Dinkesprov Jatim, 2016). Kasus yang fluktuatif independent atau homoskedastisitas, tidak adanya
tersebut membutuhkan upaya dalam autokorelasi, tidak adanya multikolinieritas atau
mengoptimalkan penemuan kasus difteri di tidak adanya hubungan linier yang eksak antar
beberapa kabupaten/kota dengan mengetahui variabel bebas (independent), dan linearitas yang
faktor apa yang berpengaruh terhadap prevalensi dapat diketahui dengan beberapa cara yakni
penyakit difteri. Hal ini bertujuan untuk diagram pencar (scatter plot) antara masing-
menentukan tindakan preventif atau pencegahan masing variabel independen dengan variabel
kenaikan tingkat prevalensi penyakit difteri dan dependen, tabel anova, atau plot nilai residu
sebagai penentu kebijakan selanjutnya. dengan nilai prediksi. Scatter plot dikatakan linier
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh apabila titik-titik plot tersebar disekitar nilai 0.
Izza & Soenarnatalina (2015) menunjukkan bahwa Penelitian ini menggunakan tiga uji asumsi
faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita klasik yaitu uji normalitas (menggunakan uji
penyakit difteri yaitu imunisasi DPT3 dan DT. kolmogorov smirnov), uji homoskedastisitas yang
Penelitian Utama, Wahyuni, & Martini (2014) juga menggunakan uji korelasi spearman antara
menyebutkan bahwa faktor yang paling dominan residual dan variabel bebas, dan uji
dalam mempengaruhi kejadian difteri di multikolonieritas yang menggunakan uji korelasi
Kabupaten Bangkalan yaitu status imunisasi, spearman antar variabel bebas. Hal ini sejalan
umur, dan status anak pernah mengikuti Pekan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyawati
Imunisasi Nasional (PIN). Penelitian Priyono, & Setiawan (2015). Data penelitian ini juga
Jumadi, & Kurniasari (2013) menunjukkan bahwa membutuhkan transformasi yaitu dari data jumlah
kepadatan penduduk juga merupakan faktor yang penderita difteri menjadi prevalensi penyakit
sangat erat kaitannya dengan tempat berkembang difteri untuk mendeskripsikan prevalensi penyakit
biaknya beberapa jenis penyakit, termasuk difteri pada setiap kabupaten/kota di Jawa Timur,
penyakit difteri karena kepadatan penduduk yaitu dengan membagi jumlah penderita difteri
termasuk faktor environment yang memiliki faktor dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut dan
risiko kesehatan yang lebih tinggi. Penelitian ini dikalikan dengan konstanta. Nilai konstanta yang
bertujuan untuk menganalisis pengaruh imunisasi digunakan dalam penelitian ini sebesar 1.000.000
dasar lengkap dan kepadatan penduduk terhadap (k = 1.000.000). Penggunaan nilai tersebut
prevalensi penyakit difteri di Provinsi Jawa Timur bertujuan agar prevalensi penyakit difteri di
Tahun 2016. kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dapat
tergambarkan dan terlihat perbedaannya antar
METODE kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun
2016.
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan desain studi cross sectional. HASIL
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang
yang dinyatakan difteri dari 29 kabupaten dan 9 Prevalensi Penyakit Difteri di Jawa Timur
kota di Provinsi Jawa Timur. Data penelitian Gambaran prevalensi penyakit difteri di Jawa
berupa data sekunder dari publikasi profil Timur tahun 2016 digunakan untuk mengetahui
kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2016 yang karakteristik data persebaran penyakit difteri.
didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Jumlah kasus difteri di Jawa Timur pada tahun
Timur, yaitu suatu lembaga yang menyediakan 2016 mencapai 348 kasus, dengan kasus
data jumlah penderita penyakit difteri serta tertingginya yaitu sebanyak 57 kasus (Tabel 1).
beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap Jumlah tersebut tergolong cukup tinggi karena
tingkat prevalensi penyakit difteri di Jawa Timur. terjadi peningkatan sebesar 93 kasus dari tahun
Variabel independent dalam penelitian ini sebelumnya, yaitu tahun 2015 (Dinkesprov Jatim,
adalah persentase imunisasi dasar lengkap dan 2015). Prevalensi penyakit difteri terendah di Jawa
kepadatan penduduk. Variabel dependent dalam Timur sebesar 0 dan prevalensi tertingginya
penelitian ini adalah prevalensi penyakit difteri sebesar 122,20 (Tabel 1). Hal ini berarti masih ada
pada setiap kabupaten/kota di Jawa Timur tahun kabupaten/kota di Jawa Timur yang menyumbang
2016. Analisis yang digunakan adalah analisis sekitar 122-123 penduduk yang berpenyakit difteri
regresi linier berganda. Beberapa asumsi yang tiap 1.000.000 penduduk.
harus terpenuhi dalam melakukan uji regresi linier
berganda, yaitu eror berdistribusi normal, tidak
adanya korelasi antara eror dengan variabel
125 of 129 Dwi Elsa Mardiana / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 122-129
(Alfiansyah, 2017). Hasil penelitian menunjukkan akan jatuh sakit dan bisa berpengaruh kepada
bahwa prevalensi penyakit difteri tahun 2016 di proses perkembangan anak. Hal ini dikarenakan
Jawa Timur masih tergolong rendah yaitu adanya hubungan yang erat antara penyakit infeksi
8,91/1.000.000. Angka ini menunjukkan bahwa dan fungsi kekebalan tubuh. Susanti (2014) juga
hingga tahun 2016 hanya terdapat 8-9 orang yang mengungkapkan bahwa responden yang
menderita penyakit difteri tiap 1.000.000 orang di mengalami penurunan sistem imunitas di dalam
Provinsi Jawa Timur. Jumlah kasus meninggal tubuh (immunocompetence), berarti telah terjadi
akibat difteri di Jawa Timur tahun 2016 berjumlah penurunan fungsi kelenjar timus didalam tubuh.
6 orang, dengan CFR Provinsi Jawa Timur 1,72% Kelenjar timus merupakan organ tempat
dan lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun diferensiasi dan maturasi sel limfosit T didalam
2015, dimana kematian akibat difteri ada 11 orang tubuh, apabila fungsi kelenjar timus mengalami
dengan CFR 4,31% (Dinkesprov Jatim, 2015 ; penurunan hal ini akan mengakibatkan produksi
Dinkesprov Jatim, 2016). sel limfosit T yang merupakan kekebalan seluler
Berbagai upaya telah dilakukan oleh dalam tubuh juga akan berkurang, sehingga
pemerintah dalam mengurangi prevalensi penyakit meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi,
difteri di Jawa Timur, salah satunya yaitu kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik.
pengadaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di Konsekuensi bagi anak yang tidak
beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini mendapatkan imunisasi secara lengkap yaitu anak
disebabkan, difteri merupakan Penyakit yang menjadi rentan sehingga dapat menimbulkan
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) kecacatan bahkan kematian (Winarsih,
(Dinkesprov Jatim, 2016). Fevriasanty, & Yunita, 2013). Risiko penularan
penyakit difteri pada responden yang tidak
Pengaruh Imunisasi Dasar Lengkap terhadap memperoleh imunisasi jauh lebih besar
Prevalensi Penyakit Difteri di Jawa Timur dibandingkan dengan anak yang mendapatkan
tahun 2016 imunisasi dasar secara lengkap (Hidayati, 2017).
Imunisasi dianggap sebagai salah satu upaya Penelitian yang dilakukan oleh Arifin & Prasasti
pencegahan kesehatan masyarakat yang sangat (2017) menunjukkan bahwa faktor paling dominan
penting. Penyakit difteri dapat dicegah dengan yang mempengaruhi kejadian difteri adalah status
pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan upaya imunisasi. Responden yang tidak mendapatkan
untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang status imunisasi DPT secara lengkap memiliki
secara aktif terhadap suatu penyakit. Imunisasi risiko terserang penyakit difteri 4,67 kali lebih
DPT pada usia bayi dan pemberian vaksin DT besar dibandingkan dengan responden yang
pada anak usia sekolah merupakan salah satu cara mendapatkan imunisasi secara lengkap.
yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Fajriyah (2014) mengungkapkan bahwa
difteri (Dinkesprov Jatim, 2016). penyakit difteri dapat terjadi pada semua golongan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, oleh karena itu direkomendasikan suatu
imunisasi dasar lengkap berpengaruh secara upaya pencegahan terhadap difteri yaitu dengan
signifikan terhadap prevalensi penyakit difteri. Hal pemberian imunisasi. Program imunisasi difteri
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh dapat melindungi seseorang dari infeksi difteri.
Saifudin, Wahyuni, & Martini (2017) bahwa status Pemberian imunisasi pada sebagian besar
imunisasi berhubungan dengan kejadian difteri di komunitas akan menurunkan penularan penyebab
Kabupaten Blitar tahun 2015. Kelengkapan penyakit dan mengurangi peluang kelompok
imunisasi DPT sebanyak 3 kali sebelum usia 4 rentan untuk terpajan bakteri penyebab penyakit
tahun seperti yang dianjurkan WHO dapat difteri (Sariadji et al., 2016).
menstimulasi level antibodi melebihi level Peran orang tua sangat penting dalam
minimum protektif. Kekebalan terhadap difteri mendukung anak untuk melakukan imunisasi dasar
dipengaruhi oleh adanya antitoksin di dalam darah lengkap. Ibu yang mengimunisasikan DPT pada
dan kemampuan seseorang untuk membentuk bayinya berarti telah melakukan perilaku
antitoksin dengan cepat. Kemampuan ini kesehatan yaitu mencegah terjadinya penyakit
merupakan akibat dari imunisasi aktif dari pernah difteri pada bayinya, jika ditinjau dalam bidang
menderita atau vaksinasi. Hal ini juga didukung kesehatan. Hal ini didukung dengan teori yang
oleh Kaunang, Rompas, & Bataha (2016) bahwa telah menyebutkan bahwa penyakit difteri adalah
tingkat kekebalan tubuh anak terhadap penyakit penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
infeksi didapatkan dari pemberian imunisasi, dan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk
sehingga anak yang tidak mendapatkan imunisasi menekan kasus difteri yaitu dengan pemberian
128 of 129 Dwi Elsa Mardiana / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 122-129
imunisasi DPT-Hb sebanyak tiga kali (Dinkesprov kondisi sanitasi kesehatan lingkungan yang kurang
Jatim, 2016). Imunisasi DPT sangat penting untuk sehat (Priyono, Jumadi, & Kurniasari, 2013).
