Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus ialah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah
merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh
tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati
(hepar) dan disingkirkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
(Marmi, 2012).
Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan melalui uri
(plasenta) dan diuraikan oleh hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka
ikterus akan terlihat namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar
bilirubin darah sudah melampui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin
indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated). Bilirubin sendiri adalah
anion organik yang berwarna orange dengan berat molekul 584. Asal mula bilirubin dibuat
daripada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dan besi (Marmi, 2012).
Ikterus dibedakan menjadi 3 tipe ikterus fisiologi, ikterus patologik, kern ikterus.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang
mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologi adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Marmi, 2012).
Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu
pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah
dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir
menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, insiden ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr.
Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%.
Di Kabupaten Batang, pada tahun 2012 tercatat ibu hamil sebanyak 13.846 orang.
Dari jumlah itu, lahir hidup sebanyak 13.245, lahir mati 120, Angka Kematian Ibu (AKI) 25,
Angka Kematian Bayi (AKB) 13,14/1.000KH atau sebanyak 174 bayi, dan Angka Kematian
Balita (AKABA) 14,72/1.000KH atau 195 balita. Angka-angka tersebut lebih tinggi dari data
yang tercatat di Provinsi Jawa Tengah. Di tingkat Provinsi Jateng, pada tahun 2012 AKI
tercatat sebanyak 675, AKB 10,75/1.000KH dan AKABA 11,85/1.000KH (DINKES Jateng,
2012).
Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk pencegahan, penggunaan farmakologi,
fototerapi dan transfusi tukar. American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan
strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35
minggu atau lebih) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal
hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak
menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak
diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering
menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal,
dan merangsang aktifitas usus halus (Sukadi, 2012).
Ikterus akibat ASI merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai
puncaknya terlambat ( biasanya menjelang hari ke 6-14). Dapat dibedakan dari penyebab lain
dengan reduksi kadar bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2
hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selam minggu pertama
kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah

1
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat,
dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan
bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan
dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian
(Marmi, 2012).
Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia yaitu mempercepat metabolisme dan
pengeluaran bilirubin dengan early feeding pemberian makanan dini pada neonatus dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus, karena dengan pemberian makanan
yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan,
sehingga peredaran enterohepatik bilirubin berkurang. Menyusui bayi dengan ASI (Air Susu
Ibu), bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi
harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang
dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah
pengawasan dokter karena pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi
(breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi
kadar bilirubinnya (Marmi, 2012).
Optimisasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting, jika kadar bilirubin
meningkat, dianjurkan untuk mendukung ibu agar lebih sering menyusui dengan interval 2
jam dan tidak memberikan makanan tambahan, atau setidaknya 8-10x per 24 jam. Ada
hubungan yang jelas antara frekuensi menyusui dengan penurunan insidensi
hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering mungkin tidak akan meningkatkan intake tetapi
akan meningkatkan peristaltik dan frekuensi BAB sehingga meningkatkan ekskresi bilirubin.
Pilihan terapi dalam menangani kasus bayi dengan hiperbilirubinemia untuk menurunkan
kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain fototerapi (Martiza, 2012).
Selain menggunakan ASI, bisa ditangani dengan cara terapi sinar. Terapi sinar
dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan
menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati, terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus muncul dari lampu tersebut kemudian
diarahkan pada tubuh bayi, seluruh pakainnya dilepas kecuali mata dan alat kelamin harus
mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu lampu tersebut (Marmi, 2012). Fototerapi terdiri
dari radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang berasal dari lampu akan merubah
struktur molekul bilirubin dengan dua cara sehingga bilirubin diekskresi ke empedu atau urin
tanpa membutuhkan glukoronidase hepatik seperti biasanya (Martiza, 2012).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 27 Juni 2013
di RSUD Batang menunjukkan besarnya angka ikterus di RSUD Batang, yaitu selama bulan
Mei sampai 27 Juni 2013 terdapat 18 bayi yang mengalami ikterus patologi dengan kadar
bilirubin yang bervariasai. Dari 18 bayi yang mengalami ikterus patologi 11 bayi (62,5 %)
dengan berat badan lahir rendah, jenis persalinan spontan menunjukkan kadar bilirubin Direct
antara 0,48-0,97 mg/dl dan kadar bilirubin Indirect antara 14,86-22,65 mg/dl, dengan jumlah
bilirubin serum total antara 15.39-23.46 mg/dl. 7 bayi (37,5 %) dengan berat badan normal
dan jenis persalinan sectio caesarea menunjukkan kadar bilirubin Direct antara 0,57-0,88
mg/dl dan kadar bilirubin Indirect antara 12,91-20,00 mg/dl, dengan jumlah bilirubin serum
total antara 13.48-20.00 mg/dl. Tindakan yang dilakukan di RSUD Batang selain dengan
fototerapi yaitu dengan pemberian ASI on demand sesuai kebutuhan bayi dibawah
pengawasan dokter. Bayi yang belum bisa menghisap puting ibu, tetap diberikan ASI melalui
sonde dengan frekuensi setiap 3 jam sekali.
Dari 18 bayi yang mengalami ikterus patologi, 11 bayi (62,5 %) dengan jumlah
bilirubin serum total antara 13.48-18.38 mg/dl, ada 6 bayi yang diberi perlakuan dengan cara

2
pemberian ASI secara terus menerus atau on demand kadar bilirubinnya lebih cepat
mengalami penurunan dan bayi cenderung lebih tenang, dan 2 bayi yang tidak diberi
perlakuan dengan cara pemberian ASI kadar bilirubinnya tidak mengalami penurunan,
sedangkan 3 bayi (37,5 %) dengan jumlah bilirubin serum total antara 18.97-23.46 mg/dl
yang diberi perlakuan dengan fototerapi kadar bilirubinnya mengalami penurunan yang tidak
terlalu cepat dan bayi cenderung gelisah dan letargis, serta bayi sering rewel dan mengalami
perubahan suhu tubuh.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui “ Hubungan Pemberian ASI dan Fototerapi terhadap Perubahan
Kadar Bilirubin pada Bayi Ikterus di RSUD Batang”.

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut “ adakah hubungan pemberian ASI dan fototerapi terhadap
perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang”?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin
pada bayi ikterus di RSUD Batang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang.
b. Mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang.
c. Mengetahui gambaran fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang.
d. Menganalisis hubungan pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus di RSUD Batang.
e. Menganalisis hubungan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus di RSUD Batang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Orang Tua
Melalui penelitian ini diharapkan orang tua bisa paham dan dapat memberikan ASI
kepada bayinya sesuai kebutuhan bayi, serta dapat mencegah terjadinya ikterus yang
berkelanjutan.
2. Institusi Pendidikan
Penelitian ini adalah sebagai bahan ajar terkait dari hasil penelitian dan tambahan
referensi bahan ajar.
3. Bagi RS
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan untuk
memberikan pelayanan yang komprehensif dalam penanganan ikterus serta tenaga
kesehatan yang bekerja di RS mempunyai kompetensi yang lebih dalam menangani
ikterus.
4. Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai pengalaman nyata bagi penulis dalam
melaksanakan penelitian, dan sebagai pengembangan serta penerapan ilmu yang telah
didapatkan selama di bangku kuliah.
5. Bagi Peneliti selanjutnya

3
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan serta dapat
disempurnakan oleh peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang pemberian ASI dan
fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin.

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian Survei Analitik dengan desain
pendekatan cohort.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa 18 bayi ikterus yang dirawat di
RSUD Batang.
2. Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut
Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan
sampel penelitian semuanya..
Sampel dalam penelitian ini sejumlah 18 bayi yang mengalami ikterus di
RSUD Batang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di RSUD Batang. Pada tanggal 13,14,15 Agustus 2013.

D. Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah ikterometer dimana ikterometer sebagai alat
untuk mengukur kadar bilirubin, kemudian dengan bolpoin dan buku catatan digunakan
sebagai alat pendokumentasian. Pada pemberian ASI dan fototerapi digunakan lembar
observasi dimana lembar observasi nantinya akan digunakan untuk mengobservasi
bagaimana pemberian ASI diberikan dan fototerapi dilakukan, dilihat dari frekuensi
pemberian ASI dan lama fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara peneliti untuk mengumpulkan data yang
akan dilakukan dalam penelitian (Hidayat, 2011).
a. Proses Perijinan
1) Permohonan penelitian, peneliti telah meminta surat pengantar dari kampus untuk
melakukan penelitian di RSUD Batang.
2) Setelah peneliti mendapatkan ijin penelitian dari kampus kemudian peneliti
mendatangi KESBANGPOL Batang setelah mendapat rekomendasi dari
KESBANGPOL Batang kemudian mendatangi BAPPEDA Batang untuk meminta
ijin penelitian dengan menyerahkan surat keterangan dari KESBANGPOL.
3) Setelah peneliti mendapat ijin, peneliti mendatangi RSUD Batang untuk
melakukan penelitian.
b. Proses Penelitian
1) Peneliti melakukan pengambilan data secara total sampling

4
2) Peneliti mendata jumlah bayi yang mengalami ikterus di RSUD Batang.
3) Peneliti menjelaskan manfaat dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.
4) Peneliti mengajukan inform concent pada ibu bayi yang mengalami ikterus untuk
menjadi responden.
5) Selanjutnya peneliti melakukan observasi secara langsung bagaimana pemberian
ASI diberikan dan fototerapi yang dilakukan.
6) Peneliti mengobservasi dengan panduan lembar observasi dengan cara mengisi
atau mencentang point-point yang digunakan sebagai alat observasi.
7) Observasi dilakukan selama 3 hari untuk memperoleh data atau hasil yang lebih
lengkap dengan mengikuti perkembangan penurunan kadar bilirubin.
8) Peneliti mencatat hasil dari observasi yaitu pemberian ASI, fototerapi dan
perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus dan hasil siap dilakukan pengolahan
data.
3. Uji validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran
tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan
oleh seorang yang profesional dibidangnya yaitu dengan konsultasi kepada pakar
spesialis anak dan kebidanan. Tes reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
sejauh mana alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005).
Validitas yang telah dilakukan memperoleh hasil yaitu setiap item yang digunakan
dalam lembar observasi dikatakan semua valid oleh kedua pakar tersebut, sehingga dapat
digunakan sebagai alat observasi untuk melakukan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan
model validitas expect validity yaitu validitas dengan konsul pada pakar ilmu yang ahli
dalam bidang tertentu, dimana dalam validitas ini expect validity yang dilakukan dengan
dokter spesialis anak yaitu dr. Dewi Lastmi, Sp. A dan Ibu Fika R, S. Si. T., M. Kes.

E. Etika Penelitian
1. Informed concent (Lembar Persetujuan Responden)
Sebelum diadakan penelitian lebih lanjut, lembar persetujuan ini diberikan kepada
responden, responden yang akan diteliti dan memenuhi kriteria dimana sebelumnya telah
diberi penjelasan secukupnya tentang tujuan penelitian. Responden dinyatakan setuju
apabila bersedia menandatangani informed concent tersebut.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian, dan hanya diketahui oleh peneliti itu sendiri.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang di dapat dari responden, dan itu
dijamin oleh peneliti.

F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan peneliti mengunakan metode komputer. Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya :
1. Editing

5
Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner tersebut.
2. Scoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor. Dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal.
Scoring dalam penelitian ini yaitu pemberian ASI apabila mendapat :
Skor 1 : Apabila hasil ya
Skor 0 : Apabila hasil tidak
3. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Coding dalam penelitian ini yaitu fototerapi dan kadar bilirubin.
Pemberian ASI :
Apabila baik kode 2
Apabila kurang baik kode 1
Fototerapi :
Apabila dosis rendah kode 1
Apabila dosis tinggi kode 2
Kadar Bilirubin :
Apabila sangat turun diberikan kode 3
Apabila turun diberikan kode 2
Apabila tetap diberikan kode 1
Apabila naik diberikan kode 0
4. Memasukkan data (Data Entry) atau Processing
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode
(angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atai software komputer. Salah satu
paket program yang paling sering digunakan untuk entri data penelitian adalah paket
program SPSS for Window.
5. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu
dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan
kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).

G. Analisis Data
Adapun analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi. Pada penelitian ini
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase untuk perubahan kadar
bilirubin.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
korelasi yaitu melihat hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat yaitu hubungan
pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang. Uji yang digunakan Uji Spearman yaitu uji non parametris yang digunakan
untuk menguji hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen
(Sugiyono, 2010). Nilai korelasi Spearman hitung ini (rho) lalu diperbandingkan dengan
Spearman tabel (rho tabel). Keputusan diambil dari perbandingan tersebut. Jika rho hitung
> rho tabel, H0 ditolak dan Ha diterima. Jika rho hitung < rho tabel, H0 diterima, Ha
ditolak.

6
HASIL PENELITIAN
A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang

Pemberi Hari-1 Hari-2 Hari-3 Rata-rata


an ASI Frekue Present Frekue Present Frekue Present Frekue Present
nsi ase nsi ase nsi ase nsi ase
Kurang 15 83.3% 10 55.6% 6 33.3% 10 55.6%
baik
Baik 3 16.7% 8 44.4% 12 66.7% 8 44.4%
Total 18 100% 18 100% 18 100% 18 100%

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi ikterus di
RSUD Batang memperoleh hasil pada hari pertama kurang baik sebanyak 15 (83,3%)
responden, pemberian ASI dengan hasil baik sebanyak 3 (16,7%) responden. Hari kedua
kurang baik sebanyak 10 (55,6%) responden, pemberian ASI dengan hasil baik sebanyak
8 (44,4%) responden. Hari ketiga kurang baik sebanyak 6 (33,3%) responden, pemberian
ASI dengan hasil baik sebanyak 12 (66,7%) responden. Hasil data penelitian ini
menunjukkan sebagian besar pemberian ASI di RSUD Batang kurang baik dalam
pemberian ASI yaitu 10 (55,6%) responden.

B. Fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang


Tabel 5.2 Distribusi frekuensi fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang

Fototer Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata


api Frekue Present Frekue Present Frekue Present Frekue Present
nsi ase nsi ase nsi ase nsi ase
Rendah 4 22.2% 10 55.6% 16 88.9% 9 50%
Tinggi 14 77.8% 8 44.4% 2 11.1% 9 50%
Total 18 100% 18 100% 18 100% 18 100%

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang
memperoleh hasil dalam besaran fototerapi pada hari pertama yang rendah sebanyak 4
(22,2%) responden, besaran fototerapi yang tinggi sebanyak 14 (77,8%) responden.
Besaran fototerapi pada hari kedua yang rendah sebanyak 10 (55,6%) responden,
besaran fototerapi yang tinggi sebanyak 8 (44,4%) responden. Besaran fototerapi pada
hari ketiga yang rendah sebanyak 16 (88,9%) responden, besaran fototerapi yang
tinggi sebanyak 2 (11,1%) responden. Hasil data penelitian ini menunjukkan sebagian
besar fototerapi di RSUD Batang rendah dalam besaran fototerapi.

C. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang

7
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang

Perubah Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata


an Frekue Present Frekue Present Frekue Present Frekue Present
kadar nsi ase nsi ase nsi ase nsi ase
bilirubi
n
Turun 14 77.8% 14 77.8% 13 72.2% 14 77.8%
Sangat 4 22.2% 4 22.2% 5 27.8% 4 22.2%
turun
Total 18 100% 18 100% 18 100% 18 100%

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang memperoleh hasil perubahan kadar bilirubin pada hari pertama turun
sebanyak 14 (77,8%) responden, sangat turun sebanyak 4 (22,2%) responden.
Perubahan kadar bilirubin pada hari kedua turun sebanyak 14 (77,8%) responden,
sangat turun sebanyak 4 (22,2%) responden. Perubahan kadar bilirubin pada hari
ketiga turun sebanyak 13 (72,2%) responden, sangat turun sebanyak 5 (27,8%)
responden. Hasil data penelitian ini menunjukkan sebagian besar perubahan kadar
bilirubin di RSUD Batang mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil tabel korelasi diatas diketahui hasil perhitungan dengan
menggunakan uji statistik “spearman’s rho” yang diolah dengan Program SPSS 16 for
Windows memperoleh nilai p value (0,814) > α (0,05) yang berarti tidak signifikan
atau tidak bermakna atau hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus
di RSUD Batang.
Berdasarkan hasil tabel korelasi diatas diketahui hasil perhitungan dengan
menggunakan uji statistik “spearman’s rho” yang diolah dengan Program SPSS 16 for
Windows memperoleh nilai p value (0,022) < α (0,05) yang berarti signifikan atau
bermakna atau hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang.

PEMBAHASAN

8
A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa pemberian ASI
pada bayi ikterus di RSUD Batang adalah kurang baik yaitu 6 (33,3%) responden, 12
(66,7%) responden memberikan ASI dengan baik. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari
hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian. ASI adalah satu jenis
makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial
maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti
alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan.
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena itu bayi yang mendapat
cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang suhu
udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula
lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare
pada bayi yang mendapat susu formula. Komposisi ASI yaitu : karbohidrat, protein,
lemak, mineral, vitamin (Hubertin, 2004).
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormon. Kemampuan ibu dalam
menyusui/laktasipun berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang lebih besar
dibandingkan yang lain. Laktasi mempunyai dua pengertian yaitu pembentukan ASI
(Refleks Prolaktin) dan pengeluaran ASI (Refleks Let Down/Pelepasan ASI) (Maryunani,
2009). Optimasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting. Hal-hal yang
dapat mengurangi produksi ASI adalah ;1) tidak melakukan inisiasi menyusui dini; 2)
menjadwal pemberian ASI ;3) memberikan minuman prelaktal (bayi diberi minum
sebelum ASI keluar), apalagi memberikannya dengan botol/dot) ;4) kesalahan pada posisi
dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008). Meskipun menyusui adalah
suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan yang perlu dipelajari. Ibu
seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar terutama bagaimana posisi
menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap secara efektif dan
ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya ASI berhubungan dengan posisi ibu
saat menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan dapat mencegah
timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox, 2006). Berdasarkan teori tersebut
dapat dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI sehingga hasil
penelitian ini tidak menghasilkan adanya suatu hubungan yang signifikan.

B. Fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang


Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa besaran fototerapi
pada bayi ikterus dengan hasil rendah yaitu sebanyak 16 (88,9%) responden, dengan
besaran fototerapi tinggi sebanyak 2 (11,1%) responden. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian.
Fototerapi merupakan terapi yang dilakukan dengan menggunakan cahaya dari lampu
fluorescent khusus dengan intensitas tinggi, secara umum metode ini efektif untuk
mengurangi serum bilirubin dan mencegah ikterus. Akan tetapi fototerapi mempunyai
beberapa efek samping yang dapat terjadi pada bayi yang melakukan fototerapi
diantaranya perubahan suhu tubuh dan metabolik lainnya. Paparan sinar terhadap
permukaan tubuh bayi secara terus menerus menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan
mengawali terjadinya peningkatan aliran darah perifer dan kehilangan cairan yang tidak
disadari selama proses fototerapi (Maisels & McDonagh, 2008). Peningkatan suhu
dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu)
adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke

9
bayi dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara dan kehilangan udara pada radiant
warmer), penggunaan servocontrol (Sukadi, 2012). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kuzniewicz, et al (2009) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan
fototerapi mampu menurunkan kejadian hiperbilirubinemial berat. Berdasarkan teori
tersebut dapat dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi fototerapi sehingga hasil
penelitian ini menghasilkan hubungan yang signifikan (Potts & Mandleco, 2007).
C. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa perubahan kadar
bilirubin pada bayi ikterus mengalami penurunan yaitu turun sebanyak 13 (72,2%)
responden, 5 (27,8%) responden dengan hasil sangat turun. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian. Bilirubin
merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin. Ketika sel
darah merah dirusak hasil pecahannya yakni hemoglobin masuk ke sirkulasi darah dan
membelah menjadi dua, heme dan globin. Globin (protein) digunakan/diserap oleh tubuh,
sedangkan heme masuk menjadi unconjugated bilirubin, zat yang tidak larut dalam air
dab terikat oleh albumin. Bilirubin terpisah dari molekul albumin di liver dengan bantuan
enzim glucoronyl transferase, kemudian bilirubin berkonjugasi dengan asam glukuronik
untuk menghasilkan zat yang kelarutannya tinggi dalam air, yakni conjugated bilirubin
glucurunide, yang akan diekskresikan lewat empedu, kemudian di usus dengan bantuan
bakteri bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen, yakni pigmen yang
memberikan warna pada feses, dan hanya sedikit yang dieliminasi melalui urin (Wong &
Hockberry, 2003). Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Gulcan, Tiker & Kilicdag
(2007) ini menunjukkan bahwa dalam 24 jam terjadi penurunan nilai total serum
bilirubin yang lebih besar. Rata-rata total serum bilirubin awal dan akhir terjadi
penurunan antara nilai total serum bilirubin awal dengan nilai total serum bilirubin akhir
pada semua kelompok yang berbeda.
D. Hubungan pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus.
Kadar bilirubin yang terus meningkat melebihi batas normal dapat menyebabkan
kerusakan pada sel otak (kernikterus) sehingga peningkatan kadar bilirubin melebihi
batas normal harus segera dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk membantu
mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru lahir antara lain pemberian ASI sedini
mungkin, menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi, fototerapi serta pemberian
transfusi tukar (Bobak, Lowdermik, & Jensen, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui pemberian ASI yang
kurang baik sebanyak 6 (33,3%) responden, 12 (66,7%) responden memberikan ASI
dengan baik. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maisels (2008)
mengidentifikasikan adanya hubungan yang kuat antara frekuensi menyusui dengan
penurunan meningkatnya nilai total serum bilirubin, meskipun dalam penelitiannya
Maisels (2008) tidak melakukan pengukuran atau memperkirakan volume ASI yang
dikonsumsi oleh bayi yang disusui ibunya dengan melakukan penimbangan berat badan
setiap hari.
Keberhasilan menyusui ketika dirumah sakit ditentukan oleh faktor ibu dan bayi
dengan perawat sebagai mediator. Perawat mengkaji kesiapan ibu secara psikologis dan
fisiologis untuk proses menyusui serta pengetahuan ibu yang berkaitan dengan proses
menyusui. Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda yang menunjukkan orangtua
memerlukan informasi mengenai proses menyusui. Ibu yang baru pertama kali menyusui
dan belum pernah memiliki pengalaman menyusui akan memiliki banyak pertanyaan
seputar proses menyusui. Jika kebutuhan nutrisi ibu kurang karena pengetahuan ibu yang
tidak memadai mengenai proses menyusui dapat menimbulkan terhentinya proses
menyusui akibat rendahnya produksi ASI (Murray & Mc Kinney, 2007). Selain itu peran

