Anda di halaman 1dari 25

Clinical Science Session

INVERSIO UTERI

Oleh:

Okta Rahmanda 1740312262

Preseptor:

dr. Efriza Naldi, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD ADNAAN WD PAYAKUMBUH

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “Inversio Uteri”.

CSS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Efriza Naldi, Sp.OG selaku pembimbing

yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah membantu dalam

penulisan CSS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CSS ini masih memiliki banyak kekurangan.

Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CSS ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Payakumbuh, Maret 2018

Penulis

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inversio uteri adalah salah satu penyebab pendarahan post partum. Perdarahan post

partum adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang merupakan

penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Inversio uteri merupakan kasus yang jarang

dijumpai, walaupun demikian kita harus cukup tanggap pada keadaan syok post partum

dengan perdarahan yang tidak sesuai. Penyebab inversio uteri lebih sering spontan yang

berkaitan dengan abnormalitas uterus. Selain itu inversio uteri dapat juga disebabkan oleh

penanganan persalinan yang salah. Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit,

komplit dan inversio prolaps, dan dapat timbul akut, subakut dan kronis. Setiap tahun

diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai akibat komplikasi yang timbul dari

kehamilan dan persalinan, sehingga diperkirakan terdapat angka kematian maternal sebesar

400 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2000). World Health Organization (WHO)

memperkirakan sejumlah 150.000 wanita meninggal dunia setiap tahunnya karena perdarahan

postpartum. 1

Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan salah

satu penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri adalah suatu keadaan

dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke dalam uterus atau

ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina. Pada keadaan yang ekstrim, kita dapat

menjumpai endometrium yang berwarna keunguan dengan plasenta yang masih melekat.2-5

Kejadian inversio ini pertama kali dikenal oleh Hippocrates (460-770 SM). Angka

kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda dan bervariasi

berkisar antara 1:1000 sampai 1:20.000. Menurut Mc Cullagh memperkirakan 1 kasus dari
2
30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan Watson juga

mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000

kelahiran. Di India kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di

Amerika 1 dari 23.127 persalinan, di Canada 1 dari 3737 persalinan dan di Perancis 1 dari

20000 persalinan.7

Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan

kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai

menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa

gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius dan

fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.8-10

Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan

cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta, melalui tarikan

yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada tanda-tanda lepasnya

plasenta. Serta mengenal secara dini dan penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian.11

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi,

gambaran klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan

prognosis dari penyakit Inversio Uteri.

1.3. Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai

Inversio Uteri.

1.4. Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk dari

berbagai literatur.
3
1.5. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan pengetahuan

mengenai Inversio Uteri.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Inversio uteri merupakan kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan

perdarahan post partum. Inversio uteri adalah keadaan di mana lapisan dalam uterus

(endometrium) turun dan keluar secara terbalik lewat ostium uteri eksternum, yang dapat

bersifat komplit dan inkomplit. Pada inversio uteri, bagian atas uterus memasuki kavum uteri,

sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang

sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III persalinan atau segera setelah plasenta

keluar.1

2.2 Epidemiologi

Inversio uteri adalah suatu kejadian emergensi obstetrik yang sangat jarang terjadi.

Insiden dalam terjadinya inversio uteri adalah sebanyak 1:20.000 persalinan. Jika terjadi

harus ditangani dengan cepat karena dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat

pendarahan yang banyak.1,3

2.3 Klasifikasi

Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.

A. Berdasarkan Gradasi Berat

1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam kavum uteri,

tetapi belum keluar dari kavum uteri.

2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina.

3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri terbalik dan, sebagian sudah

menonjol keluar vagina atau vulva.

5
B. Berdasarkan derajat kelainannya

1. Derajat I (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati kanalis

servikalis.

2. Derajat II (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati kanalis

servikalis.

3. Derajat III (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari vulva.

C. Berdasarkan pada waktu kejadian

1. Inversio uteri akut : suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran bayi atau

plasenta, sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.

2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi saat terjadi kontraksi cincin

serviks uteri.

3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu

ataupun sudah didapatkan gangren.

D. Berdasarkan etiologinya:

1. Inversio uteri nonobstetri

2. Inveisio uteri puerpuratis

2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti

dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian

dapat terjadi spontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan persalinan dan kondisi

ini tidak selalu dapat dicegah. Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua,

yaitu inversio uteri nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.

Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh mioma uteri submukosa

yang terlahir, polip endometnum dan sarkoma uteri, yang akan menarik fundus uteri ke arah

bawah serta berkombinasi dengan kontraksi miometrium secara terus menerus mencoba
6
mengeluarkan mioma seperti benda asing. Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri

pada tumor yang berasal dan kavum uteri antara lain: keluarnya tumor dari kavum uteri yang

mendadak, dinding uterus yangtipis, dilatasi dari serviks uteri, ukuran tumor, ketebalan

tangkai dari tumor, dan lokasi tempat perlekatan tumor.

Pada inversio uteri puerpuralis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering

disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik. Bila terjadi spontan, lebih banyak

didapatkan pada kasus-kasus primigravida terutamayang mendapat terapi MgSO4 intravena

untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini mungkin

berhubungan dengan abnormalitas dari uterus atau kelainan uterus lainnya. Keadaan lain

yang dapat menyebabkan inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia

uteri, kelemahan otot kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat,

misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karna tali pusat yang pendek. Pada

kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat

dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri. Inversio uteri karena tindakan atau prosedur

yang salah baik kala II ataupun kala III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong

persalinan yang kurang tepat.4,5

.
7
Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri

yaitu:

a) Faktor predisposisi

1. Abnormalitas uterus

2. Plasenta adhesive

4. Tali pusat pendek

5. Kelemahan binding uterus

6. Implantasi plasenta pada fundus uteri

7. Riwayat inversio uteri sebelumnya

b) Kondisi fungsional uterus

1. Relaksasi miometrium

2. Gangguan mekanisme, kontraksi uterus

3. Pemberian MgSO4

4. Atonia uteri

c) Faktor pencetus

1. Pengeluran plasenta secara manual

2 Peningkatan tekanan, intrabdominal, seperti batuk-batuk, mengejan yang keras dan

tiba-tiba

3 Kesalaban penanganan pada kala uri, yaitu:

a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat

b. Perasat Crede

c. Penarikan tali pusat yang kuat

d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana

4. Partus presipitatus

5. Gemelli
8
2.5 Patofisiologi

Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang sebenarnya masih

belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang mempengaruhi inversi uteri adalah plasenta

yang berimplantasi di fundus, lemah dan lunaknya endometrium di lokasi implantasi

plasenta, serta dilatasi serviks segera post partum. Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali

pusat yang pendek dan tarikan tali pusat yang berlebihan juga berkontribusi untuk inversi

uteri.

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya

masuk. Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem. Inversio

uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya uterus

sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke

dalam kavum uteri.

Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan kontraksi pada waktu

yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik atau massa fundus plasenta, terbalik

ke arah segmen bawah uterus. Jika serviks berdilatasi kekuatan kontraksi cukup dan cukup

kuat, dinding endometrium melalui itu, menghasilkan inversi lengkap. Jika situasi kurang

ekstrem dari dinding itu, fundus sendiri terjebak dalam rongga rahim, menghasilkan inversi

parsial.

Dalam inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan serviks berfungsi

sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk. Massa kemudian tumbuh semakin prolaps

dan akhirnya menghalangi aliran vena dan arteri, menyebabkan terjadinya edema. Jadi,

penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit. Dalam kasus-kasus kronis atau yang lambat

ditangani, bisa menyebabkan nekrosis jaringan.

Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak, maka inversio

uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan
9
pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya. Inversio Uteri dapat

terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan tarikan

talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk

klasifikasi tindakan iatrogenik. 3,4

2.6 Gejala Klinis

Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu inversio uteri. Syok atau gejala-

gejala Syok yang terjadi dapat tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh

karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan

perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversion uteri. Syok dapat disebabkan

karena nyeri hebat, akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan

serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler. Perdarahan tidak begitu jelas,

kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio,

uteri prolaps dimana bila plasenta belum lepas atau telah lepas perdarahan tidak berhenti

karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang

telah ada. Sebelumnya bahkan dapat menimbulkann kematian- Dilaporkan 90% kematian,

terjadi dalam dua jam paskapersalinan akibat perdarahan atau syok.

Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan

kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada

pemeriksaan tersebut Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar

serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak massa

berwarna merah keabuan yang kadang-kadang didapatkan plasenta masih melekat dengan

ostium tuba dan, endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah. Tetapi hal ini

dapat dibedakan dengan tumor mioma uteri submukosa yang terlahir, pada mioma uteri yang

terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya serta, jarang sekah

mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang cukup bulan atau hampir
10
cukup bulan. Pada kasus inversio uteri yang kronis akan didapadum gangrene dan strangulasi

jaringan inversio oleh cincin serviks.4

2.7 Diagnosis

Anamnesis

Pasien sering datang dengan pendarahan setelah melahirkan. Pendarahan dapat terjadi

dengan atau tanpa adanya rasa nyeri. Selalunya pasien datang dalam kondisi yang sudah

lemas.Pasien juga mengeluh adanya massa merah yang menonjol keluar dari jalan lahir.4

Pemeriksaan fisik

Saat di palpasi tinggi fundus uteri dapat di raba sebagian atau sudah tidak dapat teraba

lagi.Jika tinggi fundus uteri masih teraba ianya dapat di rasakan seperti adanya lekukan ke

dalam. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam di mana untuk melihat adakah pendarahan

datangnya dari robekan rahim, sisa plasenta atau plasenta yang masih belum keluar.

Pemerikaan Penunjang

Antara modilitas yang dapat di gunakan adalah USG.Gambaran transabdominal dalam

potongan melintang di panggul bawah, rahim tampak sebagai tanda target dengan fundus

yang bagian dalam hiperechoic, yang dikelilingi lingkaran hipoechoic. Menunjukkan cairan

antara ruang fundus terbalik dan dinding vagina. Endometrium sejajar di tepi dari fundus

terbalik.

Gambaran transabdominal pada potongan sagital, uterus tampak sebagai gambaran

cermin terbalik dari uterus yang normal. Fundus uteri berada di vagina dengan cairan di

fornik vagina. Kedua permukaan serosa berlawanan menggambarkan garis endometrium atau

garis semu.1,2,5

11
Gambaran inversio uteri pada USG

2.8 Tata Laksana

Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegaban lebih diutamakan pada

persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.

Pencegahan

1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri, terutama

pada wanita dengan tersebut.

2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada

kontraksi.

3. Penatalaksanaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.

4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.

Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan

metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya dilakukan reposisi

dengan metode operatif.

a. Manual : cara Jones, Johnson, O'Sullivan

b. Operatif

 Transabdominal cara Huntington, Haultain

 Transvaginal cara Spinelli, Kustner, subtotal histerektomi pervaginam

12
Prinsip penanganan pada pasien yang datang dengan inversio uteri melibatkan dua

kompenen penting yaitu:

a. Menangani syok akibat pendarahan yang banyak

b. Mereposisi semula uterus ke tempatnya.

Pasien dengan pendarahan post partum harus di tangani dengan melakukan resusitasi

dan penanganan pendarahan obstetrik serta kemungkinan adanya syok hipovolemik.

Resusitasi cairan melibatkan cairan ringer laktat. Pemberian cairan kristaloid dalam volume

yang besar baik dengan NaCl atau Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. RL

merupakan cairan yang cocok karena biaya ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian

besar obat dan transfusi darah.

Pemberian cairan dekstrosa seperti D5% tidak memiliki peran dalam penanganan

pendarahan post partum. Penggantian cairan yang melibatkan kristaloid tidak tahan lama di

intra vaskular tetapi sebaliknya terjadi pergeseran ke ruangan interstitial yang akan

menyebabkan edema perifer. Jika kehilangan darahnya banyak membutuhkan penambahan

transfusi sel darah merah.

Jika pendarahan masih berlanjut dan di perkirakan melebihi 2000 mL atau keadaan

klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah di lakukan resusitasi. Komponen

darah yang biasanya di gunakan adalah PRC untuk menggantikan Hb yang hilang dan untuk

mengembalikan volume sirkulasi.

Pasien yang datang dengan inversio uteri selalu datang dengan pendarahan yang

hebat dan disertai dengan syok. Apabila inversio uteri dengan gejala syok harus di atasi dulu

dengan infus IV cairan elektrolit dan transfusi darah, segera itu barulah dapat di lakukan

reposisi secara manual, hidrostatik atau secara operasi melalui transabdominal maupun

transvaginal.

13
Langkah reposisi inversio uteri secara manual dengan cara:

a. Memberikan muscle relaxan sehingga otot rahim menjadi lemas. Relaksan akan

membuatkan otot rahim lemas.

b. Relaksan yang di anjurkan adalah:

o Anestesi umum

o Pemberian tokolisis relaksan otot uterus yaitu suatu relaksasi uterus sebelum

di lakukan reposisi manual atau pun repososi hidrostatik. Antara obat yang

menjadi pilihan sebagai tokolisis adalah:

 Mg S04 4- 6 g IV selama 4 menit

 Nitrogliserin 100 mcg IV

 Terbutaline 0, 25 mg IV

Uterotonika yang dapat diberikan adalah seperti oksitosin yang mempunyai efek kerja

cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah. Ergometrin dan prostagladin juga

dapat di gunakan untuk mencegah perdarahan.

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang di produksi oleh lobus posterior hipofisis.

Obat ini dapat menimbulkan kontraksi uterus, ianya dapat diberikan IM , IV , untuk

pendarahan aktif dapat di berikan lewat infus dengan Ringer Laktat. Efek sampingnya sangat

sedikit seperti nausea, vomitus.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan

terjadinya tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Ianya mempunyai dosis maksimum 1,

25 mg, dan dapat di berikan langsung melalui IV bolus 0,12 mg. Obat ini dikenali sebagai

vasospasme perifer dan dapat menyebabkan hipertensi. Jadi tidak boleh diberikan pada

penderita hipertensi.

Prostagladin merupakan analog 15 metil prostagladin F2 alfa. Obat ini dapat di

berikan secara intravaginal, intravena, intramuskular, atau rectal. Pemberian IM adalah


14
sebanyak 0,25 mg yang dapat di pakai sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian lewat rektal

dapat mencapai 5 tablet 200 ug yaitu 1 g. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus, diare,

sakit kepala di sebabkan kontraksi otot halus dan juga bekerja di termoregulasi sentral

sehingga menyebabkan muka kemerahan, berkeringat.

Reposisi Manual5

Teknik Johnson

1. Seluruh telapak tangan di masukkan ke dalam vagina untuk mendorong inversio uteri

untuk masuk kembali.

2. Setelah berhasil lakukan pijitan bimanual antara tangan intra uterine dan tangan lainnya di

fundus uteri yang telah di reposisi

1. 3. Masukkan bolus uterotonik ( oksitosin atau methergin) sehingga timbul kontraksi

yang dapat mempertahankan fundus uteri di tempatnya

3. Jika di pandang perlu dapat di pertahankan dengan memasang tampon uterovaginal.

4. Tampon dapat di pertahankan 24 jam atau lebih dan selanjutnya di tarik sedikit sehingga

tidak menimbulkan inversio kembali.

5. Sementara menarik tampon , dapat di masukkan uterotonik secara drip.

15
Gambar . Teknik reposisi manual

Menurut teknik Jones:

1. Di pergunakan telunjuk , untuk melakukan reposisi fundus uteri sehingga dapat mencapai

posisi semula pada intra uterine.

2. Dorong fundus kearah umbilikus dapat memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus

kembali ke posisi semula.

16
3. Bila dengan upaya reposisi tersebut plasenta masih melekat jangan lakukan pelepasan

plasenta, tetapi baru di lakukan setelah reposisi berhasil dengan baik. Ini karena jika

plasenta di lepaskan ianya dapat memicu kepada pendarahan yang hebat.

Koreksi Hidrostatik :

1. Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari

perineum.

2. Siapkan sistem bilas yang sudah desinfeksi,berupa selang 2 m berujung penyemprot

berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 2-5 L( NaCl atau RL )

dan dipasang setinggi 2 m.

3. Identifikasi forniks posterior.

4. Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia sekitar ujung

selang dengan tangan.

5. Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.

Teknik hidrostatik

Bentuk – bentuk reposisi inversio yang lain:

Transabdominal :

Teknik Haultain

Di kerjakan secara laparotomi dengan dinding belakang lingkaran kontraksi di incisi secara

longitudinal sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedikit,

17
kemudian luka di bawah uterus di jahit dan luka laparotomi di tutup. Uterotonika di berikan

supaya uterus mengalami kontraksi.

Teknik Huntington

Dinding abdomen di buka dan bagian inversio uteri akan terlihat. Dua allis forcep akan

digunakan untuk mengambil bagian fundus uteri dan forceps di tampone pada fundus. Di

lakukan sedemikian rupa supaya uterus tadi dapat di keluarkan dari cincin kontraksi dan

dapat di reposisikan ke keadaan normal.

Teknik operasi abdominal

18
Transvaginal

Teknik Kustner ( forniks anterior) dan Teknik Spinelli ( teknik posterior). Merupakan

teknik operasi melalui transvaginal di mana fundus uteri di ganti melalui pemotongan servik

anterior dan posterior.

Reposisi operatif cara Spinelli

Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara dinding anterior

vagina dibuat tegang berlawanan dengan arch tarikan dari retraktor dan dilakukan insisi

transversal tepat di atas porno anterior. Kemudian plika kandung kemib dipisahkan dari

serviks dan segmen bawah rahim. Insisi medians dibuat melalui serviks pada jam 12, secara

komplit membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada lines medians sampai fundus uteri.

Uterus dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium

yang, terbuka dan membuat tekanan. yang berlawanan dengan ibu juri pada bagian

peritoneal. Uterus direposisi seperti pada gambar.

Reposisi operatif cara Kustner

Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis. Dengan cara

membuka dinding posterior kavurn douglas. Dilakukan kolpotomi transverse transvaginal

dengan insisi sedalam ketebalan servils pada jam 6 sampai dinding posterior uterus. Insisi

19
dibuat sepanjang garis putus-putus seperti pada gambar 8. Kemudian dengan menggunakan

ibu jari uterus direversi sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior

uterus den servik diperbaiki, demikian jugs dengan insisi transverse den kolpotomi pada

vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali ke dalam

kavum pelvis. Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita

yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat ditakukan histerektomi

pervaginam. Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya

perlengketan pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi rupture uteri yang tersembunyi.

Histerektomi

-Tidak mungkin di lakukan reposisi

-Jaringan nekrosis akibat iskemik jaringan

-Terdapat infeksi yang cukup membahayakan jiwa

. Subtotal vaginal histerektomi

Pada teknik ini dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus, uterus

dengan benang untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar

pada korpus uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak

mengenai organ adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan

20
yang terjadi dirawat. Keadaan pangkal tuba, ovarium, ligamentum rotundum

dan jaringan lain dievaluasi. Dengan bantuan sonde trans uretra diidentifikasi

vesika urinaria. Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus

uterus tahap II kurang lebih 1 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan

pemotongan melmgkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan

tahap ke-II. Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong

dan dijahit dengan chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan,

tunggul uterus dimasukkan ke dalarn vagina. Operasi Selesai

Perawatan Pasca Tindakan

a. Jika inversi sudah diperbaiki,berikan drip oksitosin 20 unit dalam 500 ml

NaCl 0.9 % atau ringer laktat sebanyak 20 tetes/menit.

