Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia bukanlah suatu diagnosis namun merupakan gejala dari suatu


penyakit sehingga penting untuk mengetahui klasifikasi anemia agar memudahkan
mencari penyebabnya. Sebagian besar anemia ditemukan secara tidak sengaja pada
saat melakukan pemeriksaan rutin pada anak yang sehat atau pada keadaan sakit
berat. Secara umum anemia adalah penurunan kadar hemoglobin dibawah nilai
normal sesuai dengan umur.1
Dalam diagnosis anemia, harus ditentukan terlebih dahulu adanya anemia,
jenis anemia, etiologi atau penyakit yang mendasari anemia, dan menentukan ada
atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan2.
Salah satu penyakit yang mendasari terjadinya anemia adalah thalassemia.
Thalassemia merupakan kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Pembentukan hemoglobin yang tidak sempurna menyebabkan eritrosit juga tidak
terbentuk dengan sempurna, sehingga eritrosit mudah rusak atau berumur pendek,
yaitu kurang dari 120 hari2,3.
Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit
tersebut. Pengobatan utama penyakit ini adalah pemberian transfusi darah dengan
mempertahankan kadar hemoglobin diatas 10g/dl. Transfusi darah ini diberikan
seumur hidup, umumnya jarak antara dua seri transfusi darah berkisar antara 2-3
bulan.4
Data dari World Bank menunjukkan bahwa 7% dari populasi dunia
merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun sekitar 300.000-500.000 bayi
baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan 50.000 hingga 100.000
anak meninggal akibat thalassemia β, 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara
berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia,
yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi.

1
Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa
frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%4.
Berdasarkan gambaran masalah di atas, program pengelolaan penyakit
thalassemia selain memberikan pengobatan yang optimal pada pasien thalassemia
mayor sehingga tumbuh kembang menjadi baik, juga harus ditujukan kepada upaya
pencegahan lahirnya pasien thalassemia mayor, melalui skrining thalassemia
premarital terutama pada pasangan usia subur yang dapat dilanjutkan dengan
diagnosis pranatal.4

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

 IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. C
 No MR : 01 21 70
 Tanggal lahir : 19 Agustus 2012
 Usia masuk : 6 tahun, 6 bulan
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Pangkalan Batang
 Agama : Islam
 Suku : Melayu
 Nama Orangtua
 Ayah : Tn. H, 31 tahun
 Ibu : Ny. A, 28 tahun
 Tanggal masuk RS : 31 Desember 2018
 Tanggal periksa : 01 Januari 2018
 Tanggal pulang : 01 Januari 2018
 Status pulang : Pulang hidup

 ANAMNESIS
Tanggal : 01 Januari 2018
Diberikan oleh : Ayah kandung (Alloanamnesis)

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Keluhan utama : Pucat
 Keluhan tambahan : Lemas

3
 Riwayat perjalanan penyakit :
± 5 tahun yang lalu, pasien mengalami demam yang dirasakan lebih
kurang 2 minggu, batuk dan pilek, orang tua sudah membawa pasien berobat
beberapa kali tapi keluhan pasien tidak juga berkurang. Selain itu pasien juga
mengalami pucat dan lemas yang dirasakan sejak ± 1 bulan, mual (-), muntah
(-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri kepala (-), muntah hitam (-), bintik-
bintik berwarna merah di tangan, kaki, dan punggung (-), lebam pada badan (-
), nyeri sendi atau tulang (-), nafsu makan menurun (-), nyeri perut (-), perut
membesar (-), sesak (-), kuning (-), benjolan di ketiak, lipat paha, leher (-),
keluar cacing saat BAB (-), riwayat terasa gatal di sekitar dubur (-), riwayat
sering tidak menggunakan alas kaki di tanah (-), trauma (-), BAK biasa, BAB
cair (-), BAB berdarah (-), dan BAB hitam (-). Setelah beberapa kali berobat
lalu keluarga membawa pasien berobat ke RS di Pekanbaru, lalu dilakukan
pemeriksaan dan pengambilan sampel darah, dan dikatakan pasien mengalami
talassemia. Lalu pasien disarankan untuk transfusi darah setiap bulan selama
±1 tahun di RS pekanbaru, dan untuk transfusi darah selanjutkan di RSUD
Bengkalis.
1 hari SMRS, saat kontrol ke RSUD Bengkalis, anak tampak pucat
kembali, penurunan nafsu makan dan lemas, demam (-),batuk (-), pilek (-),
mual (-), muntah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri kepala (-), muntah
hitam (-), bintik-bintik berwarna merah di tangan, kaki, dan punggung (-),
lebam pada badan (-), nyeri sendi atau tulang (-), nafsu makan menurun (-),
nyeri perut (-), perut membesar (-), sesak (-), kuning (-), benjolan di ketiak,
lipat paha, leher (-), keluar cacing saat BAB (-), riwayat terasa gatal di sekitar
dubur (-), riwayat sering tidak menggunakan alas kaki di tanah (-), trauma (-),
BAK biasa, BAB cair (-), BAB berdarah (-), dan BAB hitam (-). Orang tua
penderita mengatakan anaknya setiap bulan melakukan transfusi di RSUD
Bengkalis.

