Anda di halaman 1dari 18

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN BEDAH


KEPALA LEHER

NASKAH LAPORAN KASUS


“Otomikosis”

OLEH
Zulkifli Salim
H1A 212 065

PEMBIMBING
dr. M. Alfian Sulaksana, Sp. THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
DAN BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna fungi atau otomikosis adalah infeksi akut, subakut, dan kronik pada
epitel skuamosa dari pinna dan kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan filamen jamur. Jamur
adalah penyebab utamanya, namun penyakit ini juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis
pada kanalis auditorius eksternus atau telinga tengah yang menyebabkan menurunnya imunitas
lokal sehingga memudahkan terjadinya infeksi jamur sekunder. Pada kasus dengan perforasi
membran timpani, jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah.1,2,3,4
Otitis eksterna fungi jarang mengancam kehidupan, tetapi merupakan penyakit yang
cukup menantang dan dapat menyebabkan frustasi baik pada pasien maupun dokter spesialis
THT-KL yang menangani. Hal ini disebabkan karena penyakit ini membutuhkan pengobatan
dan tindak lanjut jangka panjang karena mudah mengalami rekurensi atau kekambuhan
terutama bila pasien tidak kooperatif dalam mengelola penyakitnya.1
Prevalensi otitis eksterna fungi bervariasi sesuai dengan keadaan geografis dan faktor
predisposisi pasien dan merupakan 9-50% dari seluruh kasus otitis eksterna. Umumnya otitis
eksterna fungi lebih sering dijumpai pada daerah tropis dan sub tropis seperti Mesir, India,
Birma, Pakistan, Bahrain, Israel dan Indonesia. Faktor predisposisi penyakit ini diantaranya,
suhu dan kelembaban lingkungan, adanya serumen impaksi, penggunaan antibiotik topikal dan
steroid yang berlebihan, keadaan imunokompromis, penggunaan alat-alat pembersih telinga,
riwayat penyakit telinga sebelumnya, penggunaan alat bantu dengar, dan pasien yang telah
dilkukan operasi mastoidektomi terbuka.1,2,5
Sebagian besar kasus otitis eksterna fungi disebabkan oleh jamur Aspergillus spp. dan
Candida. Aspergillus niger adalah yang paling sering ditemui pada pemeriksaan kultur karena
jumlahnya yang mendominasi MAE, jenis jamur lain yang dapat menyebabkan otomikosis
adalah A. flavus, A. fumigatus, A. terreus (jamur filamentosa), Candida albicans dan C.
parapsilosis (jamur ragi). 1
Umumnya pasien akan datang dengan keluhan penurunan pendengaran pada salah satu
atau kedua telinga, telinga terasa penuh, gatal, keluarnya cairan dari telinga, hingga telinga
berdenging. Penatalaksanaan yang tepat dan cepat dapat mengurangi risiko terjadinya
komplikasi. Terapi farmakologis dapat digunakan anti fungal dengan kombinasi obat lainnya
yang tepat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan.2

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Kasus
Nama : Nn. N
Umur pasien : 22 tahun
Tanggal lahir : 19 November 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor registrasi : 008296
Tanggal pemeriksaan/Status : 22 Februari 2018/Rawat Jalan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Labuapi, Lobar
Agama : Islam

2.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Telinga kiri terasa penuh dan gatal sejak ± 4 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke Poli THT-KL dengan keluhan telinga kiri terasa penuh dan
gatal yang dialami sejak 4 hari yang lalu. Menurut pasien keluhan ini awalnya rasa gatal
dan penuh ini berlangsung terus-menerus sehingga aktivitas pasien terganggu dan ia
menjadi sulit tidur. Pasien mengaku jika dirinya telah mengorek telinganya
menggunakan cotton bud sebagai usaha untuk mengurangi rasa gatal dan penuh
tersebut, namun keluhannya tidak berkurang dan menjadi nyeri setelahnya. Dikeluhkan
di cotton bud terdapat kotoran telinga bercampur darah, Keluhan ini disertai dengan
keluar cairan dari telinga kiri. Menurut pasien ia tidak mengalami penurunan
pendengaran, telinga berdenging, sakit kepala atau batuk dan pilek saat ini.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah berobat ke Poli THT-KL sebelumnya. Pasien tidak
menderita hipertensi, diabetes mellitus ataupun penyakit kronik lainnya.

3
Riwayat pengobatan:
Pasien belum mengalami pengobatan sebelumnya.

Riwayat alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah
mengalami bersin-bersin saat terkena debu, perubahan suhu yang ekstrim, bau-bauan
tertentu dan sebagainya.

Riwayat trauma:
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan dan trauma tajam atau tumpul di
bagian kepala, wajah, dan telinga.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,6 0C

1. Pemeriksaan Telinga
No Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
telinga
1 Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-) edema (-)
2 Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
(pinna) batas normal, hematoma (- batas normal, hematoma (-),
), nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (+)
3 Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-) Serumen (+), hiperemis (-) di
di sekitar membran sekitar membran timpani,
timpani, mukosa eritem (-) mukosa eritem (+) furunkel (-
furunkel (-), edema ringan, ), edema ringan, otorrhea (-),
otorrhea (-) jamur warna putih (+)

Terdapat sekret atau debris


berwarna putih yang

4
menempel pada dinding liang
telinga.

4 Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemis (-), edema (-), hiperemis (-), edema (-),
(dilihat perforasi (-), refleks cahaya perforasi (-), refleks cahaya
setelah (+), gambaran pulsasi (-) (+), gambaran pulsasi (-)
sekret/debris
dibersihkan)

Normal Normal

2. Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk normal, hiperemis (-), Bentuk normal, hiperemis (-
nyeri tekan (-), deformitas (-) ), nyeri tekan (-), deformitas
(-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk normal, mukosa warna Bentuk normal, mukosa
merah muda, rhinorrhea (-) warna merah muda,
rhinorrhea (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-) Mukosa normal, sekret (-)
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemis (-) Edema (-), mukosa pucat (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus (-), mukosa warna merah
muda

5
3. Pemeriksaan Tenggorok

Uvula

Tonsila palatina

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda


Mulut Mukosa mulut basah, berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembran (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemis (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemis (-), edema (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), refleks muntah (+), pseudomembran
(-), sekret (-)
Tonsila palatina Kanan Kiri
T1 T1
Fossa tonsilaris Hiperemis (-) Hiperemis (-)
dan arkus
faringeus

2.4 Diagnosis
Otitis eksterna fungi (Otomikosis)

2.5 Penatalaksanaan
a. Otoskopi dan irigasi telinga
b. Medikamentosa
- Natrium diklofenak 50 mg 3 x 1 tablet
- Cetirizine 10 mg 1 x 1 tablet
- Tetes telinga Torivid 2 x 3 tetes AS
- Tetes mata fukricin 5% 2x 4 tetes AS

6
c. Edukasi

- Tetes telinga yang telah dicampurkan diteteskan 5 tetes pada telinga


kiri. Selanjutnya dibiarkan selama 1 jam. Sebaiknya dilakukan 2 kali
sehari.
- Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek-ngorek liang telinga.
- Sebaiknya kedua telinga tidak terkena air dulu. Bila mandi, kedua
telinga ditutup menggunakan kapas.
- Jika pasien merasa ada cairan yang keluar dari telinga, atau telinga
kemasukan air, gunakan tisu yang telah dipotong dan dibentuk
meruncing ujungnya, dimasukkan ke dalam liang telinga untuk
menyerap cairan.
2.6 Prognosis
Dubia et bonam
2.7 Saran
- Pasien disiplin dalam menjaga kebersihan telinga dan menjaga agar telinganya
tetap kering.
- Pasien disiplin dalam meneteskan obat tetes telinga yang diberikan.

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Otitis eksterna fungi atau otomikosis adalah infeksi akut, subakut, dan kronik pada
epitel skuamosa dari pinna dan kanalis akustikus eksterna oleh ragi dan filamen jamur. Jamur
adalah penyebab utamanya, namun penyakit ini juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis
pada kanalis auditorius eksternus atau telinga tengah yang menyebabkan menurunnya imunitas
lokal sehingga memudahkan terjadinya infeksi jamur sekunder. Pada kasus dengan perforasi
membran timpani, jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah.1,2,3,4

3.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi otitis eksterna fungi bervariasi sesuai dengan keadaan geografis dan faktor
predisposisi pasien dan merupakan 9-50% dari seluruh kasus otitis eksterna. Umumnya ototitis
eksterna fungi lebih sering dijumpai pada daerah tropis dan sub tropis seperti Mesir, India,
Birma, Pakistan, Bahrain, Israel dan Indonesia berhubungan dengan faktor lingkungan yakni
suhu dan kelembaban di daerah-daerah tersebut.1,5
Lingkungan yang lembab dengan iklim tropis meningkatkan insiden otitis eksterna
fungi karena kontribusinya dalam meningkatkan produksi keringat dan mengubah permukaan
epitel kanalis akustikus eksterna sehingga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan dan
proliferasi jamur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis eksterna fungi lebih sering
didapati pada wanita dan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Otitis
eksterna fungi unilateral dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak menunjukkan sisi mana
yang lebih sering terjadi.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis eksterna fungi lebih sering ditemukan
pada pasien dengan penyakit penyerta diabetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan pada
diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan imunitas seluler yang berdampak pada mudahnya
infeksi dan proliferasi jamur, keadaan hiperglikemia juga dapat membentuk lingkungan yang
baik bagi pertumbahan jamur. Otitis eksterna fungi pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2
membutuhkan pengobatan dan pemantauan dalam jangka panjang karena mudah mengalami
rekurensi dan resisten oleh karena pada diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan mikrovaskular
yang dapat memperburuk perfusi aliran darah perifer.6
8
3.3 FAKTOR PREDISPOSISI2
a. Kelembaban
Saluran telinga mudah terinfeksi karena gelap dan hangat, sehingga pada keadaan
kelembaban yang tinggi dan cuaca yang panas dapat memudahkan terjadinya pertumbuhan
dan proliferasi bakteri dan jamur dalam saluran telinga. Hal ini terutama terjadi di daerah
tropis dan subtropis.
b. Pasien imunokompromis
Pada pasien dengan imunokompromis, infeksi jamur menjadi lebih mudah terjadi karena
sistem imun pasien tidak mampu melindungi tubuhnya.
c. Penggunaan jangka panjang tetes telinga antibiotik
Keadaan normal telinga dan sel epitel mukosa saluran telinga dapat mengalami perubahan
akibat penggunaan jangka panjang tetes telinga antibotik, sehingga memudahkan terjadi
pertumbuhan dan proliferasi jamur. Perubahan tersebut juga dapat mengakibatkan flora
normal dalam saluran telinga berubah menjadi patologis.
d. Perenang
Jika terlalu banyak air masuk ke dalam saluran telinga, misalnya saat berenang, terutama
di air yang mengandung klorin atau membersihkan telinga dengan air pada saat mandi
akan memudahkan jamur bertumbuh dan berproliferasi karena air tersebut meningkatkan
kelembaban, meningkatkan pH dan membersihkan serumen yang melengket pada mukosa
saluran telinga yang pada keadaan normal sebenarnya berfungsi melindungi dan
mempertahankan mukosa saluran telinga. Dengan demikian, perenang sebaiknya
menggunakan ear plug atau penyumbat telinga pada saat berenang.
e. Terlalu sering membersihkan telinga
Terlalu sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud dapat mengakibat trauma
lokal pada saluran telinga sehingga memudahkan terjadinya infeksi, pertumbuhan dan
proliferasi bakteri dan jamur.

3.4 ETIOLOGI
Sebagian besar kasus otitis eksterna fungi disebabkan oleh jamur Aspergillus spp. dan
Candida. Aspergillus niger adalah yang paling sering ditemui pada pemeriksaan kultur karena
jumlahnya yang mendominasi kanalis auditoris eksterna, jenis jamur lain yang dapat
menyebabkan otomikosis adalah A. flavus, A. fumigatus, A. terreus (jamur filamentosa),
Candida albicans dan C. parapsilosis (jamur ragi). Selain itu beberapa jamur lain yang juga
9
dapat menyebabkan otitis eksterna fungi namun jarang ditemukan ialah jamur jenis
Phycomycetes, Rhizopus, dan Penicillium.1
Pada penelitian yang dilakukan Kumar (2005) pada pasien otitis eksterna fungi
menunjukkan bahwa jenis jamur yang paling sering ditemui, yakni Aspergillus niger (52,43%),
Aspergillus fumigates (34,14%), Candida albicans (11%), Candida pseudotropicalis (1,21%).
Beberapa peneliti juga melaporkan jamur kausatif yang lain, yakni jenis Penicillium sp. dan
jenis Candida yang lain dalam berbagai persentase. Umumnya penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bahwa persentase jenis jamur Aspergillus lebih banyak dibandingankan
Candida. Meskipun demikian, pada keadaan imunokompromis atau dengan penyakit penyerta
tertentu, misalnya diabetes melitus tipe 2, jenis jamur Candida justru lebih sering ditemukan.1,6

3.5 PATOFISIOLOGI1
Patofisiologi otitis eksterna fungi berkaitan dengan anatomi, fisiologi dan histologi
kanalis akustikus eksterna. Kanalis akustikus eksterna adalah sebuah saluran atau kanal dengan
panjang rata-rata 2,5 cm dan lebar rata-rata 7,9 mm pada orang dewasa. Saluran atau kanal ini
berbentuk silinder dan dilapisi dengan epitel berlapis gepeng bertanduk hingga ke bagian luar
membrana timpani. Bagian depan dari resesus membrana timpani, hingga isthmus sering
menjadi tempat akumulasi debris keratin dan serumen dan sulit dibersihkan.
Serumen memiliki suatu zat antimikotik, bakteriostatik dan insect repellent. Serumen
terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, mineral, lisosim, imunoglobulin, dan
asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat pada kanalis
akustikus eksterna yang normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Komposisi
hidrofobik ini memungkinkan serumen berperan dalam mengeluarkan air dari kanalis akustikus
eksterna, serta membuat permukaan kanalis tidak permeabel, dan mencegah maserasi dan
kerusakan epitel.
Flora normal atau komensal yang terdapat di dalam kanalis akustikus eksterna
diantaranya, Staphylococcus epirdemidis, Corynebacterium sp, Bacillus sp, Gram positive
cocci (Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-pathogenic micrococci), Gram negative
bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Hemophilus influenza, Morazella
catarrhalis, etc) dan jenis jamur miselia dari genus Aspergillus dan Candida sp. Flora normal
atau komensal ini tidak bersifat patogen apabila lingkungan kanalis aksutikus eksterna dan
keseimbangan antara bakteri dan jamur tetap terjaga.
Faktor – faktor yang berperan dalam perubahan lingkungan kanalis akustikus eksterna
yang kemudian mengakibatkan jamur saprofit menjadi patogen, diantaranya faktor lingkungan
10
(suhu dan kelembaban), perubahan pada epitel kanalis akustikus eksterna akibat dermatitis atau
trauma mikro, peningkatan pH, penurunan kualitas dan kuantitas serumen, faktor sistemik
(imunokompromis, neoplasma, diabetes melitus, penggunaan antibiotik lama, agen sitostatik
dan kortikosteroid), riwayat otitis eksterna bakteri atau otitis media supuratif, dermatomikosis,
serta kondisi sosial.

3.6 DIAGNOSIS
Gejala klinis otitis eksterna fungsi agak sulit dibedakan dengan otitis eksterna dengan
penyebab lain. Gejala yang sering menjadi keluhan utama pasien ialah rasa gatal, rasa tidak
nyaman dan nyeri pada liang telinga, rasa penuh dalam telinga, tinitus, penurunan pendengaran,
dan kadang-kadang disertai sekret atau cairan dari dalam telinga. Keluhan ini bersifat rekuren
atau hilang timbul.7
Pada pemeriksaan menggunakan otoskopi, umumnya akan didapatkan lumen MAE
mengalami edema ringan, eritem, dan terlihat debris atau sekret jamur berwarna putih,
keabuan, atau hitam. Pasien biasanya sudah menggunakan berbagai obat tetes telinga antibiotik
maupun per oral, namun keluhan tidak berkurang.2
Karateristik pada otitis eksterna fungi ialah pada infeksi akibat Aspergillus umumnya
akan terlihat hifa halus dan spora (konidiofor) sedangkan pada infeksi akibat Candida akan
terlihat miselia yang panjang yang jika bercampur dengan serumen akan berwarna kekuningan.
Infeksi akibat Candida lebih sulit diidentifikasi secara klinis karena kurangnya tampilan klinis
seperti pada infeksi akibat Aspergillus.1
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi komponen jamur menggunakan
tes KOH atau menggunakan kultur jamur yang positif. Namun, kultur sangat jarang dibutuhkan
dan umumnya tidak mengubah terapi karena jamur yang menyebabkan otomikosis kebanyakan
adalah jamur jenis saprofit yang merupakan jenis flora normal/komensal dalam MAE normal.
Morfologi dari koloni juga dapat memudahkan untuk membedakan yeast like fungi atu jamur
ragi dan filamentous fungi atau jenis jamur filamentosa. Koloni yang berwarna putih atau putih
kekuningan, halus dan kadang-kadang kasar, adalah jenis jamur ragi. Sedangkan jenis jamur
filamentosa berbentuk seperti kumpulan debu, kain wol, atau kain beludru yang dilipat. Koloni
ini dapat menampilkan berbagi jenis warna seperti, hitam, putih, kuning, hijau, biru, dan biru
kehijauan.1

11
3.7 TERAPI
Meskipun berbagai penelitian telah menunjukkan beberapa obat baik topikal maupun
per oral yang dapat digunakan dalam penanganan otitis eksterna fungi, namun belum ada
konsesus yang memuat mengenai obat dan cara yang paling efektif diantara yang lain.
Penanganan yang sering dilakukan saat ini adalah dengan pemberian antifungi topikal dan
pembersihan liang telinga dari debris dan sekret jamur yang terbukti dapat memberikan hasil
yang baik, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.1
Banyak peneliti meyakini bahwa hal terpenting dalam penanganan otitis eksterna fungi
adalah dengan mengidentifikasi jamur penyebab untuk memberikan terapi medikamentosa
yang adekuat. Untuk saat ini, belum ada terapi khusus yang direkomendasikan untuk otitis
eksterna fungi karena banyaknya antifungi yang dapat digunakan klinisi secara luas yang
membuktikan bahwa terapi ini juga tergantung pada pasien sebagai individu.1
Sediaan antifungi dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni antifungi spesifik dan non
spesifik. Antifungi non spesifik diantaranya adalah larutan asam dan pembersih1:
- Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik dan
insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah Candida albicans.
- Gentian Violet yang disediakan dalam bentuk larutan konsentrasi rendah. Misalnya 1%
dalam air. Gentian violet bersifat antibakteri, antifungi, antiinflamasi dan antiseptik.
Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas agen ini hingga 80%.
- Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol)
- Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid, dan alkohol)
- Merchurochrome yang merupakan antiseptik topikal dan antifungi. Penelitian
menunjukkan efektivitasnya hingga 93, 4%.
Antifungi spesifik, diantaranya1,4,8:
- Nystatin adalah antibiotik makrolid polyene yang dapat menghambat sintesis sterol di
membran sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah tidak diserap oleh kulit yang
intak. Dapat diresepkan dalam bentuk krim, salep, atau bedak. Efektif hingga 50-80%.
- Azole adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi ergosterol, sterol esensial pada
membran sitoplasma normal.
1. Clotrimoxazole digunakan secara luas sebagai topikal azole. Efektif hingga 95-
100%. Clotrimoxazole memiliki efek bakterial dan ini adalah keuntungan untuk
mengobati infeksi campuran bakteri-jamur. Clotrimazole tersedia dalam bentuk
bubuk, lotion, dan solusio dan telah dinyatakan bebas dari efek ototoksik.

12
2. Ketokonazole dan fluconazole memiliki spektrum luas. Ketokonazole (2% krim)
efektif hingga 95-100% melawan Aspergillus dan C. Albicans. Fluconazole topikal
efektif hingga 90% kasus.
3. Miconazole (2% krim) adalah imidazole yang telah dipercaya kegunaannya selama
lebih dari 30 tahun untuk pengobatan penyakit superfisial dan kulit. Agen ini
dibedakan dari azole yang lainnya dengan memiliki dua mekanisme dalam aksinya.
Mekanisme pertama adalah inhibisi dari sintesis ergosterol. Mekanisme kedua
dengan inhibisi dari peroksida, dimana dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada
sel dan menyebabkan kematian sel. Efektif hingga 90%.
4. Bifonazole. Solusio 1% memiliki potensi sama dengan klotrimazol dan miconazole.
Efektif hingga 100%.
5. Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies Aspergillus. Selain
itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Venkataramanan dan Kumar (2016)
menunjukkan pemberian itrakonazole per oral pada pasien diabetes melitus tipe 2
dengan otitis eksterna fungi rekuren selama 5 hari sangat efektif.

Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan formula tetes
telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep lebih aman pada kasus
perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah sedikit diakibatkan tingginya
viskositas.(26) Penggunaan cresylate dan gentian violet harus dihindari pada pasien dengan
perforasi membran timpani karena memiliki efek iritasi pada mukosa telinga tengah. Serta
menghentikan penggunaan antibiotik topikal bila dicurigai sebagai penyebabnya.Pada pasien
immunocompromised, pengobatan otomikosis haruslebih kuat untuk mencegah komplikasi
seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke tulang temporal.1

Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan pengobatan yang
sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini akibat penyakit otomikosis itu sendiri
atau berhubungan dengan gangguan sistemik lainnya atau hasil dari gangguan
immunodefisiensi yang mendasari. Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga
telinga tetap kering dan mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan mencegah
gangguan pada kanalis akustikus eksternus.1

13
3.8 KOMPLIKASI
Perforasi membran dapat terjadi sebagai komplikasi dari otomikosis yang bermula pada
telinga dengan membran timpani intak. Insidens perforasi timpani pada mikosis ditemukan
menjadi 11%. Perforasi lebih sering terjadi pada otomikosis yang disebabkan oleh Candida
albicans. Kebanyakan perforasi terjadi bagian malleus yang melekat pada membran timpani.
Mekanisme dari perforasi dihubungkan dengan trombosis mikotik dari pembuluh darah
membran timpani, menyebabkan nekrosis avaskuler dari membran timpani. Enam pasien pada
grup immunocompromised mengalami perforasi timpani. Perforasi kecil dan terjadi pada
kuadran posterior dari membran timpani. Biasanya akan sembuh secara spontan dengan
pengobatan medis. Jarang namun jamur dapat menyebabkan otitis eksterna invasif , terutama
pada pasien immunocompromised. Terapi antifungal sistemik yang adekuat sangat diperlukan
pada pasien ini.1

14
BAB IV
KESIMPULAN

Diagnosis otitis eksterna fungi atau otomikosis ditegakkan melalui hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan rasa penuh
dan gatal yang merupakan salah satu gejala paling umum dari otitis eksterna fungi. Pasien juga
mengakui kebiasaan mengorek-ngorek telinga sebelumnya menunjukkan bahwa perjalanan
timbulnya otitis eksterna fungi merupakan efek dari trauma lokal akibat kebiasaan tersebut dan
berubahnya kondisi normal dari lingkungan liang telinga, terutama kelembaban dan pH.
Peningkatan pH ini berakibat pada ketidakseimbangan flora normal/komensal dalam liang
telinga yang kemudian menjadi patogen.
Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa sebelumnya dirinya pernah berobat dengan
keluhan keluar cairan dari telinga, pada saat itu dokter mengatakan bahwa telinganya terinfeksi
bakteri. Hal ini patut dicurigai sebagai jenis otitis eksterna akibat infeksi bakteri yang juga
menjadi predisposisi otitis eksterna akibat penyebab lain.
Pada pemeriksaan fisik telinga menggunakan otoskopi terlihat reaksi inflamasi akut
pada kanalis akustikus eksterna. Mukosa kanalis hiperemis dan mengalami edema ringan.
Tampak sekret/debris berwarna putih yang menempel di mukosa kanalis dan sedikit di dekat
membran timpani telinga kiri. Membran timpani pada telinga kiri terlihat agak keruh, refleks
cahaya baik dan tidak ada tanda-tanda inflamasi atau perforasi.
Penanganan ditujukan untuk mengeradikasi jamur penyebab dan mengembalikan
kanalis akustikus eksterna dalam kondisi normalnya serta mengurangi keluhan pasien. Mukosa
kanalis pasien mengalami tanda-tanda inflamasi seperti hiperemis dan edema ringan, sehingga
diberikan antiinflamasi per oral. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal pada kedua telinganya
yang mengganggu sehingga diberikan antihistamin. Selanjutnya telinga pasien ditampon
menggunakan salep antifungi mikonazole yang dicampur dengan otopain. Tampon telinga
bertujuan untuk mengeradikasi jamur penyebab sekaligus melebarkan liang telinga yang
menyempit akibat akumulasi sekret/debris jamur dan edema ringan. Dalam kasus ini, otopain
dapat memberikan efek antiinflamasi dan anastesi. Untuk penanganan lanjutan pasien
diberikan obat tetes telinga campuran dari otopain dan fukricin 5% untuk mengeradikasi jamur.
Berdasarkan terapi empiris, tetes telinga campuran ini efektif dan efisien dalam menangani
otitis eksterna fungi. Tetes telinga ini dianjurkan untuk digunakan secara teratur untuk
mencegah terjadinya rekurensi dan resistensi. Tetes telinga ini juga tidak berbahaya karena
pasien tidak mengalami inflamasi atau perforasi pada membran timpani.
15
Pasien diedukasi untuk datang kembali 2 hari berikutnya, agar dilakukan tampon pada
telinga kanan, mengingat kedua telinga menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Edukasi lain yang
sangat penting, yakni pasien harus menjaga agar telinganya tetap kering untuk sementara waktu
hingga keluhan ini membaik. Jika mandi, jangan membasahi kepala dan daerah telinga, serta
menutup lubang telinga menggunakan kapas atau ear plug.
Umumnya prognosis otitis eksterna fungi baik, namun penanganan dan pemantuan
penyakit ini membutuhkan waktu yang lama sehingga kadang-kadang menimbulkan rasa
frustrasi dan ketidaksabaran baik bagi dokter spesialis THT-KL yang menangani dan pasien,
terutama bila pasien memiliki faktor predisposisi tertentu, seperti penyakit penyerta diebetes
melitus tipe 2, pasien tidak kooperatif, atau keadaan imunokompromis yang memudahkan
terjadinya rekurensi.

16
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan suatu laporan kasus tentang otitis eksterna fungi (otomikosis). Otitis
eksterna fungi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila perlu. Berdasarkan tinjauan tersebut telah dibahas mengenai otitis eksterna
fungi meliputi: definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksaan dan prognosis.
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengenal dan mengobati
pasien otitis eksterna fungi, serta mencegahnya agar menjadi komplikasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Edward Y, Irfandy D. Otomycosis. Available at:


http://repository.unand.ac.id/17717/1/crotomycosis.pdf

2. Anwar K, Gohar MS. Otomycosis: clinical features, presdisposing factors, and treatment
implications. 2014. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4048507/pdf/pjms-30-564.pdf

3. Chaudhry A. Otomycosis. Available at: http://www.rmc.edu.pk/Otomycosis.pdf

4. Khan F, Muhammad R, Khan MR Rehman F. etc. Effifacy of Topical Clotrimazole in


Treatment of Otomycosis. 2013. Available at: http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/25-
1/Farida.pdf

5. Ahmad A. Ketepatan Diagnosis Otomikosis di Bagian THT R. S. DR.


Ciptomangunkusumo Jakarta. Available at: http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-
78798.pdf

6. Bhat VS, Bhat SP, Rao H, Bhandary SK. External Ear Infections in Diabetics –
Challenges in Management. K S Hedge Medical Academy. 2015. Available at:
http://www.alliedacademies.org/articles/external-ear-infections-in-diabetics-challenges-
in-management.pdf

7. Satish HS, Viswanatha B, Manjuladevi M. A Clinical Study of Otomycosis. Journal of


Dental and Medical Sciences. 2013. Available at: http://www.iosrjournals.org/iosr-
jdms/papers/Vol5-issue2/L0525762.pdf

8. Venkataramanan R, Kumar RS. Efficiency of 5 Day Course Oral Itraconazole in


Management of Recurrent Otomycosis in Diabetic Patients- a Randomized Control
Clinical Trial. 2016. Available at: http://www.worldwidejournals.com/paripex.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai