifistik yang menyatakan bahwa hanya ada satu agama yang benar dalam arti
Sikap yang ditujukan oleh penganut paham pluralis tersebut biasanya
dalam memandang agama-agama lain sangat toleran karena bagi mereka, agama-
agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang
yang sah, atau setiap agama menyatakan, bahwa ekspresi agama lain merupakan
terdapat dua paham pluralisme agama yakni pluralisme teologi global dan religius
filosofis. Pendekatan yang digunakan oleh kedua aliran ini berbeda, yang pertama
akan melebur menjadi satu. Menurut paham ini, agama-agama yang ada di dunia
akan berevolusi dan kelak akan saling mendekat, yang pada akhirnya akan
melebur jadi satu dan tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan
yang lainnya, sedangkan paham pluralisme religius filosofis, adalah paham yang
diubah dan dilebur begitu saja karena di dalam setiap agama terdapat tradisi-
tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap
semua agama lainnya mengambil bagian dari kebenaran agama yang satu itu. Abdurrahman
Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta: Interfidei, 1994), h. 63.
179
Abdurrahman Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta:
Interfidei, 1994), h. 63.
180
Nurcholish Madjid, “Dialog Antara Ahli Kitab (Ahl Al-kitab) Sebuah Pengantar,”
dalam George B. Grose dan Benjamin J. Hubbard, ed., Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah Dialog.
Penerjemah Santi Indra Astuti (Bandung: Mizan, 1998), h. xix.
181
Hamid Fahmi Zarkasi, “Islam dan Paham Pluralisme Agama,” Majalah dan Pemikiran
Islam Islamia I, no. 3 (September-Nopember 2004): h. 6-7.
salah satunya lebih superior dari yang lainnya karena menurut paham ini, agama-
puncak yang sama. Semua agama adalah sama dan benar. Dengan caranya
kepada satu surga yang sama.182 Selanjutnya, konsep pluralisme religius filosofis
disebut konsep sophia perrenis. Di antara tokoh-tokoh yang mewakili paham ini,
adalah Titus Buckhart, Fricthof Schuon, Huston Smith dan Sayyed Hossein
Nasr.183
di antara sesama maupun pada penganut agama lain, maka dalam konteks
yang terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang
transenden.184
182
Yesus Kristus adalah jalan keselamatan bagi Kristen, Sanata Dharma bagi Hindu, dan
Dharma bagi Budha. Lihat Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: Kompas, 2001), h. 22-23.
183
Fahmi Zarkasi, “Islam dan Paham Pluralisme Agama,” h. 6-7.
184
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 21.
Bahkan tidak itu saja, menurutnya, Al-Quran pun akan memberikan
berbeda-beda.185
al-Quran, baik secara sosial maupun spiritual, dan sebagaimana telah diungkapkan
di muka bahwa pembahasan ulang mengenai istilah iman, islam, dan kafir dalam
pandangan Esack menjadi salah satu argumentasi yang sangat penting untuk
185
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205-215.
dalamteks Q.S. al-Baqarah/2: 62186, dan ayat yang sejenis dalam Q.S. al-
Maidah/5: 69.187
Sabi’in, diakui sebagai komunitas sosioreligius yang sah, dan siapa saja
Akhir dan berbuat kebajikan. Kebajikan yang mereka lakukan tidak akan
sia-sia. Allah akan memberi pahala sesuai dengan apa yang telah Ia
janjikan.188
semua yang beriman kepada Allah dan beramal saleh tanpa memandang
Bagi al-Thabathaba’i, tak ada nama dan tak ada sifat yang bisa
memberi kebaikan jika tidak didukung oleh iman dan amal saleh, dan
aturan ini berlaku untuk seluruh umat manusia. Satu-satunya kriteria dan
186
Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa
saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka
akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan
tidak pula mereka akan bersedih hati”.
187
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Sabi’in dan
Nasroni, siapa saja yang benar-benar beriman, kepada Allah dan Hari Kemudian, dan beramal
saleh, maka tak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
188
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207.
189
Nama lengkapnya adalah Muhammad Rasyid Ridha, (Suriah, 1865-1935). Dia adalah
seorang pemikir dan ulama pembaru dalam Islam di Mesir pada awal abad ke 20. Tim Penyusun
Ensiklopedi Islam, “Rasyid Ridha, Syekh Muhammad,” Dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed.,
Ensiklopedi Islam, vol. IV (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 161.
190
Nama lengkapnya adalah Sayyid Muhammad Husain Al-Thabathaba’i, lahir pada 29
Zulhijjah 1321 H/1903-1401/1981 M. Rosihan Anwar, “Tafsir Esoterik Menurut Pandangan Al-
Thabathaba’i,” (Disertasi S3 Tafsir Hadits, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h. 8.
