Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN DENGAN ESELON TERKAIT TENTANG HASIL IDENTIFIKASI

PERMASALAHAN TENURIAL KAWASAN HUTAN (PROVINSI SULAWESI


TENGAH, SULAWESI BARAT, MALUKU UTARA, PAPUA DAN PAPUA BARAT)

A. Waktu pelaksanaan
Rapat dilaksanakan pada hari Selasa dan Rabu, tanggal 24 dan 25 September
2013 di Hotel Twin Plaza Jakarta Pusat, dengan pimpinan rapat Staf Ahli Menteri
Bidang Keamanan Hutan.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud penyelenggaraan rapat ini adalah untuk mematangkan rangkaian


rencana pelaksanaan kegiatan penyelesaian konflik mengenai tenurial kawasan
hutan yang terjadi di wilayah kerja Pusdalbanghut Regional IV mulai dari
kegiatan identifikasi, pembahasan dengan Eselon Teknis terkait, pelaksanaan
mediasi/fasilitasi sampai dengan penyusunan laporan hasil kegiatan
mediasi/fasilitasi. Kegiatan rapat persiapan tersebut melibatkan unit Eselon I
terkait, sehingga ada gambaran permasalahan tenurial kawasan hutan pada
setiap provinsi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bagi para
petugas yang akan melakukan identifikasi di lapangan.

C. Out Put

1. Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV merancang skema


Penyelesaian Masalah Tenurial Kawasan Hutan dengan mendalami kronologis
dan sejarah kawasan, kronologis dan sejarah konflik, tipologi konflik, tipologi
masyarakat dan tipologi resolusinya. Sejarah kawasan penting untuk
mengetahui sejak kapan suatu kawasan hutan ditunjuk/ditetapkan sebagai
suatu kawasan hutan tetap. Sedangkan sejarah/kronologis konflik merupakan
variabel lain yang sangat berperan untuk menentukan apakah masyarakat
terlebih dahulu telah mendiami suatu kawasan setelah penunjukan/
penetapan kawasan TGHK atau sebaliknya. Berdasarkan kedua variabel
tersebut maka konflik tenurial di kawasan hutan dapat secara cepat diketahui
dan diketahui pula tipologi resolusinya.
2. Adapun secara garis besar skema yang dikembangkan adalah :
a. Apabila terdapat masyarakat adat, hukum adat, wilayah adat dan Perda
maka kawasan hutan tersebut ditetapkan sebagai hutan adat sebagai
tindaklanjut Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013.

b. Apabila terdapat perbuatan melawan hukum dalam penguasaan kawasan


hutan maka penegakan hukum dapat ditegakkan baik melalui Hukum
Pidana dan/atau Hukum Perdata

c. Apabila terdapat masyarakat mendiami di kawasan hutan sebelum


Penunjukan/ Penetapan kawasan hutan maka resolusinya melalui
pelepasan kawasan.

d. Apabila masyarakat mendiami di kawasan hutan setelah Penunjukan/


Penetapan kawasan hutan maka Resolusinya melalui skema:

- Apabila lokasi konflik berada di kawasan hutan konservasi maka pola


penyelesainnya melalui Desa Konservasi atau Zona Tradisional dengan
komoditi/ kegiatan HHBK dan jasa lingkungan.
- Apabila lokasi konflik berada di kawasan hutan lindung maka pola
penyelesainnya melalui HKm dan Hutan Desa dengan komoditi/
kegiatan HHBK dan jasa lingkungan.
- Apabila lokasi konflik berada di kawasan hutan produksi maka pola
penyelesainnya melalui HKm, Hutan Desa dan HTR dengan komoditi
kayu.

No Lokasi Konflik Pola Penyelesaian Kegiatan/komoditi

1. Hutan Desa Konservasi, Zona HHBK, Jasa lingkungan


Konservasi Tradisional (P.56/2006)

2. Hutan Lindung HKm (P/52/2009), Hutan HHBK, Jasa lingkungan


Desa (P.49/2008)

3. Hutan Produksi HKm (P.52/2009, Hutan Kayu


Desa (P.49/2008) dan
HTR (P.55/2011)
3. Validasi Dokumen

Dokumen yang diperlukan antara lain : Sejarah kawasan seperti SK Penunjukan,


SK Penetapan kawasan, TGHK, RTRW dan lain-lain serta dokumen sejarah/
kronologis konflik antara lain bukti kepemilikan lahan oleh masyarakat baik
berupa SKT, Leters C, girik, dan lain-lain harus dapat dibuktikan. Namun apabila
dokumen bukti kepemilikan tersebut tidak dapat dihadirkan maka
pembuktiannya harus menggunakan jasa antropolog, sosiolog, ahli budaya, dan
lain-lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian permasalahan


tersebut antara lain :
a. Konsistensi penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan harus diupayakan
melalui implementasi resolusi yang sama dalam penyelesaian konflik sesuai
pola dan karakteristiknya.
b. Improvisasi dari para pemangku kepentingan sehingga diperoleh suatu
terobosan penyelesaian masalah melalui deskresi selama tidak melanggar
aturan yang berlaku;
c. Eksekusi agar segera dilakukan apabila sudah ditetapkan resolusinya dengan
melibatkan para pihak yang terkait.

DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai