Anda di halaman 1dari 11

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

deskriptif kuantitatif yang diperoleh dari data primer dan sekunder, dimana

penelitian akan mendeskripsikan secara konkrit/empiris, objektif, terukur,

rasional, dan sistematis sehingga dapat digunakan untuk memperoleh

informasi yang terukur mengenai sistem pengelolaan air limbah domestik

Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar serta

mengetahui tingkat resiko pengelolaan air limbah yang berdampak

pencemaran sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat pada

kawasan permukiman. Berdasarkan tingkatan resiko air limbah tersusun

wilayah kelurahan yang menjadi prioritas untuk ditangani.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada rumah tangga kawasan

permukiman Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota

Makassar.
Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah ini

memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. Penelitian ini

dilaksanakan selama tiga bulan terhitung mulai bulan September sampai

dengan Desember 2017.


34

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah di Kelurahan

Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar yang mempunyai

peluang yang sama untuk dijadikan sampel dalam penelitian.

Penelitian ini menggunakan Teknik Sampling Simple Random, yaitu

teknik pemilihan sampel yang dilakukan secara acak (random) karena

populasi di wilayah studi dianggap homogen, tidak tersebar, dan secara

geografis populasinya relatif tidak besar. Dalam menentukan jumlah

sampel pada penelitian ini, digunakan “Rumus Slovin”, yaitu:

N
n = (7)
N.d² + 1
Dimana:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Persentasi toleransi ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (0,1)

Dengan Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Tamalanrea

sebanyak 35.706, maka dengan menggunakan Rumus Slovin jumlah

sampel yang harus disurvei adalah 240 Rumah Tangga.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, dilakukan beberapa

langkah pengambilan data.


35

1. Pengumpulan data primer

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer, yaitu

melakukan survey (observasi) dan wawancara menggunakan kuisioner di

tiap rumah tangga yang dijadikan sampel penelitian, untuk meninjau dan

melihat bagaimana sistem pengelolaan air limbah dan air bersih. Adapun

pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi:

a. Pengolahan limbah rumah tangga yang bersumber dari WC.


Meliputi jenis tangki septik, tipikal pengolahan, bidang resapan

dan jenis SPAL (saluran pembuangan air limbah).

b. Sumber air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Meliputi jarak air bersih dari tangki septik, jenis sarana sumber

air, tipikal konstruksi sumber air.

c. Pengujian pH, BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak, Warna

serta Kekeruhan sumber air bersih dari air tanah dangkal

seperti sumur gali.

2. Pengumpulan data sekunder

Pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara mengunjungi

instansi yang terkait, yaitu Badan Pusat Statistik, Bappeda, Dinas PU, dan

Dinas Kesehatan. Data yang dikumpulkan berupa :

a. Luas wilayah administrasi.


b. Luas area terbangun.
c. Jumlah penduduk 5 tahun terakhir.
d. Jumlah rumah tangga.
e. Pengelolaan air limbah yang ditangani oleh pemerintah daerah

ataupun pihak swasta.


36

E. Definisi Operasional
Tingkat resiko dalam penelitian ini adalah penilaian dan pemetaan

berdasarkan kondisi sarana dan prasarana air limbah domestik dan

sumber air. Adapun variabel yang digunakan dalam mengukur tingkat

resiko pencemaran air limbah terhadap sumber air bersih adalah:


1. Tangki septik, disusun dengan menggunakan beberapa

variabel dalam kuisioner, meliputi: sudah berapa lama tangki

septik dibangun dan kapan tangki septik terakhir dikosongkan.

Tangki septik adalah ruang kedap air di bawah tanah yang

menampung kotoran dan air penggelontor (black water) dari

WC. Penyedotan endapan tinja pada tangki septik dilakukan

secara berkala antara 2-4 tahun untuk mencegah pencemaran

air tanah.

2. Sumber air yang beresiko tercemar air limbah, disusun dengan

menggunakan variabel dalam kuisioner, yaitu: penggunaan

sumber air terlindungi dan tidak terlindungi. Secara teknis dan

kesehatan jarak bidang resapan tangki septik dengan sumber

air harus dijaga dengan jarak >10m untuk jenis tanah liat dan

>15m untuk tanah berpasir.

3. Kelangkaan air, disusun dengan menggunakan variabel dalam

kuisioner, yaitu: mengalami kesulitan air dan berlangsung

berapa lama.

F. Teknik Analisis Data


Pengujian pH, BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak, Warna serta

Kekeruhan air bersih untuk menguji parameter yang akan digunakan


37

dalam menentukan tingkat resiko air limbah. Sumur yang diteliti memiliki

variasi jarak dari tangki septik, baik tangki septik yang pernah dilakukan

penyedotan tinja ataupun yang tidak pernah dilakukan penyedotan tinja

dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Jumlah sampel yang diuji yaitu 8

sampel air dari sumur yang digunakan masyarakat.

1. Analisis uji BOD

Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam

satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan

bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD

diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan

penduduk.

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah mg/L gas

oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen dalam air dapat ditentukan

dengan dua cara yaitu dengan cara titrimetri dan dengan penggunaan alat

ukur elektronik yang disebut DO-meter. Penentuan oksigen secara

titrimetri dilakukan menurut metoda standar Winkler.

Pindahkan air sampel kedalam botol BOD sampai meluap,

tambahkan 2 ml Mangan Sulfat (MnSO4) dan 2 ml NaOH + KI.

Penambahan reagen-reagen dengan menggunakan pipet di bawah

permukaan botol. Tutup dengan hati-hati dan aduk dengan membolak-

balik botol 8 kali. Biarkan beberapa saat hingga endapan cokelat

terbentuk dengan sempurna. Selanjutnya tambahkan 2 ml H 2SO4 pekat

dengan hati-hati, aduk dengan cara yang sama hingga semua endapan
38

larut. Kalau endapan belum larut semua, tambahkan lagi 0,5 ml H 2SO4

pekat. Ambil 100 ml air dari botol BOD tersebut dengan menggunakan

gelas ukur, masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi dengan Na-Thiosulfat

0,025 N hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua ke kuning muda.

Tambahkan 5-8 tetes indikator amylum hingga terbentuk warna biru.

Lanjutkan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga tidak berwarna.

Perhitungan oksigen terlarut yaitu:

1000 x A x N x 8
DO = (8)
Vc x Vb / (Vb-6)
Dimana:

A = mL larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan

Vc = mL larutan yang dititrasi

N = Kenormalan larutan natrium toisulfat

Vb = Volume botol BOD

Perhitungan BOD, yaitu:


BOD = DO0 – DO5 (9)

Dimana:

DO0 = Oksigen terlarut 0 hari

DO5 = Oksigen terlarut 5 hari

2. Analisis uji COD

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang

diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi

melalui reaksi kimia. Limbah organik akan teroksidasi oleh kalium

bichromat (K2Cr2O4) sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan


39

H2Oserta sejumlah ion Chrom. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat

pencemaran oleh bahan organik. Kadar COD dalam limbah berkurang

seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat

dalam air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu

dapat direduksi dengan metode pengolahan yang konversional.

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD)

adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan

dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Jumlah oksidan

yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O 2 mg /L) diukur

secara spektrofotometri sinar tampak. Cr 2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada

panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang

gelombang 600 nm. Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh

uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih

dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan

90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr 2O7(2-) pada panjang

gelombang 420 nm.

Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk

mempercepat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk

menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air

buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis

teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah

direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang


40

telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan

ferro ammonium sulfat (FAS).

3. Analisis uji TSS


Pengujian dilakukan dengan penyaringan menggunakan peralatan

vakum. Saringan dibasahi dengan sedikit aquades. Sampel diaduk

dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh sampel yang lebih

homogen. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring yang dicuci

dengan 3x10 mL air suling, dibiarkan kering sempurna, dan dilanjutkan

penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan

sempurna. Kemudian sampel dengan padatan terlarut yang tinggi

memerlukan pencucian tambahan.


Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring

dan dipindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga.

Kemudian dikeringkan dalam oven minimal selama 1 jam pada suhu

103°C sampai dengan 105°C.

Perhitungan TSS yaitu:

(A – B)
TSS = (10)
Vol sampel (mL)
Dimana:

A = Berat sampel setelah ditimbang

B = Berat cawan tanpa sampel

4. Analisis Lemak dan Minyak

Minyak dan lemak merupakan parameter yang konsentrasi


maksimumnya dipersyaratkan untuk air permukaan. Analisis infra merah
41

dan gravimetri adalah dua metode standar yang hingga saat ini
digunakan. Kelemahan metode-metode tersebut yaitu penggunaan pelarut
CCl4(metode IR) dan daerah konsentrasi analisis yang besar (metode
gravimetri) sehingga penting dilakukan penelitian penggunaan pelarut lain
dan penurunan limit deteksi, khususnya metode gravimetri. Pelarut C2Cl4
dan S316 digunakan sebagai pelarut ekstraksi pada metode IR karena
tergolong pelarut yang masih direkomendasikan untuk penggunaannya.
Variasi volume sampel dan tahapan ekstraksi dengan n-heksan sebagai
pelarut dilakukan untuk pengembangan metode gravimetri sehingga
mampu menurunkan limit deteksi di bawah 10 mg/L. Jenis minyak yang
digunakan sebagai sampel yaitu minyak nabati dan minyak mineral. Pada
pembacaan absorbansi pelarut C2Cl4 dan S316 menunjukkan level
respon yang sangat tinggi yaitu 18 mg/L (C2Cl4) dan 15 mg/L (S316)
sehingga tidak bisa digunakan untuk analisis minyak dengan metode infra
merah. Pada metode gravimetri diperoleh persen recovery 92,28%
(sampel minyak nabati) dan 99,25% (sampel minyak mineral) dengan
konsentrasi analit sebesar 0,9 mg/L dan 0,88 mg/L. Nilai persen recovery
tersebut diperoleh pada volume sampel 2000 mL dan teknik ekstraksi 4
tahap dengan limit deteksi 0,5639 mg/L dan 0,4736 mg/L sehingga
pengembangan metode gravimetri ini layak digunakan untuk analisis
sampel air limbah dan air permukaan.

5. Analisis statistik
Data yang terkumpul dari hasil wawancara dan pengamatan sistem

pengelolaan air limbah di tiap rumah tangga, diolah dan kemudian

dianalisis berdasarkan pendekatan analisis statistik dengan menggunakan

SPSS for windows. Analisis data menggunakan syntax cleaning data dan

syntax analisis data.


42

G. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian memuat tentang proses penelitian pada saat

memulai sampai tercapainya suatu hasil penilitian. Tahapan penelitian

dapat dilihat pada Gambar 2.

Mulai

Studi pendahuluan

Kajian pustaka
Pengambilan data

Data sekunder Data primer


Luas wilayah Tangki septik
administrasi Penggunaan sumber air
Luas area terbangun Pengujian kandungan pencemar
Jumlah penduduk air tanah dangkal
Jumlah rumah tangga

Analisis data
Pertumbuhan penduduk
Kepadatan penduduk
Sistem pengelolaan air limbah black water
Sumber air bersih yang tercemar

Tingkat risiko air limbah

Kesimpulan dan saran

Selesa
i
43

Gambar 2. Tahapan penelitian

Anda mungkin juga menyukai