191
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 212.
yang benar kepada Allah dan Hari Kiamat, disertai dengan amal-amal
keyakinan yang benar dan kebajikan. Aspirasi kaum Muslim, Yahudi, atau
Adapun orang yang mengklaim agama dan kebajikannya saja yang dapat
yang Sah
spiritual komunitas lain yang sah, menurutnya, tertulis dalam Q.S. al-
untuk menjaga integritas masyarakat multi agama saja, tapi selain itu
192
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 212-213.
193
Terjemahannya: “Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia
dengan sebagian yang lain tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja dan
sinagog-sinagog orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.”
karena Tuhan merupakan zat tertinggi bagi agama-agama itu telah
Komunitas Lain
194
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207.
195
Terjemahannya: “Mereka sangat suka berita bohong, banyak memakan makanan yang
haram. Jika orang Yahudi datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan) maka berilah
putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka,
maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikitpun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara
mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil dan
bagaimana mereka akan mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai
Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, nanti mereka berpaling (dari putusanmu) setelah itu?
Sungguh mereka bukan orang-orang yang beriman.”
196
Terjemahannya: “Dan hendaklah pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah di dalamnya; barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang Fasik.”
197
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205.
198
Terjemahannya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian atas kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan syir’ah
dan minhaj. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu telah dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu tentang apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
misi yang dibawa oleh mereka sama, yaitu untuk menyadarkan kembali
bahwa din yang sama telah diwasiatkan kepada Nuh, Ibrahim, Musa dan
Isa.200
baik secara sosial maupun spiritual. Bahkan celaan Allah pun pernah
199
Terjemahannya: “Dia Allah telah mensyariatkan kepadamu din yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang
telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah din dan janganlah kamu
pecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik din yang kamu serukan untuk
mereka. Allah memilih orang yang dia kehendaki dan dan memberi petunjuk kepada orang yang
kembali padanya.”
200
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205.
201
Terjemahan QS. al-Baqarah 111-113 berikut: “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani)
berkata tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasroni. Itu hanya angan-angan
mereka, katakanlah tunjukanlah bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar. Barang siapa
tidak menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendpat pahala disisi
Tuhan-Nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Dan orang
Yahudi berkata, “orang-orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),” dan orang-orang
Nasrani juga berkata, “orang-orang Yahudi tidak memiliki sesuatu pegangan padahal Mereka
membaca Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak berilmu, seperti ucapan mereka itu . Maka
Allah akan mengadili mereka pada hari kiamat, tentang apa yang mereka perselisihkan”. Ayat 135
Terjemahannya berikut: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian atas kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
Oleh karena itu, menurut Esack, kedatangan Nabi Muhammad
Esack, jika Tuhan menghendaki tentu Dia telah membuat manusia menjadi
dalam al-Quran dan teologi Islam, iman adalah bentuk kata benda verbal
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan syir’ah
dan minhaj. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu telah dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu tentang apa yang telah kamu perselisihkan itu.” Q.S. Ali Imran/3: 67 Terjemahannya
berikut: “Ibrahim bukanlah Seorang yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, tetapi dia adalah
seorang yang lurus dan tidak lah termasuk orang-orang yang musyrik.” Ayat 69 Terjemahannya
adalah berikut: “Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal sesungguhnya mereka
tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadar.” Esack,
Membebaskan yang Tertindas, h. 204-205.
201
Terjemahannya: “Dan mereka berkata, jadilah kamu penganut Yahudi atau Nasrani,
niscaya kamu mendapat petunjuk.“ katakanlah, “(tidak) tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim
yang lurus dan dia tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan.”
202
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207.
keempat dari akar kata a-m-n, pengertiannya merujuk pada aman,
adalah menjadi setia pada apa yang telah dititipkan Tuhan kepada dirinya
dengan keyakinan teguh di dalam hati bukan hanya di lidah. Ketika a-m-n
yang diikuti oleh partikel bi, kata tersebut berarti mengakui atau
mengenali. Kata tersebut juga dipakai dalam makna percaya, yaitu ketika
dari luar (amnan), tercantum dalam Q.S. al-Baqarah/2: 125. Iman kepada
Nabi Muhammad atau para nabi secara umum (âmana), tercantum dalam
203
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159.
204
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159.
dan firman-Nya, memperoleh kedamaian, rasa aman dan benteng
berikut:
205
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159-160.
206
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 158.
kehadiran Tuhan, tetapi lebih dari itu, perhatian pada kualitas dan
Esack, adalah iman merupakan pengakuan pribadi akan, dan respon aktif
manusia di akhirat nanti, dan iman itu bermacam-macam dan punya tujuh
puluh cabang. Yang paling tinggi adalah berikrar bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalan.
207
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 163-164.
208
Esack memberi tiga alasan bagi iman bersifat dinamis dan senantiasa berubah.