mempertahankan kadar antibodi tetap tinggi diatas Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ambang pencegahan, apabila imunisasi yang kepadatan penduduk bukanlah faktor utama untuk
diberikan pada anak belum lengkap maka terjadinya penyakit difteri. Hal ini didukung dari
dianjurkan untuk melengkapi imunisasi pada anak adanya beberapa wilayah yang memiliki kepadatan
agar anak dapat terhindar dari penyakit menular penduduk tinggi namun jumlah penyakit difteri di
yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hartoyo, wilayah tersebut tergolong rendah, yang berarti
2018). Hal ini juga didukung oleh penelitian terdapat beberapa wilayah yang tidak terpengaruh
Ismoedijanto, Dwiyanti, Leni, Dominicus, & oleh tingkat kepadatan penduduk. Hasil penelitian
Bambang (2014) bahwa anak yang memiliki menunjukkan bahwa kepadatan penduduk hanya
riwayat imunisasi dasar tidak lengkap memberikan mampu memberikan pengaruh sebesar 0,01 pada
pengaruh pada kerentanan tubuh anak, karena kejadian penyakit difteri, sehingga ada beberapa
peranan booster alamiah kuman difteri yang wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi namun
beredar menjadi berkurang. Tubuh seseorang akan kasus penyakit difterinya rendah seperti yang
mulai membentuk herd immunity yang dapat terjadi pada wilayah Kota Surabaya. Persentase
menurunkan penyebaran kuman didalam tubuh, prevalensi penyakit difteri di Kota Surabaya hanya
ketika cakupan imunisasi primer DPT mampu berkisar 10,13 meskipun Kota Surabaya
melebihi 70%. merupakan kota yang memiliki kepadatan
penduduk paling tinggi di Jawa Timur. Kota Blitar
Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap memiliki tingkat kepadatan penduduk setengah
Prevalensi Penyakit Difteri di Jawa Timur kali kepadatan penduduk di Kota Surabaya, namun
tahun 2016 persentase prevalensi penyakit difteri di Kota
Variabel kepadatan penduduk merupakan Blitar merupakan prevalensi tertinggi di Jawa
salah satu komponen dari faktor environment yang Timur selama tahun 2016.
ikut berperan dalam mempengaruhi kejadian
penyakit menular (Fitria, Wahjudi, & Wati, 2014). SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan
penduduk secara signifikan berpengaruh terhadap Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
prevalensi penyakit difteri di Jawa Timur. Semakin bahwa imunisasi dasar lengkap dan kepadatan
tinggi kepadatan berarti semakin tinggi kontak penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap
penderita difteri dengan orang yang sehat, prevalensi penyakit difteri di Jawa Timur tahun
sehingga semakin banyak orang yang terpapar 2016 (p < 0,05). Variabel yang paling berpengaruh
kuman difteri. terhadap prevalensi penyakit difteri di Jawa Timur
Fitria, Wahjudi, & Wati (2014) adalah persentase imunisasi dasar lengkap, karena
mengungkapkan bahwa proses penularan penyakit memberikan pengaruh yang lebih besar dibanding
berkaitan dengan kepadatan penduduk. Wilayah kepadatan penduduk, yaitu 0,33 kali.
yang memiliki penduduk yang padat maka
perpindahan penyakit khususnya penyakit yang REFERENSI
ditularkan melalui udara (droplet) juga akan
semakin mudah dan cepat termasuk penularan Alfiansyah, G. (2017). Penyelidikan epidemiologi
terhadap penyakit difteri, karena penyakit difteri kejadian luar biasa (KLB) difteri di
dapat menular melalui droplet. Kabupaten Blitar tahun 2015. Preventia,
Penelitian Priyono, Jumadi, & Kurniasari 2(1).
(2013) juga menunjukkan bahwa kepadatan Arifin, I. F., & Prasasti, C. I. (2017). Factors that
penduduk yang tidak diimbangi dengan related with diptheria cases of children in
ketersediaan lahan yang cukup akan memberikan Bangkalan Health Centers in 2016. Jurnal
dampak pada munculnya lingkungan kumuh. Berkala Epidemiologi, 5(1), 26–36.
Lingkungan yang jika ditinjau dari segi kesehatan https://doi.org/10.20473/jbe.v5i1.2017.26-36
sangat erat kaitannya dengan tempat berkembang Dinkesprov Jatim. (2015). Profil kesehatan
biaknya beberapa jenis penyakit, baik penyakit Provinsi Jawa Timur. Dinas Kesehatan
yang ditimbulkan dari bakteri maupun virus, Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
termasuk penyakit difteri. Keterbatasan ruang Dinkesprov Jatim. (2016). Profil kesehatan
lahan dapat memicu sebagian masyarakat untuk Provinsi Jawa Timur tahun 2016. Dinas
memilih membangun rumah seadanya dengan Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya
129 of 129 Dwi Elsa Mardiana / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 122-129
Ermalena. (2017). Indikator kesehatan SDGs di Determinan kejadian difteri klinis pasca sub
Indonesia. Jakarta: ICTOH. PIN difteri tahun 2012 di Kabupaten
Fajriyah, I. (2014). Hubungan pengetahuan ibu dan Bangkalan. Jurnal Berkala Epidemiologi,
dukungan keluarga dengan status imunisasi 2(1), 71–82.
