Anda di halaman 1dari 29

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI PERGURUAN TINGGI UMUM


(Studi Historis dan Realitas Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi Umum)

Zainal Anshari
(STAIN Jember dan Pemerhati masalah sosial-pendidikan dan aktif di LSM Superior.
Email: anshari.zainal@yahoo.com)

Abstract: Islamic instruction is a core material in education at all le-


vels and pathways. As stated in Law No. 20 of 2003 concerning the
national education system and shall be complete in Government Regu-
lation No. 55 of 2007 concerning religion and religious instruction in
Indonesia. Islamic education is basically touches the most basic level in
building Muslim human personality. However, some colleges in Indo-
nesia have not given the perfect Islamic instruction material as regu-
lated in Law No. 55/2007. In this paper will be described several higher
educational institutions that organize Islamic instruction already meet
the standards and which do not meet the implementation standard.
However, in the context of Islamic instruction in a college requires
commitment from various parties; Apart from the rector, lecturers of
Islamic instruction, as well as the students, so that the purpose and
orientation of the implementation of Islamic instruction in Indonesia
can be done well.
Keywords: Islamic Instruction, College, and Government Regula-
tions

Pendahuluan
Pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam, merupakan
kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh manusia (muslim),
untuk menunjang kehidupannya di masa kini dan masa mendatang.
Oleh karenanya, pendidikan harus di desains, dikelola dan di format
Zainal Anshari

sedemikian rupa untuk menjawab kebutuhan manusia itu sendiri.


Sehingga, tidak heran, jika masalah pendidikan Islam, termasuk da-
lam salah satu topik ilmiah yang selalu menarik dibicarakan, di-
diskursuskan, didesain, diformat untuk menjawab kebutuhan manu-
sia.1
Pembicaraan seputar pendidikan Islam selalu hangat diper-
debatkan. Pendidikan Islam telah dan akan terus menerus berdealek-
tika dengan zaman yang berkembang, sehingga pendidikan Islam
tetap akan dinamis diperbincangkan, baik proggresifitas maupun in-
tensitas persoalannya, sebab pendidikan Islam bersentuhan dengan
perkembangan peradaban masyarakat yang jauh lebih cepat dari
transformasi pendidikan Islam itu sendiri.2 Suka atau tidak, pendidi-
kan Islam harus mampu beradaptasi secara reseptorikal (hubungan
timbal balik) antara konteks masyarakat dan kebutuhannya.
Selain itu, pendidikan Islam merupakan gejala tersendiri yang
menarik di amati, khususnya di Indonesia, karena menyangkut hak
dan pola golongan terbesar umat Islam di dunia.3 Bahkan kata
Mas’ud, pola dan kebiasaan serta tradisi intelektual umat Islam Indo-
nesia, hampir secara umum berbeda dengan pola dan kebiasaan umat
Islam dunia. Namun dalam perkembangan sejarahnya, umat Islam di
Indonesia, “hampir” tidak memiliki tempat dalam diskursus sistem
pendidikan nasional di Indonesia.

1
Abd. Halim Soebahar, Matrik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2009,
04.
2 Perkembangan masyarakat sangat dinamis seiring dengan revolusi pengetahun

yang terjadi di Barat, Hampir dinamika keilmuan Barat dengan tehnologi sebagai
penerapannya telah merubah tatanan masyarakat dunia menuju pada peradaban
manusia yang hampir berada pada puncak keemasannya, disisi lain peradaban
modern (Barat) telah mereduksi eksistensi manusia berada pada kehampaan
makna, karena hegemoni sains dan tehnologi yang begitu kuat. Dengan demikian
pendidikan Islam bukan hanya menjadi tambal atas kegersangan makna masyara-
kat modern, namun terus dilakukan pembenahan-pembenahan untuk menjadi
pendidikan alternative dalam menyelamatkan manusia dari kehampaan, keger-
sangan akibat peradaban modern yang semakin menjauh dari hakekatnya.
3 Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara; jejak intelektual arsitek pesant-

ren, (Jakarta: Kencana, 2006.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 57


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

Misalkan saja, beberapa buku akademik yang ditulis oleh


Zamakhsyari Dhofier,4 serta karya S Nasution,5 tentang pendidikan di
Indonesia, bukannya lepas dari campur tangan asing. Justru, walau-
pun penjajah angkat kaki dari bumi pertiwi, mereka tetap menan-
capkan pengaruh dan desain yang cukup kuat. Sehingga, model-
model pendidikan di Indonesia, tidak dapat melepaskan konteks dari
fenomina desain global.6
Neo kolonialisme hampir merasuk pada jantung kehidupan
masyarakat Indonesia, politik pecah belah (devede et empera) terus
dikumandangkan penjajah agar bangsa yang mayoritas muslim
bahkan terbesar di dunia ini, merasa asing dengan segala tumpah
ruang peninggalan nenek moyangnya. Penjajah menempuh berbagai
cara untuk membuat bangsa yang besar ini pikun, sehingga misi
utama (gold, glory dan gospel) akan tetap bersemayam selama bangsa
yang besar ini belum bangkit dari ketidaksadarannya.
Dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia, peran Snouk
Hougronje cukup signifikan. Artinya, Snouk Hougronje memiliki
peran besar, untuk memalingkan masyarakat pribumi, dari
pendidikan asli nusantara, yang dihasilkan dari akulturasi budaya
dengan doktrin Islam.7 Sehingga, adanya dikotomi antara pendidikan
Islam yang bercorak madrasah dan PTAIN serta PTAIS dengan
sekolah umum dan PTU, merupakan “jasa besar” Snouk dalam
memecah umat Islam Indonesia, khususnya dalam bingkai
pengembangan ilmu pengetahuan.
Sangat wajar jika dalam perkembangannya, pasca
kemerdekaan Indonesia, pendidikan di Indonesia “seakan” berada di

4 Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Atas Pandangan Kiai, Jakarta: LP3ES,
1984. Dan lihat dalam Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren; Memadu Moderni-
tas Untuk Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009.
5 Nasution, S, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
6 Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam; ekspansi gerakan Islam transnasional di

Indonesia, Jakarta: The Wahid Institute, Gerakan Bhineka Tunggal Ika, Maarif,
2009.
7 Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas Untuk Kemajuan

Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009.

58 |
Zainal Anshari

tengah kabut yang begitu tebal, dan tidak memiliki arah yang jelas.
Namun demikian, sistem pendidikan yang kini berada di Indonesia,
merupakan konsensus para pendiri bangsa ini.8
Misalkan saja, posisi pendidikan Islam di dalam undang-
undang sistem pendidikan nasional tahun 1950/1954, 1989 dan 2003,
masih terasa adanya bentuk “diskriminasi” di antara model-model
pendidikan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.9 Apalagi 175
sarjana lulusan model pendidikan Barat,10 yang menyiapkan dan ikut
terlibat dalam proses kemerdekaan Indonesia cukup dominan. Se-
hingga wajar, jika pendidikan Islam tidak memiliki arah sejelas pen-
didikan umum.
Begitu pula dengan para politisi, praktisi, akademisi bahkan
pemangku pendididikanpun sampai hari ini tetap setengah hati me-
lihat pendidikan Islam di Indonesia, mereka terjebak pada beground
atau almamater tempat menimba ilmu sebelumnya. Para alumnus-
alumnus kita yang notabenenya berpendidikan umum, apatis dengan
persoalan yang berbau agama apalagi bernafas agama, sehingga di-
manapun para alumnus ini berada, akan senantiasa memandang se-
belah mata tentang pendidikan agama, seakan-akan pendidikan
agama atau urusan agama adalah urusan nomer dua setelah urusan
dunia.
Dhofier dalam tulisannya, menyatakan bahwa KH Wahid Ha-
syim adalah bapak pendidikan Islam modern, yang mendesain pen-
didikan pondok pesantren, berbentuk madrasah dan perguruan ting-
gi agama, agar memiliki kualifikasi yang tidak kalah dengan lulusan
sekolah-sekolah bentukan Belanda.
Namun demikian, tidak terlepas dari “pertarungan” dalam
merangkai aturan sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam,
masih mendapatkan pelayanan yang “kurang prima” dari

