Anda di halaman 1dari 36
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JABODETABEK JL LETJEN. MT. HARYONO KAV 4548 | TELP. : (021) 22791400 {UAKARTA 12770 FAX. : (021)-22791452 email: bpti@dephub.go.id (021)- 22791448 | home page : www dephub god PERATURAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI NOMOR: PR.377/AJ.208/BPTJ-2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS ASPEK TRANSPORTASI DALAM PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI ANGKUTAN UMUM MASSAL DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI, Menimbang : a, bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak dan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas diatur ketentuan mengenai manajemen kebutuhan lalu lintas melalui pengembangan kawasan berorientasi angkutan umum massal; b. bahwa dalam pengembangan kawasan berorientasi angkutan umum massal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diperlukan sinergitas dari aspek transportasi dan aspek tata ruang; Mengingat . bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi mempunyai fungsi memberikan rekomendasi penataan ruang yang berorientasi angkutan massal; |. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu membentuk Peraturan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tentang Pedoman Teknis Aspek Transportasi dalam —Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Angkutan Umum Massal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 725); Memperhatikan 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5103); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak dan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 9. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi; Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman —- Pengembangan —‘Kawasan Berorientasi Transit; Menetapkan MEMUTUSKAN: PERATURAN KEPALA BADAN — PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI TENTANG PEDOMAN TEKNIS ASPEK TRANSPORTASI DALAM PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTAS] ANGKUTAN UMUM MASSAL DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, DAN JAKARTA. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Angkutan Umum Massal adalah angkutan umum yang dapat mengangkut penumpang berkapasitas tinggi yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman, terjadwal dan berfrekwensi tinggi. 2. Sistem Angkutan Umum Massal yang untuk selanjutnya disebut SAUM adalah keterpaduan antara angkutan umum massal dengan angkutan umum lainnya yang beroperasi secara terjadwal, frekwensi tinggi, cepat, nyaman, selamat dan aman. Pengembangan Berorientasi Angkutan Umum Massal atau Transit Oriented Development yang selanjutnya disingkat TOD adalah konsep pengembangan kawasan di dalam dan di sekitar simpul angkutan umum massal agar bernilai tambah yang menitikberatkan pada integrasi antarjaringan angkutan umum massal, dan antara jaringan angkutan umum massal dengan jaringan moda transportasi_ tidak bermotor, _serta pengurangan penggunaan kendaraan bermotor yang disertai pengembangan kawasan campuran, padat dengan intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi. Kawasan berorientasi angkutan umum massal yang selanjutnya disebut Kawasan TOD adalah kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang sebagai kawasan terpusat pada integrasi inter dan antar moda yang berada pada radius 400 (empat ratus) meter sampai dengan 800 (delapan ratus) meter dari simpul angkutan umum massal yang memiliki fungsi pemanfaatan ruang campuran, padat dengan intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi. TOD Kota adalah kawasan TOD yang berlokasi pada pusat pelayanan kota dalam wilayah kota dengan fungsi pelayanan berskala regional atau Kawasan Perkotaan dalam wilayah kabupaten yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan. 10. ak TOD Subkota adalah kawasan TOD yang berlokasi pada subpusat pelayanan kota dalam wilayah daerah kota dengan