Anda di halaman 1dari 15

REFERAT DOKTER INTERNSIP

HIPOGLIKEMI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Ria Chairul

Pembimbing :
dr. Radhitya Dewiriastuti, Sp.Pd

Pendamping :
dr. Hj. Nanie Rusanty, M.Kes
dr. Neni Hartati, Sp.OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN BENGKALIS
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.1 International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
DM di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke
tujuh di dunia.2 WHO memprediksikan kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Data tersebut
menunjukkan jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar dan berkemungkinan
terjadi peningkatan di masa mendatang.1
Penurunan kesadaran merupakan presentasi klinis penderita DM yang dapat
ditemukan di unit gawat darurat karena komplikasi dari DM, terutama komplikasi akut.
Krisis hiperglikemik yaitu ketoasidosis diabetikum (KAD), status hyperosmolar
hiperglikemik (SHH), dan asidosis laktat maupun hipoglikemi merupakan kondisi gawat
darurat yang mengancam jiwa. Hipoglikemi lebih umum terjadi dan hipoglikemi berat
merupakan 3% penyebab kematian pada pasien insulin-dependent DM.3
Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun
2015, hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa darah < 70 mg/dl dengan atau tanpa
adanya gejala-gejala sistem otonom.1 Dapat diperkirakan sekitar 2-4% kematian orang
dengan diabetes tipe 1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi
pada diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% dalam uji klinis menggunakan
insulin untuk mencapai kontrol metabolik yang baik.4
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, mengatasi komplikasi pada pasien diabetes
mellitus menjadi masalah mendesak yang harus dilakukan. Kemajuan teknologi dan ilmu-
ilmu kedokteran telah membantu praktisi kesehatan untuk lebih memahami dan mengerti
tentang pengelolaan komplikasi diabetes mellitus terutama hipoglikemi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi1,5
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl
(<4.0 mmol/L). Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan
atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad:
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
 Kadar glukosa darah yang rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.

2.2 Etiologi 1,2,6,7


a. Usia
Menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s Princle of Internal
Medicine 18th Ed dikemukankan bahwa hipoglikemia pada penderita
diabetes usia lanjut lebih sulit diidentifikasi karena simptom autonomik dan
neurogenik terjadi pada kadar gula darah yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan penderita diabetes pada usia yang lebih muda.
sedangkan reaksi metabolik dan efek cedera neurologisnya sama saja antara
pasien diabetes muda dan usia lanjut. Simptom autonom hipoglikemia
sering tertutupi oleh penggunaan beta-blocker. Penderita diabetes usia
lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipoglikemia
daripada penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki fungsi yang
baik.
b. Kelebihan insulin
 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi.
 Konsumsi glukosa yang berkurang.
 Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi alkohol
 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah berolahraga.
 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
c. Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia

2
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Obat – obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4
inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan sulfonylurea:
glibenclamide, glimepiride
 Sulfonylurea
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta
pankreas dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel
beta pankreas yang menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan
menyebabkan depolarisasi dan pelepasan insulin.
Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien DM tipe 2
dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipoglikemia. Mekanisme inhibisi glukagon ini terjadi
karena stimulasi pelepasan insulin dan somatostatin menghambat sekresi
sel alfa pankreas. Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup banyak
digunakan merupakan sulfonylurea generasi ke-2 yaitu glibenclamide
dan glimepiride.
 Meglitinide
Meglitinide bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin sel beta
pankreas dengan mengatur efluks kanal kalsium. Meglitinide memiliki
tempat perlekatan (binding sites) yang sama dengan yang dimiliki oleh
golongan sulfonylurea.
Obat yang termasuk dalam golongan meglitinide yaitu repaglinide.
Repaglinide memiliki onset kerja sangat cepat, dengan konsentrasi
puncak dan efek puncak kurang dari satu jam setelah obat ditelan,
sedangkan durasi kerja repaglinide selama 5–8 jam. Repaglinide
diminum tepat sebelum makan, dengan dosis 0.25–4 mg (maksimum 16
mg per hari)
Repaglinide berisiko menimbulkan hipoglikemia bila pasien tidak
segera makan setelah mengkonsumsi obat, atau makan dengan jumlah
karbohidrat yang tidak adekuat. Repaglinide perlu mendapat perhatian
khusus pada pasien dengan gangguan hepar dan ginjal. Repaglinide
dapat digunakan sebagai terapi tungal ataupun dikombinasikan dengan

3
biguanide (metformin). Repaglinide dapat diberikan pada pasien diabetes
yang alergi dengan sulfonylurea karena repaglinide tidak mengandung
unsur sulphur
d. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi
insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada
orang normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis
prostaglandin pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas.
Penurunan produksi prostaglandin di pankreas berhubungan dengan
peningkatan sekresi insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa
pada orang normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2 termetilasi
menghambat respon insulin akut setelah asupan glukosa.
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat
menurunkan kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan
pemberian 6g aspirin per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula
darah puasa dari 371mg/dl menjadi 128mg/dl.
e. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila
kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi
penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks
simpatoadrenal. Berdasarkan onset kerjanya, terapi insulin diklasifikasikan
sebagai berikut:
 Rapid acting insulin (insulin kerja sangat cepat)
Insulin kerja sangat cepat memiliki onset kerja dan puncak kerja yang
memungkinkan terapi insulin yang menyerupai fisiologi sekresi insulin
post-prandial. Insulin kerja sangat cepat dapat digunakan sesaat
sebelum pasien makan. Durasi kerja insulin kerja sangat cepat tidak
lebih dari 4 – 5 jam, dengan demikian memiliki risiko hipoglikemia
pasca makan (late postmeal hypoglycemia) yang lebih kecil. Yang
termasuk insulin kerja sangat cepat antara lain insulin lispro, insulin
aspart, dan insulin glulisine
 Short acting insulin (insulin kerja singkat)

4
Insulin reguler adalah insulin kerja singkat yang larut dalam bentuk
kristal zinc. Efek kerja insulin kerja singkat muncul dalam 30 menit,
mencapai puncak kerja dalam 2-3 jam setelah injeksi subkutan, dan
memiliki durasi kerja 5-8 jam. Apabila insulin disuntikan pada saat
pasien makan, maka akan terjadi kenaikan kadar gula darah setelah
makan (early post-prandial hyperglycemia) karena insulin belum
bekerja, dan berisiko menimbulkan hipoglikemia pasca makan (late
post-prandial hypoglycemia) karena kerja insulin yang terlambat.
Insulin kerja singkat harus disuntikkan 30 – 45 menit sebelum makan
untuk mencapai penurunan kadar gula yang tepat. Insulin kerja singkat
bermanfaat dalam terapi intravena pada pasien ketoasidosis diabetes
dan pada pembedahan ataupun infeksi akut.
 Intermediate acting insulin (insulin kerja sedang)
Neutral Protamine Hagedorn insulin (NPH) insulin kerja sedang yang
absorbsi dan kerjanya dihambat dengan cara mengkombinasikan insulin
dengan protamine dalam jumlah yang tepat. Setelah penyuntikan
subkutan, enzim proteolitik jaringan menguraikan protamin sehingga
insulin dapat diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh. NPH memiliki
onset kerja 2 – 5 jam dan masa kerja 4 – 12 jam.
NPH biasanya dicampur dengan rapid acting insulin (lispro, aspart,
atau glulisin) dan diberikan 2-4 kali sehari sebagai pengganti insulin
endogen (replacement therapy). Dosis NPH mempengaruhi profil kerja,
misal dosis kecil memiliki puncak kerja yang lebih rendah dan lebih
cepat dan masa kerja yang singkat, dan terjadi sebaliknya pada
penambahan dosis yang lebih besar.
Kerja NPH sangat sulit diprediksi dan memliki variabilitas absorbsi
yang tinggi.
 Long acting insulin (insulin kerja panjang)
Insulin glargine adalah insulin kerja panjang yang tidak memliki puncak
masa kerja (peakless). Insulin glargine didesain untuk mencapai terpi
insulin yang nyaman dan stabil. Molekul Insulin glargine larut dalam
suasana yang asam (pH pelarut = 4,0) dan mengalami presipitasi sesaat
setelah disuntikkan secara subkutan karena pH tubuh yang netral.