TD pada sub PIN difteri. Jurnal Berkala WHO. (2017). Review of the epidemiology of
Epidemiologi, 2(3), 404–415. diphtheria 2000-2016. World Health
Fitria, L., Wahjudi, P., & Wati, D. M. (2014). Organization. Geneva.
Pemetaan tingkat kerentanan daerah terhadap Widiyawati, & Setiawan. (2015). Analisis faktor-
penyakit menular (TB paru, DBD, dan diare) faktor yang mempengaruhi tingkat produksi
di Kabupaten Lumajang tahun 2012. E- padi dan jagung di Kabupaten Lamongan.
Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(3), 460–467. Jurnal Sains dan Seni ITS, 4(1), 103–108.
Hartoyo, E. (2018). Difteri pada anak. Sari Winarsih, S., Fevriasanty, F. I., & Yunita, R.
Pediatri, 19(5), 301–306. (2013). Hubungan peran orang tua dalam
Hidayati, R. (2017). Faktor-faktor yang pemberian imunisasi dasar dengan status
mempengaruhi angka kejadian penyakit imunisasi bayi di desa wilayah kerja
difteri di Kota Padang. UNES Journal of Puskesmas Dringu Kabupaten Probolinggo.
Social and Economics Research (JSER), 2(2), Jurnal Ilmu Keperawatan, 1(2), 135–140.
180–187.
Ismoedijanto, Dwiyanti, P. P., Leni, K.,
Dominicus, H., & Bambang, W. K. (2014).
Diphtheria di Jawa Timur. Medica
Hospitalia, 2(2), 71–77.
Izza, N., & Soenarnatalina. (2015). Analisis data
spasial penyakit difteri di Provinsi Jawa
Timur tahun 2010 dan 2011. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 18(2), 211–219.
Kaunang, M. C., Rompas, S., & Bataha, Y. (2016).
Hubungan pemberian imunisasi dasar dengan
tumbuh kembang pada bayi (0-1 Tahun) di
Puskesmas Kembes Kecamatan Tombulu
Kabupaten Minahasa. Jurnal Keperawatan
(E-Kp), 4(1), 1–8.
Priyono, Jumadi, & Kurniasari, M. I. (2013).
Pengukuran kualitas permukiman
hubungannya dengan tingkat kesehatan
masyarakat di Kecamatan Sragen: upaya
awal untuk peningkatan kapasitas masyarakat
dalam strategi pengurangan resiko penyakit.
Geo Edukasi, 2(1), 52–59.
Saifudin, N., Wahyuni, C. U., & Martini, S.
(2017). Faktor risiko kejadian difteri di
Kabupaten Blitar tahun 2015. Jurnal Wiyata
Penelitian Sains dan Kesehatan, 3(1), 61–66.
Sariadji, K., Sunarno, Pracoyo, N. E., Putranto, R.
H., Heriyanto, B., & Abdurrahman. (2016).
Epidemiologi kasus difteri di Kabupaten
Lebak Provinsi Banten tahun 2014. Media
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
26(1), 37–44.
https://doi.org/10.22435/mpk.v26i1.4902.37-
44
Susanti, N. (2014). Vaksinasi lansia upaya
preventif meningkatkan imunitas akibat
proses penuaan. El-Hayah, 4(2), 75–80.
Utama, F., Wahyuni, C. U., & Martini, S. (2014).