fungsi pelayanan berskala kota atau bagian kota atau Kawasan Perkotaan dalam wilayah daerah kabupaten yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan. TOD Lingkungan adalah kawasan TOD yang berlokasi di pusat pelayanan lingkungan dalam wilayah daerah kota dengan fungsi pelayanan berskala lingkungan atau Kawasan Perkotaan dalam wilayah daerah kabupaten yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan_pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Keterhubungan/konektivitas adalah _fasilitas yang memberikan kemudahan _ pergerakan pejalan kaki dan/atau pesepeda dari luar ke dalam Kawasan TOD, di dalam Kawasan TOD, dan dari dalam keluar Kawasan TOD Fasilitas khusus pesepeda adalah fasilitas yang disediakan secara khusus untuk pesepeda dan/atau dapat digunakan _bersama-sama dengan Pejalan Kaki. Fasilitas Pejalan Kaki merupakan fasilitas yang disediakan secara khusus untuk Pejalan Kaki dan/atau dapat digunakan —bersama-sama dengan pesepeda. 12. 13. 14, 15. 16. 17. 18. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam_berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Jalur pedestrian adalah wadah atau ruang untuk memberikan pelayanan dan melakukan aktivitas bagi pejalan kaki schingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan. Pedestrian plaza adalah ruang sirkulasi pejalan kaki yang dirancang sekaligus__ sebagai plaza/ruang terbuka publik aktif linier dengan lebar ruang cukup signifikan, yang marnpu mewadahi berbagai aktivitas pengguna kawasan di sekitar area titik angkutan umum massal. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Angkutan umum adalah angkutan yang menggunakan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengangkut penumpang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Parkir di luar ruang milik jalan adalah parkir yang dilakukan di luar ruang milik jalan dapat berupa taman parkir dan/atau gedung parkir. 19. 20. 21. 22 23. Parkir di ruang milik jalan adalah parkir kendaraan yang dilakukan di ruang milik jalan yang dilengkapi dengan rambu dan marka. Akses adalah ruang dan/atau fasilitas yang disediakan untuk memberikan kemudahan pergerakan pejalan kaki dan/atau pesepeda dari luar ke dalam Kawasan TOD, di dalam Kawasan TOD, dan dari dalam keluar Kawasan TOD. Bus Rapid Transit yang untuk selanjutnya disebut BRT adalah bus dengan kualitas tinggi dengan berbasis sistem angkutan umum massal yang cepat, daya angkut besar, dan menggunakan lajur khusus. Kereta Ringan atau Light Rail Transit adalah moda kereta yang digerakkan dengan tenaga listrik dalam sistem jalur kereta listrik metropolitan termasuk trem yang dikarakteristikan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek per satu sepanjang jalur-jalur khusus pada lahan bertingkat, struktur menggantung, dibawah permukaan tanah atau di jalan serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan. Kereta adalah moda transportasi berkapasitas tinggi dengan beban gandar lebih besar dari 12 (dua belas) ton yang beroperasi di jalur khusus pada lahan bertingkat, struktur menggantung, di bawah permukaan tanah, atau di jalan, serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan. 24, Rekomendasi teknis adalah hasil penilaian terhadap pemenuhan aspek transportasi dalam pengembangan Kawasan TOD serta saran tindak lanjut yang diberikan kepada Pemohon Pengelola Kawasan TOD 25. Pengelola Kawasan TOD adalah badan usaha atau lembaga yang dibentuk/ditunjuk untuk mengelola kawasan TOD. 26. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengelola ‘Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. BAB II STRATEGI MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS, Pasal 2 (1) Pengembangan Kawasan TOD merupakan salah satu strategi dari pelaksanaan manajemen kebutuhan lalu lintas. (2) Pengembangan Kawasan TOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu upaya memtfasilitasi perencanaan terpadu antara tata ruang dan transportasi. (3) Pengembangan Kawasan TOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi dengan strategi-strategi manajemen kebutuhan lalu lintas, berupa strategi: a, mengendalikan lalu lintas di ruas jalan tertentu dan persimpangan; b, mempengaruhi penggunaan kendaraan pribadi; c. mendorong penggunaan kendaraan angkutan umum dan transportasi yang ramah lingkungan, serta memfasilitasi peralihan moda dari penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan kendaraan angkutan umum; dan d. mempengaruhi pola perjalanan masyarakat dengan berbagai pilihan yang efektif dalam konteks moda, lokasi/ruang, waktu, dan rute perjalanan. BAB III PRINSIP-PRINSIP TRANSPORTASI DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN TOD Pasal 3 (1) Prinsip-prinsip transportasi dalam pengembangan Kawasan TOD adalah: a. angkutan umum; b. keterhubungan/konektivitas; c. berjalan kaki; d. bersepeda; e. beralih moda. (2) Selain harus = memenuhi _prinsip-prinsip transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengembangan Kawasan TOD harus memenuhi prinsip-prinsip, TOD dalam _peraturan perundangan-undangan dibidang penataan ruang. 10 BAB IV ASPEK TRANSPORTASI DALAM PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN TOD Bagian Kesatu Aspek Transportasi Dalam Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan TOD Pasal 4 Aspek transportasi dalam _penyelenggaraan pengembangan Kawasan TOD adalah: a. aspek angkutan umum; b. aspek keterhubungan/konektivitas; c. aspek fasilitas pejalan kaki; d. aspek fasilitas khusus pesepeda; dan e. aspek peralihan moda. Bagian Kedua Aspek Angkutan Umum Pasal 5 Aspek angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a berupa ketersediaan SAUM dan angkutan umum lainnya yang terintegrasi dalam Kawasan TOD. Pasal 6 SAUM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus tersedia sekurang-kurangnya satu pelayanan SAUM dalam 1 (satu) kawasan TOD. ql Pasal 7 (1) Angkutan umum lainnya sebagaimana dimasud dalam Pasal 5 harus terintegrasi dengan pelayanan SAUM. (2) Angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria: a, jam operasi harus menyesuaikan dengan jam operasi SAUM; b. memenuhi standar pelayanan minimal angkutan umum yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Aspek Keterhubungan/Konektivitas Pasal 8 (1) Aspek keterhubungan/konektivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat berupa: a. penyediaan fasilitas integrasi; b. penyediaan akses. (2) Fasilitas integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan aksesibilitas yang tinggi, rute terpendek, langsung, terkoneksi dan terintegrasi di Kawasan TOD. (3) Penyediaan fasilitas integrasi_ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa fasilitas pejalan kaki, fasilitas khusus pesepeda dan/atau halte angkutan umum. (4) Penyediaan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dapat melayani pergerakan pejalan kaki dan pesepeda : a. dari luar ke dalam Kawasan TOD; 12 () (2) (1) (2) b. di dalam Kawasan TOD; dan c. dari dalam keluar Kawasan TOD. Pasal 9 Penyediaan fasilitas integrasi dan penyediaan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan tanggungjawab dari Pengelola Kawasan TOD dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas pertimbangan teknis tertentu penyediaan fasilitas integrasi dan penyediaan _akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah _ sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Aspek Fasilitas Pejalan Kaki Pasal 10 Aspek fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan penyediaan fasilitas pejalan kaki yang diperuntukkan secara khusus untuk pejalan kaki dan penyandang disabilitas. Selain peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pejalan kaki hanya dapat diperkenankan untuk pemanfaatan fungsi sosial dan ekologis yang berupa aktivitas bersepeda, interaksi sosial, kegiatan usaha kecil formal, aktivitas pameran di ruang terbuka, dan jalur hijau. 