Anda di halaman 1dari 20

Mata Kuliah : Keperawatan Kegawatan Darurat

Dosen :Marlinah S.Kep., Ns, M.Kes

TUGAS INDIVIDU

TRAUMA THORAX, ABDOMEN, PELPIS, dan MUSKULUSLETAL

NI NYOMAN RAI

NH 0217066

KELAS B2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDIN

MAKASSAR

2018
Trauma Thorax
A. Pengertian
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologi atau
emosional.(Dorland:2008). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat.(Booker:2007)
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari
44tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.(Smetltzer:2006).
Didalam thorax terdapat dua organ yanga sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-
paru dan jantung.Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah.Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan.
B. Etiologi
Adapun penyebab dari trauma thorax, yaitu :
 Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
 Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
 Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada), iatrogenik (“pleural
tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).
C. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan.Luka pada rongga thorak
dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan
paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah.Bahaya utama berhubungan dengan luka
dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh
karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak
adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga
terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi.Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru –
paru.Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral
dan parietal.Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks.Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat
trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun
pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor.Foto toraks pada saat ekspirasi membantu
menegakkan diagnosis.Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest
tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya
dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada
dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita
dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya
pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube
Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul.Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.
D. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax, yaitu :
1) Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dingin
d. Peninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
e. Pekak jantung melebar
f. Bunyi jantung melemah
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
h. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
i. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2) Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3) Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdapat
jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff:2006)
E. Macam-macam Trauma Thorak
a. Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan trauma
tumpul.
b. Trauma tembus (tajam).
c. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
d. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
e. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
f. Trauma tumpul
g. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
h. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
i. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
j. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
F. Penatalaksanaan
1. Darurat
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin
melihat kejadian. Yang ditanyakan :
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata
 Arah masuk keluar perlukaan
 Bagaimana keadaan penderita selama dalam trasportasi
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalo perlu
seluruhnya:
Inspeksi :
a) Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka
masuk dan keluar
b) Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi
c) Akhir dari ekspirasi
Palpasi :
a) Diraba ada/tidak krepitasi
b) Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral
c) Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
Perkusi
a) Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor
b) Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau
garis miring
Auskultasi :
 Bising napas kanan dan kiri dibandingkan
 Bising napas melemah atau tidak
 Bising napas hilang atau tidak
 Batas antara bising napas melemah atau menghilang dangan normal
 Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada
 Pemeriksaan tekanan darah
 Kalau perlu segera pasang infus kalau perlu yang besar

Pemeriksaan kesadaran

 Pemeriksaan sirkulasi perifer


 Kalau keadaan gaawat pungsi
 Kalau perlu intubasi napas buatan
 Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung
 Kalau perlu toraktomi massage jantung internal
 Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologi (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan)
2. Terapi
a. Chest tube/drainase udara (pneumothorax)
b. WSD (Hematothorax)
c. Pungsi
d. Toraktomi
e. Pemberian oksigen

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2007. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.


Dorland, W. A. Newman. 2008. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC.
FKUI.2005. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah.Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia Anderson. 2008. Patofisiologi.Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2006. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth,
Edisi.8Vol.3.Jakarta:EGC.
https://annisanurulfajri15.blogspot.com/2015/12/makalah-trauma-thorax.html?m=1
TRAUMA ABDOMEN

DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk. Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya
atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan
dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus
pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri
spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam
posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya
dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan
laparatomi (gold standard).
1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl
yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL
A. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat
apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-
dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut
kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen
sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada
:
o fraktur pelvis
o trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan
juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan
yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,
yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur (Hudak & Gallo, 2001).
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)

DAFTAR PUSTAKA

http://papermakalah.blogspot.com/2017/09/makalah-trauma-abdomen.html
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC

Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Hudak & Gallo. 2001.
Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media Aesculapius

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
: Jakarta: EGC.
TRAUMA PELVIS
1. Pendahuluan
Fraktur pada pelvis terjadi akibat trauma tumpul dan berhubungan
dengan angka mortalitas antara 6% sampai 50%. Walaupun hanya terjadi pada 5%
trauma, penderita biasanya mempunyai angka ISS (injury severity score) yang tinggi
dan sering juga terdapat trauma mayor di organ lain, karena kekuatan yang
dibutuhkan untuk terjadinya fraktur pelvis cukup signifikan. Sebagai contoh, insidensi
robekan aorta thoracalis meningkat secara signifikan pada pasien dengan fraktur
pelvis terutama tipe AP kompresi.
Pada pasien dengan trauma pelvis dapat terjadi hemodinamik yang tidak
stabil, dan dibutuhkan tim dari berbagai disiplin ilmu. Status hemodinamik awal pada
pasien dengan fraktur pelvis adalah faktor prediksi utama yang dihubungkan dengan
kematian. Fangio P,et al (2005) mempublikasikan pada penelitiannya bahwa angka
kematian pada pasien dengan hemodinamik stabil adalah 3,4% yang dibandingkan
dengan yang hemodinamik tidak stabil adalah sebesar 42%.
Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis,
hipotensi yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Walaupun
demikian, pada pasien fraktur pelvis yang meninggal, perdarahan pelvis terjadi pada
50% pasien yang meninggal. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah
potensial perdarahan hebat, yaitu : Permukaan tulang yang fraktur, trauma pada arteri
di pelvis, trauma pada plexus venosus pelvis, sumber dari luar pelvis.
Diagnosa fraktur pelvis memerlukan pemeriksaan klinis dan radiolologi yang
teliti, terutama pada penderita yang tidak sadar agar diperiksa secara menyeluruh.
Dalam penanganan fraktur pelvis, selain penanganan fraktur, juga penanganan
untuk komplikasinya yang menyertainya yang dapat berupa perdarahan besar, ruptur
kandung kemih, atau cedera uretra.
Pada kesempatan kali ini penulis berusaha mengulas mengenai gambaran
radiologi pada fraktur pelvis. Hal – hal yang akan dibahas dalam referat ini meliputi
anatomi pelvis, definisi fraktur pelvis, klasifikasi fraktur pelvis serta gambaran
radiologi oada fraktur pelvis.
2. Fraktur Pelvis
a. Defenisi fraktur pelvis
Patah tulang panggul adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis
atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada orang tua
penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan yang
signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian.
b. Mekanisme trauma pada cincin pelvis
Terdapat 3 mekanisme cedera mayor menurut Young and Burgess, yaitu :
1. Lateral posterior compression (LC)
2. Anterior posterior compression (APC)
3. Vertical shear (VS)
a) Cedera kompresi lateral.
 Tabrakan dari arah lateral dapat mengakibatkan berbagai macam
cedera, tergantung dari kekuatan tabrakan yang terjadi.
 Tipe AI (impaksi sakral dengan fraktur ramus pubis sisi yang sama
(ipsilateral)—cedera yang stabil.
 Tipe AII (impaksi sakral dengan fraktur iliac wing ipsilateral atau
terbukanya SI joint posterior dan fraktur ramus pubis)
 Tipe AIII (sama dengan tipe AII dengan tambahan cedera rotasional
eksterna dengan SI joint kontralateral dan fraktur ramus pubi
b) Kompresi anteroposterior
 Yang dihasilkan oleh gaya dari anterior ke posterior yang
mengakibatkan terbukanya pelvis.
 Tipe BI (diastasis simfisis <2,5 cm dengan sisi posterior yang intak)
cedera yang stabil.
 Tipe BII (Diastasis simfisis >2,5 cm dengan terbukanya SI joint tapi
tidak terdapat instabilitas vertikal).
 Tipe BIII(Disrupsi komplit dari anterior dan posterior pelvis dengan
kemungkinan adanya pergeseran vertikal).
DAFTAR PUSTAKA
https://fazilamris.blogspot.com/2013/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1
http://www.bedahugm.net/fraktur-pelvis/
http://ads.masbuchin.com/search/fraktur+pelvis+ilmu+bedah 3.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/12/16/manajemen-perdarahan-pada-fraktur-
pelvis-yang-mengancam-jiwa/ 4. http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/26/rangkuman-
catatan-atls/

TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Trauma dan benda asing dalam sistem muskuloskeletal dapat secara drastis berdampak pada
tubuh dan menyebabkan cedera berat. Pelajari tentang berbagai jenis cedera muskuloskeletal,
termasuk tanda dan gejala, komplikasi, dan perawatannya.

Cedera biasa

Pernahkah Anda patah tulang, terkilir sendi, mendapat luka atau bahkan memar kecil?
Kecuali Anda telah menjalani seluruh hidup Anda dalam gelembung, Anda kemungkinan
besar menjawab 'Ya' untuk pertanyaan ini.

Jenis cedera ini dikenal sebagai cedera muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal


terdiri dari tulang, otot, tendon, ligamen, tulang rawan, dan kulit. Ini berfungsi untuk
memberikan stabilitas, struktur, gerakan, dan perlindungan terhadap tubuh. Pelajaran ini akan
membahas bagaimana trauma dan benda asing dapat melukai sistem muskuloskeletal, serta
gejala, komplikasi, dan perawatan untuk jenis cedera ini.

Trauma Musculoskeletal

Sistem muskuloskeletal cukup rapuh. Oleh karena itu, dapat sangat mudah (dan sangat) rusak
akibat trauma yang diderita dalam kecelakaan mobil, jatuh, cedera olahraga, dan kecelakaan
kerja. Cedera pada sistem muskuloskeletal juga dapat dihasilkan dari trauma yang sangat
kecil. Misalnya, Anda dapat memar lengan Anda hanya dengan menabraknya di atas meja,
atau Anda bisa menyumbat pergelangan kaki Anda tanpa sengaja melangkah ke dalam lubang
kecil. Bagan berikut menjelaskan contoh spesifik cedera muskuloskeletal yang dapat terjadi
akibat trauma, serta gejala dan perawatan untuk masing-masing cedera ini.
Injury Description Symptoms Treatments
Pain, bleeding, Surgery to reset the bone,
Fractures that result
Open swelling, repairing damage to the skin
in the bone breaking
fracture decreased and muscle, then casting the
through the skin
movement injury
Fractures in which Pain, swelling,
Surgery to reset the bone and
Closed the bone does not bruising,
repair tissue damage, then
fracture break through the decreased
casting the injury
skin movement
Small cracks in the
bone due to Resting the injury until it heals
Stress Pain, swelling,
overuse, such as (usually 6-8 weeks), ice to
fracture bruising
running very long decrease pain
distances
A tendon breaks or Pain, swelling,
Surgery to stitch the tendon
Tendon rips into two (e.g., bruising,
together then casting to aid in
rupture Achilles tendon decreased
healing
rupture) movement
Damage to the
Pain, swelling,
ligaments in a joint
bruising, Bracing/splinting/casting the
Sprain due to
decreased injury, ice to decrease pain
overstretching or
movement
twisting
Pain, swelling, Resting until the injury heals
Tearing of a muscle
bruising, (usually 6-8 weeks), severe
Strain due to strenuous
decreased strains may require surgical
activity
movement repair
Pain, bleeding,
Laceration Deep cut to the skin Stitching the cut
swelling

Badan Asing dalam Sistem Muskuloskeletal

Hal ini relatif umum untuk pasien yang akan dirawat di rumah sakit untuk benda asing
dalam sistem muskuloskeletal mereka. Contoh umum benda yang dapat tertanam ke dalam
tubuh termasuk potongan kaca, kayu, dan logam. Sebagai contoh, seorang pekerja konstruksi
yang menggunakan pistol paku mungkin secara tidak sengaja menaruh paku di tangannya,
atau seseorang mungkin tertembak, dan peluru mungkin tetap berada di dalam tubuh.

Benda asing dalam sistem muskuloskeletal juga dapat dihasilkan dari ledakan.
Misalnya, peralatan di pabrik dapat meledak, menyebabkan pecahan kaca dan logam terbang
di udara. Potongan-potongan kaca dan logam ini dapat menembus kulit pekerja dan tertanam
di tubuh mereka

DAFTAR PUSTTAKA

https://study.com/academy/lesson/impact-of-trauma-foreign-bodies-in-the-musculoskeletal-
system.html

Anda mungkin juga menyukai