4
 RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
 Masa kehamilan : aterm
 Partus : spontan
 Ditolong oleh : bidan
 Tanggal : 19 Agustus 2012
 BB : 2400 gram
 PB : 46 cm
 Lingkar Kepala : lupa

 Riwayat Makanan
 ASI : sejak usia 0-18 bulan
 Susu botol : sejak usia 18 bulan
 Bubur susu : sejak usia 6 bulan
 Nasi tim/lembek : sejak usia 8 bulan
 Makanan dewasa : sejak usia 12 bulan

 Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 √ setelah anak lahir
BCG √ (usia lupa)
DPT 1 √ (usia lupa) DPT 2 √(usia lupa) DPT 3 √ (usia lupa)
Hepatitis B 1 √ (usia lupa) Hepatitis B 2 √(usia lupa) Hepatitis B √ (usia lupa)
3
Hib 1 √ (usia lupa) Hib 2 √(usia lupa) Hib 3 √ (usia lupa)
Polio 1 √ (usia lupa) Polio 2 √(usia lupa) Polio 3 √ (usia lupa)
Campak √ (usia lupa) Polio 4 √ (usia lupa)
Kesan : imunisasi dasar lengkap

5
 Riwayat Keluarga
Ibu Ayah
Perkawinan Pertama Pertama
Umur 28 tahun 31 tahun
Pendidikan Tamat SMA Tamat SMA
Pekerjaan IRT Petani
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

 Riwayat Perkembangan
 Menegakkan kepala : 3 bulan
 Berbalik : 4 bulan
 Merangkak : 7 bulan
 Duduk : 8 bulan
 Berdiri : 12 bulan
 Berjalan : 14 bulan
 Berbicara : 18 bulan
 Sekarang: anak dapat bermain atau bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar
Kesan : perkembangan sebelum anak sakit dan saat anak sakit dalam
batas normal

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat pucat sebelumnya (+)
 Riwayat transfusi sebelumnya (+)
 Riwayat mengalami demam dan atau batuk pilek dan atau sakit
tenggorokan setiap bulan (-)
 Riwayat tinggal didekat pabrik/bengkel (-)
 Riwayat terkena radiasi (-)

6
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan pucat tidak diketahui oleh orang tua
pasien

 PEMERIKSAAN FISIK (1 Januari 2018)


 Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 16 kg
PB : 115 cm
Status gizi
BB/U : 16/20 x 100% = 80% (gizi kurang)
PB/U : 115/115 x 100%= 100% (tinggi baik)
BB/PB : 16/20 x 100%= (gizi kurang)
Kesan: status gizi kurang
Suhu : 36,5oC
Respirasi : 24 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Kulit : ptekie (-), ekimosis (-), purpura (-), hematom (-),
hiperpigmentasi (-), turgor kulit baik

 Pemeriksaan Fisik Khusus

KEPALA :
Wajah/muka : facies cooley (-)
Mata : edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-),
refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, ᴓ 3mm.
Mulut : kelainan kongenital (-), bibir sianosis (-), cheilitis (-),
stomatitis (-),
Gigi : gigi geligi lengkap, karies (-)

7
Lidah : glossitis (-),stomatitis angularis (-), papil atropi (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)

LEHER
Inspeksi : tidak tampak massa
Palpasi : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

AXILLA
Tidak teraba massa, nyeri tekan (-)

THORAX
PARU
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), vokal fremitus normal, kanan
sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di RIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR 90×/mnt, bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-),
gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : cembung, scar (-), massa (-), luka (-), pelebaran pembuluh
darah (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costa dan lien tidak teraba

8
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk : normal, koilonikia (-)
Deformitas : tidak ada
Edema : tidak ada
Trofi : tidak ada
Pergerakan : aktif
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Akral : telapak tangan dan kaki pucat, hangat (-), CRT <3”

Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur/krepitasi: tidak ada
Edema : tidak ada

INGUINAL
Hernia (-), lesi (-)
Pembesaran Kelenjar getah bening (-)

GENITALIA

Perempuan
Labia Mayora menutupi labia minora
Vagina : dalam batas normal

9
Pemeriksaan Neurologis

 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Kiri Lengan Lengan Kiri
Kanan Kanan
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah (31 desember 2019) saat terakhir masuk
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin(Hb) 8,0 g/dL 12-16 g/dL