8 As’ad Said Ali, Negara Pancasila; Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES,
2009.
9 Himpunan perundang-undangan RI tentang sisdiknas, UU RI No 20 tahun 2003 dan
UU No 2 tahun 1989, Bandung: Nuansa Aulia, 2005.
10 Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas Untuk Kemajuan

Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 59


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

pemerintah Indonesia. Walaupun dari keenam presiden Republik


Indonesia semuanya beragama Islam, namun mereka tidak terlalu
banyak berpengaruh dalam memperjelas eksistensi dan garis
pendidikan Islam di Indonesia. Hanya saja, ketika KH Abdurrahman
Wahid, terpilih sebagai presiden RI Ke 4, pedidikan Islam, dalam
bentuk pondok pesantren dan madrasah, mulai mendapatkan angin
segar.
Secara nyata, pendidikan Islam atau pendidikan agama Islam
di Indonesia, masih terlaksana secara timpang.11 Misalkan saja,
pendidikan agama Islam di sekolah dasar (SD), SMP, SMA dan PTU,
masih terlaksana tidak sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan.
Sehingga, hal ini akan berpengaruh kepada posisi pendidikan agama
Islam di sekolah-sekolah tersebut.
Sebagai bangsa yang beragama, tentu adanya pelaksanaan
jam pelajaran agama Islam yang mengalami “penyunatan” di sana-
sini, hal ini akan berpengaruh secara nyata terhadap kehidupan
religious di sekolah. Baik oleh guru, murid atau staf-staf sekolah.
Sebab, pendidikan agama Islam, memiliki peran untuk membentuk
sikap, perilaku dan karakter keagamaan yang sesuai dengan
tuntunan agama Islam, keberadaannya jauh dari harapan.
Selain itu, dari sisi porsi kurikulum PAI, jelas akan
mendapatkan perlakuan yang tidak sama, sebagaimana jam pelajaran
yang lainnya. Sehingga, konsekwensinya, PAI menjadi mata
pelajaran yang kurang begitu “pokok” dalam pendidikan di
Indonesia. Kecuali madrasah atau sekolah di bawah naungan yayasan
pendidikan Islam. Kurikulum PAI, hanya sebagai suplemen mata
pelajaran atau mata kuliah. PAI dirasa sebagai wacana selingan
ditengah hiruk pikuknya siswa atau mahasiswa mengejar nilai angka-
angka, agar kelak mereka nanti mendapatkan kerja yang sesuai
dengan harapannya.

11 Abd. Halim Soebahar, Pendidikan Islam dan Trend Masa Depan; pemetaan wacana
dan reorientasi, Jember: Pena Salsabila, 2009.

60 |
Zainal Anshari

Bukan hanya ditingkat pendidikan dasar, menengah dan atas,


hingga ke tingkat perguruan tinggipun, hal ini akan menimbulkan
masalah tersendiri, berkaitan dengan implementasi PAI dalam
kurikulum dan dalam proses pembelajaran peserta didik di sekolah
dan PTU.
Oleh sebab itu, para pemangku kebijakan publik yang merasa
bahkan ta’at dalam menjalankan ajaran Islam, harus prihatin dengan
kondisi sekolah dan perguruan tinggi saat ini yang mengalami
demoralisasi dan degradasi yang diakibatkan oleh lepasnya kontrol
agama karena kurang mendapat tempat yang layak dalam
membangun kepribadian siswa maupun mahasiswanya.
Oleh sebab itu dari beberapa diskripsi diatas, perlu diketahui
bahkan dikoreksi secara mendetail, tentang pendidikan agama Islam
di perguruan tinggi umum. Karena hal itu, erat kaitannya dengan
jenjang studi yang dilakukan penelitian ini. Namun, penelitian ini,
tidak dimaksudkan untuk mengukur ruang eksistensi PAI di pergu-
ruan tinggi umum, yang pada tahap selanjutnya untuk menyusun
kekuatan Islam garis keras yang disublimasikan pada pendidikan
umum di Indonesia.
Sedangkan berdasarkan undang-undang No 20 tahun 2003,
tentang sistem pendidikan nasional, pada pasal 30 ayat 1-5, yang
mengatur tentang pelaksanaan pendidikan agama dan keagamaan
yang diperkuat dengan landasan yuridis berdasarkan peraturan pe-
merintah No 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidi-
kan keagamaan.12 Menjadikan alasan rasional dilaksanakannya pene-
litian ini.
Sehingga, sebagai kebutuhan akademik, penelitian ini layak
diangkat, untuk melihat bagaimana peran dan kontekstualisasi PAI
diperguruan tinggi umum. Sebagai upaya lanjutan dan control terha-
dap ketetapan undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pen-

12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55 tahun 2007 tentang pendidikan


agama dan pendidikan keagamaan. Lihat dalam A.H Soebahar, Prospek Guru Indo-
nesia; perspektif sistem perundang-undangan tentang pendidikan dan guru, Jember:
Pena Salsabila, 2012, 295-328.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 61


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

didikan nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No


55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan di
Indonesia.
Dalam tulisan ini, diambil tiga latar tempat penelitian yang
berbeda, pertama memilih PTU di Bali karena wilyah ini secara kuan-
titas masyarakatnya beragama Hidu, kedua mengambil di UNEJ ka-
rena mayoritas masyarakat Jember beragama Islam, ketiga, mengam-
bil latar tempat penelitian di ITS karena masyarakat Surabaya sangat
plural dari aspek pemeluk agamanya. Namun sebagai data
pendukung, dalam tulisan ini disajikan pula bagaimana pelaksanaan
PAI di 1) Universitas Nusantara PGRI Kediri. 2) Poli Teknik Negeri
Jember. 3) IKIP PGRI Jember. 4) Magistra Utama Jember. 5)
Universitas Moh. Seruji Jember.13
Pendidikan Agama dan Keagamaan
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55.
tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan di In-
donesia, cukup memberikan gambaran tentang pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan. Baik di dalam agama Islam, Kristen, Ka-
tolik, Hindhu, Buddha, Konghucu dan lain sebagainya.14 Pada bab I
ketentuan umum, pasal (1) di sebutkan;
a. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan penge-
tahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan pe-
serta didik dalam menjalankan ajaran agamanya, yang dilaksana-
kan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
b. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut

13 Sebagai perbandingan dalam tulisan ini, lihat dalam Abdurrahman Wahid, Ilusi
Negara Islam; ekspansi gerakan Islam transnasional di Indonesia, Jakarta: The
Wahid Institute, Gerakan Bhineka Tunggal Ika, Maarif, 2009. Dan M. Imdadun
Rahmat, Ideologi Politik PKS; dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, Yogyakarta,
LKiS, cetakan ke V, 2011, 287.
14 Mengenai pilihan pendidikan di dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budd-

ha serta Konghucu, karena agama-agama dimaksud sebagai agama yang resmi dan
diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.