Pertama, pengertian iman dalam al-Quran dan Muslim awal lebih dalam satu jenis dan dalam
berbagai tingkatan. Kedua, ketika al-Qur’an menghimbau para pemeluk Islam awal sebagai “wahai
orang-orang yang beriman”, imbauan tersebut, mengajak mereka untuk membawa diri kearah
tertentu, menjauh dari berbagai kesesatan di dalam masyarakat dan mendekat kepada Tuhan.
Mereka dituntut dengan cara tertentu, bukan untuk mengklaim diri sebagai pemilik substansi
khusus yang disebut iman itu. Ketiga, pemahaman bahwa iman merupakan sebuah atribut karakter
yang aktif, juga didukung oleh fakta lawan katanya, yaitu kufr. Esack, Membebaskan yang
Tertindas, h. 162.
209
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 161.
210
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 161-162.
Sebagaimana dalam memahami pengertian iman, pengertian istilah
islam pun dalam Esack sangat kontekstual dan eksistensial dengan paham
pluralisme agama. Oleh karena itu, dalam memaknai istilah tersebut Esack
pada proses, pada din sebagai penyerahan diri kepada Tuhan. Bukan pada
total kepada Tuhan itu sendiri, bukan diartikan sebagai agama Tuhan. 212
pemahaman bahwa teks tersebut ditujukan bagi siapa pun yang tunduk
211
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168.
212
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168-176.
daripada untuk menyebut nama dari suatu sistem agama.213 Cakupan
bagian dari mereka, dan penjelasan tersebut bisa dilihat dengan merujuk
dibawanya adalah penyerahan diri kepada Tuhan, dan ajaran tersebut ini
dan istilah Arabnya arti islam adalah tunduk, menyerah memenuhi atau
sekelompok orang yang disebut muslim masih relatif baru, dan didasarkan
atas prinsip fenomenologi, yaitu agama sebagai apa yang dianut oleh para
213
Penjelasan tersebut tercantum dalam Q.S. al-Hujurat/49: 17 dan al-Taubah/9: 74. Q.S.
al-Hujurat/49: 17 Terjemahannya berikut: “Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman
mereka, katakanlah janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu sebenarmya
Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukan kamu kepada keimanan jika
kamu orang yang benar.” Sedangkan Q.S. al-Taubah/9: 74 berikut: “Mereka (orang munafik itu)
bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti)
Muhammad. Sungguh mereka telah mengatakan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam,
dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya. Dan mereka tidak mencela Allah
dan rasulnya sekiranya Allah dan Rasulnya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka
jika mereka bertaubat itu adalah lebih baik bagi mereka. Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah
akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di Dunia dan Akhirat. Dan mereka tidak
mempunyai pelindung dan tidak pula penolong di bumi.”
214
Q.S. Ali Imran/3: 20 Terjemahannya berikut: “Kemudian jika mereka membantah
engkau (Muhammad) katakanlah, “aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-
orang yang mengikuti.” Dan katakanlah orang-orang yang telah diberi Kitab dankepada orang-
orang buta hurufsudahkah kamu berserah diri? jika mereka sudah berserah diri berarti mereka telah
mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyapaikan. Dan
Allah Maha melihat hamba-hamba-Nya.”
215
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168-176.
pemeluknya. Yang demikian, menurutnya, adalah al din dalam arti
dilakukan seperti itu, menurutnya, adalah penerimaan yang tidak kritis dan
Bagi Ridha, muslim yang sejati adalah yang tak ternodai oleh dosa
syirk, tulus dalam tindakannya dan memiliki iman, dari komunitas apa
pun, dalam periode kapan pun dan tempat asal mana pun inilah makna
“Barang siapa yang mencari din selain Islam maka sekali-kali tidaklah
maka pengertian yang universal saat ini tentang din sebagai agama dan
216
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 172-174.
217
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 176.
218
Din mengalami perubahan makna dari komitmen pribadi menjadi komitmen kolektif
dan dipakai sebagai respon yang benar terjadi sejak akhir periode Makkah berlanjut hingga
periode Madinah. lihat perubahan makna din disetiap periode yang dijelaskan oleh Yvonne
Haddad dalam Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171.
219
Menurut Esack istilah din dalam bahasa Arab selama abad ke tujuh sudah dipakai
dalam makna yang berbeda-beda dan selalu berubah. Ia memiliki beragam makna berbeda yang
bisa dimasukan ke dalam tiga kelompok utama: pertama, konsep agama sistematik; kedua, kata
benda verbal, “menilai”, “melakukan penilaian”, “menetapkan keputusan”, dan, bersamaan dengan
ini, “penilaian”, “keputusan”; ketiga, kata benda verbal “mengarahkan diri”, “menjaga diri”,
“menjalankan praktik tertentu”, “mengikuti tradisi”, dan setelah itu kata benda abtrak,
“kesesuaian”, “kepatutan”, “ketaatan”, “kebiasan” dan “perilaku standar”. Lihat Esack,
Membebaskan yang Tertindas, h. 170.
penghapusan pengertiannya sebagai respon pribadi kepada Tuhan,
tradisional.220
ketuhanan yang lebih dari sekedar Muslim dari sebuah agama reifikasi.