Pemeriksaan darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Golongan darah B+
Hemoglobin 6,1 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 10,6 rb/mm3 4-11 rb/mm3
Trombosit 354 rb/mm3 150-400 rb/mm3
Hematokrit 21,4 % 37-43%
Diff count
- Basofil 4 0-1%
- Eosinofil 0 1-3%
- Staf 0 2-6%
- Segment 4 50-70%
- Limfosit 42 20-40%
- Monosit 48 2-8%

10
Eritrosit 6 jt/mm3 4,5-5,5 jt/mm3
MCV 59,1fl 82-92 fl
MCH 16,9 27-31pg
MCHC 28,5% 32-37%
C-React Protein 1,5 Negatif
Gambaran darah tepi:
Eritrosit:
- Anisopoikilositosis hipokrom mikrositik
- Target cell (+)
- Sperosit (+)
- Fragmented cell (+)
- Normoblas (+)
Leukosit dan trombosit: kesan jumlah dan morfologi dalam batas normal
Kesan: Gambaran hemolitik (Thalassemia)

Pemeriksaan urinalisa
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Protein Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Sedimen
Eritrosit 1-2 0-2/lpb
Leukosit 5-8 0-5/lpb
Epithel Negatif Negatif/positi
Bakteri Negatif Negatif
Sel ragi Negatif Negatif
Cylinder Negatif Negatif
Cristal Negatif Negatif

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hgb A2 6.2 1.5-3.0
Hgb F 91.6 0.0-2.0
Hgb A 2.3 95.0-98.0

11
Kesan: Thalasemia Beta

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Ferritin >1200 ng/ml L: 70-435
P: 10-160
Menopause: 25-280

 RESUME
An. C, perempuan usia 6 tahun 6 bulan datang dengan keluhan pucat, lemas dan
demam. Keluhan pucat sudah sejak pasien usia 6 bulan dan sudah dilakukan
transfusi setiap bulan di RSUD Bengkalis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, konjungtiva anemis, dan hepatomegali.
Status gizi pasien dalam kategori kurang gizi. Dan dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil Hb 8 g/dL saat terakhir masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan
laboratorium gambaran darah tepi sebelumnya didapatkan hasil gambaran
hemolitik (thalassemia), dan pada pemeriksaan Hgb A2 dan Hgb terjadi
peningkatan dan Hgb A terjadi penurunan, dan hasil kadar ferritin meningkat
yaitu >1200 ng/ml.
 DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Penyakit Kronik
 DIAGNOSIS KERJA
Thalassemia β mayor

 TATALAKSANA
 Terapi

 Transfusi PRC 250 cc, kebutuhan Hb : (12-8) mg/dl x 4 x 18 kg = 256 cc

 Asam Folat 1x400 mg tab / PO

 Vitamin C 1x100 mg tab / PO

12
 Exjade (deferasirox) 2x500 mg tab / PO

 Inj Furosemid 10 mg pertengahan transfusi/ IV

 Edukasi
- Penjelasan dan informasi mengenai penyakit thalassemia yang
diderita.
- Pengetahuan mengenai tanda-tanda pucat pada anak sehingga orang
tua langsung membawa anaknya ke rumah sakit.
- Perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan mengecek seluruh
keluarga. Bila ditemukan pembawa sifat, dilakukan konseling
sebelum pernikahan. Dilakukan konseling saat akan mempunyai anak
untuk mencegah anak yang lahir dengan thalassemia.
- Perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi, seperti ISPA, karena
anak rentan terinfeksi.
- Menganjurkan dan mengajari ibu untuk tetap menjaga keseimbangan
nutrisi anak dengan cara memberi makanan yang sehat dan bergizi
dan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak ke puskesmas
atau rumah sakit terdekat.

 PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad Bonam dengan transfusi PRC secara teratur
Qua ad functionam : Dubia ad Bonam
Qua ad sanationam : Dubia ad Malam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANEMIA

2.1.1 Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau


jumlah sel darah merah perkubik milliliter. Disebut anemia bila kadarnya kurang dari
2 standar deviasi dibawah rata-rata menurut umur dan jenis kelamin populasi
normal.(5, 6)

Tabel 1: Nilai rata-rata normal dan nilai terendah dari hemoglobin, hematokrit dan
volume eritrosit rata-rata (MCV) menurut umur dan jenis kelamin.(5)
Umur Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (µm3)
(tahun)
Mean Lower Mean Lower Mean Lower
0,5-1,9 12,5 11,0 37 33 77 70
2-4 12.5 11,0 38 34 79 73
5-7 13,0 11,5 39 35 81 75
12-14
Pria 13,5 12,0 41 36 85 78
Wanita 14,0 12,5 46 37 84 77
15-17
Pria 14,0 12,0 41 36 87 79
Wanita 15,0 13,0 46 38 86 78
18-49
Pria 14,0 12,0 42 37 90 80
Wanita 16,0 14,0 47 40 90 80
Sumber: Brugnara C, Oski FA, Nathan DG. Diagnostc approach to the anemic
patient.Dalam Nathan dan Oski’s Hematology of Infancy and Childhood. 7th ed.
Philadelphia: Saunders; 2009