62 |
Zainal Anshari

penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi


ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
c. Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
d. Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan
lainnya.
e. Pasraman adalah satuan pendidikan keagamaan Hindu pada ja-
lur pendidikan formal dan non formal.
f. Pesantian adalah satuan pendidikan keagamaan Hindu pada jalur
pendidikan non formal yang mengacu pada sastra agama dan
atau kitab suci Weda.
g. Pabbajja Samanera adalah satuan pendidikan keagamaan Buddha
pada jalur pendidikan non formal.
h. Huyuan adalah satuan pendidikan keagamaan Khonghucu yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan yang
mengacu pada Si Shu Wu Jing.
i. Tempat pendidikan agama adalah ruangan yang digunakan un-
tuk melaksanakan pendidikan agama.
j. Rumah ibadah adalah bangunan yang secara khusus dibangun
untuk keperluan tempat beribadah warga satuan pendidikan
yang bersangkutan dan atau masyarakat umum.
k. Menteri adalah, menteri yang menyelenggarakan urusan peme-
rintahan di bidang pendidikan.
l. Menteri agama adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang agama.15
Namun yang perlu diperjelas, di dalam tulisan ini, tidak be-
rupaya untuk mengeksplorasi tentang model dan pelaksanaan pen-
didikan agama dan keagamaan pada semua agama resmi yang diakui

15 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55 tahun 2007 tentang pendidikan


agama dan pendidikan keagamaan. Lihat dalam A.H Soebahar, Prospek Guru Indo-
nesia; Perspektif Sistem Perundang-undangan tentang Pendidikan dan Guru, Jember:
Pena Salsabila, 2012, 295-328.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 63


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

Negara. Namun tulisan ini, hanya khusus kepada pelaksanaan dan


penerapan pendidikan agama, khusus pada agama Islam semata.
Berdasarkan pilihan-pilihan jalur pendidikan yang sedang di lalui
oleh peneliti.

Perguruan Tinggi atau Pendidikan Tinggi


Sebagaimana di gambarkan dalam undang-undang nomor 20
tahun 2003, Bab VI, bagian keempat, tentang perguruan tinggi,
dijelaskan dalam pasal 19. Sebagai berikut:
a. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendi-
dikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan
oleh pendidikan tinggi.
b. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

Dan dilanjutkan dengan pasal 20 dengan rangkain penjelasan


sebagai berikut:
a. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut, atau universitas.
b. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
c. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi dan atau vokasi.
d. Ketentuan mengenai perguruan tinggi, sebagaimana dimaksud
pada ayat a, b dan c diatur lebih lanjut dengan peraturan peme-
rintah.16

Peserta didik pada jalur pendidikan tinggi ini, di sebut


dengan mahasiswa-mahasiswi. Sedangkan guru, di sebut dengan
istilah dosen. Kemudian, pendidikan tinggi juga memiliki
kewenangan untuk mengajukan dosennya untuk menjadi guru besar.

16 Lihat dalam A.H Soebahar, Prospek Guru Indonesia; perspektif sistem perundang-
undangan tentang pendidikan dan guru, Jember: Pena Salsabila, 2012. Lampiran
pertama tentang UU No 20 tahun 2003, tentang sisdiknas, 15-16.

64 |
Zainal Anshari

Dalam artian, dosen yang memiliki kecakapan dan spesialisasi dalam


berbagai bidang yang telah diketahui. Oleh karenanya, hal ini juga
turut menjadi pembeda antara pendidikan tinggi dengan pendidikan
dasar, menengah dan pendidikan atas.

PAI di Perguruan Tinggi Umum


Sebenarnya, menurut aturan di dalam PP No 55 tahun 2007,
pendidikan agama yang harus diberikan bukan hanya pendidikan
agama Islam semata. Namun materi pendidikan agama yang sesuai
dengan keyakinan dan agama peserta didik atau mahasiswa dimana
belajar, maka pendidikan agama yang sesuai dengan keyakinan dan
agamnya wajid difasilitasi dan diajarkan.
Adapun inti dari mata kuliah PAI meliputi hal-hal sebagai be-
rikut; pertama, Tuhan Yang Maha Esa dan ketuhanan yang mencakup
keimanan dan ketaqwaan, filsafat ketuhanan. Kedua, manusia yang
mencakup tentang hakikat manusia, hakikat dan martabat manusia,
tanggung jawab manusia. Ketiga, moral, menyangkut implementasi
iman dan taqwa dalam kehidupan bersama sehari-hari. Keempat, ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, yang mencakup iman, ilmu dan
amal sebagai kesatuan, dan kewajiban menuntut ilmu dan menga-
malkan ilmu, tanggung jawab terhadap alam dan lingkungan. Kelima,
kerukunan antar umat beragama. Yang mencakup agama sebagai
rahmat bagi semua, hakekat kebersamaan dalam pluralitas beragama.
Keenam, masyarakat. Ketujuh, budaya. Kedelapan, politik dan, kesembi-
lan, hukum, meliputi menumbuhkan kesadaran untuk taat hokum
Tuhan, peran agama dalam perumusan dan penegakan hukum yang
adil serta fungsi profetik agama dalam hukum.17

Realitas PAI di PTU Universitas Negeri Jember


Universitas Jember, pengelolaan pendidikan agama Islam
(PAI) di kelola oleh MKDU. MKDU merupakan unit yang melaksa-

17 Nur Ali, Orientasi Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pergu-


ruan Tinggi, Malang, UIN Maliki, 2009, 8-9.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 65


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

nakan mata kuliah dasar umum. Yang di dalamnya juga ada PKN
dan lain sebagainya. Namun di beebrapa perguruan tinggi tidak
menggunakan MKDNU, akan tetapi membuat istilah sendiri-sendiri.
Sedangkan gambaran pada Universitas Negeri Jember berkai-
tan dengan jurusan yang dikelolanya adalah sebagai berikut; 1). Fa-
kultas Kedokteran 2). Fakultas MIPA 3). Fakultas Sastra 4). Fakultas
Ekonomi 5). Fakultas FISIP 6). Fakultas Hukum 7). Fakultas Pertanian
8). Fakultas Teknik 9). FKIP 10). Fakultas kesehatan masyarakat
(FKM).
Sedangkan aturan di dalam PP No 55 tahun 2007, bab I, pasal
1 berbunyi sebagai berikut;
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan
peserta didik dalam menjalankan ajaran agamanya, yang
dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau
kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Pada bab II, tentang pendidikan agama, pasal 2 ayat 1 dan 2,


menjelaskan sebagai berikut;
1) Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ser-
ta berahlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan keru-
kunan hubungan inter dan antar umat beragama.
2) Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemam-
puan peserta ddiik dalam memahami, menghayati, dan men-
gamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya
dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Universitas Negeri Udayana Bali


Namun demikian, fakta di lapangan tidak seperti semudah
dalam proses pembuatan aturan. Bahkan, untuk menjalankan ritual
keagamaan pada saat pendidikan sedang berlangsung, tidak semua
lembaga pendidikan memfasilitasinya. Misalkan saja, di Universitas
Udayana Bali. Perilaku keagamaan, khususnya penerapan PAI tidak

66 |
Zainal Anshari

begitu mendapatkan perhatian. Walaupun demikian, nampaknya


praktek keagamaan yang lain pun sama, artinya, Unud tidak
dijadikan sebagai salah satu perguruan tinggi yang memberikan
ruang bagi mahasiswanya untuk melakukan ritual teologis atau lebih
tepatnya ekspresi keagamaan.
Mahasiswa dipacu pada tuntutan akademik yang berorientasi
kerja. Bahkan bukan berhenti disitu saja, dosen-dosen pengampu
mata kuliah ilmu Agama seakan-akan terdiskriminasi. Mereka
kurang diberikan aktualisasi yang luas dalam berkreasi dan
menginternalisasikan ilmu kepada mahasiswa. Walhasil mahasiswa
sangat parsial dalam memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran
agamanya.
Nampaknya Unud sebagai perguruan tinggi negeri umum,
memiliki alasan sendiri, menyangkut praktek dan perilaku
keagamaan mahasiswa dan dosen, kenapa kampus “tidak” terlalu
memberikan ruang untuk berekspresi. Sekali lagi, bukan hanya
agama Islam, namun agama yang lainpun sama.
Dosen pengampu PAI di Udayana adalah bapak Nurul
Hidayah (DPK dari IAIN Mataram). Dengan latar belakang
pendidikan, menempuh sarjana (S1) di Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Tulung Agung pada jurusan Tarbiyyah. Kemudian
melanjutkan pada programpasca sarjana (S2) di IAIN Makasar pada
jurusan Dirosah al Islamiyah.
Beliau mulai mengajar di Udayana sejak tahun 1997 sebagai
dosen DPK hingga sekarang. Dalam wawancaranya beliau
memaparkan bahwa; Udayana memiliki 13 fakultas antara lain; 1).
Fakultas Kedokteran 2). Fakultas MIPA 3). Fakultas Sastra 4).
Fakultas Pariwisata 5). Fakultas Ekonomi 6). Fakultas FISIP 7).
Fakultas PKN 8). Fakultas Hukum 9). Fakultas Peternakan 10).
Fakultas Pertanian 11). Fakultas Teknik 12). FKIP 13). Fakultas
kesehatan masyarakat (FKM).
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) setelah tahun
1997 sampai sekarang, diambil alih oleh Kemenag (kementrian
agama), sebelumnya dikelolah sendiri oleh kampus. Kampus

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 67


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

Udayana ada dua tempat, untuk yang kelas reguler ada disini
(tempat teman-teman melakukan penelitian), sedangkan untuk kelas
ekstensi kampusnya ada di Jl. Sudirman.

Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya


Berbeda dengan Universitas Jember dan Institute Teknologi
Surabaya. Dua lembaga ini, menyediakan Masjid sebagai sarana pen-
gembangan ekspresi keagamaan bagi mahasiswa, dosen dan segenap
civitas akademikanya. Hanya saja pada dua masjid di dua perguruan
tinggi tersebut tampak ada perbedaan, misalkan saja. Masjid pada
Universitas Jember, dikelola oleh mahasiswa yang tergabung di da-
lam lembaga dakwah kampus (LDK). Dan peran dosen PAI sangat
minim sekali.18
Sementara, di ITS Surabaya, dosen-dosen PAI yang berjumlah
8 orang, semuanya ikut terlibat di dalam mengelola Masjid. Dan se-
bagian mahasiswa ikut terlibat sebagai tutor atau lebih tapatnya pen-
damping, bagi mahasiswa yang hendak belajar mendalami agama,
menghafal Al-Qur’an dan memperdalam ilmu agama yang lainnya.19
Bahkan pada saat penelitian ini sedang dilakukan, di ITS ter-
dapat beebrapa mahasiswa yang sudah hafal Al-Qur’an. Mereka ada-
lah kebanyakan lulusan pesantren yang menerima beasiswa dari Ke-
menag untuk melanjutklan studi di ITS. Bahkan pada tahun 2012 ini,
sudah ada 200 mahasiswa yang tergabung dengan aktifitas bidang
sosial humaniora (soshum) untuk mengikuti kegiatan menghafal Al-
Qur’an.
Adapun fakultas yang di kelola oleh ITS Surabaya ada 5, yaitu
sebagai berikut: 1). Fakultas MIPA Terdiri dari; 1. Matematika, 2.
Biologi, 3. Kimia, 4. Fisika. 2). Fakultas Teknik informatika terdiri

18 Wawancara dengan Mukni’ah (Jum’at, 30-Maret-2012), dan Zainul Fanani (Senin,


09-April-2012). Sebagaimana pengamatan peneliti, pengelolaan masjid di
Universitas Jember, lebih banyak dikelola oleh mahasiswa yang tergabung di
dalam LDK.
19 Wawancara dengan tim dosen PAI yang tergabung dalam pengampu mata kuliah

sosial humaniora (sosum) ITS (Kamis, 14 Juni 2012).

68 |
Zainal Anshari

dari; 1. Mesin, 2. Elektro, 3. Industri. 3). Fakultas Teknik Sipil 4).


Fakultas TK 5). Fakultas Teknik Industri (FTI).

Pengelolaan Kurikulum PAI di PTU


Di dalam proses perkuliahan dan pengelolaan kurikulum PAI
dimasing-masing kampus, sangat berbeda-beda pula. Walaupun
prinsip dasarnya tetap sama-sama berasal dari Al-Qur’an dan Al-
Hadits.
Adapun panduan di dalam perkuliahan, masing-masing
dosen PAI dapat mengembangkannya sendiri-sendiri, hanya saja,
bahan dasar kajiannya hampir tidak berbeda, bahkan topik besar dari
kajian PAI dari satu kampus ke kampus yang lain sama saja.

Universitas Negeri Jember


Misalkan gambaran buku mata kuliah di bawah ini;
1) Di Universitas Negeri Jember, salah satunya menggunakan buku
Materi pendidikan agama Islam untuk perguruan tinggi umum. Ditulis
oleh Mukni’ah.20
Pendidikan agama Islam di Universitas Negeri Jember, pada
umumnya diberikan pada awal perkuliahan. Jumlah SKS yang dibe-
rikan, sebanyak 2 SKS. Hal ini berlaku kepada semua jurusan dan
prodi. Sehingga, ketika semester ganjil, dosen PAI selalu kewalahan.
Sebab, terlalu banyak jam yang harus diampu. Menurut ketarangan
HJ Mukni’ah, satu dosen dapat mengampu 24 SKS.
Pengelolaan kurikulum PAI di MKDU Unej, jelas kurang
mendapatkan perhatian. Sebagimana diakui Mukni’ah dan Zainul
Fanani, sebab mata kuliah PAI pelaksanaannya di bebaskan, dalam

20 Mukni’ah, Materi pendidikan agama Islam untuk perguruan tinggi umum, Yogya-
karta, Ar Ruzz Media, 2011. Adapun topik-topik kajiannya adalah sebagai berikut;
1). Makna dan karakteristik agama Islam, 2). Kerangka dasar atau prinsip-prinsip
dasar ajaran Islam, 3). Syari’ah 4). Ahlak 5). Jenis-jenis akhlak 6). Tentang manusia
7). Potensi-potensi yang dimiliki manusia 8). Keimanan 9). Taqwa 11). Sumber-
sumber hukum Islam 12). Hadis 13). Ijtihad 14). Hubungan sesama manusia (hab-
lum minannas) 15). Kehidupan sosial menurut Islam dan perbedaannya dengan
paham lain serta upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 69


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

artian, mahasiswa boleh menempuh mata kuliah tersebut bersama-


sama dengan mahasiswa yang berbeda jurusan. Misalkan, mahasiswa
jurusan MIPA, FKIP, Sastra, Hukum, Fisip dan semacamnya, mereka
bebas memilih jamnya untuk mengikuti mata kuliah PAI.
Bahkan kata Mukni’ah, dosen PAI bisa mengajar sampai 11
kelas, karena keterbatasan dosen dan sarana untuk mengembangkan
PAI. Sehingga kordinasi untuk mengembangkan PAI di Universitas
Negeri Jember kurang begitu baik. Hal itu disebabkan karena padat-
nya mata kuliah dan jam kuliah yang diterima masing-masing dosen.

Universitas Negeri Udayana Bali


Sedangkan di UNUD Bali, pegangan mata kuliah PAI bersan-
dar pada buku pedoman PAI yang dikeluarkan oleh departemen
agama direktorat jenderal pendidikan Islam, direktorat pendidikan
tinggi Islam tahun 2009.
Buku tersebut berjudul materi pembelajaran mata kuliah pengem-
bangan kepribadian pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi umum,
di susun oleh 1) Prof. Dr. M Abduh Malik, 2) Prof Dr. Uswatun Hasa-
nah, 3) Drs. Mujilang, M. Ag, 4) DR. Nurwahidin, M. Ag.21
Sedangkan kurikulumnya, disesuaikan dengan kurikulum
yang di atur oleh Kemenag (lihat dibuku ajar). Menurut Nurul Hi-
dayat, materi kuliah yang disampaikan komposisinya 50% materi,
dan 50% diskusi dan tanya jawab tentang isu-isu kontenporer tentang
ke-Islam-an. Bahkan menurut Nurul Hidayat sering ada konsultasi di
luar kampus, tentang keagamaan.
Dan ternyata banyak juga mahasiswi muslim yang berjilbab
di Udayana.

21 Abduh Malik, dkk, Materi pembelajaran mata kuliah pengembangan kepribadian


pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi umum, Jakarta, Departemen Agama,
2009. Adapun topik-topik pembahasan dalam buku tersebut adalah sebagai beri-
kut; 1). Konsep ketuhanan dalam Islam 2). Konsep manusia menurut Islam 3). Hu-
kum dan hak asasi manusia dalam Islam. 4). Etika moral dan ahlak 5). Ilmu penge-
tahuan teknologi dan seni dalam Islam 6). Kerukunan antar umat beragama 7).
Masyarakat madani dan kesejahteraan umat 8). Kebudayaan Islam. 10). System po-
litik Islam dan demokrasi.

70 |
Zainal Anshari

Adapun organisasi kampus yang ada seperti HMI, KAMMI,


PMII, relatif tidak ada dampak, karena jumlah komonitasnya sangat
kecil.

Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya


Pada ITS Surabaya, buku pedoman yang digunakan dengan
judul Pendidikan agama Islam untuk perguruan tinggi. Buku tersebut
merupakan bunga rampai yang di tulis oleh Wahyuddin, Achmad,
M. Ilyas, M. Saifulloh, Z. Muhibbin (semuanya dosen PAI ITS Sura-
baya). Buku tersebut diterbitkan oleh Grasindo Jakarta pada tahun
2009.22
Adapun tujuan pembelajarannya mahasiswa mampu
memperkuat iman, takwa serta mengembangkan dan
mengaplikasikan akhlak mulia, dan menjadikan ajaran Islam sebagai
landasan berfikir dan berperilaku dalam mengembangkan profesi
(berkarya).
Kemampuan yang ingin dicapai dari pemberian tugas dalam
mata kuliah ini adalah, mahasiswa menjadi terampil dalam
mengungkapkan pengetahuan yang telah dikuasainya dalam bentuk
karya tulis (makalah), kemudian menjelaskan dengan baik dan benar
dalam aktivitas presentasi pada diskusi kelas. Selain itu, juga
mahasiswa memiliki keterampilan melakukan analisa dengan
menggunakan metodologi yang tepat dalam studi kasus, dan
mengungkapkan temuannya dalam bentuk rumusan tertulis (paper),
kemudian mempresentasikan dalam seminar kecil. Dari tugas ini juga

22 Wahyuddin, dkk, Pendidikan agama Islam untuk perguruan tinggi, Jakarta, Grasin-
do 2009. Adapun materi dalam buku tersebut mencakup topik-topik sebagai beri-
kut; Agama Islam dan ruang lingkupnya, Konsep ketuhanan dalam Islam, Hakekat
manusia menurut Islam, Etika, moral dan akhlak, Hukum, HAM dan demokrasi da-
lam Islam, Iptek dan seni dalam Islam, Kerukunan antar umat beragama, Masyara-
kat madani dan kesejahteraan, Kebudayaan dalam Islam, System politik dalam Is-
lam.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 71


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan


berbicara dan berargumentasi dalam forum diskusi.23

Pengembangan PAI di PTU


Universitas Negeri Jember
Potret di Universitas Jember, pengembangan PAI tidak hanya
belajar tentang teori-teori keagamaan semata. Namun sebagian dosen
PAI, sudah beranjak untuk melakukan materi yang sedang dipelajari
mahasiswa. Sebagimana dilakukan oleh bapak Zainul Fanani, di da-
lam proses perkuliahan, diapayakan ada praktek lapangan. Misalkan
kajian tentang zakat, Qurban dan shodaqoh dan semacamnya. Materi
tentang Qurban, selain diajarkan di kelas, Zainul Fanani juga menga-
jak untuk mempraktekkan berqurban. Daerah kecamatan Arjasa, ada-
lah bagian dari 32 kecamatan yang berada di kabupaten Jember. Arja-
sa, merupakan tempat yang dipilih oleh Zainul Fanani dan mahasis-
wa untuk mempraktekkan bagaimana berqurban dan membagikan-
nya kepada masyarakat yang membutuhkan.
Menurut pengakuan Zainul Fanani, dirinya bukan hanya
memberikan materi PAI di dalam kelas perkuliahan semata, namun
ia juga membuka konsultasi agama selama 24 jam bagi mahaiswanya
yang memerlukan pengetahuan agama lebih lanjut.24 Bahkan bagi
mahasiswa yang berminat, Zainul Fanani menyediakan pendidikan
pondok pesantren, bagi mahasiswanya atau mahasiswa kampus lain
dimana ia mengajar, atau bahkan mahasiswa lain dimana ia tidak ter-
libat mengajar, serta anak-anak SLTA dan SLTP yang berminat mem-
perdalam kajian agama.

Universitas Negeri Udayana Bali


Sedangkan di Universitas Udayana Bali, karakter religius
pendidikan agama Islam sama sekali tidak tampak di dalam kampus.
Sebab, universitas Udayana Bali, belum mencerminkan sebagai

23 Adapun bentuk-bentuk tugasnya adalah diskusi makalah (berkelompok), presen-


tasi makalah perorangan, seminar kecil, dan sebagainya.
24 Wawancara dengan Zainul Fanani (Senin, 09-April-2012).

72 |
Zainal Anshari

perguruan tinggi yang memberikan ruang yang bebas bagi ekspresi


keagamaan, tentunya bagi semua agama. Tentunya hal itu, memiliki
alasan sendiri.
Pelaksanaan PAI biasanya dilaksanakan pada semester ganjil
(mayoritas fakultas), walaupun ada juga yang dilaksanakan di
semester genap (fakultas Teknik sipil). Fakultasa teknik tidak bisa
digabung karena mahasiswanya sedikit. Mulai tahun 2006 sampai
sekarang ada 3 fakultas yang tidak melaksanakan perkuliahan PAI,
yakni fakultas Kedokteran, MIPA, PKN. Menurut bapak Nurul
Hidayat, ini sudah hasil konsensus, akan tetapi walaupun tidak
menyelenggarakan PAI ke 3 fakultas tersebut, pihak kampus
memasukkan materi etika.25

Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya


ITS mengembangkan pendidikan agama Islam-nya tidak
hanya berkutat pada kajian teoritik semata. Namun, mereka juga
mengembangkan desa binaan. Dengan menyalurkan zakat fitrah dan
semacamnya. Selain itu, pendidikan agama Islam juga dikembangkan
dengan memberikan beasiswa kepada anak yatim dan santunan ke-
pada fakir miskin.
Selain kegiatan menghafal Al-Qur’an di Masjid, aktifitas men-
toring secara nyata turut mewarnai penguatan jati diri mahasiswa ITS
dalam konteks kajian keagamaan. Selain itu, para dosen memberikan
pembinaan dan penghargaan kepada para mentoring yang berpresta-
si. Sehingga, mereka lebih termotivasi dalam mengembangkan nilai-
nilai yang menjadi substansi di dalam pendidikan agama Islam.

Kehidupan religius di PTU


Universitas Negeri Jember dan Udayana Bali
Kehidupan religious di berbagai PTU di tempat dilakukan
penelitian, sangat beragam bentuk dan coraknya. Di Universitas
Jember dan ITS Surabaya, pelilaku keagamaan atau kehidupan reli-

25 Wawancara dengan Nurul Hidayat (Senin, 16/04/2012).

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 73


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

gius mahasiswa dan civitas akademi masih tampak. Di Universitas


Jember dan ITS Surabaya memiliki laboratorium Masjid sebagai tem-
pat mengekspresikan aktifitas keagamaannya. ITS sebagai perguruan
tinggi umum, merupakan kampus yang paling banyak mendapatkan
perhatian dari berbagai kalangan civitas akademika. Sebab, pengelo-
laan Masjid di ITS langsung ditangani oleh semua dosen PAI.
Sementara di Universitas Jember, pengelolaannya lebih ba-
nyak ditangani oleh mahasiswa yang tergabung di dalam lembaga
dakwah kampus (LDK). Walaupun demikian, terkadang masjid di-
pergunakan sebagai tempat perkuliahan, sebagaimana diakui oleh
Mukni’ah sebagai salah satu dosen PAI di Universitas Jember.26
Namun, di UNUD Bali, perilaku keagamaan atau ekspresi
keagamaan, belum tampak sama sekali. Bahkan menurut penuturan
dosen PAI UNUD Bali, dari 13 fakultas yang ada di UNUD, dosen
PAI hanya tersedia 1 orang. Kenyataan ini memang tidak dapat
dipungkiri, sebagaimana beberapa laporan hasil penelitian terdahulu,
UNUD memang termasuk perguruan tinggi negeri umum yang tidak
terlalu memberikan ruang di dalam ekspresi keagamaan. Yang
demikian bukan hanya kepada umat Islam, namun juga terjadi pada
agama-agama lainnya.

Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya


Kehidupan religious mahasiswa dan dosen di ITS Surabaya,
tentu sebagaimana kampus-kampus PTU lainnya. Hanya saja, aktifi-
tas shalat berjamaah langsung dipandu oleh dosen pendidikan agama
Islam. Bahkan, masjid ITS Surabaya memiliki imam sholat yang seca-
ra khussu diangkat dan dipilih oleh rektor.
Aktifitas sholat subuh berjamaah, adanya kultum, tampak
mewarnai kehidupan religious yang berjalan di ITS Surabaya. Apala-
gi, beebrapa tahun terakhir, KEMENAG memberikan beasiswa kepa-
da beberapa mahasiswa lulusan pesantren untuk belajar di ITS. Se-

26 Wawancara dengan Dra. HJ. Mukni’ah (Jum’at, 30-Maret-2012).

74 |
Zainal Anshari

hingga, hal ini juga turut mewarnai bagian kehidupan religious yang
di bangun di ITS.

Laboratorium PAI di PTU


Peraturan pemerintah No 55 tahun 2007, pada bab I, dalam
ketentuan umum, pasal 1, ayat 9-10 ternyata kurang mendapatkan
perhatian serius dari beberapa pihak pengelola perguruan tinggi
umum. Bunyi atay 9 dan 10 tersebut adalah sebagai berikut:
Tempat pendidikan agama adalah ruangan yang digunakan untuk
melaksanakan pendidikan agama.
Rumah ibadah adalah bangunan yang secara khusus dibangun un-
tuk keperluan tempat beribadah warga satuan pendidikan yang bersangku-
tan dan atau masyarakat umum.27

Dari peraturan tersebut, Universitas Jember dan ITS Surabaya


telah melakukan untuk memenuhi laboratorium PAI. Namun untuk
UNUD Bali masih perlu penegasan dan redesain aturan main, se-
hingga bias memberikan fasilitas bagi mahasiswa dan civitas akade-
mika untuk melakukan akspresi keagamannya.

Universitas Negeri Jember


No Nama alat Tersedia/ keterangan
tidak ter-
sedia
1 Masjid Tersedia Masjid dikelola oleh maha-
siswa dari berbagai jurusan
yang tergabung dalam or-
ganisasi intra kampus LDK
2 Lab. PAI Tidak ter- Pihak kampus belum me-
sedia nyediakan

27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55 tahun 2007 tentang pendidikan


agama dan pendidikan keagamaan. Lihat dalam A.H Soebahar, Prospek Guru Indo-
nesia; perspektif sistem perundang-undangan tentang pendidikan dan guru, Jember:
Pena Salsabila, 2012, 295-328.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 75


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

3 Musholla Tidak ter- Karena di sekitar kampus


sedia banyak masjid dan mushol-
la yang dikelola oleh ma-
syarakat, selain itu terdapat
banyak pondok pesantren
4 Perpus PAI Tidak ter- Hal ini menjadi perhatian
sedia tersendiri, karena berkaitan
dengan kajian PAI memer-
lukan refrensi yang dapat
menghargai dan menga-
komodir pemahaman yang
moderat, jika hal ini tidak
tersedia, maka refrensi dari
timur tengah yang cende-
rung eksklusif bias jadi
akan menjadi pegangan
banyak kalangan mahasis-
wa yang tidak paham gera-
kan keagamaan di Timur
Tengah.

Universitas Negeri Udayana Bali


Adapun sarana prasarana yang terkait dengan pembelajaran
PAI di Udayana adalah sebagai berikut:
No Nama alat Tersedia/ ti- keterangan
dak tersedia
1 Masjid Tidak tersedia Kampus tidak menyedia-
kan alat-alat yang berkai-
tan dengan proses pembe-
lajaran pendidikan agama
(ini berlaku untuk semua
agama)
2 Lab. PAI Tidak tersedia idem

76 |
Zainal Anshari

3 Musholla Tidak tersedia Idem


4 Perpus PAI Tidak tersedia idem

Sehingga, apabila ada mahasiswa yang mau mengadakan ke-


giatan keagamaan, atau memperingati hari besar Islam dilaksanakan
di aula umum. Dan itu juga berlaku bagi mahasiswa lain yang bera-
gama selain Islam. Jadi di dalam kampus memang tidak menyedia-
kan tempat tempat ibadah. Kalau ada seminar tentang ke-Islam-an
biasanya penyelenggaranya adalah FKMI (forum komunikasi maha-
siswa Islam).

Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya


No Nama alat Tersedia/ ti- keterangan
dak tersedia
1 Masjid Tersedia Masjid dikelola oleh
mahasiswa dari berbagai
jurusan yang tergabung
dalam organisasi intra
kampus LDK
2 Lab. PAI Tidak tersedia Pihak kampus belum
menyediakan
3 Musholla Tidak tersedia
4 Perpus PAI Tidak tersedia

Sedangkan dibeberapa perguruan tinggi umum yang lainnya,


menyediakan laboratorium PAI untuk mengembangkan kehidupan
religious mahasiswa dan civitas akademika, misalkan kampus-
kampus yang turut melengkapi data penelitian ini adalah sebagai be-
rikut; 1). Universitas Nusantara PGRI Kediri.28 2). Poli Teknik Negeri

28 Wawancara dilakukan dengan Siti Nur Anggraeni, (10 Juni 2012). Alumni FKIP
bahasa inggris, Universitas Nusantara PGRI Kediri, tahun 2011.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 77


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

Jember.29 3). IKIP PGRI Jember.30 4). Magistra Utama Jember.31 5). Un-
iversitas Mohahamad Seruji Jember.32
Ada beberapa laboratorium PAI di kampus yang belum ter-
manfaatkan secara maksimal. Dan kalaupun ada yang maksimal,
tidak serta merta dipergunakan untuk pembelajaran mata kuliah PAI.
Namun lebih banyak mahasiswa yang mempergunakannya, misalkan
mahasiswa yang tergabung di dalam LDK, jamaah tablig dan
semacamnya.33
Seperti dilaporkan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan badan litbang dan diklat Kemenag RI tahun 2010, dengan
judul penelitian aktivitas keagamaan di kalangan mahasiswa perguruan
tinggi umum pasca reformasi. Penelitian tersebut merekomendasikan
temuan lapangan sebagai berikut;
a. Medium pembelajaran utama: kelompok-kelompok kecil (halaqah
atau mentoring). Kelompok-kelompok ini tersusun secara rapid an
sistematis. Keanggotaan mereka dalam satu kelompok berjumlah
3-10 orang, tergantung kebutuhan. Hubungan mereka melebihi

29 Wawancara dengan Mohammad Hatta, (Jum’at, 10-05-2012). Ia adalah salah satu


dosen PAI pada Politeknik Negeri Jember tahun 2010-sekarang. Politeknik Jember,
menyediakan masjid sebagai pusat ekspresi keagamaan mahasiswa dan civitas
akademika. Namun demikian, masjid sangat jarang dijadikan sebagai pusat pembe-
lajaran PAI.
30 Wawancara dengan Yani Endah, (10 Juni 2012). Ia adalah alumni IKIP Jember,
jurusan FKIP prodi FISIKA.
31 Wawancara dengan Dewi S, (10 Juni 2012), jurusan desainer. Magistra utama,

memiliki musholla, dan seringkali mahasiswa mengikuti perkuliahan di Musholla,


sebagaimana diakui Dewi, materi yang pernah dipelajarinya misalkan tentang sho-
lat wajib dan sholat sunnah, materi kewanitaan, ahlak dan semacamnya.
32 Wawancara dengan Nur Huda dan Vivin Hariyanto (06-07-2012), keduanya maha-

siswa universitas Moh. Seruji saat ini sedang menjalani kuliah, dan masih menem-
puh smt 6. Menurut penjelasan Nur Huda, masjid kampus hanya ditempati ketika
sholat ashar, magrib dan isya’. Sebab, mahasiswa di universitas Moh. Seruji seba-
nyak 98% sudah bekerja. Jadi perkuliahan yang mereka lalui tidak sebagimana pa-
da umunya. Sedangkan materi PAI yang pernah mereka terima misalkan, materi
tentang sholat sunnah qobliyah dan ba’diyah, matri sholat wajib, ahlak dan sema-
camnya. Materi PAI di universitas Moh. Seruji diberikan ketika semester I.
33 Lihat dalam M Imdadun Rahmat, Ideology Politik PKS; dari Masjid Kampus ke

Gedung Parlemen, Yogyakarta, LKiS, cetakan ke V, April 2011.

78 |
Zainal Anshari

dosen dan mahasiswa. Bahkan urusan pribadipun, kerapkali me-


reka diskusikan dalam kelompok kecil tersebut.
b. Model kaderisasinya, bukan hanya berada di dalam kelas, atau
hanya diskusi semata sebagaimana perkuliahan pada umumnya.
Namun mereka juga mengadakan outdoor activities dan experiental
learning.
c. Mentor atau murobbinya, tidak hanya mengajarkan nilai, namun
mereka sebagi murobbi, memberikan contoh terlebih dahulu dari
apa yang akan diajakrkan di dalam komunitas binaannya tersebut.
d. Tema kajian bersifat tertutup dan hanya menekankan pada nilai-
nilai yang sakleg di dalam agama, sehingga mereka hanya dapat
melihat masalah dari sudut pandang hitam atau putih.
e. Sumber rujukan belajarnya, berasal dari ulama-ulama timur
tengah.
f. Mereka bekerja atas system kaderisasi yang cukup sistematis dan
rapi.
g. Jilbab panjang, jenggot dan berbagai akspresi keagamaan kerap
dan bahkan menjadi cirri khas pengikut mereka.
h. Kaderisasi dilakukan secara kontinuitas.34

Upaya Membuat Komunitas Keagamaan di PTU


Sebagian kampus, ada yang mahasiswanya terlibat seara
langsung di dalam pengelolaan manajemen masjid namun ada juga
masjid atau musholla yang dimiliki kampus, tidak terlalu dikelola
oleh mahasiswa dan civitas akademika. Artinya posisi tempat ibadah
tersebut hanya dijadikan tempat ibadah semata, tidak untuk yang
lainnya.
Sebagaimana diuraikan dalam beebrapa penjelasan di atas,
yang menjadi pusat kegiatan religiusitas dikampus adalam berpang-
kal dan bermula dari masjid. Dari sejarah peradaban Islam, masjid

34 M Amin Haedari (editor), Sinopsis Kajian Pendidikan Agama dan Keagamaan 2006-
2009, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI 2010. Pada judul penelitian
aktivitas keagamaan di kalangan mahasiswa perguruan tinggi umum pasca
reformasi, 94-102.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 79


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

memang menjadi tumpuan pengembangan banyak hal yang berkai-


tan dengan kebutuhan dan agenda-agenda umat Islam.

Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan se-


bagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan sha-
lat. Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang
didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari
Mekah ke Madinah, Rasulullah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar. Be-
liau melewati daerah Quba, di sana beliau mendirikan Masjid pertama se-
jak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba.35 Setelah di Madinah, Rasu-
lullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat
berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya. Pada perkemban-
gannya disebut dengan Masjid Nabawi. Fungsi Masjid paling utama
adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat berjama’ah. Kalau kita
perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan salah satu ajaran Islam
yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin, bukan fuqaha,
yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran Rasulul-
lah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat berjama’ah merupakan
perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslimin.36

Secara nyata, masjid memang menjadi tempat melakukan


berbagai aktifitas keagamaan. Baik yang bersangkut paut dengan ma-
ta kuliah, atau berkaitan dengan aktifitas social lainnya. Bahkan, ma-
hasiswa ITS yang berada di bawah bimbingan dosen-dosen PAI me-
miliki daerah binaan di daerah kabupaten Blitar, sebagimana diakui
oleh bebrapa dosen PAI ketika penelitian ini sedang dilakukan.

Penutup
Dari beberapa kondisi PAI di 3 tempat istitusi PTU yang
berbeda, PAI masih kurang mendapat ruang yang begitu luas dimata
para pemangku kebijakan institusi PTU setempat. PAI seakan akan

35 Al Qur’an Surat At Taubah, ayat: 108.


36.http://ccc.1asphost.com/assalamtafsir/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=72&No=18#
18.

80 |
Zainal Anshari

dijalankan untuk menunaikan peraturan saja, sementara substansi


tentang pentingnya PAI bagi para dosen dan mahasiswa yang
beragama Islam kurang mendapat artikulasi yang sangat serius. Se-
bagaimana yang sering diwacanakan penyakit dekotomi masih san-
gat kuat untuk diberantas.
PAI selama ini hanya sebagai pelengkap mata kuliah saja se-
bagaimana diskripsi penelitian diatas, PAI di beberapa PTU diatas
bukan sebagai wahana untuk menjembatani dialog antar pengeta-
huan umum dengan Agama yang dalam hal ini adalah PAI. Jika saja
PTU mau peduli dengan PAI yang dapat dijadikan refrensi dalam
pengembangan keilmuan, maka mahasiswa tidak hanya belajar ba-
gaimana mengesplorasi ilmu pengetahuan, namun lebih dari pada
itu, menjadikan PAI sebagai media yang dapat mengantarkan pada
hakekat ilmu bukan pada hasil dari penerapan ilmu.
Bila selamanya PAI hanya dijadikan selingan di PTU maka
akan selamanya mahasiswa yang beragama Islam akan kering dari
makna atau hakekat ilmu yang mereka cari. Mahasiswa akan menjadi
orang-orang yang pulang kekampung halamannya hanya untuk me-
numpuk harta dan mengejar jabatan saja, karena ilmu yang dida-
patkan tanpa dilandasi etika keilmuan yang kuat dalam hal ini, PAI
lah berhak dalam segala desainsnya.
Bisa dilihat bagaimana kehidupan dan perilaku mahasiswa di
PTU, sangat mengerikan, khasus tawuran, narkoba, sex bebas sering
diperlihatkan oleh mahasiswa dibeberapa PTU dinegeri ini, hal ini
sebagian dari indicator lemahnya control pendidikan agama baginya.
Namun fenomena ini dianggap hal yang biasa oleh para pemangku
kebijakan. Mereka yang beragama Islampun kurang responsive den-
gan kenyataan tersebut. Oleh sebab itu kehadiran PAI sangatlah besar
kontribusinya bagi kehidupan dikampus, lebih-lebih mereka yang
gersang dari ajaran agama.
Sementara, kurikulum PAI di PTU sangat ideal, namu tidak
seideal pengetrapannya dilapangan. PAI mendapat porsi sks paling
sedikit diantara mata kuliah yang lain, hal ini menandakan bahwa
PAI bukan menjadi mata kuliah wajib sebagai bekal buat mahasiswa

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 81


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum

dalam berfikir maupun bertindak, bahkan dengan jumlah SKS yang


cukup minim kadang dari PTU masih memberikan kelonggaran bagi
mahasiswa untuk bebas memilik dalam mengikuti perkulihan. Pelak-
sanaan PAI kurang mendapat dukungan yang kuat dari pihak pe-
mangku jabatan strategis dikampus, sehingga PAI tidak salah jika
terkesan menjadi Materi kuliah kelas dua yang kurang mendapat
tempat yang cukup dimata mahasiswa walaupun sebenarnya mereka
banyak yang beragam Islam.
Dengan demikian perlu kesadaran semua pihak agar PAI ter-
sebut berjalan dengan maksimal pemangku kebijakan harus membe-
rikan raung yang luas untuk meningktkan kualitas pembalajaran PAI
baik didalam kampus maupun diluar kampus.
Pada sisi lain, pengembangan PAI di setiap PTU memang
berbeda sehingga tingkat kualitas kehidupan religious mahasiswa
yang berbeda, sangat beda misalkan UDAYA dan UNEJ, di Udayana
karena berada di Bali yang mayoritas Hindu praktek kehidupan
agama dari mahasiswa yang beragama Islam sangat berbeda dengan
di UNEJ yang masih toleran dengan Islam. Jadi pengembangan PAI
sangat terkendala oleh kondisi mayoritas mahasiswa dan pemangku
kebijakan setempat. Sebagai konswensi dari dua hal tersebut kehi-
dupan religious mahasiswa dan civitas akademika bisa diukur oleh
dua hal tersebut. jadi sangat berbeda antara kehidupan religious ma-
hasiswa di Udayana dengan mahasiswa yang ada di Unej dan ITS.
Barangkali ini yang dapat dijadikan evaluasi dalam mengem-
bangan PAI dimasing-masing PTU, agar PAI tidak hanya menjadi
pelengkap Mata kuliah semata namun PAI mampu memberikan
warna bagi perilaku mahasiswa dikampus dan diluarkampus bahkan
sampai mereka menjadi alumni.
Kehidupan religious bisa nampak nyata terlihat salah satunya
jika ada fasilitas ibadah dan program-program keagamaan, di tiga
PTU, hanya Udayana yang tidak memiliki Masjid, sebagaimana di-
uraikan ditas bahwa factor kondisi kampus juga mempengaruhi
adanya fasilitas ibadah. Namun walaupun UNEJ dan ITS memiliki
Masjid baik yang dikelola oleh Dosen PAI dan Para mahasiswa na-

82 |
Zainal Anshari

mun fungsi masjid hanya dijadikan tempat beribadah saja, tidak lebih
dari pada itu sehingga kehidupan religious yang bisa diawali dan
dikawal melalui masjid-masjid intesitasnya cukup lambat bahkan di-
am ditempat.

Daftar Pustaka
Ali, As’ad Said, Negara Pancasila; Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta:
LP3ES, 2009.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001.
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
Abduh Malik, dkk, Materi pembelajaran mata kuliah pengembangan
kepribadian pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi
umum, Jakarta, Departemen Agama, 2009.
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, Bandung : PT. Pustaka Setia,
2003.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Diponegoro, 2005.
Djamas, Nurhayati, Pola Aktifitas Keagamaan Mahasiswa Islam Pergu-
ruan Tinggi Umum Negeri Pasca Reformasi, Jakarta: Badan Lit-
bang dan Diklat Departemen Agama, 2009.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Studi Atas Pandangan Kiai,
Jakarta: LP3ES, 1984.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas Untuk
Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009.
Nasution, S, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara,
2008
Nur Ali, Orientasi Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi, Malang, UIN Maliki, 2009.
Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan.
Mas’ud, Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara; Jejak Intelektual
Arsitek Pesantren, Jakarta: Kencana, 2006.
M Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS; dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, Yogyakarta, LKiS, cetakan ke V, 2011.

Volume 4. No. 01. Maret 2012 | 83


Pendidikan Agama Islam dan Realitasnya di Perguruan Tinggi Umum
M Amin Haedari (editor), Sinopsis Kajian Pendidikan Agama dan
Keagamaan 2006-2009, Jakarta, 2010.
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Gra-
findo Persada, 2006.
Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
Umum, Yogyakarta, Ar Ruzz Media, 2011.
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlaq Anak Usia Pra Sekolah, Yogyakar-
ta: CV. Venus Corporation, 2006.
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2010
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda, 2008.
Soebahar, AH, Matrik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Marwa,
2009.
____________, Pendidikan Islam Dan Trend Masa Depan, Jember: Pena
Salsabila, 2009.
____________, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
1998.
____________, Prospek Guru Indonesia; Perspektif Sistem Perundang-
undangan tentang Pendidikan dan Guru, Jember: Pena Salsabila,
2012.
Undang-Undang No 4 tahun 1950/1954 Dasar-dasar Kependidikan
Undang-Undang No 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
Wahid, Hasyim, Telikungan Kapitalisme Global, Yogyakarta; LKIS, 1999.
Wahid, Abdurrahman, Ilusi Negara Islam; ekspansi gerakan Islam trans-
nasional di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institute, Gerakan
Bhineka Tunggal Ika, Maarif, 2009.
Wahyuddin, dkk, Pendidikan agama Islam untuk perguruan tinggi,
Jakarta, Grasindo 2009.
Yasin Musthofa, EQ Untuk Anak Usia Dini Dalam Pendidikan Islam.,
Yogyakarta, Sketsa, 2002.

84 |

Anda mungkin juga menyukai