5
Monomer insulin secara perlahan-lahan dilepaskan dari kumpulan
presipitat insulin pada jaringan sekitar lokasi penyuntikan sehingga
menghasilkan profil insulin plasma yang rendah, stabil, dan kontinyu.
Insulin glargine memiliki onset kerja yang lambat (1 – 1,5 jam) dan
mencapai kerja maksimum dalam 4-6 jam. Kerja maksimum ini bertahan
selama 11 – 24 jam.
Glargine diberikan dalam suntikan sekali sehari, atau dapat dibagi dalam
2 dosis untuk pasien dengan resistensi insulin ataupun hipersensitivitas
terhadap insulin. Glargine tidak dapat dicampur dengan insulin jenis lain
karena dapat menurunkan efikasinya karena glargine harus dilarutkan
dalam suasana asam. Pencampuran dengan insulin lain dalam spuit yang
sama juga harus dihindari dan harus disuntikkan dengan spuit yang
berbeda. Pola absorbsi insulin glargine tidak terikat dengan letak
penyuntikan.
Insulin detemir adalah insulin kerja panjang yang dikembangkan paling
baru dan memiliki efek hipoglikemik yang lebih rendah daripada NPH
insulin. Insulin detemir memiliki onset kerja yang bergantung pada dosis
(dose dependent) selama 1 – 2 jam dan durasi kerja 24 jam. Insulin
detemir diberikan dua kali sehari untuk mencapai kadar insulin yang
tepat.
f. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan
kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan ekskresi insulin
(insulin clearance). Insulin eksogen secara normal dimetabolisme oleh
ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin memanjang karena
proses degradasi insulin berlangsung lebih lambat.

2.3 Tanda dan Gejala1,2,5


Tabel 1: Tanda Dan Gejala Hipoglikemia
Tanda Gejala
Neurogenik Rasa lapar, berkeringat, Pucat, takikardia,
(autonomic) gelisah, paresthesia, widened pulsepressure
palpitasi, Tremulousness
6
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, Cortical-blindness,
pusing, confusion, perubahan hipotermia,
sikap, gangguan kognitif, kejang, koma
pandangan kabur, diplopia

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian terakit dengan derajat


keparahannya, yaitu :
a. Hipoglikemia berat: Pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian
karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
b. Hipoglikemia simtomatik apabila GDS < 70mg/dL disertai gejala hipoglikemia.
c. Hipoglikemia asimtomatik apabila GDS <70mg/dL tanpa gejala hipoglikemia.
d. Hipoglikemia relatif apabila GDS > 70mg/dL dengan gejala hipoglikemia.
e. Probable hipoglikemia apabila gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS.

Hipoglikemia berat dapat ditemui pada berbagai keadaan, antara lain:


 Kendali glikemik terlalu ketat
 Hipoglikemia berulang
 Hilangnya respon glukagon terhadap hipoglikemia setelah 5 tahun terdiagnosis
DMT1
 Attenuation of epinephrine, norepinephrine, growth hormone, cortisol responses
 Neuropati otonom
 Tidak menyadari hipoglikemia
 End Stage Renal Disease (ESRD)
 Penyakit / gangguan fungsi hati
 Malnutrisi
 Konsumsi alkohol tanpa makanan yang tepat

7
2.4 Patofisiologi Hipoglikemia2

2.5 Komplikasi5
Risiko hipoglikemia jangka pendek merupakan situasi berbahaya yang
dapat timbul saat seseorang mengalami hipoglikemia, baik di rumah atau di tempat
kerja. Selain itu, koma yang berkepanjangan kadang-kadang dikaitkan dengan
gejala neurologis, seperti paresis, kejang dan ensefalopati. Komplikasi jangka lama
pada hipoglikemia berat adalah gangguan intelektual ringan dan sequele neurologic
permanen seperti hemiparese dan disfungsi pontine.

2.6 Tatalaksana1,2,5
a. Hipoglikemia Ringan:
 Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana)

8
 Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain yang
berisi glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah.
 Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon kenaikkan glukosa
darah.
 Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah terapi
pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar
 Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15 menit
pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit setelah
pengobatan hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
 Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal, pasien
diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah berulangnya
hipoglikemia.

b. Hipoglikemia berat:
Penatalaksanaan hipoglikemi berat menurut Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
2014 yaitu:
1. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50mL) bolus intravena.
2. Diberikan cairan dekstrose 10% per infus 6 jam perkolf.
3. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrose 40%
a. Bila GDS <50 mg/dL, bolus dektrosa 40% 50 mL IV
b. Bila GDS <100 mg/dL, bolus dekstrosa 40% 25 mL IV
c. Bila GDS 100-200 mg/dL, tanpa bolus dekstrosa 40%
d. Bila GDS >200 mg/dL, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa
10%
4. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 2
jam, dengan protocol sesuai diatas, bila GDS >200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
5. Bila GDS > 200 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protocol hipoglikemi
dihentikan.
Berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2015, penatalaksanaan hipoglikemia berat sebagai berikut:

9
1. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50cc (bila terpaksa bisa diberikan dekstrose 40%
sebanyak 25cc) diikuti dengan infus D5% atau D10%
2. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian IV tersebut. Bila kadar glukosa
darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian dekstrose 20%.
3. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1-2 jam kalau masih terjadi
hipoglikemi berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang.
4. Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemi.
Penatalaksanaan hipoglikemi terbaru 2018 yaitu dengan menggunakan dextrose 40%
intravena bolus melalui rumus 321:
1. Bila glukosa darah < 30 mg/dl, bolus 75 ml (3 vial) dextrose 40%
2. Bila glukosa darah 30-60 mg/dl, bolus 50 ml (2 vial) dextrose 40%
3. Bila glukosa darah 60-70 mg/dl, bolus 25 ml (1 vial) dextrose 40% setelah 15 menit
pemberian bolus Dextrose 40% evaluasi ulang glukosa darah. Sasaran penanganan
hipoglikemi adalah glukosa darah >100 mg/dl dan gejala klinis akibat hipoglikemi
hilang.

c. Pencegahan hipoglikemia:1
 Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan sementara, dan
hal lain harus dilakukan
 Anjurkan melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya
bagi pengguna insulin atau obat oral golongan insulin sekretagog.
 Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang: dosis,
waktu megkonsumsi, efek samping
 Bagi dokter yang menghadapi penyandang DM dengan kejadian hipoglikemi perlu
melalukan:
o Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien
o Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan
melalukan program ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seperti:
jadwal makan, kegiatan oleh raga, atau adanya penyakit penyerta yang
memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
o Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan
menimbulkan hipoglikemi.

10
Algoritma Hipoglikemia pada pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit9

11
12
13
DAFTAR PUSTAKA

1. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A, et al.


Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2015. PB
PERKENI; Juli 2015.

2. Fatimah RN. Diabetes mellitus tipe 2. J Majority. 2015; 4(5): 93-100.

3. Huang I. Patofisiologi dan diagnosis penurunan kesadaran pada penderita diabetes


mellitus. Medicinus. 2016; 5(2): 48-57.

4. Satriawibawa IWE, Saraswati MR. Prevalensi komplikasi akut dan kronis pasien
diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah periode Januari
2011-Mei 2012 [skripsi]. Bali: Universitas Udayana; 2013

5. Francois JY, Breay P, Peter A., Hypoglicemia: Diabetes Canada Clinical Practice
Guidline Expert Commite. Canadian Journal of Diabetes. 2018;42: S104-S108

6. Longo, Fauci L, Anthony S, Kasper. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th


edition: McGraw Hill Professional. 2011

7. Putra RJS, Achmad A, Rachma H. Kejadian efek samping potensial terapi obat anti
diabetes pasien diabetes mellitus berdasarkan algoritma naranjo. Pharmaceutical
journal of Indonesia. 2017; 2(2): 45-50.

8. Mathew, C. American Diabetes Association: Standar of Medical Care in Diabetes.


2018

9. Walden, E., Debbie, E., Alex, G., The Hospital Management of Hypoglycaemia in
Adults with Diabetes Mellitus. Joint British Diabetes Society. 2018

14

Anda mungkin juga menyukai