10
perawat sebagai mediator di rumah sakit juga harus mengkaji keberhasilan program
menyusui pada bayi yang disusui langsung oleh ibu selama fototerapi untuk memastikan
bahwa bayi mendapatkan masukan cairan yang cukup. Tanda-tanda bahwa menyusui
berjalan dengan baik harus terlihat, baik pada ibu maupun bayi baru lahir (Bobak,
Lowdermik, & Jensen, 2005).
Penelitian yang dilakukan di RSUD Batang tentang pemberian ASI terhadap
perubahan kadar bilirubin berdasarkan hasil uji sperman’s rho diketahui nilai p value
0,814 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD
Batang. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang
diantaranya telah disebutkan diatas.
E. Hubungan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui fototerapi dengan
besaran fototerapi rendah sebanyak 16 (88,9%) responden, 2 (11,1%) responden dengan
besaran fototerapi tinggi. Fototerapi digunakan sebagai terapi pengobatan pada bayi baru
lahir yang mengalami hiperbilirubinemia karena aman dan efektif untuk menurunkan
bilirubin dalam darah (Potts & Mandleco, 2007). Cara kerja fototerapi adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk diekskresikan melalui
empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama
lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah
produk terbanyak degradasi bilirubin akibat fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil
bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya
dan secara langsung bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja
yang bisa diekskresikan lewat urin (Maisels & McDonagh, 2008). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Kuzniewicz, et al (2009) menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan fototerapi mampu menurunkan kejadian hiperbilirubinemial berat. Fototerapi
merupakan terapi dengan memanfaatkan energi sinar untuk mengubah bentuk dan
struktur bilirubin yakni mengubah bilirubin indirek menjadi direk, di dalam usus bilirubin
direk akan terikat oleh makanan menjadi molekul yang dapat diekskresikan melalui feses
(Maisels, 2008). Durasi fototerapi dihitung berdasarkan waktu dimulainya fototerapi
sampai fototerapi dihentikan. Pencatatan durasi fototerapi yang akurat merupakan
tanggungjawab perawat karena berkaitan dengan penggantian tabung fototerapi. Tabung
diganti setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa
berfungsi (Moeslichan, dkk. 2004). Durasi fototerapi ditentukan oleh penurunan nilai
total serum bilirubin sampai mencapai nilai yang diharapkan, sehingga tidak ada
penentuan berapa jam sebaiknya durasi footerapi diberikan (American Academy of
Pediatrics, 2004). Pengukuran kadar bilirubin serum dilakukan setiap 24 jam, kecuali
kasus-kasus khusus. Fototerapi dihentikan bila kadar serum bilirubin kurang dari 13mg/dl
akan tetapi bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan fototerapi setelah 3 hari,
setelah fototerapi dihentikan, observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan
bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan
metode klinis (Moeslichan,dkk. 2004; American Academy of Pediatrics, 2004).
Penelitian yang dilakukan di RSUD Batang tentang fototerapi terhadap perubahan
kadar bilirubin berdasarkan hasil uji sperman’s rho diketahui nilai p value 0,022 < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fototerapi
terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang.

11
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian ASI dan fototerapi pada bayi ikterus
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemberian ASI pada bayi ikterus sebagian besar adalah memberikan ASI dengan baik
yaitu 12 responden (66,7%).
2. Fototerapi pada bayi ikterus sebagian besar adalah besaran fototerapi dengan dosis rendah
yaitu 16 responden (88,9%).
3. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus sebagian besar mengalami penurunan dengan
tingkat turun dari hari pertama yaitu 14 (77,8%) menjadi turun 13 responden (72,2%) pada
hari ketiga.
4. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus di RSUD Batang yang ditandai dengan nilai p value yaitu (0,814 > α).
5. Ada hubungan antara fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi iktyerus di
RSUD Batang yang ditandai dengan nilai p value yaitu (0,022 < α).

B. Saran
1. Bagi Orangtua
Menambah pengalaman dan kesadaran bagaimana memberikan ASI kepada bayinya sesuai
kebutuhan bayi, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya ikterus yang
berkelanjutan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi institusi
pendidikan kebidanan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
pembelajaran tentang ikterus.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan rumah sakit dapat menyediakan sarana dan prasarana yang
komprehensif untuk menambah pelayanan yang paripurna dalam penanganan ikterus serta
tenaga kesehatan yang bekerja di RS mempunyai kompetensi yang lebih dalam menangani
ikterus.
4. Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman nyata serta memberikan penatalaksanaan
lainnya bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, serta dapat menambah ilmu untuk
penerapan ilmu-ilmu baru berikutnya.
5. Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat melakukan
observasi lebih mendalam terhadap pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan
kadar bilirubin pada bayi ikterus sehingga didapatkan hasil yang akurat. Selain itu peneliti
selanjutnya juga diharapkan dapat meneliti faktor-faktor pemberian ASI maupun fototerapi
misalnya faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI terhadap perubahan
kadar bilirubin, ataupun teknik pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin.

DAFTAR PUSTAKA

Administrator. (2013). Bupati Batang : Kolaborasi Bidan dan PLKB Untuk Upaya Penurunan Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Diakses tanggal : 22 Juli 2013. Dari :

12
http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2012/index.php?option=com_content&view=ar
ticle&id=128:bupati-batang-kolaborasi-bidan-dan-plkb-untuk-upaya-penurunan-
angka-kematian-ibu-dan-angka-kematian-bayi-&catid=8:latest

American Academy of Pediatric, (2004). Management of hyperbilirubinemia in the new born


infant 35 or more weeks of gestation. Diakses tanggal : 22 Juli 2013. From :
http://www.aapublication.org.

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & jensen, M.D., (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Alih bahasa : Wijayarini MA., & Anugrah PL Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Gulcan, H., Tiker, F., & Kilicdag, H., (2007). Effect of Feeding Type On The Efficacy Of
Phototherapy. Indian Pediatrics Jounal : 44 : 32-36

Hegar, Badriul dkk. (2008). Bedah ASI. Jakarta : Balai Pustaka FKUI.

Hockenberry M.N., & Wilson, A., (2007). Essentials of Pediatrics Nursing. St. Louis : Mosby
Elsevier.

Hubertin. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC.

Maisels, M.J. (2008). Neonatal Jaundice. Amsterdam : Harwood Academic Publisher : 177-
203.

Maisels, M.J., & McDonagh, A.F., (2008). Phototherapy for Neonatal Jaundice. NEJM ; 358
: 920-928.

Marmi, S. S. T., & Raharjo, K. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : CV. Pustaka Pelajar.

Martiza, Iesje. (2012). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : CV. Badan Penerbit
IDAI.

Maryunani, A., Nurhayati. (2008). Asuhan Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta : Trans Info
Media.

Moeslichan, Surjono, A., Suradi. R., Rahardjani, K. B.,Usman. A., Rinawati, et al., (2004).
Tatalaksana Ikterus Neonatorum.

Murray, S.S., & McKinney, S.A, (2007). Foundation of maternal-newborn nursing. 4th
edition. Singapore : Elsevier.

Nanny Lia Dewi, Vivian. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV.
Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV. Rineka Cipta.

Potts, N. L., & Mandleco, B. L., (2007). Pediatric Nursing: caring for children and their
families. New York: Thomson Delmar Learning.

13
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.

Sukadi, A. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : CV. Badan Penerbit IDAI.

Wafi Nur, Muslihatun. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : CV. Fitramaya.

Wong, D.L., & Hockenberry, M.J, (2003). Nursing care of infant and children. 7th edition.
Philadhelphia : Mosby.

Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Sudjana, N. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sunarto. 2009. Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar Fisika Listrik Dinamis Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division (Stad) Dengan
Lembar Kerja Tersruktur (Lkt) Pada Siswa Kelas Ix A Smp Negeri 2 Boyolali Tahun
Pelajaran 2008/2009. Jurnal Penelitian.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

Wiknjosastro, G. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

14

Anda mungkin juga menyukai