b. Jika dicurigai terjadi perdarahan,berikan infus sampai dengan 60

tetes/ menit.

c. Jika kontraksi uterus kurang baik,berikan ergometrin 0,2 mg.

d. Berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal:

Ampisilin 2g I.V dan metronidazol 500 mg I.V

e. Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi

abdominal vaginal.

f. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotik kombinasi sampai pasien bebas

demam selama 48 jam.6,7

2.9 Komplikasi

a. Gangguan miksi dan stress inkotenesi

Apabila seluruh uterus tertarik ke awah ini menyebabkan fascia dinding depan

vagina mengendor dan vesika urinaria akan terdorong ke belakang. Selain itu

uretra juga turut ke bawah bersama dengan penurunan cavum uteri.


21
b. Inkarserasi usus

Ini dapat terjadi karena ruang yang kosong antara cavum dauglasi terisi usus halus

atau sigmoid masuk ke dalam karena dinding uterus sudah menonjol keluar.5,7

2.10 Pencegahan

Hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong rahim atau

melakukan perasat Crede berulang-ulang saat tidak ada his dan hati-hatilah dalam

menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.8

22
BAB III

KESIMPULAN

Inversio uteri adalah salah satu penyebab pendarahan post partum. Perdarahan

Postpartum adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang merupakan

penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Inversio uteri merupakan kasus yang jarang

dijumpai, walaupun demikian kita harus cukup tanggap pada keadaan syok postpartum

dengan perdarahan yang tidak sesuai. Penyebab inversio uteri lebih sering spontan yang

berkaitan dengan abnormalitas uterus. Selain itu inversio uteri dapat juga disebabkan oleh

penanganan persalinan yang salah.Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit,

komplit dan inversio prolaps, dan dapat timbul akut, subakut dan kronis.

Tindakan pada kasus inversio uteri adalah meliputi perbaikan keadaan umum dengan

infus, transfusi dan antibiotik, reposisi manual, dan bila gagaldilanjutkan dengan tindakan

operatif.Operasi dapat perabdominal dengan teknik Houltain dan huntington dan dapat juga

pervaginam dengan teknik Spinelli atau Kustner, atau pada keadaan tertentu dapat dilakukan

histerektomi pervaginam. Prognosis penderita tergantung dari kecepatan dan ketepatan

diagnosis serta penanganan kasus. Makin dini maka prognosisnya semakin baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Obstetrical Hemorrhage. Dalam:

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Williams Obstetrics. Edisi ke-23. New

York. McGraw Hill,2010; 757 – 801

2. KA. Rana, P.S. Patel. Complete uterine inversion. American Institute of Ultrasound

in Medicine .J Ultrasound Med 2009; 28:1719–1722

3. MK Karkata. Pendarahan Pasca Persalinan. Dalam: Prawihardjo S. Ilmu Kebidanan.

Edisi ke-4. Jakarta. PT Bima Pustaka,2010; 522 – 29

4. JP O’Grady, ME Rivlin. Uterine Inversion, Malposition of the Uterus. Dalam

:Obstetric Syndromes and Conditions. New York, NY: Parthenon; 2006

5. RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Post Partum Hemorrhage. Dalam : RS Gibbi,

BY Karlan, AF Harney et all. Danforth's Obstetrics and Gynecology. Edisi ke-10.

New York. Lippincott Williams & Wilkins, 2008

6. Niswander KR, Evans AT. Abnormal labor and delivery. In: Manual of obstetrics.5 th

edition. Boston: Little, Brown and Company, 1983; 42511.Baskett TF. Acute uterine

inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol Can2002; 24: 953-956

7. Benson Ralph C, Pernoll Martin L. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, ed 9th. In : dr.

Sri Siska, dr. Titiek Resmisari. Jakarta : EGC; 2009

8. Ilmu Kebidanan, ed4th. In : Saifudin Bari Abdul. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharadjo, 2009.p.527-8.

24

Anda mungkin juga menyukai