14
Tabel 2: Kriteria anemia menurut WHO 20111,7
Usia Hemoglobin (g/dl)
6 bulan- <5 tahun <11
≥5 tahun-14 tahun <12
Dewasa lelaki <13
Dewasa perempuan (tidak hamil) <12
Dewasa perempuan (hamil) <11

2.1.2 Klasifikasi Anemia

Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan


berdasarkan etiologinya.6,7
Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi menjadi tiga yaitu:
Tabel 3. Anemia berdasarkan morfologi 1,6
Mikrositik Normositik Makrositik
Defisiensi besi Anemia hemolitik kongenital Sumsum tulang megaloblastik
Thalasemia a. Hemoglobin mutan a. Defisiensi vitamin B12
Keracunan timbal kronis b. Defek enzim eritrosit b. Defisiensi asam folat
Anemia sideroblastik c. Gangguan pada membrane Tanpa sumsum tulang
Inflamasi kronis eritrosit megaloblastik
Anemia hemolitik didapat a. Anemia aplastik
a. Autoimun b. Hipotiroid
b. Anemia hemolitik c. Diamond Blackfan
mikroangiopatik Syndrome
c. Sekunder oleh infeksi akut d. Penyakit hati
Kehilangan darah akut e. Infiltrasi sumsum tulang
f. Anemia diseritopoietik

Pada klasifikasi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi tiga yaitu:7

a. Gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang karena kekurangan


bahan esensial pembentuk eritrosit, termasuk anemia defisiensi besi (ADB),
asam folat dan defisiensi B12.
b. Gangguan penggunakan besi (utilisasi): anemia penyakit kronis
c. Anemia akibat kerusakan sumsum tulang: anemia aplastik, anemia akibat
keganasan dan lain sebagainya.

15
Tabel 4. Klasifikasi anemia berdasarkan MCV dan RDW 8,9

2.1.3 Kriteria Diagnostik Anemia

1. Anamnesis

Anamnesis yang baik sangat diperlukan karena pada sebagian besar anak
dengan anemia hanya sedikit yang menunjukkan gejala klinis. Beberapa pertanyaan
yang perlu diajukan sebagai berikut: 1,7

a. Pucat
Sebaiknya ditanyakan sudah berapa lama keadaan ini berlangsung
(akut/kronik). Gejala pucat baru akan timbul jika kadar hemoglobin <7 g/dl
atau kadar hematokrit <25% vol%. jika pucat baru saja terjadi pikirkan
kemungkinan terjadinya anemia aplastik, leukemia akut, anemia hemolitik
akut, tetapi jika pucatnya sudah berlangsung lama dapat dipikirkan
kemungkinan penyakit ADB, thalesemia, anemia hemolitik autoimun (AIHA),

16
bahkan mungkin malaria yang tentunya perlu ditanyakan kemungkinan
berpergian ke daerah endemis malaria.
b. Infeksi
Penyakit infeksi seperti hepatitis, infeksi akut lain yang berat atau
infeksi kronik/berulang dapat menimbulkan ADB, anemia aplastik, anemia
hemolitik, dan aplasia sel darah merah. Diare yang berlangsung lama juga
dapat menyebabkan gangguan absorpsi besi, asam folat, vitamin B12.Diare
yang kadang disertai dengan adanya perdarahan yang tersamar (occult blood
loss) yang juga sering ditemukan pada infestasi parasit (cacing tambang,
amuba, trichuris trichiura) sehingga dapat menyebabkan ADB.
c. Usia
Dinegara maju anemia akibat defisiensi nutrisi pada bayi cukup bulan
dibawah 6 bulan jarang terjadi, tetapi dinegara seperti Indonesia hal ini perlu
dipikirkan/menjadi perhatian khusus.Penelitian di Banjar Baru 38,8% bayi <6
bulan menderita ADB. Riwayat prematuritas, gemeli atau dismaturitas
merupakan predisposisi terjadinya ADB. Selain karena gangguan nutrisi,
anemia pada bayi usia 36 bulan dapat juga disebabkan karena kelainan sintesis
hemoglobin seperti thalassemia.
d. Jenis kelamin, suku bangsa dan riwayat keluarga
Pikirkan kelainan X-linked disorder pada anak laki-laki (defisiensi
enzim G6PD, hemophilia, pyruvate kinase). Tingginya angka pembawa sifat
thalassemia pada suku di Indonesia pada anamnesis tanyakan kemungkinan
riwayat transfusi atau penyakit yang sama didalam keluarga.
e. Pencetus (obat, bahan kimia, radiasi)
Radiasi bahan kimia seperti benzan, orgonofosfat, obat-obatan berupa
golongan oksidatif kuat, fenitoin dapat menimbulkan anemia hemolitik,
anemia aplastik, leukemia dan sebagainya.Hal terpenting menanyakan daerah
tempat tinggal yang dapat merupakan salah satu penyebab anemia aplastic
misalnya berdekatan dengan bengkel, daerah industri seperti pabrik cat,
daerah pertanian dan sebagainya.Pemakaian obat-obatan golongan sulfa atau

