Anda di halaman 1dari 9

Jurnal

Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2007; 28:387-395
Tinjauan Pustaka ISSN 0126/3773

Penyakit Jantung Koroner pada


“Chronic Kidney Disease”

Retna Dewayani

Pada populasi normal, proses aterosklerosis terjadi kematian kardiovaskular pada pasen-pasen dialisis jauh
selama puluhan tahun. Tetapi pada pasen-pasen usia lebih tinggi dari populasi normal. Bahkan pada pasen-
muda dengan gagal ginjal kronik (Chronic Kidney pasen dialisis kelompok usia yang lebih muda (25 -
Disease, CKD), telah ditemukan kelainan vaskular 34 tahun), risiko kematian kardiovaskular 500 kali
sebelum terjadi penyakit ginjal stadium lanjut (end stage lebih tinggi dari populasi normal, sementara pada
renal disease, ESRD). Komplikasi kardiovaskular ini kelompok usia 45 - 55 tahun mortalitas kardiovaskular
kemudian menjadi penyebab kematian utama pada lebih dari 50 kali dari populasi normal (gambar 1).1
pasen CKD. Maka timbullah pertanyaan: apakah Pasen-pasen dialisis dengan CVD memiliki
pasien uremi mengalami percepatan aterosklerosis? prognosis yang buruk: pada tahun kedua pasca infark,
Penelitian epidemiologi klinik melaporkan angka 73% pasien meninggal. Pada tahun ke 5, angka
mortalitas penyakit kardiovaskular meningkat 20 kali mortalitas mendekati 90%. Angka kematian kardiak
lebih banyak pada pasen dialisis, dibanding populasi 51,8% pada dua tahun dan 70% pada 5 tahun (gambar
normal; karena keterlibatan faktor risiko tradisional 2).2
(Framingham Risk Factors) dan faktor risiko terkait
uremia.

Epidemiologi
Morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular
meningkat pada pasen-pasen dengan CKD. Penyakit
kardiovaskular (Cardiovascular Disease, CVD)
merupakan penyebab kematian utama (44% dari
seluruh kematian) pada pasen-pasen dialisis. Angka

Alamat korespondensi: Gambar 1. Mortalitas CVD pada usia, ras dan gender pada
dr. Retna Dewayani populasi umum dan pada pasien dialisis. Mortalitas
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular kardiovaskular disebabkan aritmia, kardiomiopati, henti
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jantung, infark miokard, penyakit kardiovaskular dan udem
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pulmonal. (dikutip dari rujukan 1)

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 387


Jurnal Kardiologi Indonesia

Prevalensi penyakit kardiovaskular meningkat pada yang lebih awal, sebelum ESRD; yaitu upaya
semua pasen dengan CKD. Hipertrofi ventrikel kiri pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular.
(Left Ventricular Hypertrophy, LVH) meningkat sesuai
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
sebanyak 30% dari pasen-pasen ESRD telah disertai Faktor Risiko PJK Pada CKD
dengan penyakit jantung iskemi atau gagal jantung.
Pasen dengan penurunan laju filtrasi glomerulus lebih Ada dua macam faktor risiko pada pasen-pasen dengan
cenderung meninggal karena penyakit kardiovaskular CKD. Pertama faktor risiko tradisional, yaitu hipertensi,
daripada meninggal karena ESRD. Data ini men- merokok, diabetes, dislipidemia, LVH dan laki-laki.
dorong agar intervensi dilakukan pada stadium CKD Meskipun pasen-pasen dengan CKD biasanya memiliki
faktor risiko tradisional seperti diabetes, hipertensi dan
LVH, mereka juga terpapar pada faktor risiko kedua,
yaitu nontradisional yang berhubungan dengan uremia.
Faktor risiko ini meningkat sejalan dengan penurunan
fungsi ginjal, dan bertanggung jawab pada onset ataupun
progresifitas penyakit kardiovaskular: beban volume
dengan konsekuensi hipertensi, anemia, metabolisme
kalsium-fosfat, akumulasi toksin uremia (advanced
glycation end-products, asymmetric dimethyl arginine,
homocystein), dan proses inflamasi kronik (tabel 1).
Semua faktor risiko ini akhirnya berakibat pada
kegagalan ventrikel kiri karena hipertrofi miokard dan/
atau iskemi, yang berlanjut pada dilatasi jantung dan
kegagalan pompa jantung.3