Menurutnya, Tuhan adalah akbar (lebih besar) dari pada konsepsi apa pun
tentang diri-Nya atau dari segala bentuk ketaatan terlembaga ataupun tidak
dalam al-Quran bukan semata merujuk pada agama kaum Muslim. Mereka
penyerahan diri pada yang absolut, dapat dengan jelas ditemukan dan
dalam berbagai agama dan ideologi masa lalu maupun sekarang. Setiap
220
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171-172.
221
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 176.
222
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 177.
Islam adalah agama yang dibawa semua nabi dalam beragam ajaran
mereka.223
Ridha, dan al-Razi. Pengertian din menurut Ibn al-‘Arabi adalah sebagai
berikut:
luar Islam 226 karena baginya al din adalah perintah Tuhan dan respon yang
pribadi kepada Tuhan dan ruh universal yang ada di dalam semua
223
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 157.
224
Esack, Membebaskan Yang Tertindas, h. 169.
225
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 170.
226
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171.
dalam komunitas-komunitas etno-sosiologis. 227
Sedangkan bagi Esack, din adalah sebuah pola, sebuah jalan Tuhan
Q.S. al-Syura/42: 13, yang menjelaskan bahwa ada kesatuan din yang
sama yang telah diwasiatkan oleh al-Quran kepada Nuh, Ibrahim, Musa
dan Isa. Nabi-nabi tersebut datang membawa misi yang sama, yang
macam dan berbeda-beda. Namun tetap berada dalam kesatuan din yang
227
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 170.
228
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 175-176.
229
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180.
Menurutnya, dari sanalah awal mula penggunaan istilah kafir
Muhammad dan menjadi orang yang tidak percaya atau tak beragama.
Padahal menurutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan, baik itu dalam al-
sedangkan secara linguistik artinya menutup asal kata dari k-f-r, bentuk
kata bendanya (masdar) adalah kufr, sebagai pelaku (failnya) adalah kafir,
juga yang telah disepakati oleh beberapa pemikir, mereka menyepakati arti
pemberian dari Tuhan. Namun, pemakaian awal yang paling lazim adalah
230
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180.
231
Menurut Izutsu kufr arti dasarnya adalah tidak bersyukur lawan kata dari syakira
(bersyukur), untuk menunjukan rasa tidak bersyukur terhadap perbuatan baik atau pertolongan
yang ditujukan orang lain. Kemudian menyimpang menjadi makna tidak percaya. Perubahan
tersebut menurutnya sepintas dipersiapkan untuk memainkan bagian terpenting dalam sejarah
pemikiran Islam berikutnya baik secara teologis maupun politis. Lebih jauh ia menjelasakan
tranformasi semantik kufr dari tidak bersyukur ke tidak percaya, lihat Toshihiko Izutsu, Relasi
Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik terhadap Al-Quran. Penerjemah Agus Fahri Husein,
dkk., (Jogja : Tiara Wacana, 1994), h. 258-261.
232
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 177.
Tuhan, tapi tak bersyukur atau malah mengingkarinya. Jadi, kafir adalah
aktif dan dinamis yang mengarah pada penolakan atas kebenaran Tuhan
secara sengaja dan intrinsik, terkait dengan suatu tingkah laku yang arogan
233
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 178-179.
234
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 180.
235
Terjemahannya: “Jika kamu kafir ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mengetahuimu,
dan dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.. Jika kamu bersyukur, Dia meridai
kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh Dia
mengetahui apa yang tersimpan dalam dadamu.”
236
Terjemahannya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, “sesunguhnya jika
kamu bersyukur, nscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingakari,
maka pasti azab-Ku sangat berat.”
237
“(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah dan ingin
membelokkannya. Mereka itulah yang mengingkari kehidupan akhirat.”
238
Q.S. al-Baqarah/2: 42 Terjemahannya berikut: “Dan janganlah kamu campuradukkan
kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu
mengetahuinya. Q.S. al-Baqarah/2: 159 Terjemahannya berikut: “Sungguh orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan dan petunjuk-petunjuk, setelah
Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (al-Quran), mereka itulah yang dilaknat Allah dan
dilaknat pula oleh mereka yang melaknat.” Q.S. al-Baqarah/2: 174 Terjemahannya berikut:
“Sungguh orang yang telah menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu Kitab
dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan
Allah tidak akan menyapa mereka di hari kiamat, dan tidak akan mensucikan mereka. Mereka
akan mendapat azab yang sangat pedih.”
239
Terjemahannya: “Yaitu orang-orang yang menghalang-halangi orang lain dari jalan
Allah dan ingin membelokkannya. Mereka itulah yang mengingkari kehidupan akhirat.”
Tuhan kepada manusia; Q.S. al-Baqarah/2: 254240, Q.S. Fussilat/41: 7241,
sebagai sikap kesombongan mereka dalam hal kekayaan dan status sosial.
tinggi mereka sama sekali tidak membutuhkan orang lain dan Tuhan.
membebaskan mereka dari kewajiban moral apa pun terhadap kaum lain
wa zalamû), sebagai orang yang menindas kaum lemah dan berbuat zalim;
240
Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman infakkanlah sebagian dari rezeki
yang telah Kami berikan kapadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada
lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang
zalim.”
241
Terjemahannya: “(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka inkar
terhadap kehidupan akhirat.”
242
Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-
orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan
merka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih). Ingatlah pada hari ketika emas dan
perak dipaskan dalam nereka Jahanam lalu dengan itu diseterika dahi, lambung dan punggung
mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat
dari) apa yang telah kamu simpan.”
243
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakan untu
menghalangi-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan terus menginfakkan harta itu,
kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan mereaka akhirnya akan dikalahkan. Ke dalam neraka
Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.”
244
Terjemahannya: “Dan orang-orang yang di atas A’raf (tempat yang tertinggi) menyeru
orang-orang yang mereka kenal dengan tanda-tandanya sambil berkata, harta yang kamu
kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buat kamu.”
245
Terjemahannya: “Lalu apakah engkau telah melihat orang yang telah mengingkari
ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “pasti aku akan diberi harta dan anak.”
246
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman,
Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukkan kepada mereka jalan
yang lurus.”
Q.S. al-Maidah/5:79247 (lâ yatanâhauna ‘an munkarin), sebagai orang
adil.251
mereka disebut kafir karena mereka telah menolak dan menutupi ajaran
hal tersebut adalah karena Tuhan yang disangkal oleh mereka saat itu
hidup, baik secara ekonomi maupun sosial, mala dengan jelas mereka
247
Terjemahannya: “Mereka tidak saling mencegah perbuaan munkar yang selalu mereka
perbuat. Sungguh sangat buruk apa yang telah mereka perbuat.”
248
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-181.
249
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179. Lihat juga penggunaan predikat kafir
dalam Muhammad Galib M, Ahl Al-Kitab (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 62.
250
Dalam konteks Makkah.
251
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 182.
menolaknya mentah-mentah karena akan menggoyahkan tatanan sosial
252
Karena pada saat Muhammad diutus, keadaan masyarakat Makkah saat itu sangat
arogan dan suka menindas. Diharapkan dengan kedatangnan Islam, keadaan masyarakat bisa
berubah ke arah keadilan, baik secara sosial maupun ekonomi. Esack, Membebaskan yang
Tertindas, h. 181-183. Dalam bukunya, Dawam menulis salah satu gejala sosial yang menonjol
dalam kalangan aristokrat pedagang Makkah zaman nabi adalah kecintaaan pada harta yang
melebihi batas. Mereka telah menuhankan hartanya, sehingga mengakibatkan timbulnya gejala
prilaku yang asosial, seperti kebiasaan memakan harta warisan dengan rakus, tidak memiliki rasa
tanggungjawab terhadap kemiskinan, tidak menyantuni anak yatim, sebaliknya mereka malah
melakukan akumulasi kekayaan. Menyimpan harta dan menumpuknya. Mereka mengira kekayaan
akan menyebabkan mereka hidup abadi. Maka dengan kehadiran Islam diharapkan dapat memuai
ajaran humanis yang mementingkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Makkah saat itu.
Bagi Dawam, makna Islam dalam konteks sosial adalah menyerahkan diri kepada Allah berarti
pembebasan diri dari segala seauatu yang dipertuhankan. Baik itu berhala atau harta atau sesuatu
yang bisa membuat kehidupan kearah yang tidak adil dan sejahtera. Lihat M. Dawam Rahardjo,
Paradigma Al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005),
h. 204-205.
253
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181-183.
254
Terjemahannya: “Dan Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya), “datangkanlah
kepadaku semua pesihir yang ulung!”
255
Terjemahannya: "Dan setiap kali seorang rasul datang kepada mereka, mereka selalu
memperolok-olokknya."
256
“Demikianlah, balasan mereka itu neraka Jahanam karena kekafiran mereka, dan
karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai bahan olok-olok.”
257
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181-183.
semacam itu, yakni mereka mengetahui keberadaan Tuhan dan para rasul-
membunuhnya.259
Tuhan, juga bukan merupakan label-label etnis tertentu, tapi lebih kepada
menyangkal kebenaran dalam arti yang paling luas, dan spiritual, tidak
terbatas pada pengertian orang yang tidak percaya atau tak beragama
karena menolak sistem doktrin dan hukum yang diajarkan al-Quran dan
disampaikan oleh Nabi, tapi lebih dari itu, memiliki makna yang lebih luas
dan umum.261
mengapa iman tidak bisa mencakup pula tindakan seorang individu yang
sepanjang hidupnya merespon suara Tuhan. Terlebih lagi jika penganut agama
258
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181.
259
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 188.
260
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 188.
261
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180.
lain itu melakukan tindakan amal saleh. Menurutnya, sangat tidak mungkin
bagi Tuhan untuk berlaku tidak adil dan zalim pada yang lainnya.262
Dengan demikian, menurut Esack, status iman dan nilai amal saleh
penganut agama lain akan diterima dan mendapat pahala dari Tuhan,
pahala bagi siapapun yang melakukan tindakan amal saleh walaupun mereka
tidak beriman seperti yang dibahas dalam teologi Islam, sedangkan ayat al-
Bagi Esack, iman adalah keyakinan kepada Tuhan yang sama sekali
kehidupan yang sesuai dengan etos al-Quran dan tuntutannya untuk beramal
antara orang yang beriman adalah spesifikasi bagi tiga kelompok lain, yaitu
orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi’in yang percaya dengan keimanan yang
tetapi juga di luar itu, mereka yang sepanjang hidupnya merespon suara
262
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168.
263
Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa
saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka
akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan
tidak pula mereka akan bersedih hati”.
264
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 167.
265
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 211-212.
Tuhan. Kedua, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat/49: 14-
15266, yakni yang menjelaskan peringatan terhadap tindakan kaum Badui yang
memeluk Islam secara formal berbeda dengan iman itu sendiri. Islam dalam
makna tunduk secara formal pada aturan baru yang dibawa Nabi Muhammad,
saja merujuk pada identitas baru berdasarkan perjanjian itu, bukan karena
keyakinan, dan makna yakin dan mengakui adalah tafsiran lebih akurat bagi
iman dari pada sekedar percaya. Makna iman merupakan suatu kualitas yang
aktif yang membuat seseorang berada dalam hubungan yang dinamis dengan
terkadang hanya menunjuk pada komunitas kaum beriman yang sudah mapan,
266
Terjemahannya: “Orang Badui ini berkata kami telah beriman katakanlah kepada
mereka kamu belum beriman. Tetapi katakanlah kami telah tunduk karena iman itu belum masuk
kedalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasulnya dia tidak akan mengurangi sedikit
pun amalanmu sesunguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya arang-
orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulnya kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa. Raga mereka pada jalan Allah
mereka itulah orang-orang yang beriman.”
267
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 166-168.
Alasan keempat, adalah ada yang disebut mu’minûn sekalipun perilaku
kalangan mu’minûn, selama orang itu tak pernah secara verbal mengingkari
komitmen keimanannya. Ini berarti bahwa faktor pengakuan lewat mulut pun
dalam praktiknya tidak diperlukan karena tidak ada mekanisme formal untuk
ketika Muslim secara sosial berada dalam posisi paling rentan dan tidak aman.
digunakan bukan karena pilihan iman yang telah mereka ambil, tetapi karena
mereka berada pada posisi lemah dan rentan (Q.S. Saba/34: 32). Mereka juga
tidak merasa aman karena pemihakkan mereka kepada kaum lemah dan telah
268
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 165-166.
269
Lihat Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 166.
270
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181.
C. Kritik Terhadap Farid Esack
ulang istilah iman, islam dan kafir, serta pandangannya mengenai status iman dan
nilai amal saleh penganut agama lain, maka dalam perspektif Fahmi Zarkasi,
belakang gejala-gejala yang memberikan watak kenyataan yang sama pada semua
toleransi saja, tapi lebih dari itu adalah pengakuan dan penerimaan atas
agama lain; ia juga mengakui dan menerima apa pun yang ada dalam diri setiap
manusia ke arah yang transenden, dari yang terlihat maupun tidak. Lebih jelasnya
271
Mengenai penjelasan tersebut, lihat hal. 57-60 pada bab ini, IV.
berarti, penerimaan perbedaan cara menanggapi dari dorongan, baik yang
terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang
transenden”.272
dari segi sosial, religius dan hukum-hukumnya terlebih lagi jika al-Quran yang
islam, dan kafir; Ia menyatakan bahwa pengertian iman tidak merujuk pada
komunitas Nabi Muhammad saja, tetapi juga di luar itu, adalah tindakan yang
merespon aktif kehadiran Tuhan dan alam semesta dan sejarah sepanjang
hidupnya;274 demikian juga dengan pengertian islam tidak diartikan sebagai label
nama dari salah satu agama, tapi istilah tersebut mengandung muatan universal
yang ditujukan bagi siapa pun yang tunduk pada kehendak Tuhan, yang hanya
berserah diri pada yang absolut, dan penyerahan diri pada yang absolut, menurut
Esack, dapat dengan jelas ditemukan dan dikenali di dalam berbagai simbol dan
pola keberimanan dan tindakan di dalam berbagai agama dan ideologi masa lalu
kewajiban dan bentuk-bentuk praktik di dalamnya dan apa-apa yang telah menjadi
bagian dari mereka; yang terpenting menurut Esack adalah setiap tindakan respon
tulus terhadap panggilan dari sang misteri yang tersembunyi, sumber segala yang
272
Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 60 pada bab ini, IV. Bag. Pengertian Pluralisme
Agama.
273
Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 60-66 pada bab ini, IV.
274
Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 66-69 pada bab ini, IV.
ada.275 Demikian juga dengan pernyataan istilah kafir. Ia menyatakan bahwa
istilah tersebut tidak diartikan sebagai label bagi kelompok yang berbeda atau bagi
orang yang tidak percaya pada Tuhan, tapi lebih digunakan kepada tindakan-
Tuhan, seperti berbuat kebaikan, berbagi kekayaan dengan orang miskin; orang
yang tidak tahu terimakasih, tidak bersyukur mengingkari dan menutupi atas
Terakhir, adalah pernyataannya mengenai status iman dan nilai amal saleh
agama lain; ia menyatakan bahwa status iman dan nilai amal saleh agama lain
akan diterima dan mendapat pahala dari Tuhan, sebagaimana yang telah Tuhan
janjikan dan tegaskan bahwa Ia akan memberi pahala bagi siapapun yang
melakukan tindakan amal saleh walaupun tidak beriman seperti yang dibahas
dalam teologi Islam karena Islam tidak lantas semata-mata merujuk pada
kebetulan biologis yang dilahirkan dalam keluarga Muslim. Begitu juga dengan
kafir tidak lantas merujuk pada kebetulan dilahirkan bukan dari keluarga Muslim,
sebagaiman yang telah dijelaskan di muka, pengertian kufr tidak digunakan dalam
pengertian orang yang tidak percaya terhadap Nabi dan Tuhan, tetapi digunakan
islam, yaitu ajaran yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang adil, baik secara
275
Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 69-75 pada bab ini, IV.
276
Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 75-81 pada bab ini, IV.
kerendahan hati, dari kesukuan yang sempit menuju persatuan. Dengan kata lain
Esack lebih melihat tindakan seseorang yang merespon tulus kehadiran Tuhan
277
Mengenai penjelasan tersebut lihat. hal. 81-84 pada bab ini, IV.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
agama menurutnya, tidak hanya sekedar toleransi atas keberbedaan, tapi lebih dari
itu adalah penerimaan perbedaan cara menanggapi dari dorongan, baik yang
terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang
norma sosialnya dan praktik-praktik keagamaannya. Bahkan tidak itu saja, agama-
agama lain pun menurutnya akan mendapat keselamatan meskipun jalan yang
benar kepada Allah, Hari Akhir dan disertai dengan berbuat kebajikan, sedangkan
pluralisme agama dalam perspektif agama Hindu, Buddha, dan Kristen, secara
dalam Hindu dikatakan bahwa Yang ilahi menerima orang-orang yang yang
iman, islam dan kafir dengan makna yang sangat kontekstual dan eksistensial
muatan universal yang ditujukan bagi siapa pun yang tunduk pada kehendak
Tuhan, dan lebih untuk menyebut kepada tindakan pribadi daripada untuk
menyebut nama dari suatu sistem agama. Oleh karena itu, Islam tidak lantas
Muslim. Begitu juga kafir tidak lantas merujuk pada kebetulan dilahirkan bukan
dari keluarga Muslim. Pengertian kufr tidak digunakan dalam pengertian orang
yang tidak percaya terhadap Nabi dan Tuhan, tetapi digunakan sebagai
keberadaan kolektif mereka atas dasar ketundukan itu, yakni islam, yaitu ajaran
yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang adil, baik secara ekonomi maupun
dari mementingkan diri ke sifat sebaliknya, dari arogan ke kerendahan hati, dari
Demikian juga, dengan istilah din. Istilah tersebut tidak diartikan sebagai
agama Tuhan yang diekspresikan melalui kehidupan agama yang sistematis dan
terlembagakan, tetapi untuk menjelaskan proses. Pada din sebagai penyerahan diri
pribadi akan, dan respon aktif terhadap kehadiran Tuhan di alam semesta dan di
dalam sejarah yang mencakup tindakan seorang individu yang sepanjang
hidupnya merespon suara Tuhan, juga sebagai kualitas yang dapat dimiliki
hidup individu itu. Terlebih lagi Allah telah berjanji akan memberikan pahala bagi
siapa pun yang berbuat kebajikan sehingga tidak mungkin jika Ia ingkar janji
Namun sekiranya jalan itu penuh cobaan, yang tidak memungkinkan seseorang
untuk melewatinya, maka dia bebas memilih jalan lain yang telah ditetapkan oleh-
Nya. Oleh karena itu, para penganut agama apa pun tidak berhak mengklaim
kebenaran atas kebenaran yang lainnya karena selain itu pun Tuhan telah
mengutus para nabi-Nya dengan misi yang sama, yakni untuk menyadarkan
religius filosofis atau dalam bahasanya Siswanto, menganut prinsip azali banyak.
B. Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan untuk lebih menggali literatur
perpektif agama-agama lain selain Islam karena sementara ini penulis sedikit
agama yang dijelaskan oleh Esack, juga tidak jauh berbeda dengan gagasan
konteks Indonesia salah satunya adalah Nurcholis Madjid. Namun tetap Esack
iman, islam dan kafir secara bersamaan dengan makna yang lebih luas.
mengutip pemikir Muslim terdahulu, seperti Ridha, al-Razi, Ibn al-Arabi, Asad,
iman, islam dan kafir. Walaupun demikian, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa
khususnya bagi Afrika Selatan tidak hanya sekedar wacana, tetapi telah menjadi
solusi bagi perubahan situasi politik dan agama di Afrika Selatan pada saat itu,
dan hal tersebut layak menjadi kontribusi pemikiran yang sangat berharga bagi
Anwar, M. Syafii’. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik
Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru. Jakarta: Paramadina, 1995.
Armstrong, Karen. Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk.
Penerjemah Hikmat Darmawan Jakarta: Serambi, 2003.
-----. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan Oleh Orang-
Orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4000 Tahun. Penerjemah Zaimul
Am Bandung: Mizan, 2002
Azra, Azyumardi. dkk. Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia. Ciputat:
INCIS, 2003.
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Riuh di Beranda Satu Peta
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Seri II. Jakarta: Departemen
Agama RI, 2003.
Dahlan, Abdul Aziz. Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan
Wujud): Tuhan Alam Manusia dalam Tasawuf Syamsuddin Sumatrani.
Padang: IAIN IB-Press, 1999.
Gifford, Clive. “Afrika Selatan.” Dalam Henry P. dkk, ed. Ensiklopedi Geografi
Dunia untuk Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas,
dkk. Jakarta: Lentera Abadi., 2006: h. 380-383.
-----. “Indonesia.” Dalam Henry P. dkk, ed. Ensiklopedi Geografi Dunia untuk
Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk. Jakarta:
Lentera Abadi., 2006: h. 328-333.
“Gustavo Gutierrez.” Diakses dari http://fppi.blogspot.com/2007/07/teologi-
pembebasan.htmlPerihal Teologi Pembebasan
Hanafi, Hassan. Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita terhadap Tradisi Lama.
Jakarta: Paramadina, 2003.
Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak
Kontroversial. Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005.
Izutsu, Toshihiko. Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik terhadap Al-
Quran. Penerjemah Agus Fahri Husein, dkk. Jogja: Tiara Wacana, 1994.
-----. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Jakarta: Paramadina, 2000.
-----. “Dialog Antara Ahli Kitab (Ahl Al-kitab) Sebuah Pengantar.” Dalam George
B. Grose dan Benjamin J. Hubbard, ed. Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah
Dialog. Penerjemah Santi Indra Astuti. Bandung: Mizan, 1998.
Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi). Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI-Press, 1986.
Nasution, Harun. dkk. Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia. Jogja: Tiara
Wacana, 1997.
Rahman, Fazlur. dkk. Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Sukidi. New Age Wisata Spiritual Lintas Agama. Jakarta: Gramedia, 2002.
Sunyoto, Agus. Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar. Buku Satu
Yogyakarta: LkiS, 2003.
Suseno, Franz Magnis. “Terima Kasih, Cak Nur!.” Dalam Muhamad Wahyuni
Nafis dan Ahmad Rifki, Penyunting. Kesaksian Intelektual Mengiringi
Kepergian Sang Guru Bangsa. Jakarta: Paramadina, 2005: h. 102-103.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. “Ahmad, Mirza Ghulam.” Dalam Abdul Aziz
Dahlan. dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.,
1997: h. 161.
-----. “Ibnu Arabi.” Dalam Abdul Aziz Dahlan. dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. II.
Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve., 1996: h. 150.
-----. “Rasyid Rida, Syekh Muhammad.” Dalam Abdul Aziz Dahlan. dkk, ed.
Ensiklopedi Islam, vol. IV. Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve., 1997: h. 161.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P & K).
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Umi Basiroh. dkk, peyunting. Jakarta:
Balai Pustaka., 1988: h. 340.
The Helen Suzman Foundation. “Profile of Farid Esack.” Artikel diakses pada 10
September 2007 dari http://www.hsf.org.za/%23article_view.asp?id=34
Zarkasi, Hamid Fahmi. “Islam dan Paham Pluralisme Agama.” Majalah dan
Pemikiran Islam Islamia I, no. 3 (September-Nopember 2004): h. 6-7.