13 (3) Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa jalur pedestrian dan pedestrian plaza. Pasal 11 Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a.aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, keindahan, dan kemudahan; b. interaksi sosial bagi semua pejalan kaki termasuk penyandang disabilitas. Pasal 12 (1) Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dibangun pada: a. di permukaan tanah; b. di atas permukaan tanah; dan/atau c. di bawah permukaan tanah (2) Fasilitas pejalan kaki yang dibangun di permukaan tanah atau diatas permukaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dibuat dengan konsep terintegrasi yang nyaman dan aman pada permukaan tanah didukung dengan adanya jalur tata hijau dan zona peletakan perabot jalan dan fasilitas penunjang pada jalur pejalan kaki serta menghindari terjadinya konflik dengan fungsi sirkulasi lainnya. 14 (3) Fasilitas pejalan kaki yang dibangun dibawah permukaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui penerapan konsep terpadu yang terhubung dengan akses di stasiun/terminal —serta —_—smengintegrasikan konektivitas antar blok, antar kavling dan antar bangunan pada kawasan yang mempermudah pergerakan pejalan kaki menuju stasiun/terminal/halte SAUM. Bagian Kelima Aspek Fasilitas Khusus Pesepeda Pasal 13 (1) Aspek fasilitas khusus pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan penyediaan fasilitas khusus pesepeda, (2) Fasilitas khusus pesepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. Jalur/lajur sepeda; dan b. Parkir sepeda (3) Atas pertimbangan teknis tertentu, apabila tidak tersedia fasilitas khusus pesepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pesepeda dapat menggunakan fasilitas pejalan kaki. Pasal 14 Fasilitas khusus pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) harus mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, _kenyamanan, keindahan, dan kemudahan. 15 Pasal 15 Fasilitas khusus pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibangun di permukaan tanah, diatas permukaan tanah dan/atau dibawah permukaan tanah. Pasal 16 (1) Parkir sepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b ditempatkan sedekat mungkin pada: a. stasiun/terminal SAUM; b. halte; c. bangunan gedung; d. akses ke dalam gedung; (2) Parkir sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan lokasi yang mudah diakses, aman, dan nyaman. Bagian Keenam Aspek Peralihan Moda Pasal 17 (1) Aspek peralihan moda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan upaya peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan angkutan umum. (2) Upaya peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan angkutan umum_ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengaturan fasilitas parkir yang disediakan dalam Kawasan TOD. 16 Pasal 18 Pengaturan fasiltas parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berupa: a. Larangan parkir di ruang milik jalan. b. Pembatasan luas maksimum fasilitas parkir di luar ruang milik jalan. Pasal 19 (1) Pembatasan luas maksimal fasilitas parkir di luar ruang milik jalan sebagaimana dimaksud Pasal 18 huruf b harus memperhatikan daya dukung prasarana jalan yang tersedia dan skema manajemen kebutuhan alu lintas yang diterapkan pada kawasan tersebut. (2) Pembatasan luas maksimal fasilitas parkir di luar ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberlakukan bagi fasilitas parkir untuk kendaraan bermotor. Pasal 20 Persyaratan teknis dari aspek transportasi dalam penyelenggaran pengembangan Kawasan TOD tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. 17 ql) (2) (3) (4) (5) (6) BABV REKOMENDASI TEKNIS. Pasal 21 Untuk = memastikan pemenuhan _aspek transportasi dalam penyelenggaraan pengembangan Kawasan TOD Kota dan Kawasan TOD Sub Kota, Pengelola Kawasan /Pemohon TOD mengajukan permohonan rekomendasi teknis kepada Kepala Badan. Untuk = memastikan pemenuhan —_aspek transportasi dalam penyelenggaraan pengembangan Kawasan TOD Lingkungan, Pengelola Kawasan /Pemohon TOD mengajukan permohonan rekomendasi_teknis kepada Pemerintah Daerah setempat. Kepala Badan menerbitkan rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya dokumen teknis dari Pengelola Kawasan/Pemohon TOD dan dinyatakan lengkap. Kepala Badan menerbitkan rekomendasi teknis berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa. Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas pembangunan TOD Bagan alur penerbitan Rekomendasi_ Teknis tercantum dalam Lampiran Il yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. 18 a) (2) (3) () (2) Pasal 22 Permohonan rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) sekurang- kurangnya memuat: a. Surat Permohonan; b. Dokumen rencana tata ruang yang menunjukan penetapan kawasan TOD; c. Dokumen Teknis/Rencana Pengembangan Kawasan TOD. Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) terdiri dari: a. Surat rekomendasi teknis; b. Lampiran rekomendasi teknis. Contoh surat permohonan _sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan contoh — surat rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Ill yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. BAB VI PEMBINAAN Pasal 23 Pembinaan pelaksanaan pedoman teknis aspek transportasi dalam penyelenggaran kawasan TOD dilakukan oleh Kepala Badan. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan. 19 (3) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk sosiliasasi, bimbingan teknis, asistensi teknis, fasilitasi teknis, bantuan teknis, koordinasi antar stakeholder dan kunjungan lapangan. BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 24 Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan kawasan TOD dilaksanakan oleh Kepala Badan, Gubernur, Bupati dan Walikota di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2017 KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI ttd BAMBANG PRIHARTONO, Salinan sesuai dengan aslinya Penata Tk. I (III/d) NIP. 19731113 200502 1 002 20 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI. NOMOR : PR.377/AJ.208/BPTJ-2017 PERSYARATAN TEKNIS ASPEK TRANSPORTASI DALAM PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN TOD 1.1 Pendahuluan: Aspek-aspek transportasi dalam penyelenggaraan pengembangan Kawasan TOD meliputi: a. aspek angkutan umum; b. aspek keterhubungan/konektivitas; c. aspek fasilitas pejalan kaki; d. aspek fasilitas khusus pesepeda; dan e. aspek peralihan moda. 1.2 Aspek Keterhubungan/Konektivitas Aspek keterhubungan/Konektivitas diwujudakan dengan penyediaan fasilitas dan kemudahan pergerakan pejalan kaki dan/atau pesepeda dari luar ke dalam Kawasan TOD, di dalam Kawasan TOD, dan dari dalam keluar Kawasan TOD; Penyediaan fasilitas dan kemudahan dapat dilakukan di permukaan tanah, diatas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Khusus penyediaan fasilitas dan kemudahan yang berada di bawah permukaan tanah harus memperhatikan: a. aspek keamanan; b. aspek keselamatan; c. aspek kenyamanan; dan d. ketentuan teknis terkait peraturan tentang pemanfaatan ruang dalam bumi. 1.3 Aspek Angkutan Umum ‘SAUM: a. Jenis SAUM Jarak dekat | + Kereta + Kereta + Kereta (seperti (inner city) | (seperti MRT, | (seperti MRT, | kereta perkotaan) kereta kereta + Kereta Ringan; perkotaan) perkotaan) | BRT dalam kota * Kereta + Kereta * Moda lainnya Ringan; Ringan; * BRTdalam | BRT dalam kota kota * Moda lainnya | * Moda lainnya Jarak jauh [© Kereta * Kereta © Kereta (seperti (inter-city) (seperti (seperti kereta komuter) kereta api kereta api | ¢ Kereta Ringan; antar kota, antar kota, | ¢ BRT perkotaan; kereta cepat, kereta cepat, | Moda lainnya kereta kereta komuter) komuter) « Kereta « Kereta ——————— ingal « BRT . perkotaan; perkotaan; Bus antar « Bus antar kota; kota; * Moda * Moda lainnya. lainnya. b. Jam operasi| > 12 jam = 10 jam = 8 jam cc. frekwensi < Smenit <5 -15 menit 15 - 30 menit 2. Angkutan umum lainnya a. Jenis BRT BRT * Angkutan Kota Angkutan * Angkutan umum Permukiman lainnya (feeder Stasiun/Terminal) ’b. Jam operasi | Menyesuaikan | Menyesuaikan | Menyesuaikan jam jam operasional | jam operasional | operasional SAUM SAUM SAUM ©. Frekwensi|Menyesuaikan | Menyesuaikan | Menyesuaikan frekwensi frekwensi frekwensi SAUM SAUM SAUM Keterangan: *) Tipologi Kawasan TOD mengacu pada peraturan terkait Kawasan TOD yang diterbitkan oleh kementerian yang membidangi tata ruang. Stasiun/terminal/halte SAUM dan angkutan umum lainnya harus dapat diakses dengan berjalan kaki dengan jarak sedekat mungkin serta waktu yang singkat. 1.4 Aspek Fasilitas Pejalan Kaki Fasilitas pejalan kaki dapat berupa jalur pedestrian dan pedestrian plaza yang dibangun diatas permukaan tanah, diatas permukaan tanah maupun di bawah tanah. Jalur pedestrian adalah wadah atau ruang untuk memberikan pelayanan dan melakukan aktivitas bagi pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan termasuk didalamnya jalur darurat/jalur evakuasi. Pedestrian plaza adalah ruang sirkulasi pejalan kaki yang dirancang sekaligus sebagai plaza/ruang terbuka publik aktif linier dengan lebar ruang cukup signifikan, yang marnpu mewadahi berbagai aktivitas pengguna kawasan di sekitar area titik angkutan umum massal. Jalur pejalan kaki di bawah tanah merupakan jalur pejalan kaki yang terletak di ruang bawah tanah. Akses keluar-masuk jalur pejalan kaki di bawah tanah harus terhubung dengan jalur pejalan kaki di permukaan tanah. Jalur pejalan kaki di bawah tanah harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup untuk membantu jarak pandang, dan dilengkapi dengan tanda-tanda petunjuk, khusus untuk jalur evakuasi dilengkapi dengan fasilitas penunjang keselamatan lainnya. Jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah merupakan jalur pejalan kaki yang terletak di ruang atas permukaan tanah. Jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah tidak terputus dalam sistem jaringan pejalan kaki dan dimaksudkan untuk memudahkan dalam pergantian jalur yang berbeda. Jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup untuk membantu jarak pandang, terutama pada malam hari, dan dilengkapi dengan tanda-tanda petunjuk, khusus untuk jalur evakuasi dilengkapi dengan fasilitas penunjang keselamatan lainnya. Beberapa hal teknis yang penting dan harus diperhatikan dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki antara lain: a, melayani pejalan kaki untuk dapat mencapai simpul/halte angkutan umum lainnya dengan jarak maksimal 500 meter; b. tingkat kelandaian tidak melebihi dari 8% (1 banding 12); apabila kelandaian melebihi 8%, maka perlu dilengkapi dengan alat bantu untuk pergerakan pejalan kaki baik alat bantu secara non mekanis maupun secara mekanis; c. lebar minimum pejalan kaki harus disesuaikan dengan jumlah (volume) pejalan kaki pada suatu interval waktu pada jam puncak; pada kondisi volume pejalan kaki sangat rendah, maka lebar minimum fasilitas pejalan kaki adalah 2 (dua) meter. lebar jalur pejalan kaki dihitung dengan rumus: W=(P/35) +n Keterangan : - Wadalah lebar jalur pejalan kaki (meter) - P adalah volume pejalan kaki rencana (orang per menit per meter) yang dihitung pada periode jam puncak; - n adalah lebar tambahan (meter) untuk Kawasan TOD digunakan angka n = 1,0. d. fasilitas pejalan kaki yang disediakan sebagai penghubung antarbangunan baik dalam blok maupun antarblok atau dalam gedung maupun antar gedung. ¢. dapat diakses dengan baik oleh penyandang disabilitas; f, dilengkapi dengan penerangan yang membuat pejalan kaki merasa aman; g. pada jalur pedestrian yang berada di luar gedung, pada tempat-tempat tertentu, dilengkapi dengan peneduh atau tempat berteduh (dapat berbentuk pepohonan, arcade, kanofi dan lainnya); h. pada plaza pedestrian dilengkapi dengan fasilitas tempat duduk dengan tetap mengutamakan pergerakan pejalan kaki; i, tidak bersilangan dengan jalan/terlindungi dari lalu lintas kendaraan