Patoanatomi dan Patofisiologi


1. Aterosklerosis pada individu normal
Gambar 2. Perkiraan mortalitas kumulatif setelah infark
miokard akut pada pasien dialisis. (dikutip dari rujukan 2) Perubahan paling awal yang mendahului lesi ateros-
klerosis adalah disfungsi endotel. Perubahan-perubahan
Tabel 1. Faktor resiko kardiovaskular pada pasien-pasien dialisis ini adalah meningkatnya permeabilitas endotel terhadap
Faktor resiko tradisional Faktor resiko terkait uremia lipoprotein dan konstituen plasma, adesi lekosit, adesi
endotel dan migrasi lekosit ke dalam dinding arteri.
Gender laki Status mikroinflamasi (CRP)
Ketiga proses ini dibantu oleh mediator inflamasi seperti
Hipertensi Anemia
Diabetes mellitus Hipertrofi ventrikel kiri nitric oxide, prostasiklin, platelet-derived growth factor
Kenaikan kholesterol LDL Kelebihan (overload) garam dan air (PDGF), angiotensin II, endotelin, oxLDL, interleukin-
Penurunan kholesterol HDL Malnutrisi (hipoalbuminemia dan 8, PDGF, selectin, macrophage colony-stimulating factor
BMI rendah) dan osteopontin (gambar 3A).4
Kenaikan lipoprotein (a) Kenaikan stress oxidative Pembentukan fatty streak. Lesi pertama ateros-
Riwayat keluarga dengan Penurunan vascular compliance
klerosis, yaitu penumpukan lipoprotein dalam intima.
premature coronary heart (arteriosklerosis)
disease Hiperparatiroidisme sekunder Lipoprotein berikatan dengan matriks ekstraselular,
Rokok Hiperfosfatemia yaitu proteoglikan. Kemudian lipoprotein teroksidasi
Status pasca menopause dan mencetuskan respon inflamasi lokal. Lekosit
Hiperfibrinogenemia masuk setelah sebelumnya terjadi adesi lekosit pada
Hiperhomosistenemia endotel. Terjadi penumpukan monosit dan limfosit
Inaktivitas fisik pada fatty streak, monosit berdiferensiasi menjadi
Obesitas
makrofag dan memakan lipoprotein, kemudian
Diterjemahkan dari [3] menjadi foam cell (gambar 3B).5

388 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Dewayani R. Penyakit Jantung Koroner pada “Chronic Kidney Disease”

Terjadi migrasi sel otot polos kedalam intima, dan 2. Morfologi plak aterosklerosis pada pasien-
bersama matriks ekstraselular membentuk fibrous cap pasien CKD
yang melindungi lipid core yang berisi makrofag. Lama
kelamaan sel makrofag mati dan kandungan lipid Schwarz dkk. 6 menemukan perbedaan mencolok
masuk kedalam ruang ekstraselular (gambar 3C). antara morfologi plak koroner ketika membandingkan
pasen uremi dan kontrol. Pada pasen uremi terdapat
plak dengan tingkat kalsifikasi tinggi dan empat kali
A lebih sering ditemukan pada pasien uremi daripada
kontrol (gambar 4). Dari analisis sinar X, diketahui
bahwa pada plak yang terkalsifikasi mengandung kristal
hidroksiapatit dan kalsium-fosfat, tapi bukan kristal
kalsium oksalat. Ini mendukung kesimpulan dari
analisis 7096 pasien-pasien dialisis, bahwa hiper-
fosfatemia merupakan prediktor independen untuk
seluruh kematian dan terutama kematian yang
disebabkan oleh penyakit koroner.7 Beratnya kalsifikasi
pada plak juga menjelaskan mengapa sering terjadi
reoklusi setelah tindakan percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA).
Pada pasen ESRD, tunika media lebih tebal
B dibandingkan kontrol. Sebaliknya, ketebalan intima
dan luas plak tidak berbeda pada kedua kelompok
(gambar 5). Yang menarik adalah lumen pembuluh
lebih kecil pada pasen dengan ESRD. Ini menunjukan
bahwa, pada pasen uremi berbeda dengan kontrol,
pada populasi normal terjadi remodeling arteri koroner
yang konsentrik yaitu terjadi penebalan intima menuju
kedalam lumen, sehingga arteri koroner menyempit
dan aliran darah terganggu. Yang menyebabkan ruptur
plak koroner adalah angiogenesis pada lapisan

Gambar 3. Proses Atherosklerosis (dikutip dari rujukan 4)


A. Disfungsi endotel Gambar 4. Plak arteri koroner pada pasien uremik dengan
B. Pembentukan fatty streak kalsifikasi moderat. Pewarnaan Kossa; pembesaran 1:100.
C. Pembentukan fibrous cap (dikutip dari rujukan 6)

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 389


Jurnal Kardiologi Indonesia

adventisia arteri koroner, yang kemudian menyebabkan pasen-pasen dalam dialisis; tapi juga pada CKD yang
hematom intramural dan pecahnya fibrous cap. Tetapi belum menjalani dialisis dan bahkan pada pasen dengan
sampai saat ini belum diketahui bagaimana mekanisme serum kreatinin yang meningkat. Sehingga bisa
ruptur plak pada pasien uremi. disimpulkan bahwa, pasen-pasen uremia tidak hanya
Ruptur plak tidak berhubungan dengan besarnya terancam oleh plak koroner saja, tetapi juga oleh reaksi
plak yang dapat menyebabkan stenosis, tetapi abnormal jantung dalam menghadapi iskemi. Amann
berhubungan dengan kondisi plak yang lembut, dkk.9 melakukan studi eksperimental pada tikus uremi
mudah ruptur dan terinflamasi, yang disebut vulnerable dan non uremi yang dilakukan ligasi koroner, infark
plaque. Biasanya plak ini tidak membuat stenosis yang lebih luas terjadi pada tikus uremi dibandingkan kontrol.
signifikan sehingga sulit menentukan plak yang Toleransi iskemi jantung berkurang pada pasen
vulnerable hanya dari angiografi.8 uremi karena tiga hal: 1) Kelainan mikro-vaskular, 2)
Loree dkk.6 mengajukan konsep bahwa, terdapat kelainan metabolisme jantung dan 3) overaktivitas
peningkatan tekanan dinding /wall stress pada titik simpatis.
transisi dari plak yang terkalsifikasi ke endotel non- A. Kelainan mikrovaskular. Berkurangnya densitas
aterosklerotik disebelahnya. Zona transisi ini dapat panjang kapiler jantung pasen-pasen uremi
robek bila timbul vasokonstriksi paradoks. Endotel (gambar 6). Dengan kata lain, pertumbuhan
pada plak aterosklerosis sudah rusak, sehingga tidak kapiler tidak dapat mengejar pertumbuhan
memproduksi nitric-oxide yang berfungsi untuk dilatasi hipertrofi kardiomiosit (sel jantung). Karena tidak
arteri, hal ini menyebabkan vasodilatasi paradoks. Pada seimbangnya kardiomiosit dan kapiler, jarak yang
pasien uremi terdapat peningkatan aktivitas simpatis harus ditempuh oksigen untuk berdifusi dari
dan konsentrasi katekolamin. Baik vasokonstriksi lumen kapiler ke dalam kardiomiosit meningkat.
paradoks dan vasokonstriksi yang disebabkan oleh Hal ini menyebabkan hipoksia kardiomiosit bila
peningkatan katekolamin dapat menyebabkan ruptur suplai oksigen berkurang. Pada pasen uremi juga
plak. terjadi penebalan dinding pembuluh pasca koroner
dalam miokard akibat hiperplasi dan hipertrofi.
3. Toleransi Iskemi pada pasien CKD Hal ini menghambat vasodilatasi saat kebutuhan
oksigen meningkat, mekanisme ini dikenal sebagai
Pasen yang menjalani dialisis kronik dan mengalami ‘sindrom X’ pada pasen hipertensi non uremi.
infark miokard akut memiliki mortalitas yang tinggi.2 B. Gangguan metabolisme jantung. Pada tikus
Prognostik yang buruk ini tidak hanya terlihat pada uremia, uptake glukosa berkurang (gambar 7).9

Gambar 5. Potongan lintang arteri koroner pada kontrol


(A) dan pada pasen dengan ESRD (B). Perhatikan penebalan Gambar 6. Densitas panjang kapiler miokard pada pasen-
tunika media dan intima pada pasen ginjal. Pewarnaan pasen uremia, hipertensi dan normotensi. *P<0,001 vs pasen
Elastica-van-Gieson; pembesaran 1:200 [6] dengan hipertensi esensial dan normotensi [9].

390 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Dewayani R. Penyakit Jantung Koroner pada “Chronic Kidney Disease”

Kelainan ini dibarengi dengan berkurangnya 4. Percepatan aterosklerosis pada pasien


ekspresi insulin-sensitive Glut-4 transporter pada CKD
membran plasma kardiomiosit pada tikus uremi.
Mengapa ini penting? Dalam kondisi hipoksia, Pada otopsi pasen uremik banyak ditemukan lesi
jantung tidak dapat memproduksi ATP dengan aterosklerotik. Tingginya kekerapan lesi koroner maupun
oksidasi mitokondria. Sehingga ATP diproduksi kejadian koroner telah dibuktikan pada observasi klinis.
melalui glikolisis. Reaksi ini membutuhkan banyak Observasi yang dilakukan di Massachusetts14 atas 39 pasen
suplai glukosa, dan pada kardiomiosit yang uremik usia muda dengan ESRD yang akan dilakukan dialisis
terdapat kerusakan pada insulin-dependent glucose memperlihatkan bahwa, kalsifikasi arteri koroner telah
entry. Pada studi DIGAMI dikatakan bahwa, terjadi pada populasi ini. Pada penelitian lain15 yang
pemberian insulin dan glukosa sangat bermanfaat dilakukan di Heidelberg, terjadi lesi koroner lanjut pada
pada pasen diabetes yang mengalami infark pasien childhood-onset CKD. Tetapi apakah hal ini
miokard.10 Kebutuhan akan glukosa dan insulin merupakan percepatan aterogenesis ataukah ini disebabkan
pada infark tidak hanya terbatas pada pasen oleh tingginya faktor resiko pada pasien uremi?
diabetes. Laporan dari Belgia, tentang pemberian Amann dkk9 melakukan eksperimen dengan model
insulin pada pasen yang dirawat di ruang intensif tikus uremia, yaitu tikus dengan karakter terdapat stres
sangat bermanfaat, terutama pada mereka yang oksidatif dan terbentuknya end glycation end-product
menderita gagal ginjal akut. 11 (AGE) dan terjadi aterosklerosis spontan. Tikus-tikus
C. Aktivitas simpatik. Kemoreseptor dan baroreseptor ini dibagi dalam tiga kelompok dan dilakukan tiga
teraktivasi pada ginjal yang rusak, bahkan ketika perlakuan: (1) operasi sham, (2) uninefrektomi dan
GFR masih normal.12 Sinyal dari kedua reseptor (3) nefrektomi subtotal. Pada tikus yang dilakukan
berjalan ke hipotalamus di mana noradrenalin nefrektomi subtotal, terlihat plak pada aorta torakalis
meningkat, menyebabkan peningkatan lalulintas makin membesar. Ini membuktikan bahwa, pada
simpatik eferen dan meningkatkan tonus simpatis. keadaan uremik terjadi percepatan pertumbuhan plak.
Overaktivitas simpatik akan meningkatkan Plak yang terlihat setelah nefrektomi subtotal
inotropik dan kebutuhan oksigen. Overaktivitas mengandung foam cell. Plak tersebut mengandung lebih
simpatik tidak diinginkan pada pasen infark banyak nitrotirosin (suatu oksidatif stres), AGE reseptor
miokard dengan uremia,2 selain meningkatkan (RAGE), bukti adanya aktivasi sel endotel, osteopontin,
inotropik, peningkatan aktivitas simpatik juga kolagen IV dan lain-lain. Dan pada bagian lain dari
dapat menimbulkan aritmia. Sehingga disarankan intima aorta yang tidak terjadi aterosklerosis juga
pemberian carvedilol untuk menurunkan morbi- mengandung banyak nitrotiroisn, membuktikan adanya
ditas dan meningkatkan kinerja jantung pada nitroksidasi dari sel endotel. Hal ini membuktikan
pasien dialisis dengan gangguan fungsi jantung.13 adanya peran penting stres oksidatif dan nitric oxide pada
aterosklerotik yang terjadi pada pasen uremik.
Pada penelitian ini juga menarik dilihat bahwa,
terjadi percepatan pertumbuhan plak pada tikus yang
hanya dilakukan uninefrektomi (gambar 8). Disim-
pulkan bahwa, pertama, plak arterosklerotik tumbuh
lebih cepat pada kondisi uremia, dan kedua, proses
ini muncul sangat dini pada penyakit ginjal.
Pendapat ini juga didukung oleh Gradaus16 dkk
yang melakukan observasi angiografi pada pasen-pasen
ESRD. Pada 17 dari 26 pasen dialisis, pada angiografi
awal ditemukan penyempitan lumen > 50%. Pada
follow-up 12 – 60 bulan, pada 62% pasen terlihat
progresifitas PJK atau lesi baru. Bila dibandingkan
dengan populasi kontrol, yaitu pasen PJK yang tidak
Gambar 7. Insulin-mediated glucose uptake pada jantung dilakukan intervensi (angioplasti atau bedah pintas
tikus yang telah dilakukan nefrektomi subtotal (SNX) dan koroner), terbukti progresivitas PJK pada pasen ESRD
operasi sham (sham-op) [9] lebih cepat dibandingkan populasi kontrol.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 391


Jurnal Kardiologi Indonesia

Progresivitas PJK pada pasen ESRD dapat dijelaskan • Berinteraksi dengan sistem biologis dan membuat
sebagai berikut. Pada pasen ESRD dan CKD terjadi respons biologis
hipertrigliseridemia dan HDL kolesterol rendah.17,18 • Respons yang dihasilkan merugikan sistem
Selain itu terdapat peningkatan LP(a) dan hiper- biologis.
homosisteinemia, yang merupakan prediktor independen
untuk kejadian kardiovaskular. Pada pasen dengan dialisis Selain itu toksin uremi harus memenuhi kriteria
kronik juga terjadi peningkatan kadar plasma C-reactive sebagai berikut:
protein (CRP), yang merupakan prediktor mortalitas • Senyawa tersebut harus dapat diidentifikasi secara
kardiovaskular pada populasi umum. kimia, secara kuantitatif dan akurat dari cairan
tubuh
• Kadar senyawa tersebut dalam plasma harus lebih
Manifestasi Klinis, Diagnosis dan tinggi pada pasien uremik dari pasien non-uremik
Manajemen • Pada konsentrasi tinggi harus berhubungan dengan
gejala uremia yang berkurang atau hilang bila
1. Toksin uremia dan penyakit kardiovaskuler konsentrasinya dikurangi.
Berdasarkan karakteristik fisika-kimianya, toksin
Azotemia adalah kondisi dimana produk pembuangan uremia dapat dibagi menjadi: (i) kecil, senyawa larut
nitrogen tertahan karena insufisiensi ginjal.19 Uremia dalam air (<500 Da, urea prototipe); (ii) yang lebih
adalah sindrom klinis dan laboratorium yang men- besar disebut molekul sedang (>500Da, mikro-
cerminkan disfungsi seluruh sistem sebagai akibat dari globulin-b2 prototipe); dan (iii) solute yang terikat
CKD.19 Uremia adalah kondisi dimana insufisiensi ginjal dengan protein.21
sudah pada tahap lanjut ketika gangguan sistem
multiorgan menjadi kompleks dan bermanifestasi klinis. Kalsium-fosfat-hormon paratiroid
Kelainan yang terjadi disebabkan oleh retensi end product Hiperfosfatemia dan peningkatan produk kalsium-
dari metabolisme yang seharusnya diekskresikan dalam fosfat berperan dalam kalsifikasi vaskuler pada pasen-
urin. Toksin uremi adalah produk samping dari pasen uremia. Dengan menggunakan electron beam
metabolisme protein dan asam amino. Ada banyak sekali computed tomography (EBCT) terlihat adanya
zat dalam tubuh, sehingga toksin uremi harus hubungan antara hiperfosfatemia dan kalsium-fosfat
memenuhi kriteria toksikologi sebagai berikut20: dengan penumpukan kalsium di arteri koroner, katup
• Agen kimia atau biologi yang dapat membuat mitral dan aorta pada pasen ESRD.14 Hiperfosfatemia
respons. terjadi karena kegagalan ekskresi fosfat pada pasen
dengan penurunan fungsi ginjal. Biasanya baru terlihat
bila laju filtrasi glomerulus dibawah 25 mL/mnt.22
Hiperparatiroidisme sekunder biasa terjadi pada pasen
dialisis. Hiperfosfatemia menurunkan konsentrasi
kalsium terionisasi dengan cara berikatan langsung dengan
kalsium. Kadar fosfat yang tinggi merangsang proliferasi
sel paratiroid, sintesis dan sekresi hormon paratiroid
(PTH) secara langsung dan tidak langsung melalui
penurunan kalsitriol serum, penurunan kadar kalsium
yang terionisasi, dan penurunan resistensi otot terhadap
PTH (gambar 9).23 Tingginya PTH menyebabkan
osteitis fibrosa dan berkurangnya massa tulang karena
kalsium berikatan dengan fosfat. Kadar fosfat serum yang
melewati 5,5 mg/dL dan produk kalsium-fosfor lebih dari
55 mg2/dL2 meningkatkan mortalitas kardiovaskular.10
Gambar 8. Pengukuran secara kuantitatif plak aorta pada
tikus uremi (Apo (E) KO) dan kontrol setelah dilakukan Homosistein
operasi sham (sham-op), uninefrektomi (UNX), nefrektomi Homosistein (Hcy) adalah asam amino yang me-
(SNX). [9] ngandung sulfur, merupakan produk demetilasi

392 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Dewayani R. Penyakit Jantung Koroner pada “Chronic Kidney Disease”

metionin. Hiperhomosisteinemia dapat disebabkan monosit dengan induksi interleukin-6, tumor necrosis
oleh defisiensi vitamin B6, B12 atau asam folat. Pada factor-a (TNF-α), interferon-g. AGE dapat bereaksi
beberapa kepustakaan homosistein, dikatakan sebagai dan menghambat nitric oxide, faktor antiproliferatif
faktor resiko non tradisional untuk penyakit dan anti agregasi.
kardiovaskular dan meningkatkan mortalitas PJK.24,25 AGE meningkat pada gagal ginjal, diabetes dan
Kadar serum total Hcy pada pasen-pasen CKD proses penuaan, yang bertanggung jawab terhadap
meningkat dua sampai empat kali diatas normal. perusakan jaringan dan gangguan fungsional. Ekspresi
Hiperhomosisteinemia juga dikatakan sebagai faktor reseptor spesifik AGE (RAGE) meningkat pada pasien
risiko kardiovaskular utama pada ESRD. Hcy berperan dengan uremi moderat.
dalam aterosklerosis melalui empat cara, yaitu Konsentrasi serum AGE lebih tinggi pada pasen-
meningkatkan proliferasi sel otot polos pembuluh pasen ESRD dengan dialisis kronik tanpa diabetes dari
darah, merusak endotel arteri, mengganggu faktor pasen diabetes non uremi; pada populasi uremi, kadar
pembekuan dan oksidasi LDL . AGE tidak tergantung pada status glikemi.
Kadar Hcy dapat diturunkan dengan konsumsi asam
folat, vitamin B6, dan/atau vitamin B12. Untuk Asymmetric dimethylarginine (ADMA)
menurunkan Hcy pada pasen-pasen ESRD dibutuhkan ADMA adalah arginin analog yang berkompetinsi
dosis vitamin yang lebih tinggi daripada populasi normal. dengan L-arginin untuk menghambat produksi nitric
Tetapi sampai sejauh ini bukti klinis langsung akan oxide. Kadar ADMA meningkat pada CKD, dan
manfaat penurunan kadar Hcy pada uremia belum ada. ditemukan paling tinggi pada pasen-pasen ESRD. Pada
pasen uremi terdapat hubungan antara peningkatan
Advanced Glycation End Products (AGEs) kadar ADMA dan ketebalan intima arteri karotis.
AGEs merupakan hasil dari modifikasi ireversibel asam
amino, protein maupun peptida oleh karbohidrat dan Stres oksidatif dan penyakit kardiovaskular pada
metabolit lain. Pada diabetes senyawa ini merupakan CKD
akibat dari konsentrasi glukosa yang tinggi, pada Stres oksidatif muncul bila ada ketidak seimbangan
uremia sumber alternatif AGE berasal dari stres antara pembentukan ROS (reactive oxygen species) dan
oksidatif dan karbamoilasi.26 anti oksidan. ROS (seperti, peroksida hidrogen
AGEs menginduksi inflamasi pada penelitian in [H2O2], radikal bebas seperti superoksid [O2-], radikal
vitro. AGE menyebabkan reaksi inflamasi pada hidroksil [OH]) terus menerus dibentuk oleh tubuh
sebagai mekanisme pertahanan terhadap sel tumor dan
patogen. Untuk mengatasi efek toksik ROS, muncul
mekanisme pertahanan lain yang disebut antioksidan.
Vitamin E, vitamin C, selenium dan zinc merupakan
antioksidan non enzimatik, sedangkan superoxide
dismutase dan glutathione peroxidase adalah antioksidan
enzimatik. Oksidatif stres berperan dalam pem-
bentukan ateroma, karena mengoksidasi LDL menjadi
ox-LDL yang ditemukan dalam plak aterom.
Stres oksidatif meningkat pada pasen CKD dan
pasen-pasen dialisis. Peningkatan stres oksidatif lebih
nyata pada pasen-pasen dialisis dengan penyakit
kardiovaskular dari pada pasen-pasen dialisis tanpa
penyakit kardiovaskuler. Pada proses dialisis anti-
oksidan akan terbuang dan terbentuk ROS, karena
penggunaan dialiser yang tidar kompatibel.27

2. Penegakan Diagnosis PJK pada CKD

Metoda non invasif


Gambar 9. Efek samping hiperfosfatemia pada gagal ginjal [23]. Gejala angina pektoris pada pasen CKD seringkali

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 393


Jurnal Kardiologi Indonesia

mengacaukan diagnosis. 30 – 50% pasen DM yang Revaskularisasi


akan dilakukan inisiasi hemodialisa dan tidak memiliki Bedah pintas koroner. Mortaliti perioperatif pada
gejala iskemi ternyata pada screening angiografi pasien CKD sekitar 9%, tiga kali lebih tinggi dari
memiliki penyempitan koroner > 50%. Sebaliknya, populasi non CKD. Survival 5 tahun setelah
25% pasen ESRD yang mengeluh angina, pada dilakukan operasi 65%, lebih buruk dibandingkan
angiografi tidak terdapat stenosis koroner yang dengan populasi non uremik, yaitu 90%. Buruknya
bermakna, tetapi sebenarnya sudah ada kelainan prognosis pada pasien CKD disebabkan oleh kondisi
mikrovaskular. yang menyertai CKD: hipertrofi ventrikel kiri,
EKG tidak dapat digunakan untuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri, ketidak seimbangan elektrolit,
iskemi, karena biasanya pada pasen CKD sudah ada dan kalsifikasi koroner dan miokard.
perubahan EKG karena hipertrofi ventrikel kiri, Angioplasti (PTCA). Pada pasen CKD, angka
kelainan elektrolit atau perikarditis uremik. keberhasilan angioplasti lebih rendah dan komplikasi
Dipyridamole stress scintigraphy dan Dobutamine lebih besar. Ada beberapa faktor penyebabnya,
Stress Echo dapat digunakan sebagai metoda non invasif diantaranya adalah lesi lebih kompleks, lebih difus,
untuk skrining pasien PJK. kalsifikasi lebih berat dan diameter pembuluh lebih
kecil. Angka restenosis tinggi, mencapai 60%.
Angiografi koroner
Merupakan baku emas untuk diagnosis PJK. Pada gagal
ginjal, resiko periprosedural meningkat. Kontras yang Ringkasan
digunakan merupakan risiko tinggi terjadinya gagal
ginjal. Sebagai pencegahannya, sebelum dilakukan Morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler pada
prosedur sebaiknya dilakukan hidrasi. Pada pasien pasen-pasen dengan CKD sangat tinggi. Pada tinjauan
CKD, terutama pada pasien diabetes dan gagal pustaka ini telah diajukan bukti eksperimental tentang
jantung, dapat terjadi udem paru saat dilakukan terjadinya aterogenesis pada pasien gagal ginjal. Proses
ventrikulografi. Angiografi tidak dapat dilakukan ini sudah berlangsung sejak awal terjadinya kelainan
sebagai metode skrining, kateterisasi hanya dilakukan ginjal. Dengan demikian seharusnya pencegahan
pada pasen dengan risiko tinggi CAD dan bagi mereka aterosklerosis dapat dilakukan lebih dini.
yang akan dilakukan revaskularisasi. Selain faktor risiko tradisional untuk PJK, faktor
resiko baru yang berhubungan dengan uremia telah
3. Manajemen PJK pada CKD ditemukan, salah satunya adalah hiperfosfatemia.
Mediator-mediator inflamasi yang memegang peran
Terapi medik penting dalam proses aterosklerosis menjadi lebih aktif
Modifikasi faktor resiko secara lebih agresif (diabetes, dengan adanya toksin uremi, seperti homosistein,
hiperlipidemia, stop rokok, dsb) dengan cara AGEs dan ADMA. Stres oksidatif yang mengoksidasi
perubahan pola hidup, intervensi diet dan penggunaan LDL juga meningkat pada pasen gagal ginjal. Toksin
obat-obatan. Prinsip pengobatan pasien PJK dengan uremi dan stres oksidatif kini merupakan faktor risiko
CKD sama dengan pasien PJK tanpa CKD : pemberian non tradisional yang dapat diintervensi, namun masih
anti platelet (lebih disarankan tiklopidin atau dibutuhkan studi yang lebih besar untuk menilai
klopidogrel) dan beta bloker sebagai pengobatan pengaruh asupan suplemen terhadap morbiditas dan
standar. Bila terdapat gejala angina dapat diberikan mortalitas penyakit jantung.
kalsium antagonis atau nitrat. Kebanyakan obat-obatan Masalah besar yang dihadapi pasen gagal ginjal
ini tidak memerlukan penyesuaian dosis. Statin adalah toleransi jantung terhadap iskemi sangat rendah,
merupakan terapi pilihan untuk hiperkolesterolemia. karena telah terjadi kerusakan pada mikrovaskular,
Ada beberapa terapi spesifik pada pasien uremi, kegagalan adaptasi metabolik dan aktivitas simpatis
yaitu pembatasan asupan garam, penggunaan diuretik yang tinggi. Penegakan diagnosis PJK pada pasen CKD
dan dialisis untuk mengatasi hipervolemia. Koreksi menghadapi masalah cukup besar, karena selain gejala
anemia dengan target hematokrit 30 – 35%. Dan iskemi yang tidak jelas, metode invasif untuk
mengatasi hiperfosfatemia dengan restriksi asupan memastikan diagnostik menggunakan kontras yang
fosfat 1g/kg/hari dan konsumsi kalsium karbonat 13 berbahaya. Sehingga perlu dilakukan stratifikasi risiko
g perhari sebagai phosphate binder. pada pasen CKD pada PJK. Hanya pada yang berisiko

394 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Dewayani R. Penyakit Jantung Koroner pada “Chronic Kidney Disease”

tinggi saja dilakukan angiografi koroner. Pada risiko Transplant 2000; 15:1735-1738.
sedang dilakukan dobutamine stress echo atau 13. Cice G, Ferrara L, Di Benedetto A et al. Dilated cardiomyopathy
dypiridamole stress scintigraphy untuk menyingkirkan in dialysis patients – beneficial effects of carvedilol: a double-
PJK, namun bila hasilnya positif iskemi maka blind, placebo-controlled trial. J Am Coll Cardiol 2001;37: 407-
angiografi harus dilakukan untuk tindakan selanjutnya. 411.
Baik angioplasti maupun bedah pintas koroner 14. Goodman WG, Goldin J, Kuizon BD, Yoon C, Gales B, Sider
memiliki angka keberhasilan dan survival yang rendah. D, Wang Y, Chung J, Emerick A, Greaser L, Elashoff RM, Salusky
Untuk itu perlu dinilai manfaat-resiko yang lebih teliti IB. Coronary-artery calcification in young adults with ESRD
dalam menentukan tindakan pada pasien dengan CKD. who are undergoing dialysis. N Engl J Med 2000; 342:1478-83.
15. Oh J, Wunsch R, Turzer M et al. Advanced coronary and carotid
arteriopathy in young adults with childhood-onset chronic renal
Daftar Pustaka failure. Circulation 2002;106: 100-105.
16. Gradaus F, Ivens K, Peters AJ, Heering P, Schoebel FC, Grabenses
1. Levey AS, Eknoyan G. Cardiovascular disease in chronic renal B, Strauer BE. Angiographic progression of coronary artery
disease. Nephrol Dial Transplant 1999;14;828-833. disease in patients with end-stage renal disease. Nephrol Dial
2. Herzog CA, Ma JZ, Collins AJ: Poor long-term survival after Transplant 2001;16:1198-1202
acute myocardial infarction among patients on long-term 17. Oda H, Keane WF. Lipid abnormalities in end stage renal
dialysis. N Engl J Med 1998;339:799-805, disease. Nephrol Dial Transplant 1998; 13 Suppl 1:45-9
3. Locatelli F, Covic A, Chazot C, Leunissen K, Luno J, Yoqoob 18. Rajman I, Harper L, McPake D, Kendall MJ, Weeler DC. Low-
M. Hypertension and cardiovascular risk assessment in dialysis density lipoprotein subfraction profiles in chronic renal failure.
patients. Nephrol Dial Transplant 2004; 19: 1058 – 1068. Nephrol Dial Transplant 1998; 13:2281-7.
4. Ross R. Atherosclerosis – An Inflammatory Disease. N Engl J 19. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. In
Med 340:115, 1999. Harrison’s Principles of Internal Medicine 15th edition Editor: Eugene
5. Libby P. The Pathogenesis of Atherosclerosis. In Harrison’s Braunwald et al. McGraw-Hill: New York. (2001) 1414-1429.
Principles of Internal Medicine 15th edition Editor: Eugene 20. Vanholder R, Argiles A, Baurmeister U et.al. Uremic Toxicity:
Braunwald et al. McGraw-Hill: New York. 2001;1414-1429. present state of the art. Int J Artif Organs 2001;24:695-725.
6. Schwarz U, Buzello M, Ritz E et al. Morphology of coronary 21. VanHolder R, De Smet R. Pathophysiologic Effects of Uremic
atherosclerotic lesions in patients with end-stage renal failure. Retention Solutes. J Am Soc Nephrol, 1999; 10: 1815-1823.
Nephrol Dial Transplant 2000;15:218-223. 22. Pollak MR, Yu ASL. Clinical Disturbance of Calcium,
7. Block GA, Hulbert-Shearon TE, Levin NW, Port FK. Magnesium, and Phosphate Metabolism. Dalam Brenner &
Association of serum phosphorus and calcium x phosphate Rector’s The Kidney. Seventh edition. Editor : Barry M. Brenner.
product with mortality risk in chronic hemodialysis patients; a Saunders, The Curtis Center, Philadephia, 2004.
national study. Am J Kidney Dis 1998; 31:607-617. 23. Cozzolino M, Dusso AS, Slatopolsky E. Role of Calcium-Phosphate
8. Naghavi M, Libby P, Falk Erling, et al. From vulnerable plaque Product and Bone-Associated Protein on Vascular Calcification in
to vulnerable patient. A call for new definition and risk Renal Failure. J Am Soc Nephrol 2001;12: 2511-2516.
assessment strategies: Part I. Circulation. 2003;108:1664-1672. 24. Auer J, Berent R, Eber B. Homocysteine and Risk of
9. Amann K, Ritz C, Adamczak M, Ritz E. Why is coronary heart Cardiovascular Disease. J Clin Basic Cardiol 2001; 4: 261.
disease of ureaemic patients so frequent and so devastating? 25. Nygard O, Nordrehaug JE, Refsum H, et al. Plama Homocysteine
Nephrol Dial Transplant 2003; 18:631-640. levels and mortality in patients with coronary artery disease.
10. Malmberg K. Prospective randomized study of intensive insulin N Engl J Med 1997;337:230-6.
treatment on long term survival after acute myocardial infarction 26. Vanholder R, Glorieux G, Lameire N and for the European
in patients with diabetes mellitus. DIGAMI (Diabetes Mellitus, Uremic Toxin Work Group (EUTox). Uraemic toxins and
Insulin Glucose Infusion in Acute Myocardial Infarction) Study cardiovascular disease. Nephrol Dial Transplant 2003;18:463-466.
Group. BMJ 1997; 314: 1512-1515. 27. McMahon LP, Parfrey PS. Cardiovascular Aspects of Chronic
11. van den Berghe G, Wouters P, Weekers F et al. Intensive insulin Kidney Disease. Dalam Brenner & Rector’s The Kidney. Seventh
therapy in the critically ill patients N Engl J Med 2001;345: edition. Editor : Barry M. Brenner. Saunders, The Curtis Center,
1359-1367. Philadephia, 2004.
12. Rump LC, Amann K, Orth S, Ritz E. Sympathetic overactivity 28. Elsner D. How to diagnose and treat coronary artery disease in
in renal disease: a window to understand progression and the ureaemic patient: an update. Nephrol Dial Transplant 2001;
cardiovascular complication of uraemia? Nephrol Dial 16:1103-1108.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 395

Anda mungkin juga menyukai