17
golongan kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis akut pada individu
dengan defisiensi enzim G6PD.
f. Makanan
Pada anamnesis perlu ditanyakan jenis-jenis makanan yang
dikonsumsi, pola makannya, karena selain ketidakmampuan orang tua
menyajikan makanan, ketidaktahuan merupakan penyebab timbulnya anemia
nutrisional. Banyak orang tua sekarang yang memberikan susu formula
melebihi 24 oz (720 mL/hari) untuk anak diatas 1 tahun, sehingga kadar
kalsium yang tinggi dalam susu sapi akan menghambat absorpsi Fe yang
berasal dari makanan. Minuman seperti teh, kopi, makanan sereal yang
berlebihan (banyak mengandung phytat) juga dapat menyebabkan gangguan
absorpsi zat Fe.
g. Gangguan neuromuskular, nyeri sendi, atau nyeri tulang
Sakit kepala, vertigo, tinnitus, gangguan konsentrasi, pusing dan cepat
lelah merupakan gejala yang sering ditemukan pada anemia berat.Anemia
yang disertai nyeri sendi atau tulang yang sulit dideskripsikan letaknya dapat
merupakan suatu tanda infiltrasi sel leukemia pada tulang. Demikian halnya
disertai gangguan neurologi yang tiba-tiba seperti kelumpuhan, inkontinensia
urin atau alvi, perlu dipikirkan kemungkinan tekanan dari neurobalstoma
pada medullaspinalis
h. Perdarahan
Pada anak perempuan yang baru saja menstruasi perlu ditanyakan
riwayat menstruasi yang tidak teratur dan berlebihan (menometroragia),
karena sering menjadi penyebab utama defisiensi besi pada remaja wanita.Jika
anemia disertai dengan riwayat perdarahan berupa ptekie, ekimosis, atau
hematom, pada sendi (hemarthosis) atau saluran cerna, selain anemia dapat
terjadi akibat perdarahan itu sendiri pikirkan juga kemungkinan penyakit
dasarnya misalnya anemia aplastik, leukemia akut, hemophilia, ITP. Pada
bayi dengan alergi susu sapi, sering ditemukan perdarahan segar peranum
(hematoshezia).

18
2. Pemeriksaan Fisik

Tabel 5. Pemeriksaan fisik pada pasien anemia5,6

Tabel 6. Tanda atau gejala pada pemeriksaan fisik dihubungkan dengan jenis penyakit1

Penyakit Pucat/anemia Perdarahan Organomegali


Anemia defisiensi + - -
Anemia hemolitik akut + - -
Anemia aplastik + - -
ITP -/+ + -
Anemia pasca perdarahan +/++ + _
Anemia hemolitik kronik + -/+ +
Leukimia akut + + -/+
Talasemia with hipersplenisme + + +
Hemosiderosis hati + + +
Metastasis tumor + -/+ -/+
Penyakit infeksi kronis + -/+ -/+

19
Gambar 1: Algoritma Pucat pada Anak

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana dan wajib dikerjakan


adalah: 1,7
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit
dan hitung jenis leukosit, retikulosit
b. Pemeriksaan indeks eritrosit: mean corpuscular volume (MCV), mean
corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC), red cells distribution width (RDW)
c. Gambaran apusan darah tepi dapat menunjukan adanya gambaran hipokrom,
mirositik, makrositik, normositik atau menunjukkan adanya bentuk abnormal
yang spesifik seperti pensil, sferositosis, sel target, sel sabit atau sel
blas/patologis.

20
3.1 THALASSEMIA
3.1.1 Definisi Thalassemia
Thalassemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah
Laut Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limfa setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya10.
Thalassemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari
orangtua kepada anaknya dimana terjadi kelaian sintesis hemoglobin yang heterogen
akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Hemoglobin pada manusia normal terdiri
dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yang meliputi HbA (α2β2 = 97%), sebagian
lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) sisanya HbF (α2ƴ2 = 0,5%)10.

3.1.2 Epidemiologi
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-
400 ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di
Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2003
terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di pusat thalassemia
departemen anak FKUI-RSCM, yang terdiri dari 52,5% pasien thalassemia
β homozigot, 46,2% pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-
80 pasien baru datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah
satu penyakit turunan yang terbanyak dan terdapat di seluruh negara di dunia
termasuk Indonesia3.