bermotor atau sekurang-kurangnya diberi fasilitas penyeberangan; j. pada jalur pedestrian terutama pada pedestrian plaza, dapat dilengkapi dengan kegiatan usaha kecil formal. k. ketentuan teknis terkait peraturan pejalan kaki sebagaimana diatur dalam pedoman fasilitas pejalan yang dikeluarkan oleh kementerian yang membidangi transportasi dan kementerian yang membidangi pekerjaan umum. 1.5 Aspek Fasilitas Khusus Pesepeda Beberapa hal teknis yang penting dan harus diperhatikan dalam penyediaan fasilitas khusus pesepeda antara lain: a. fasilitas khusus pesepeda disediakan dalam suatu jaringan bersepeda yang aman memberikan konektivitas dari setiap bangunan dari luar ke dalam Kawasan TOD, di dalam Kawasan TOD, dan dari dalam keluar Kawasan TOD. b. fasilitas khusus pesepeda dapat berupa jalur khusus sepeda, lajur khusus sepeda, parkir sepeda dan tempat penyimpanan sepeda. c, Pada tempat awal dan akhir tujuan bersepeda di dalam kawasan TOD harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan/parkir sepeda dengan jumlah yang mencukupi dan aman. d. pada stasiun/terminal/halte SAUM, fasilitas parkir sepeda ditempatkan di luar ruang sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan bermotor pada lokasi terdekat yang memungkinkan dari pintu masuk stasiun/terminal/halte SAUM. ¢. pada bangunan, fasilitas parkir sepeda ditempatkan di luar ruang sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan bermotor pada lokasi terdekat yang memungkinkan dari pintu masuk gedung; f, ketentuan teknis fasilitas khusus pesepeda harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pedoman fasilitas pesepeda yang dikeluarkan oleh kementerian yang membidangi transportasi. 1.6 Aspek Peralihan Moda/Pengaturan Fasilitas Parkir Perhitungan kebutuhan Satuan Ruang Parkir pada analisis dampak lalu lintas pembangunan di kawasan TOD mengacu pada tabel berikut: Parkir Hunian: Batasan parkir maksimum: a. berada di <0,5 SRP/unit_ | <0,7SRP/unit | <1 SRP/unit pusat kota hunian hunian hunian dan bukan simpul awal perjalanan b. berada di < 0,7 SRP/unit <1SRP/unit |< 1,5 SRP/unit pusat kota hunian hunian hunian dan merupakan simpul awal perjalanan c. berada diluar pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 0,9 SRP/unit hunian < 1,3 SRP/unit hunian < 1,7 SRP/unit hunian d. Berada di bukan pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan <1 SRP/unit hunian < 1,5 SRP/unit hunian <2 SRP/unit hunian IKeterangan : SRP = Satuan Ruang Parkir Parkir Hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Batasan parkir maksimum: ‘a. berada di pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 0,5 SRP R2/unit hunian < 0,7 SRP R2/unit hunian <1 SRP R2/unit hunian b. berada di pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan < 0,7 SRP R2/unit hunian <1 SRP R2/unit hunian < 1,5 SRP R2/unit hunian berada diluar pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 0,9 SRP R2/unit hunian < 1,3 SRP R2/unit hunian ik 1,7 SRP R2/unit hunian Berada di bukan pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan <1 SRP R2/unit hunian < 1,5 SRP R2/ unit hunian < 2 SRP R2/ unit hhunian Keterangan : SRP RQ = satuan ruang parkir untuk sepeda motor Parkir Retail/Kantor Batasan parkir maksimum: a. berada di pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 0,5 SRP /100 m2 < 1 SRP /100 m2 < 1,5 SRP/ 100 m2 berada di pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan < 0,7 SRP parkir/ 100 m2 < 1,5 SRP / 100 m2 < 2 SRP/100 m2 berada diluar pusat kota dan bukan simpul awal < 0,9 SRP /100 m2 < 1,7 SRP/100 m2 < 2,5 SRP /100 m2 perjalanan d. Berada di bukan pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan < 1 SRP/100 m2 < 2 SRP/100 m2 < 3 SRP/100 m2 Parkir Lantai Dasar Batasan parkir maksimum: a. berada di pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 5% Luas Kavling < 10% Luas Kavling < 15% Luas Kavling b. berada di pusat kota dan merupakan simpul awal perjalanan < 7% Luas Kavling < 12% Luas Kavling < 17% Luas Kavling c. berada bukan pusat kota dan bukan simpul awal perjalanan < 9% Luas Kavling < 14% Luas Kavling < 19% Luas Kavling 10 |. Berada di bukan pusat kota dan merupakan < 10% Luas < 15% Luas < 20% Luas simpul awal Kavling Kavling Kavling perjalanan Simpul awal perjalanan adalah awal pergerakan orang dari pusat kegiatan perkotaan (Pusat Kegiatan Lokal, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Nasional) dan/atau awal perjalananan minimal 1 (satu) SAUM Park and Ride 1. Park and Ride adalah tempat orang memarkirkan kendaraan untuk beralih ke SAUM. 2. Park and Ride dapat disediakan di kawasan TOD dengan tetap memprioritaskan terlebih dahulu penyediaan fasilitas pejalan kaki dan fasilitas khusus pesepeda serta penyediaan angkutan umum. 3. Park and Ride wajib berada di dalam bangunan gedung. KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI ttd, BAMBANG PRIHARTONO, Salinan sesuai dengan aslinya WS. ANIS IWAN SETIONO, SH, MH. Penata Tk. I (III/d) NIP. 19731113 200502 1 002 1 eee eee eerie LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASL. NOMOR : PR.377/AJ.208/BPTJ-2017 BAGAN ALUR PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TOD. :napan] DRERTUR Ty eps Baten feet rte jst een at «_|eceepnnn kgade fis Pegones feces nt [ic rngenee = [ier as Issnnents: pie apa Bara + ieetseie at ==) [econo epee Pena Kosa KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI ttd, Salinan sesuai dengan aslinya Hea AML TS she 9) NAS: ANIS IWAN SETIONO, SH, MH. Penata Tk. I (IlI/d) NIP. 19731113 200502 1 002 2 LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI. NOMOR : PR.377/AJ.208/BPTJ-2017 CONTOH-CONTOH SURAT 3.1 Contoh surat permohonan Rekomendasi Teknis. KOP SURAT PEMOHON Nomor Lampiran 3 Perihal : + Permohonan Rekomendasi Kepada Teknis Yth Kepala Badan Pengelola ‘Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi di- Jakarta . Memperhatikan Peraturan Kepala BPTJ tentang Pedoman Teknis Aspek Transportasi dalam Penyelenggaran Pengembangan Kawasan Berorientasi Angkutan Umum Massal (TOD) di wilayah Jabodetabek terlampir kami sampaikan permohonan Rekomendasi Teknis atas Usulan/Rencana Pembangunan Kawasan TOD 2. Mengalir dari butir 1 diatas, terlampir kami sampaikan: a. Dokumen rencana tata ruang yang menunjukan penetapan kawasan TOD; b. Dokumen Teknis/Rencana Pengembangan Kawasan TOD. 13 3. Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Hormat kami. PT. Direktur/Penanggungjawab Tembusan: 1. Ketua Bappeda..... 2. Kepala Dinas Perhubungan.. 3. Direktur Prasarana, BPTJ. 14 3.2 Contoh Surat Rekomendasi Teknis KOP SURAT BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BERKASI Rekomendasi Teknis Kepada era ar Yth Direktur Eee di - OOOOH 1. Memperhatikan surat PT. Nomor. tanggal... .. tentang ... secara prinsip kami sampaikan bahwa Dokumen Teknis Pembangunan TOD. . (telah/belum memenuhi) aspek transportasi dalam pengembangan TOD sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPTJ —Nomor PR.377/AJ.208/BPTJ-2017 tentang Pedoman Teknis Aspek Transportasi dalam Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan TOD. 2. Mengalir dari butir 1 diatas, beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti antara lain adalah (rincian terlampir): a. Aspek keterhubungan; b. Aspek fasilitas pejalan kaki c. Aspek fasilitas khusus pesepeda d. Aspek Angkutan Umum e. Aspek Peralihan Moda/Pengaturan Fasilitas Parkir 3. Demikian kami sampaikan, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kepala Badan Pengelola ‘Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, ‘Tangerang dan Bekasi XXXXXXXXXXXK Tembusan: 1. Kepala Bappeda. 2. Kepala Dinas Perhubungan KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI ttd, BAMBANG PRIHARTONO, Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA ANIS IWAN SETIONO, SH, MH. Penata Tk. I (III/d) NIP. 19731113 200502 1 002 16

Anda mungkin juga menyukai