AnalisisTransformasiDatumDariDI74keDGN95 PDF
AnalisisTransformasiDatumDariDI74keDGN95 PDF
net/publication/322498707
CITATIONS READS
0 877
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Hasanuddin Z. Abidin on 15 January 2018.
* Program Studi Teknik Geodesi, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya
** Departemen Teknik Geodesi, FTSP, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Dengan keppres No. 166 Tahun 2000 Bakosurtanal kembali diberi tugas untuk
menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menyelenggarakan tugas itu
untuk pertama kalinya secara eksplisit ditetapkan bahwa Bakosurtanal mempunyai
fungsi pembinaan infrastruktur data spasial atau yang lebih dikenal sebagai
Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN ).
Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) dilihat sebagai satu upaya nasional untuk
menghadirkan sumber-sumber data spasial dasar yang dapar dimanfaatkan seluas
mungkin. IDSN harus menyediakan tema-tema data spasial yang paling umum
digunakan oleh pengguna, dan terkait dengan penciptaan satu lingkungan yang
mendukung pengembangan dan pemanfaatan data spasial secara optimal.
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 21
satunya bahwa datum yang digunakan adalah datum DGN-95 ( Matindas, 2002 ) , maka
perlu dilakukan transformasi datum menjadi datum DGN-95.
Dalam transformasi datum dari datum ID-74 ke Datum DGN-95 menggunakan model
transformasi datum. Terdapat bermacam-macam model dalam transformasi datum.
Model transformasi datum tersebut yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
Hitungan dilakukan dengan menggunakan data seluruh titik sekutu ( 35 titik sekutu )
dan hitungan menggunakan data yang dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah 1 dan
wilayah 2 ( terlihat dalam gambar 1)
DISTRIBUSI TITIK SEKUTU ID74 DAN WGS84
D.601
D.406
Wilayah-2
D.970 D.967
D.962 D.960
D.520
D.957 D.955
D.419
D.952
D.947
D.949 D.700
D.660
D.470 D.469
D.641
D.471
D.479
D.487
P.71 D.500 D.353
D.947
D.1008 D.508
Wilayah-1 D.1202
D.1288
D.1208
Jika XA = [ xA, yA, zA ] t dan XB = [ xB, yB, zB ] t adalah koordinat sebelum dan sesudah
ditransformasi, maka model fungsional dari transformasi dengan 7 parameter adalah
sebagai berikut :
XB = s. R. XA + t (1)
dengan ;
s = faktor skala
t = vektor translasi ( tx, ty, tz) t
R = matrik ortogonal dari rotasi sistem X1 ke sistem X2, yaitu :
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 22
cos .cos cos .sin .sin sin .cos sin .sin cos .sin .cos
R sin .cos cos .cos sin .sin .sin sin .sin .cos cos .sin (2)
sin cos .sin cos .cos
Secara praktis, jika kita ingin mentransformasikan satu sistem koordinat ke sistem
koordinat yang lain, digunakan transformasi menggunan 7 parameter, 3 parameter
rotasi, 3 parameter translasi, dan faktor skala. Implikasi dari model ini adalah posisi
titik dan panjang baseline akan berubah, tetapi sudut dan bentuk jaringan tidak
berubah. Sering kali model ini tidak cukup merefreksikan situasi yang sebenarnya
(Wolfrum, 1992 ). Dari teori permukaan (Hotine, 1947; Wolfrum,1992 ) bahwa setiap
perubahan, bagian kecil dipermukaan, cenderung diasumsikan sebagai karakter dari
affinity.
Jika sistem koordinat A yang dinyatakan dalam Su ditransformasikan kedalam sistek
koordinat B yang dinyatakan dalam Sx, dengan affinity transformation model, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut. Langkah pertama adalah mentransformasikan vektor
posisi u ke dalam sistek koordinat lokal SL dengan P0 adalah centroid dari jaringan. wL
adalah normal ellipsoid. uL adalah pararel meredian, sedangkan vL adalah siku dari uL
ke arah timur. Vektor posisi u dalam sistem SL :
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 23
uL = M ( u – u0 ) = M.u (3)
dimana :
M P2 R 2 ( 0 π2 )R 3 ( 0 ) (4)
Langkah kedua adalah memmasukkan unsur affinitas. Sistem lokal SL diputar / dirotasi
pada sumbu wL sebesar sudut searah jarum jam, sehingga terdapat distorsi skala
yaitu ( k1, k2, k3 ) Selanjutnya diputar kempali sebesar sudut (- ), berlawaan arah jarum
jam, sehingga diperoleh :
k 1 0 0
K 0 k2 0 (7)
0 0 k 3
Hal di atas dapat berarti , k1, k2 merupakan model sistematik distorsi affine dalam arah
horisontal uL dan vL. Sedangkan k3 merupakan besarnya perbedaan skala tinggi .
Selanjutnya, perbedaan orientasi antara dua sistem diperhitungkan. Seperti dalam Veis
(1962), model deferensial parameter orientasi dA, d, d merujuk pada sistem lokal SL.
dimana :
1 dA d
R dA 1 d (10)
d d 1
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 24
Prosedur hitungan perataannya memerlukan model yang linier dari fungsi yang tidak
diketahui. Oleh karena itu. Disederhanakan matrik affinity menjadi, sebagai berikut :
p q 0
S q r 0 (13)
0 0 s
dimana :
p = k1 cos2 + k2 sin2
r = k1 sin2 + k2 cos2
s = k3
q = (k1 – k2) sin.cos
Jika persamaan diatas didekati dengan suatu mdel pendekatan, maka persamaan
tersebut dapat ditulis kembali :
p = p0 +dp p0 =1
r = r0 + dr r0 = 1
s = s0 + ds s0 = 1
q = q0 + dq q0 = 1
S = I + dS (14)
Dengan
dp dq 0
dS dq dr 0
0 0 ds
R = I + dR (15)
Maka dengan mengabaikan bentuk orde dua, perkalian product R.S dapat ditulis
menjadi :
R.S = I + dR + dS (16)
atau
x = u + t + G ( u – u0 ) (18)
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 25
cos 0 .d sin 0 sin 0 .d
sin 2 . cos 2 dp sin . 0 .dA cos 0 .d
0 0
sin 0 . sin 0 . cos 0 .dp
2
cos 0 . sin 0 .dA
sin 2 dr
0
sin 0 . cos 0 .dr sin 0 cos 0 cos 0 .dp
cos 0 cos 2 0 ds
2
cos 2 0 . sin 0 . cos 0 .ds sin 0 cos 0 cos 0 .ds
2 sin 0 . sin 0 . cos 0 .dq
sin 0 (sin 2 0 cos 2 0 ).dq cos 0 sin 0 .dq
cos .d
0
sin 0 . cos 0 .d
sin 0 .dA
_ sin 2 0 . sin 2 0 .dp sin 0 .d
sin 0 sin 0 cos 0 .dp
2
cos 0 .dr
2 cos 0 . cos 0 .dA
G sin 0 cos 0 .dr
cos 0 . sin 0 .ds
2 2 sin 0 . cos 0 sin 0 .dp
cos 2 sin cos .ds
0 0 0
2 sin 0 . sin 0 . cos 0 .dq sin 0 . cos 0 . sin 0 .ds
sin 0 (sin 2 0 cos 2 0 ).dq
cos 0 . cos 0 .dq
sin 0 . sin 0 .d sin 0 . cos 0 .d
cos 0 .d sin 0 .d
cos 0 . sin 0 .dA cos 0 cos 0 .dA cos 2 0 .dp
sin 0 . cos 0 . cos 0 .dp sin 0 . cos 0 . sin 0 .dp sin 2 0 .ds
sin . cos . cos .ds sin 0 . cos 0 . sin 0 .ds
0 0 0
cos 0 . sin 0 .dq cos 0 . cos 0 .dq
Untuk menghitung nilai parameter, digunakan metode standard seperti dalam Mikhail
(1976);
Fi (u i v u ) G. u i (x i v x ) 0
i i
(19)
A i v i Bi w i 0 (20)
dengan :
v iT v Tui
v Txi v u , v v , v w , v x , v y , v y i
t x , t y , t z , dν , dμ , dA, dp, dr, ds, dq
T
wi ui xi
Fi Fi
Ai Bi
(L i v i )
dimana :
LTi u iT , x iT u, v, w, x, y, z i
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 26
Tabel 4. Parameter transformasi affin 10 parameter dari ID74 ke DGN95
Dengan semua hasil yang ada, yang telah dihitung menggunakan model-model
transformasi yang tersebut diatas, hasil tersebut dibandingkan dengan nilai koordinat
titik sekutu dalam sistem DGN95. Hasil berupa grafik selisih dapat ditunjukkan dalam
Gambar 2, 3 , 4, 5, 6, & 7.
Transformasi menggunakan model 7 parameter dengan semua data titik sekutu ( 35 titik
) seperti ditunjukkan dalam gambar 2 mempunyai variasi penyimpangan yang relatif
sama, kecuali terdapat beberapa titik yang berbeda. Dari hasil tersebut dapat diketahui
penyimpangan rata-rata X 34.614 m, Y 26.133 m dan Z 4.033 m;
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 27
Selisih Koordinat Hasil Transformasi & Titik Sekutu - DGN95
80
70
60
50
40
Selisih (meter)
30
20
10
30
36
57
01
06
10
11
12
13
17
37
7
01
96
92
02
03
05
07
01
02
07
01
02
06
07
10
AS
94
94
95
95
96
96
96
97
.20
.30
.30
.40
.40
.40
.40
.40
.40
.40
.40
10
10
00
20
20
20
20
30
30
30
40
40
50
60
60
NI
D.
D.
D.
D.
D.
D.
D.
D.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
-10
-20
-30
Tiitk Sekutu
dX dY dZ
Gambar 3 menunjukkan bahwa hitungan model 7 parameter dengan data pada wilayah
1 (18 titik) memberikan hasil penyimpangan rata-rata X 1.495 m, Y 24.339 m dan
Z 3.852 m.
Sedangkan pada Gambar 4 terlihat bahwa hitungan model 7 parameter dengan data
pada wilayah 2 (17 titik) memberikan hasil penyimpangan rata-rata X 103.340 m, Y
27.323 m dan Z 4.642 m.
35
30
25
20
Selisih (meter)
15
10
5
0
D.947 D.949 D.952 D.957 D.960 D.962 D.967 D.970 N.1001 N.1096 NIAS N.0092 N.2002 N.2003 N.2005 N.2007 N1.2030 N.3001
-5
-10
-15
-20
Titik Sekutu
dX dY dZ
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 28
Selisih Koordinat Hasil Transformasi & Titik Sekutu - DGN95
(Wilayah 2)
140
130
120
110
100
Selisih (meter)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
-10
36
57
01
06
10
11
12
13
17
37
02
07
01
02
06
07
10
-20
.30
.30
.40
.40
.40
.40
.40
.40
.40
.40
30
30
40
40
50
60
60
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
Titik Sekutu
dX dY dZ
Dari hasil semua model transformasi, dapat dilihat terdapat perbedaan yang besar
antara model 7 parameter dan model 10 parameter; Dari setiap model transformasi,
daerah timur (wilayah 2) , memberikan hasil penyimpangan yang besar dibandingkan
dengan daerah barat (wilayah 1). Hal ini menunjukkan tidak homogennya ketelitian
jaring kontrol horisontal dalam sistem yang lama (ID74) yang pengukurannya
memanfaatkan satelit doppler/transit, pernyataan ini juga diungkapkan dalam Subarja
(1995).
S e lis ih K o o rd in a t H a s il T ra n s fo rm a s i & T itik S e k u tu D G N 9 5 M e to d e A ffin e
35
30
25
20
15
S e l i s i h ( m e t e r)
10
0
0
7
01
96
92
02
03
05
07
01
02
07
01
02
06
07
10
7
03
03
05
00
00
01
01
01
01
01
03
4
IA
0
0
.9
.9
.9
.9
.9
.9
.9
.9
-5
2
4
.1
.1
.0
.2
.2
.2
.2
.3
.3
.3
.4
.4
.5
.6
.6
N
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
D
N
N
-1 0
-1 5
-2 0
-2 5
-3 0
-3 5
-4 0
T itik S e k u tu
dX dY dZ
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 29
S e lis ih k o o rd in a t h a s il tra n s fo rm a s i & titik s e k u tu D G N 9 5 M e to d e A ffin e (W ila y a h 1 )
5
4
3
2
1
0
0
1
1
47
49
52
57
60
62
67
70
S
-1
3
00
09
09
00
00
00
00
00
IA
S e l i s i h (m e t e r)
20
.9
.9
.9
.9
.9
.9
.9
.9
.1
.1
.0
.2
.2
.2
.2
.3
N
1.
D
D
-2
N
N
-3
-4
-5
-6
-7
-8
-9
-1 0
-1 1
-1 2
-1 3
-1 4
-1 5
T itik s e k u tu
dX dY dZ
40
30
20
10
0
S e l i s i h (m e t er)
N .3 0 0 2 N .3 0 0 7 N 1 .3 0 3 6 N 1 .3 0 5 7 N .4 0 0 1 N .4 0 0 2 N 1 .4 0 0 1 N 1 .4 0 0 6 N 1 .4 0 1 0 N 1 .4 0 1 1 N 1 .4 0 1 2 N 1 .4 0 1 3 N 1 .4 0 1 7 N 1 .4 0 3 7 N .5 0 0 6 N .6 0 0 7 N .6 0 1 0
-1 0
-2 0
-3 0
-4 0
-5 0
-6 0
-7 0
-8 0
T it ik S e k u t u
dX dY dZ
Dari analisis hasil hitungan dapat dilihat bahwa penggunaan model transformasi 10
parameter dapat memberikan hasil yang lebih baik dari model Bursa Wolf.
Meskipun begitu perlu dikaji lebih lanjut mengenai kinerja model transformasi 10
parameter dengan distribusi titik sekutu yang baik dan jumlah titik sekutu yang lebih
banyak. Selain itu perlu juga dilakukan pembobotan terhadap data ukuran dari sistem
ID74 dan DGN95.
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 30
DAFTAR ACUAN
______________________________________________________________________________________
JURNAL SURVEYING DAN GEODESI , Vol.XII, No.3, September 2002 hal. 31