21
3.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan molekuler, thalassemia diklasifikasikan menjadi 2 yaitu thalassemia alfa
dan thalassemia beta.4,10
1. Thalassemia Alfa
Thalassemia disebabkan oleh mutasi pada satu atau dua rantai globin alfa yang
ada. Thalassemia terdiri dari:
a. Silent Carrier State
b. Alfa Thalassemia Trait
c. Hb H Disease
d. Alfa Thalassemia Mayor

2. Thalassemia Beta
Thalassemia disebabkan oleh mutasi pada satu atau dua rantai globin beta yang
ada. Thalassemia terdiri dari:
a. Thalassemia Minor/Trait
Thalassemia jenis ini memiliki genotip berupa heterozigot thalassemia ,
seringkali disebut sebagai thalassemia minor. Fenotip kelainan ini secara
klinis tidak memberikan gejala.
b. Thalassemia Intermedia
Kondisi ini menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia mayor dan
thalassemia minor. Penderita secara klinis dapat asimtomatik, namun
terkadang memerlukan transfusi darah yang umumnya tidak bertujuan untuk
mempertahankan hidup.
c. Thalassemia Mayor
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai globin. Penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup dan memerlukan transfusi darah yang rutin demi
kelangsungan hidupnya.

22
3.1.4 Patofisiologi

Gambar: Patofisiologi Thalassemia Beta4


3.1.5 Diagnosis4
Thalassemia yang bergantung pada transfusi adalah pasien yang
membutuhkan transfusi secara teratur seumur hidup. Diagnosis thalassemia
ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
laboratorium. Manifestasi klinis thalassemia mayor umumnya sudah dapat dijumpai
sejak usia 6 bulan.
1. Anamnesis :
a. Pucat kronik; usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan.

b. Pada thalassemia β/HbE usia awitan pucat umumnya didapatkan pada usia
yang lebih tua.

b. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan


transfusi berkala.

c. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.

d. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.

e. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras
Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling

23
banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar
8%.

f. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
pada anak dengan thalassemia yang bergantung transfusi adalah pucat, sklera
ikterik, facies Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata
melebar, maksila hipertrofi, maloklusi gigi), hepatosplenomegali, gagal
tumbuh, gizi kurang, perawakan pendek, pubertas terlambat, dan
hiperpigmentasi kulit.4

3. Laboratorium
a. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan
transfusi berkala.

b. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.

c. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.

d. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras
Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling
banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar
8%.

e. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.4

24
Algoritma: Alur Diagnosis Thalassemia

25
Bila sudah transfusi, dapat dilakukan pemeriksaan DPL dan dilanjutkan pemeriksaan
analisis Hb kedua orangtua.
** Pemeriksaan DNA dilakukan apabila telah transfusi darah berulang, hasil skrining
orangtua sesuai dengan pembawa sifat thalassemia, hasil pemeriksaan esensial tidak
khas (curiga ke arah thalassemia α delesi 1 gen atau mutasi titik).

3.1.6 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana pasien thalassemia:1, 4, 11
 Terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
 Pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat transfusi
 Penatalaksanaan splenomegali
Transfusi darah
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan masa hidup pasien
dengan cara mengatasi komplikasi anemia. Terapi tranfusi darah dimulai pada usia
dini ketika mulai tampak gejala simtomatik. Transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk
penderita thalassemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak
secara rutin. Sedangkan untuk thalassemia mayor (Cooley’s Anemia) harus dilakukan
secara teratur. Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl yang diperiksa dua kali
berturut-turut dengan jarak 2 minggu dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala
klinis seperti Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga
adanya hemopoiesis ekstramedular
Kelasi besi
Transfusi darah yang rutin dapat menyebabkan timbulnya komplikasi, seperti
terjadinya penumpukan besi diberbagai organ. Desferoxsamine diberikan setelah
kadar ferritin serum sudah mencapai 1000g/L atau saturasi transferrin sudah
mencapai 50% atau sekitar setelah 10-20 kali transfusi. Pemberian dilakukan secara
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35mg minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.

26
Splenektomi
Indikasi dari splenektomi adalah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi
gerak pasien, menimbulkan peningkatan tekanan intra-abdominal, dan bahaya
terjadinya ruptur, serta meningkatnya kebutuhan transfusi yang melebihi 250
ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir.
Suplemen asam folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel darah
merah, dimana dapat diberikan 2x1 mg/hari.

3.1.7 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mencegah seseorang agar tidak
menderita thalassemia ataupun menjadi carrier. Pencegahan primer yang dapat
dilakukan adalah konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada
pasangan pranikah terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka
memeriksakan diri apakah mereka carrier thalassemia atau tidak. Konseling ini juga
ditujukan kepada mereka yang memiliki keluarga penderita thalassemia4.
Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan
antar carrier thalassemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier,
25% thalassemia mayor, dan 25% bebas thalassemia4.

27
Gambar: Skema Penurunan Gen Thalassemia menurut Hukum Mendel

28
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang anak perempuan usia 6 tahun 6 bulan dengan keluhan utama pucat.
Menurut waktu terjadinya, pucat dapat terjadi baik secara akut atau kronik. Penyebab
pucat yang terjadi secara akut dapat dipikirkan kemungkinan adanya perdarahan
masif, leukemia akut, anemia aplastik, atau anemia hemolitik akut. Sedangkan secara
kronik dapat dipikirkan kemungkinan thalassemia, anemia defisiensi besi atau anemia
hemolitik auotimun serta anemia penyakit kronik. Dari anamnesis didapatkan bahwa
pucat terjadi secara bertahap sejak 5 tahun yang lalu, yang berarti pucat terjadi secara
kronik. Hal tersebut dapat menyingkirkan diagnosis banding anemia akibat
perdarahan masif, leukemia akut, anemia aplastik dan anemia hemolitik akut.

Dari anamnesis, tidak didapatkan tanda-tanda perdarahan seperti mimisan,


gusi berdarah, BAB berdarah, BAB hitam, muntah hitam, bintik-bintik berwarna
merah di tangan, kaki, dan punggung, lebam pada badan, dan riwayat trauma. Ini
menyingkirkan penyebab pucat karena kehilangan darah. Tidak pula tampak tanda-
tanda kuning secara anamnesis dan dibuktikan dari pemeriksaan fisik yang
menunjukkan sclera tidak ikterik, ini menyingkirkan kemungkinan anemia hemolitik
baik karena autoimun maupun G6PD deficiency. Dan juga tidak terdapat nyeri pada
sendi dan tulang dan juga tidak terdapat gejala infiltrasi, seperti pembesaran kelenjar
getah bening pada daerah colli, axilla, submandibular, dan inguinal yang bisa terdapat
pada leukemia akut. Tidak didapatkan riwayat keluar cacing saat BAB, riwayat terasa
gatal di sekitar dubur, riwayat sering tidak menggunakan alas kaki di tanah, sehingga
kehilangan darah akibat infestasi parasit seperti cacing bisa disingkirkan. Riwayat
batuk lama atau mengidap penyakit tertentu dalam jangka waktu lama disangkal
kemungkinan anemia penyakit kronik bisa disingkirkan tapi harus dibuktikan dengan
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium.
Seorang anak dengan anemia umumnya jarang memberikan gejala dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisiknya sampai nilai hematokrit kurang dari

29
25%. Pucat dapat dideteksi dengan memeriksa konjungtiva, mukosa regio bukal,
telapak tangan atau kaki, serta kuku. Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan 3
tanda gejala utama yaitu pucat atau anemia, perdarahan, dan pembesaran organ hati,
limpa serta pembesaran kelenjar getah bening, dan pada dugaan ke arah tumor padat
perlu dicari kemungkinan adanya massa atau benjolan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, pembesaran organ hati
(hepatomegali), dan tidak ditemukan tanda perdarahan ini kemungkinan mengarah
pada thalassemia, dan untuk memperkuat diagnosis pasien mempunyai riwayat
transfusi secara teratur mulai saat usia 6 bulan sehingga bisa kemungkinan
thalassemia. Didukung hasil pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap di
dapatkan hemoglobin dan hematokrit kurang dari normal, dan juga nilai MCV, MCH
dan MCHC menurun menunjukan anemia mikrositik hipokrom dan juga pada
pemeriksaan Hgb A dan Hgb F meningkat dan Hgb A menurun yang berarti
mengarah pada thalassemia beta mayor. Sedangkan untuk thalassemia minor biasanya
anemia yang terjadi ringan dan asimptomatik.
Di Indonesia, thalassemia berkisar antara 3% sampai 10%. Indonesia
termasuk negara yang berada dalam daerah thalassemia belt. Thalassemia adalah
kelainan herediter autosomal resesif dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi
rantai globin. Pada riwayat keluarga pasien orang tua tidak mengetahui riwayat
keluarga yang mengalami pucat lama, kemungkinan orang tua pasien juga
merupakan penderita silent karier thalassemia sebab untuk menderita penyakit ini,
seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala dari penyakit ini. Sehingga untuk pemeriksaan perlu dilakukan
skrinning pada orang tua dan analisa DNA.
Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis,
pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin. Berkurangnya rantai
globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan rantai ini akan mengendap
di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang
menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit lebih

30
rapuh) rentan untuk dilakukan fagositosis. Eritrosit yang rusak ini akan mengalami
destruksi di limpa dan hati. Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan
dan mudah rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) penderita anemia. Selain
sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga
apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut
menjadi pucat. Selain itu terjadi penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai
atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel
sehingga anak cepet lelah dan lemas.
Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga sumsum
tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang
merah terdapat di tulang pipih seperti os maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini
mengakibatkan tulang-tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran.
Namun,destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang putih
yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan pertumbuhan berubah
fungsi menjadi sumsum tulang merah yangmenghasilkan eritrosit. Sumsum tulang
putih terdapat pada tulang-tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os
radius, dan osulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh menjadi
pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak ini, sehingga
anak menjadi lebih pendek untuk anak seusianya.
Pada tatalaksana untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan
perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar
kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL. Untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl dan agar anak tidak pucat dan lemas maka dilakukan transfusi PRC (packed red
cell) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badannya, pada penderita
mendapat 250 cc (1x250 cc). Indikasi pemberian transfusi yang berulang jika Hb < 8
g/dl. Pemberian transfusi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi
seperti hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam
jaringan tubuh akibat penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat
menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal, jantung,
tulang, dan pankreas. Sehingga diperlukan pemeriksaan kadar feritin, jika kadar

31
feritin ≥ 1000 ng/ml atau sudah 15-20 kali transfusi maka kita akan memberikan
kelasi besi. Pada pasien didapatkan kadar ferritin > 1200 ng/ml, dan sudah diberikan
terapi kelasi besi yaitu deferasirox (exjade) 2x250 mg peroral. Pemberian Asam Folat
untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis dan vitamin C untuk
meningkatkan penyerapan zat besi dimana zat besi membantu membuat hemoglobin,
bagian dari sel darah merah yang membawa oksigen, dan vitamin C juga membantu
dalam produksi sel darah merah.
Pada anak didapatkan gizi yang kurang, sebaiknya zat besi tidak diberikan,
dan makanan yang kaya akan zat besi juga dikurangi, seperti hati, daging, kuning
telur, polong, biji-bijian, udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua. Mengonsumsi
makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh, kopi, dan produk
susu. Edukasi kepada orang tua untuk melakukan tindakan pencegahan dengan
mengecek seluruh keluarga. Bila ditemukan pembawa sifat, dilakukan konseling
sebelum pernikahan. Dilakukan konseling saat akan mempunyai anak untuk
mencegah anak yang lahir dengan thalassemia.
Perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi, seperti ISPA, karena anak
thalassemia rentan terinfeksi. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga keseimbangan
nutrisi anak dengan cara memberi makanan yang sehat dan bergizi untuk
memperbaiki gizi anak dan memantau pertumbuhan anak ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat.

32
BAB V
KESIMPULAN
Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin, khususnya rantai
globin yang diturunkan. Thalassemia diklasifikasikan menjadi thalassemia minor,
intermedia dan thalassemia mayor. Pada pasien ini sudah diteggakkan diagnosis
thalassemia mayor berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Dan thalassemia mayor umumnya sudah dijumpai sejak usia 6 bulan
dan membutuhkan transfusi seumur hidup. Penyakit thalassemia memang belum
dapat disembuhkan, namun merupakan penyakit yang dapat dicegah yaitu dengan
melakukan skrinning pre dan retrospektif. Dengan melakukan skrinning, akan banyak
biaya yang dapat dihemat pada 10-20 tahun mendatang dan bisa digunakkan dibidang
lainnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulsalam, M., Partini, P., nastiti, K., Bernie, E. 2007. Pendekatan Praktis
Pucat: Masalah kesehatan yang terabaikan pada bayi dan anak. Jakarta: Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM
2. Herdata, N.H., 2008. Thalasemia Mayor. Welcome & joining pediatric
hematology oncology in Indonesia
3. Tamam, M., 2009. Thalasemia. Hal.3410-3420. Jakarta: Rotari Internasional
4. Kemetrian kesehatan Republik Indonesia. Info data pusat data dan informasi
kementerian kesehatan RI : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Thalasemia. 2018. [Dikunjungi 10 Februari 2018 ]
5. Lestari, R., Trisna, RY., &Asrawati. 2014. Pediatric Cases Management in
Daily Practice: Primary and Advances. Padang: IDAI
6. Wahab, S. dkk. 2012. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
7. Trihono, P., Mulyadi, M., Wahyuni, I. 2013. Seminar
DokterUmumPeningkatanKualitasPelayananKesehatanAnakpada Tingkat
Pelayanan Primer. Jakarta: IDAI
8. Lestari, R., Trisna, RY., &Asrawati. 2014. Pediatric Cases Management in
Daily Practice: Primary and Advances. Padang: IDAI
9. Nathan, DG.,Orkin, SH.,Oski, FA., Ginsburg, D., Nathan and Oski’s. 2008.
Hematology of Infancy and Childhood. 7th ed. Philadelphia: Saunders
10. Sharma, DC., Arya, A., Kishor, P., Bindal, J. 2017. Overview On Thalassemia:
a Review Article. Medico Research Chronicles: 4(3). 325-337
11. Berhman, R.E., Kliegman R.M., Arvin. 2005. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Volume 2 Edisi 15. Hal 1708-1712. Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai