Anda di halaman 1dari 33

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(PTK)
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PEMELIHARAAN
CASIS PEMINDAH TENAGA (PCPT) DENGAN MENERAPKAN METODE
PROBLEM BASED-LEARNING PADA PESERTA DIDIK KELAS XI TKR
SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN

Oleh :
Sidik Purnomo
NIM 19530299010

PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM JABATAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

1
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah
banyak dilakukan oleh pemerintah, namun hasilnya belum dapat memuaskan.
Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mendasarinya, baik pada faktor
intern maupun ekstern siswa, atau kemapanan sumber daya manusia guru dan
kelengkapan sarana belajar mengajar yang terdapat dalam lembaga tersebut.
Bahkan pemerintah terlalu mengurangi pada proses pencapaian tersebut
dengan menentukan standar yang seragam dalam mengukur keberhasilan
suatu pembelajaran dengan hanya mematok pada nilai ujian akhir nasional.
Hingga kini, pengajaran dengan pedoman ajar telah menggunakan beberapa
kali pergantian kurikulum, dari kurikulum 1974, 1984, 1994, 2004, dan 2006
(KTSP). Karena kurikulum yang terakhir ini juga masih mendapat kritikan
dengan dianggap belum mencapai maksimal, pemerintah melakukan
penyempurnaan kurikulum tersebut dengan mengembangkan kurikulum
2013.
Salah satu penyempurnaan kurikulum 2013 adalah perbaikan proses
pembelajaran dikelas. Dalam hal ini ini sejalan dengan Jamil
Suprihatiningrum (2013: 81) yang menyatakan bahwa agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, guru perlu mempersiapkan
skenario pembelajaran dengan cermat dan jelas. Dalam proses pembelajaran
guru dituntut untuk dapat menciptakan strategi pembelajaran yang menarik
agar siswa termotivasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara guru menerapkan
metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.
SMK Muhammdiyah Prambanan Sleman merupakan salah satu
sekolah kejuruan yang menerapkan kurikulum 2013. Idealnya pada saat
proses pembelajaran di kelas guru menggunakan metode pembelajaran
berpusat pada siswa. Masih ada pada praktiknya di lapangan masih banyak
dijumpai guru yang menerapkan metode pembelajaran berpusat pada guru.

2
Metode pembelajaran ini memiliki banyak kelemahan seperti yang
diungkapkan oleh Nasution (2013: 209-211) adalah : (1) Tujuan tidak
dirumuskan secara spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan
diukur, (2) Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai
keseluruhan tanpa memperhatikan peserta didik secara individual, (3) Bahan
pelajaran kebanyakan ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut
pertimbangan guru, (4) Berorientasi pada kegiatan guru dengan
mengutamakan proses mengajar, (5) peserta didik kebanyakan bersikap pasif,
terutama harus mendengarkan uraian guru, (6) Peserta didik harus belajar
menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru
mengajar, (7) Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya
ulangan atau ujian, itupun jika ulangan itu kemudian dibicarakan, (8)
Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai oleh guru secara subjektif, dan (9)
Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan.
Ada beberapa kelemahan dengan menerapkan metode pembelajaran
berpusat pada guru yang telah diungkapan di atas, dampak yang dirasakan
oleh siswa saat proses pembelajaran di SMK Muhammadiyah Prambanan
Sleman yaitu rendahnya motivasi belajar siswa. Pada saat pembelajaran guru
mayoritas hanya menerapkan metode ceramah dimana pada metode ini hanya
terjadi interaksi satu arah saja. Dengan metode ceramah, hanya guru saja
yang aktif sedangkan siswa pasif mengamati dan mendengarkan penjelasan
materi dari guru. Kecenderungan kegiatan pembelajaran siswa seperti ini
sangat memungkinkan siswa cepat bosan dan tidak tertarik sebagai
pendengar. Hal ini terbukti ketika proses pembelajaran berlangsung masih
banyak siswa yang sering mengobrol dengan temannya, main HP,
mengantuk, dsb.
Pada pembelajaran PCPT juga dapat dijumpai guru menerapkan
metode ceramah. Selain berdampak pada motivasi belajar yang rendah,
dengan metode ceramah juga berdampak pada hasil belajar yang rendah. Hal

3
ini dibuktikan oleh hasil ulangan akhir semester ganjil pada mata pelajaran
PCPT dapat diketahui bahwa nilai rata-ratanya sebesar 25,71 dan tidak ada
satupun yang melampaui KKM. Dengan permasalahan seperti ini perlu
diadakan solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan rendahnya
motivasi dan hasil belajar.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan perbaikan
proses pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat.
Hal ini sejalan dengan Jamil Suprihatiningrum (2013: 81) yang agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, guru perlu mempersiapkan
skenario pembelajaran dengan cermat dan jelas. Metode pembelajaran yang
dimaksud adalah metode pembelajaran berpusat pada peserta didik.
Problem-based learning merupakan salah satu metode pembelajaran
berpusat pada peserta didik yang dapat diterapkan di kelas. Metode ini dipilih
atas pertimbangan dari Gutrie & Schuerman (2011: 51) yang menyatakan
bahwa strategi pembelajaran yang paling efektif adalah strategi yang dapat
memberikan kesempatan kepada siswa menggunakan pengetahuannya untuk
memecahkan masalah, terlibat dalam simulasi atau menerapkan
pengetahuannya pada konteks baru. Salah satu strategi pembelajaran yang
dapat mengakomodasi hal tersebut adalah problem-based learning.
Menurut Wood “PBL is not about problem solving per se, but rather it
uses appropriate problems to increase knowledge and understanding”
(http://www.bmj.com/content/326/7384/328). Problem-based learning
bukanlah sekedar pemecahan masalah, tetapi menggunakan masalah yang
terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Dalam metode
problem-based learning guru mengarahkan siswa untuk memecahkan
permasalahan terkait dengan materi. Permasalahan yang disajikan masih
berkaitan atau sering dijumpai pada kegiatan sehari-hari.
Dengan adanya permasalahan yang disajikan oleh guru, siswa mencari
solusinya secara berkelompok. Pencarian solusi dapat dilakukan dari berbagai

4
kajian (internet, buku, lanpangan, dsb.). Di akhir pembelajaran siswa
mempresentasikan hasil diskusi kempoknya masing-masing. Di dalam
kegiatan presentasi ini memungkinkan saling tukar pikir antar siswa. Kegiatan
pembelajaran dengan metode problem-based learning dapat meningkatkan
pasrtisipasi siswa sehingga diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar
siswa sebagai alternatif pemecahan masalah yang dijumpai di kelas. Selain
motivasi belajar meningkat, diharapkan hasil belajar PCPT juga meningkat.

B. Identifikasi Masalah
Dengan latar belakang masalah yang telah ditemukakan, dapat
dijabarkan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Perubahan kurikulum di Indonesia yang mengalami pergantian kurikulum
karena sering mendapatkan kritikan
2. Masih banyak dijumpai guru yang menerapkan metode pembelajaran
berpusat pada guru di SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman
3. Penggunaan metode pembelajaran berpusat pada guru masih banyak
memiliki kelemahan
4. Rendahnya motivasi belajar siswa SMK Muhammadiyah Prambanan
Sleman
5. Siswa cepat bosan dan tidak tertarik sebagai pendengar ketika guru
menerapkan metode ceramah, hal ini dibuktikan ketika proses
pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang sering mengobrol
dengan temannya, main HP, mengantuk, dsb.
6. Rendahnya hasil belajar PCPT, hal ini dibuktikan oleh hasil ulangan akhir
semester ganjil pada mata pelajaran PCPT dapat diketahui bahwa nilai rata-
ratanya sebesar 25,71 dan tidak ada satupun yang melampaui KKM

5
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian dibatasi pada penerapan problem-based learning
untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar Pemeliharaan Casis Pemindah
Tenaga (PCPT) siswa XI TKR A SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman.
Rumusan masalah yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Apakah penerapan metode problem-based learning dapat meningkatkan
motivasi belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT) siswa XI
TKR A SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman?
2. Apakah penerapan metode problem-based learning dapat meningkatkan
hasil belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT) siswa XI TKR
A SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman?

D. TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian yang hendak dicapai
dalam penelitian sebagai berikut:
1. Meningkarkan motivasi belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga
(PCPT) siswa XI TKR A SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman
dengan menerapkan metode problem-based learning.
2. Meningkarkan hasil belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT)
siswa XI TKR A SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman dengan
menerapkan metode problem-based learning.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Guru
a. Mampu menganalisis masalah pembelajaran yang diperoleh dari
lapangan dan menemukan pemecahan masalahnya dengan cepat dan
tepat.

6
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dengan cara menerapkan
metode problem-based learning.
2. Siswa
a. Meningkatkan motivasi dan keaktifan mahasiswa dalam pembelajaran di
kelas.
b. Meningkatkan kemampuan berinteraksi siswa, baik antar sesama siswa
maupun dengan guru.
c. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar sistem kopling pada siswa.

3. Sekolah
a. Sebagai referensi mengenai pentingnya penerapan metode pembelajaran
yang tepat demi kelancaran pembelajaran di kelas.
b. Terciptanya kepedulian terhadap kualitas pembelajaran oleh sekolah.
c. Terciptanya pola pengembangan pembelajaran yang berkualitas.

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Ruang lingkup penelitian adalah motivasi dan hasil belajar
Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT). Keterbatasan dari penelitian
adalah hanya dilaksanakan di kelas XI TKR A SMK Prambanan
Muhammadiyah Sleman. Kelas ini dipilih atas pertimbangan karena sebagian
besar dari kelas ini memiliki motivasi dan hasil belajar yang rendah jika
dibandingkan dengan kelas lainnya. Keterbatasan penelitian lainnya yaitu
penerapan metode problem-based learning hanya dilakukan pada
pembelajaran Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT).

G. Definisi Operasional
1. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan suatu dorongan internal dan eksternal
pada siswa yang berada dalam pembelajaran. Motivasi belajar membawa

7
perubahan tingkah laku ke arah yang positif yang dapat dilihat dari
beberapa indikatornya. Indikator motivasi belajar yang akan digunakan
dalam penelitian adalah teori motivasi ARCS karena teori motivasi ini
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran (Keller, 2010: 45). Indikator
tersebut yaitu: (a) Attention (perhatian); (b) Relevance (relevansi); (c)
Confidence (kepercayaan diri); dan (d) Satisfaction (kepuasan)
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam penelitian proses
pembelajaran yang dimaksud adalah pada pembelajaran Pemeliharaan
Casis Pemindah Tenaga (PCPT). Indikator dari mata pelajaran ini
berdasarkan silabus mata pelajaran PCPT pada SMK Muhammdiyah
Prambanan Sleman yang meliputi: (a) Kopling; (b) Sistem Rem; dan (c)
Transmisi.

II. Kajian Teori dan Hipotesis Tindakan


A. Kajian Teori
1. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Ahmad Rifa’i RC & Catharina Tri Anni (2009: 157),
“motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan anak di dalam belajar”. Berdasarkan pernyataan ini dapat
diketahui bahwa keberhasilan tujuan pembelajaran akan tercapai jika
terdapat motivasi belajar dalam diri siswa. Siswa yang bermotivasi
tinggi maka sangat memungkinkan untuk berhasil dalam pembelajaran,
sebaliknya siswa bermotivasi rendah maka kemungkinan untuk
berhasil dalam pembelajaran sangat kecil.
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai upaya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 2012:

8
73). Terkait dengan pembelajaran dapat diartikan sebagai dorongan
siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan siswa ini
dapat timbul dikarenakan adanya dorongan dari dalam diri siswa
maupun dorongan dari luar. Dorongan dari dalam diri siswa disebut
motivasi instrinsik, sedangkan dorongan dari luar siswa disebut
motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik timbulnya tidak memerlukan
rangsangan dari luar karena memang ada dalam diri siswa, sedangkan
motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar siswa
(Hamzah B. Uno, 2014: 4).
Menurut Elliot (1997) dalam Efklides et al (2001: 3), “the task
confronting theorists of achievement motivations is to explain the
energization and direction of competence-based behavior”. Pernyataan
ini membawa arti bahwa dorongan yang terjadi pada siswa karena
adanya motivasi belajar akan membawa perubahan tingkah laku.
Kemudian menurut Messer (2003: 1), “motivation to achieve and to
improve skills is an important characteristic of our and other species”.
Hal ini berati perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa harus
menuju ke arah yang positif.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa
motivasi belajar adalah dorongan yang terjadi pada siswa yang akan
berdampak pada perubahan tingkah laku. Dorongan ini berasal dari
dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Dampak dari motivasi belajar
adalah perubahan perilaku siswa di dalam pembelajaran ke arah yang
positif.

b. Fungsi Motivasi Belajar dalam Pembelajaran


Dalam pembelajaran, selain kajian teori belajar dan teori
pembelajaran, ada hal lain yang juga penting untuk dikaji kolerasinya
dengan pembelajaran, yaitu berkenaan dengan motivasi (Eveline

9
Siregar & Hartini Nara, 2011: 51). Peran motivasi belajar tidak dapat
lepas dari keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan
pembelajaran akan tercapai dengan optimal jika siswa memiliki
motivasi yang tinggi.
Sehubungan dengan di atas, ada tiga fungsi motivasi yaitu
(Sardiman, 2012: 85):
1) Mendorong seseorang untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi.
2) Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak
dicapai.
3) Menyelesaikan perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan
motivasi adalah sebagai dorongan untuk seseorang mencapai
tujuannya, khususnya pada pembelajaran adalah tercapainya tujuan
pembelajaran. Tujuan motivasi ini diperkuat oleh Shell et al (2010: 13-
14),”motivation is the psyhological construct that is used to describe
those things that impel and sustain us in putting forth effort.” Tujuan
pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Dengan adanya
motivasi dalam diri perserta didik maka akan menunjukkan hasil
belajar yang baik (Sardiman, 2012: 85-86).
Salah satu keberhasilan pembelajaran di dalam kelas ditentukan
oleh motivasi belajar. Motivasi belajar sebagai dorongan untuk siswa
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ketercapaian tujuan
pembelajaran oleh peserta didk dapat dilihat dari hasil belajar.
Motivasi belajar bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab

10
belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar siswa
(Ahmad Rifa’i RC & Catharina Tri Anni, 2009: 161).

c. Indikator Motivasi Belajar


Beberapa indikator motivasi yaitu: (1) Pilihan tugas (choice of
task) atau minat, (2) Usaha (effort), (3) Kegigihan (persistence), dan
(4) Prestasi (achievement) (Shunk et al, 2012: 17-19). Siswa
menunjukkan motivasi belajarnya melalui tugas-tugas yang
dilakukannya. Siswa yang termotivasi untuk belajar cenderung
berusaha agar berhasil. Siswa yang termotivasi untuk belajar lebih
cenderung bersikap gigih, terutama ketika menghadapi kesulitan dalam
pembelajaran. Siswa yang bermotivasi untuk belajar cenderung
berpestasi pada level yang tinggi.
Motivasi merupakan suatu kekuatan, tetapi bukan merupakan
suatu subtansi yang dapat kita amati. Meskipun demikian, motivasi
dapat diidentifikasi dengan beberapa indikator sebagai berikut (Abin
Syamsuddin Makmun, 2004: 40):
1) Durasinya kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan
waktunya untuk melakukan kegiatan).
2) Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam
periode waktu tertentu).
3) Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya pada tujuan kegiatan).
4) Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi
rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
5) Devasi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran,
bahkan jiwanya atau nyawanya) yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan.

11
6) Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau
target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan.
7) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang
dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak,
memuaskan atau tidak).
8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif
atau negatif).
Djaali (2007: 109-110) menyatakan karakteristik siswa yang
bermotivasi dalam belajar sebagai berikut:
1) Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab
pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan,
nasib, atau kebetulan.
2) Memiliki tujuan yang realistis menantang dari tujuan yang terlalu
mudah dicapai atau terlalu besar risikonya.
3) Mencari situasi atau perkerjaan dimana ia memperoleh umpan
balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau
tidaknya hasil pekerjaannya.
4) Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang
lain.
5) Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan
yang lebih baik.
6) Tidak tergugah untuk sekadar mendapatkan uang, status, atau
keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut
merupakan lambang prestasi, suatu ukuran keberhasilan.
Berdasarkan beberapa indikator motivasi belajar di atas, pada
dasarnya motivasi belajar merupakan suatu dorongan internal dan
eksternal pada siswa yang berada dalam pembelajaran. Motivasi
belajar membawa perubahan tingkah laku ke arah yang positif yang

12
dapat dilihat dari beberapa indikatornya. Indikator motivasi belajar
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori motivasi ARCS
karena teori motivasi ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
(Keller, 2010: 45):
1) Attention (perhatian), yaitu dorongan rasa ingin tahu di mana rasa
ingin tahu seseorang muncul karena dirangsang melalui elemen-
elemen baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, dan
kontradiktif/kompleks.
2) Relevance (relevansi), yaitu adanya hubungan yang ditunjukkan
antara materi pembelajaran, kebutuhan, dan kondisi siswa.
3) Confidence (kepercayaan diri), yaitu merasa diri kompeten atau
mampu merupakan potensi untuk dapat berinteraksi dengan
lingkungannya.
4) Satisfaction (kepuasan), merupakan keberhasilan dalam mencapai
suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan di mana siswa akan
termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa.

d. Metode Pengukuran Motivasi Belajar


Menurut Schunk et al (2012: 19), “motivasi dapat diukur dengan
berbagai cara, misalnya, melalui observasi langsung, penilaian skala
oleh individu lain, dan pelaporan diri.” Observasi langsung dapat
dilakukan dengan mengacu indikator motivasi yang terlah terjabar di
atas. Penilaian skala oleh individu lain dapat dilakukan dengan cara
meminta para pengamat (guru, orang tua, dan peneliti) untuk
melakukan penilaian skala terhadap siswa pada berbagai karakteristik
yang mengindikasikan motivasi. Pelaporan diri mengambarkan
penilaian dan pernyataan individu mengenai diri sendiri yang dapat
dilakukan melalui kuesioner, wawancara, ingatan kembali yang

13
tersimulasi, penyuaraan pemikiran, dan dialog sebagai instrumen
pelaporan diri (Schunk et al, 2012: 21).
Abin Syamsuddin Makmun (2004: 40) mengungkapkan
berbagai teknik pendekatan dan pengukuran motivasi belajar yang
dapat dipergunakan sebagai berikut:
1) Tes tindakan (performance test) disertai observasi untuk
memperoleh informasi dan data tentang persistensi, keuletan,
ketabahan, dan frekuensinya.
2) Kuesioner dan inventori terhadap subjeknya untuk mendapatkan
informasi tentang devosi dan pengorbanannya, aspirasinya.
3) Mengarang bebas untuk mengetahui cita-cita dan aspirasinya.
4) Tes prestasi dan skala sikap untuk mengetahui kualifikasi dan arah
sikapnya.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa
motivasi belajar dapat diukur dengan cara melalui observasi langsung,
penilaian skala oleh individu lain, dan pelaporan diri. Penelitian ini
menggunakan penilaian diri sebagai pengukuran motivasi belajar. Hal
ini berdasarkan atas pertimbangan pengukuran motivasi belajar
melalui observasi langsung tidak sepenuhnya menangkap esensi
motivasi belajar siswa, sedangkan pengukuran motivasi belajar melalui
penilaian skala oleh individu lain sering kali mencoba menangkap
proses-proses motivasi yang mendasari perilaku, sehingga memberikan
data yang tidak dapat diperoleh melalui observasi langsung (Schunk et
al, 2012: 21). Karena data yang diungkapkan berbentuk kuantitatif,
maka instrumen yang digunakan berupa checklist.

2. Hasil Belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT)


Keberhasilan proses pembelajaran di kelas akan ditentukan oleh
hasil belajar sebagai salah satu indikatornya. Hasil belajar merupakan

14
pengambaran keberhasilan mahasiswa/siswa telah mencapai kompetensi
atau tujuan pembelajaran dari mata kuliah yang ditentukan. Siswa akan
memiliki kemampuan/keterampilan setelah mengikuti proses
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Nana Sudjana (2013: 22) yang
menyakatan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Pekerjaan utama seorang siswa adalah belajar. Seberapa besar hasil
siswa umumnya diukur dalam bentuk hasil belajar. Menurut Syaodih
(2009: 102-103), hasil belajar atau achievement disekolah biasanya
digunakan untuk menggambarkan seberapa besar penguasaan siswa
terhadap suatu materi pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan
pelajaran tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau
huruf.
Dalam penelitian yang dimaksud dengan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud adalah
pembelajaran Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT). Indikator
dari mata pelajaran ini berdasarkan silabus mata pelajaran PCPT pada
SMK Muhammdiyah Prambanan Sleman dapat dilihat pada tabel 1
berikut:

Tabel 1. Silabus Mata Pelajaran PCPT


No. Kompetensi Indikator Materi Pembelajaran
1. Memelihara  Mengidentifikasi  Identifikasi
sistem komponen-komponen komponen-
kopling unit kopling dan komponen unit
sistem kopling dan sistem
pengoperasiannya pengoperasiannya
 Memelihara/servis  Pemeliharaan/servis
unit kopling dan unit kopling dan
komponen-komponen komponen-
sistem pengoperasian komponen sistem
sesuai SOP pengoperasian
sesuai SOP

15
No. Kompetensi Indikator Materi Pembelajaran
 Memperbaiki sistem
kopling dan  Perbaikan sistem
komponennya kopling dan
 Meng-overhaul sistem komponennya
kopling dan  Overhaul sistem
komponennya, kopling dan
analisis gangguan komponennya,analis
dan perbaikan is gangguan dan
gangguan perbaikan gangguan
2. Memelihara  Mengidentifikasi  Identifikasi sistem
sistem Rem sistem rem dan rem dan
komponennya komponennya
 Memelihara sistem  Pemeliharaan sistem
rem dan rem dan
komponennya sesuai komponennya
SOP sesuai SOP
 Memperbaiki sistem  Perbaikan sistem
rem dan rem dan
komponennya komponennya
 Meng-overhaul sistem  Overhaul sistem rem
rem
3. Memelihara  Mengidentifikasi  Identifikasi
sistem transmisi manual transmisi manual
transmisi  Mengurutkan dan  Urutan dan cara
cara memeliharta pemeliharaan
transmisi manual transmisi manual
dan komponen- dan komponen-
komponennya komponennya
 Memelihara transmisi  Pemeliharaan
manual dan transmisi manual
komponen- dan komponen-
komponennya sesuai komponennya
SOP sesuai SOP
 Meperbaiki transmisi  Perbaikan transmisi
manual dan manual dan
komponen- komponen-
komponennya sesuai komponennya
SOP sesuai SOP
 Meng-overhaul  Overhaul transmisi
transmisi manual manual dan
dan komponen- komponen-
komponennya sesuai komponennya
SOP sesuai SOP

16
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based learning)
Proses belajar memerlukan keaktifan, baik guru maupun siswa.
Karena itu guru harus dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang
aktif. Guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa dan guru. Menurut Nadler (1982 :150),” learning is a
very active situation, and it is important that the learner and the
instructor be equally active”. Jadi pembelajaran yang baik tidak akan
terjadi kalau hanya guru atau siswa saja yang aktif, melainkan keduanya
harus aktif.
Menurut Gutrie & Schuerman (2011: 51), “These strategies are
most effective when students use knowledge to solve problems, engage in
simulations, or aplly knowledge to new contexts”. Strategi pembelajaran
yang paling efektif adalah strategi yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan
masalah, terlibat dalam simulasi atau menerapkan pengetahuannya pada
konteks baru. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat
mengakomodasi hal tersebut adalah PBL.
PBL yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem-
based learning yaitu suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat
konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, yang terbuka
dan tidak terstruktur melalui stimulus dalam belajar. Chia Liu et.al (2009
: 206) mengatakan: “problem-based learning (PBL) can devined as
simply as a model that organizes learning around problem”. PBL
menjadikan masalah sebagai panduan utama dalam proses belajar
mengajar.
Menurut Wood “PBL is not about problem solving per se, but
rather it uses appropriate problems to increase knowledge and
understanding” (http://www.bmj.com/content/326/7384/328). PBL
bukanlah sekedar pemecahan masalah, tetapi menggunakan masalah yang

17
terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Marsh (2011:211) menyatakan ”contructivism, or
problem-based learning, focuses on maximing student understanding”.
Jadi fokus utama dalam PBL yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman siswa terhadap suatu materi pelajaran.
Menurut Panen, Mustafa, & Sekarwinahyu, (2005: 89) pemecahan
masalah yang dapat menumbuhkan proses belajar siswa secara
berkelompok maupun individual merupakan ciri utama PBL.
Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan pemandu dalam belajar.
Masalah sebagai panduan dalam belajar dapat diajukan oleh siswa
ataupun guru.
Dalam pembelajaran PBL siswalah sebagai pusat belajar. De
Gallow menyatakan “One of the primary features of Problem-Based
Learning is that it is student-centered”
(http://www.pbl.uci.edu/whatispbl.html). Dalam PBL siswa dituntut
untuk aktif mengarahkan dirinya untuk belajar dan bertanggung jawab
untuk menguasai informasi dan pengetahuan, menurut Chia Liu et.al
(2009: 206) “an integral part of the learning proses is self-directed
learning, where student assume responsibility for acquisition of
information and knowledge”.
Proses belajar dimulai dari proses informasi, pada tahap ini siswa
mendapat informasi mengenai materi yang dipelajari. Informasi tersebut
kemudian di sandingkan dalam pikirannya, informasi tersebut bila tidak
ada kaitanya dengan pengetahuan sebelumnya dianggap sebagai
pengetahuan baru, sedangkan bila siswa telah memiliki pengetahuan awal
maka informasi tadi akan berfungsi sebagai penguat. PBL mengharuskan
siswa aktif menghubungkan pengalaman yang telah dimiliki dengan
pengalaman baru untuk membentuk konsep-konsep baru. PBL
mendorong siswa untuk mampu menyelesaikan tugasnya sampai selesai

18
dalam rangka memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan
analisis dan mengelola informasi.
Hasil belajar dari PBL menurut Suprijono (2009:72) diantaranya
adalah siswa memiliki ketrampilan penyelidikan, ketrampilan
memecahkan masalah, belajar mandiri dan independen. Hasil penelitian
Ross et. al. (2007) menunjukkan bahwa setelah menjalankan PBL lebih
dari 10 tahun, mahasiswa pharmasi lebih terlibat dalam proses belajar
mereka sendiri dan lebih merasa membutuhkan untuk melanjutkan
pendidikan profesi setelah lulus. Hal ini juga didukung penelitian Cutler
et. al. (2007). yang menunjukkan bahwa penggunaan PBL pada
mahasiswa pharmasi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan siswa.
PBL membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan
otonom. Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong
dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari
penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar
untuk menyelesaikan tugas-tugas itu sendiri. PBL cocok digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mengkontruksi
pengetahuan, belajar kerjasama dan belajar mandiri
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Perilaku Guru
Fase 1. Guru membahas tujuan pembelajaran,
Memberikan Orientasi mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik dan
permasalahan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah
Fase 2. Guru membantu siswa mendefinisikan masalah dan
Mengorganisasikan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait
siswa untuk meneliti dengan permasalahan
Fase 3. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
Membantu Investigasi informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen
mandiri dan kelompok untuk mencari penjelasan dan solusi
Fase 4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkan artefak yang tepat seperti laporan,
mempresentasikan video, dan model serta membantu siswa untuk

19
Fase Perilaku Guru
artefak menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5. Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap
Menganalisisis dan investigasinya dan proses-proses yang mereka
mengevaluasi proses gunakan.
mengatasi masalah.
Sumber: (Arends, 2008:57), (Suprijono, 2009:74)

PBL melibatkan presentasi permasalah yang otentik dan bermakna


sebagai landasan melakukan penyelidikan bagi siswa. Adapun ciri utama
PBL menurut Arends (2008) meliputi pengajuan pertanyaan atau
masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan
autentik, kerjasama dan menghasilkan karya. PBL tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa.
Ada 5 tahapan (sintaks) untuk mengimplementasikan PBL yang
merupakan suatu pola untuk mewujudkan metode pembelajaran. PBL
dimulai dengan mengorientasikan siswa pada masalah dan diakhiri
dengan evaluasi kerja siswa. Secara singkat sintak pelaksanaan tersebut
dapat dilihat pada tabel 2. Agar Pelaksanaan PBL dapat berjalan efektif
maka diperlukan beberapa langkah berikut:
a. Perencanaan
PBL membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya
metode-metode pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1) Penetapan Tujuan.
Pertama kali kita mendiskripsikan bagaimana pembelajaran
berdasarkan masalah direncanakan untuk membantu mencapai
tujuan-tujuan seperti keterampilan, menyelidiki, memahami peran
orang dewasa dan membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri.
Dalam pelaksanannya PBL bisa diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah disebutkan tadi.

20
2) Merancang situasi masalah
Beberapa guru dalam PBL lebih suka memberikan siswa
keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini
meningkatkan motivasi siswa. Masalah dalam PBL dapat dibuat
dalam berbagai bentuk dan variasi sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Menurut Tan, Teo dan Chye (2009:4):

Problem can take various forms, situations in need off


immediate attention or improvement, a need to find better or
new ways to do things, unexplained phenomena or
observations, gaps in information and knowledge, decision-
making situation, or need for new designs or innovations.
Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung
teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan
bekerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.
3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam PBL siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam
material dan peralatan, dan pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam
kelas, di perpustakaan atau laboratorium bahkan dapat juga
dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan
sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan
siswa haruslah menjadi tugas perencanaan utama bagi guru yang
menerapkan metode PBL.
b. Tugas Interaktif
1) Orientasi siswa pada masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan PBL adalah tidak
untuk memperoleh informasi dalam jumlah besar, tetapi untuk
melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting untuk
menjadi pebelajar yang mandiri. Cara yang baik untuk merumuskan

21
masalah dalam pembelajaran ini adalah dengan menggunakan
kejadian yang menantang dan memberikan keinginan untuk
memecahkannya. Menurut Isaksen, Dorval, & Treffinger. (2011:72)
“A problem statement should identify the specific pathways you
might take to close the gap, move forward, or solve the problem”.
Lebih lanjut Isaksen, Dorval, & Treffinger (2011:72) menyatakan
“effective problem statements have idea-finding potential”. Masalah
yang baik memerlukan jawaban yang mendalam dan tidak mudah
dipecahkan dengan pengetahuan rutin siswa.
2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Pada metode ini dibutuhkan pengembangan keterampilan
kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki
masalah secara bersama. Fungsi dari kerja kelompok dalam konteks
PBL adalah: “…discuss not only the practical dilemmas arising
from action in their work setting, but also the application or
misapplication of concept and theories to these actions”
(Raelin,2008:141). Berkenaan dengan hal itu siswa memerlukan
bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dengan tugas-tugas
pelaporan. Kelompok belajar kooperatif juga berlaku pada metode
pembelajaran ini. Agar kerja kelompok dapat berjalan dengan baik,
menurut Marsh (2011:139):

a) Group goals must be clearly understood


b) All members of a group must have an opportunity to
participate and to take leadership roles
c) Members must encouraged to communicate their ideas
and feeling accurately and clearly to each other
d) Any conflicts that arise should be talked through and not
avoided
e) Group cohesion is a major task that has to be worked on
by the teacher and students
3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

22
a) Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari
berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka
memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk
pemecahan masalah. Siswa diajarkan menjadi penyelidik aktif
dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
dihadapi. Juga diajarkan cara penyelidikan yang benar.
b) Guru mendorong pertukaran ide secara bebas. Selama tahap
penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa
mengganggu siswa.
c) Puncak proyek-proyek PBL adalah pembuatan bukti hasil kerja
seperti laporan, poster, atau video.
4) Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap ini adalah membantu siswa
menganalisis proses berfikir mereka dan keterampilan penyelidikan
yang mereka gunakan.
Dari pengertian PBL dan langkah-langkah pembelajaran yang
dilaksanakan, metode pembelajaran PBL dapat dikategorikan sebagai
pendekatan teori belajar konstruktivime. Hal ini sesuai dengan pendapat
Panen, Mustafa, & Sekarwinahyu, (2005: 89) “Problem-based learning
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada
paradigma konstruktivisme…”. Hal ini disimpulkan dari adanya
kesamaan antara pengertian dan tahapan-tahapan pelaksanaan PBL
dengan prinsip-prinsip dari konstruktivisme. Kesamaan-kesamaan
tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penerapan Situasi Pembelajaran Kontruktivisme dalam PBL


Situasi Konstruktivisme Penerapan dalam PBL
Ruang lingkup pembelajaran Pada awal pembelajaran (fase orientasi
disajikan secara utuh dengan masalah), guru membahas tujuan, ruang

23
Situasi Konstruktivisme Penerapan dalam PBL
penjelasan tentang keterkaitan lingkup materi pelajaran dan permasalahan
antar bagian, dengan yang terkait dengan materi pembelajaran.,
penekanan pada konsep- Pada tahap akhir guru bersama siswa
konsep utama. menyimpulkan hasil pembelajaran dan
dalam tahap ini guru dapat kembali
menekankan ketercapaian tujuan
pembelajaran dan kaitanya dengan
kompetensi yang diajarkan.
Siswa dilihat sebagai pemikir Guru menyampaikan permasalahan yang
yang mampu menghasilkan harus dipecahkan. Bila ada kesulitan, guru
teori-teori membantu siswa mendefinisikan masalah
dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar
terkait dengan permasalahan. Kemudian
siswa mencari informasi sendiri untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
baik dengan penyelidikan, percobaan
maupun studi dari berbagai sumber.
Informasi ini kemudian digunakan untuk
memecahkan masalah.
Kegiatan pembelajaran Guru memberikan kebebasan kepada siswa
berlandaskan beragam sumber untuk mencari sumber informasi baik dari
informasi primer dan materi- buku, internet, ahli dalam bidangnya, benda
materi yang dapat langsung maupun model.
dimanipulasi langsung oleh
siswa.
Guru bersikap interaktif Guru bertugas sebagai fasilitator dan
dalam pembelajaran, menjadi mediator dari tahap orientasi masalah,
fasilitator dan mediator bagi pengorganisasian siswa, proses investigasi,
lingkungan bagi siswa dalam presentasi dan tahap anailisis dan evaluasi
proses pembelajaran. proses mengatasi masalah.
Guru berusaha memahami Guru membantu siswa melakukan refleksi
persepsi siswa untuk melihat terhadap investigasinya dan proses-proses
pola pikir dan apa yang sudah yang mereka gunakan pada tahap akhir
dikuasai siswa untuk pembelajaran. Pada tahap ini guru bersama
pembelajaran selanjutnya. siswa menyimpulkan hasil pembelajaran
untuk digunakan pada pembelajaran
selanjutnya.
Penilaian terhadap proses Guru membantu menyiapkan dan menilai
belajar siswa merupakan hasil belajar siswa dalam bentuk artefak
bagian dalam pembelajaran, yang tepat seperti laporan, video, dan model
dilakukan melalui observasi serta membantu siswa untuk
guru terhadap hasil kerja mempresentasikan kepada orang lain.
mahasiswa, melalui pameran,
dan portofolio.

24
Situasi Konstruktivisme Penerapan dalam PBL
Siswa lebih banyak belajar Dari fase 2 sampai fase 4 dari 5 fase dalam
dalam kelompok. PBL dilaksanakan dalam bentu kerja
kelompok.

B. Kajian Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian yang dapat digunakan sebagai kajian penelitian
yang relevan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Havidan Irza Saputra & Subagyo (2016)
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Teknik Listrik Dasar Otomotif
Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan di SMK Muhammadiyah I
Moyudan Sleman Tahun Ajaran 2015/2016. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) motivasi belajar dari siklus I, siklus II, dan siklus III. Dari hasil
penelitian pada siklus I diperoleh nilai rata-rata (Means) = 49,8 pada
interval 49 < ≤ 63 dengan kategori rendah. Dari hasil penelitian siklus II
diperoleh nilai rata-rata (Means) = 56,35 dengan kategori rendah. Dari
hasil penelitian pada siklus III diperoleh nilai rata-rata (Means) = 69
dengan kategori sedang; (2) Hasil belajar teknik listrik dasar otomotif
meningkat setelah menggunakan Problem Based Learning. Hasil tes pada
siklus I terdapat 18 (45%) siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata 65,5.
Berdasarkan hasil tes siklus II, diperoleh nilai rata-rata 74,4 dengan jumlah
siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa dengan persentase 60%. Berdasarkan
hasil tes siklus III, diperoleh nilai rata-rata 91,9 dengan jumlah siswa yang
tuntas sebanyak 35 siswa dengan persentase 87,5%. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode PBL dapat
meningkatkan hasil belajar teknik listrik dasar otomotif.
http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/tamanvokasi/article/view/502/0
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sitti Hadijah (2014) berjudul Peningkatan
Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Ekosistem

25
melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Kelas
VII SMP Negeri 3 Palopo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
motivasi belajar siswa pada siklus I sebesar 46,9% meningkat pada siklus
II menjadi 76,0%; (2) aktivitas siswa menunjukkan peningkatan dari siklus
I ke siklus II pada setiap indikator; (3) rata-rata nilai hasil belajar siswa
meningkat dari 65,97 pada siklus I menjadi 85,0 pada siklus II.
Disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning
meningkatkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar biologi siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Palopo.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiqy8mWgoLcAhVBfSsKHe8NBbAQF
ghnMAY&url=https%3A%2F%2Fjournal.uncp.ac.id%2Findex.php%2Fpr
oceding%2Farticle%2Fview%2F232%2F221&usg=AOvVaw1qI0pqtdx3X
6VDjHBd9BWq

C. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran PCPT merupakan salah satu mata pelajaran yang
terdapat di paket keahlian TKR. Selama ini proses pembelajaran PCPT guru
mayoritas mengajar dengan metode ceramah. Metode ceramah merupakan
metode pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga memiliki beberapa
kelemahan. Salah satunya permasalahan dijumpai di kelas ketika guru
menerapkan metode ceramah ini adalah kurangnya termotivasi siswa. Hal ini
terbukti pada saat pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang sering
mengobrol dengan temannya, main HP, mengantuk, dsb. Hal ini dapat terjadi
karena dengan metode ceramah hanya guru saja yang aktif, sedangkan siswa
hanya pasif mengamati dan mendengarkan penjelasan materi dari guru.
Kecenderungan kegiatan pembelajaran siswa hanya sebagai pendengar saja
menyebabkan siswa cepat bosan dan tidak tertarik.

26
Dampak lain selain motivasi belajar dari penggunaan metode ceramah
yang dijumpai di kelas yaitu pada hasil belajar PCPT yang masih rendah. Hal
ini ditunjukkan oleh masih rendahnya hasil ulangan harian. Agar
permasalahan di kelas dapat teratasi terkait dengan rendahnya motivasi dan
hasil belajar PCPT solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan metode
pembelajaran alternatif. Metode pembelajaran yang dimaksud adalah
problem-based learning dimana metode pembelajaran ini berpusat pada siswa
yang menuntut keaktifan partisipasi siswa. Dalam metode problem-based
learning guru mengarahkan siswa untuk memecahkan permasalahan terkait
dengan materi. Permasalahan yang disajikan masih berkaitan atau sering
dijumpai pada kegiatan sehari-hari.
Dengan adanya permasalahan yang disajikan oleh guru, siswa mencari
solusinya secara berkelompok. Pencarian solusi dapat dilakukan dari berbagai
kajian (internet, buku, lanpangan, dsb.). Di akhir pembelajaran siswa
mempresentasikan hasil diskusi kempoknya masing-masing. Di dalam
kegiatan presentasi ini memungkinkan saling tukar pikir antar siswa. Kegiatan
pembelajaran dengan metode problem-based learning dapat meningkatkan
pasrtisipasi siswa sehingga diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar
siswa sebagai alternatif pemecahan masalah yang dijumpai di kelas. Selain
motivasi belajar meningkat, diharapkan hasil belajar PCPT juga meningkat.

D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Penerapan metode problem-based learning dapat meningkatkan motivasi
belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT) siswa XI TKR A
SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman?
2. Penerapan metode problem-based learning dapat meningkatkan hasil
belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT) siswa XI TKR A
SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman?

27
III. Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Pada kesempatan ini yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) model Kemmis dan McTaggart. Kemmis &McTaggart (1988:
70) mengemukakan bahwa pada model ini terdiri dari empat tahapan pada
setiap siklusnya, adalah: (1) refleksi awal, proses perencanaan (planing), (2)
tindakan (action), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
Desain penelitian ini berupa siklus yang berkelanjutan, apabila dalam satu
siklus hasil target tindakan belum tercapai maka dilanjutkan pada siklus
kedua berdasarkan hasil dari refleksi siklus pertama.

Gambar 1. Desain Penelitian Tindakan Model Kemmis dan McTaggart


B. Seting Penelitian
Adapun Tempat penelitian dilaksanakan di SMK Muhammdiyah
Prambanan Sleman yang berlokasi di Gatak, Bukoharjo, Prambanan, Sleman,
Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran
2019/2020 yaitu pada bulan Agustus s/d September 2019.

28
C. Subyek dan Objek Penelitian
Adapun Subjek penelitian adalah siswa kelas XI TKR A semester
gasal tahun ajaran 2019/2020 yang berjumlah 30 siswa. Objek penelitian
adalah motivasi dan hasil belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga
(PCPT).

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian data yang dikumpulkan adalah motivasi dan hasil
belajar Pemeliharaan Casis Pemindah Tenaga (PCPT) dengan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
Tabel 4. Jenis Data, Metode/Instrumen, dan Sumber Data
No. Jenis Data Metode/Instrumen Sumber Data
1. Motivasi belajar Penilaian diri/checklist Siswa
2. Hasil belajar Pilihan ganda Siswa
PCPT

E. Kriteria Keberhasilan Tindakan


Keberhasilan tindakan ditentukan dengan membandingkan hasil dari
tindakan yang dilaksanakan dengan kriteria keberhasilan tindakan yang telah
ditentukan. Indikator keberhasilan tindakan terdiri dari beberapa indikator,
adalah:
1. Skor motivasi berada pada kategori tinggi
2. Hasil belajar siswa minimal 75% melampaui KKM yaitu sebesar 75

F. Teknik Analisis Data


Data yang telah diperoleh dalam penelitian adalah kuantitatif. Teknik
statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif. Data diperoleh
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Setelah data

29
diperoleh, dilanjutkan dengan analisis data yaitu mendeskripsikan data yang
terkumpul. Data penelitian dianalisis dengan menyajikan tabel dan
prosentase. Data dalam prosentase dideskripsikan dan diambil kesimpulan
tentang masing-masing komponen dan indikator berdasarkan kriteria yang
ditentukan. Penentuan kriteria mengacu pada kategori yang disajikan dalam
tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kategori Penilaian Komponen
No. Rerata Skor Kategori
1. X > μ + 1.SBx Sangat Tinggi/Sangat Positif
2. μ + 1.SBx > X > μ Tinggi/Positif
3. μ > X > μ – 1.SBx Rendah/Negatif
4. X < μ - 1.SBx Sangat Rendah/Sangat Negatif
(Sumber: Djemari Mardapi, 2008: 123)
Keterangan:
μ : Mean ideal
: ½ (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)
X : Skor responden
SBx : Simpangan baku ideal
: 1/6 (skor tertinggi ideal – skor terendah ideal)

G. Jadwal Penelitian
Rencana pelaksanaan penelitian ini akan diselesaikan dalam waktu 6
bulan. Rincian jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 6.Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Bulan
No. Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1. Penyusuna proposal
2. Survei dan persiapan

30
3. Pelaksanaan penelitian
4. Evaluasi
5. Penyusunan laporan

H. Daftar Pustaka
Abin Syamsuddin Makmun. (2004). Psikologi pendidikan: perangkat sistem
pengajaran modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad Rifa’i RC & Catharina Tri Anni. (2009). Psikologi pendidikan.
Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Arends, R. I. (2008). Learning to teach: belajar untuk mengajar.
(Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto).
New York: McGraw Hill Companies, Inc. (Buku asli diterbitkan tahun
2007).
Chia Liu, W., Liau, A.K, & Tan, O.S. (2009). E-portofolios for problem
based learning: Scaffolding thinking and learning in preservice teacher
education. Dalam Tan,O.S. (Eds). Problem-Based Learning And
Creativity (pp. 205-223). Singapore: Cengage Learning Asia Pte, Ltd
Cutler, T.W., et. al. (2007). Problem-based learning using the online
medicare part plan finder tool [Versi electronik]. American Journal of
Pharmaceutical Education, 72, (3) Article 47.
De Gallow. What is problem-based learning? (http://www.pbl.uci.edu/
whatispbl.html). Diakses pada tanggal 21 Agustus 2019
Djaali. (2007). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Djemari Mardapi. (2008). Teknik penyusunan instrumen tes dan non tes.
Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.
Efklides, et al (ed). (2001). Trends and prospecys in motivation research.
New York: Kluwer Academic Publishers.
Eveline Siregar & Hartini Nara. (2011). Teori belajar dan pembelajaran.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Guthrie, J.W. & Schuermann P.J.(2011). Leading schools to succes:
Constructing and sustaining high performing learning cultures. Los
Angels: SAGE Publication, Inc.
Hamzah B. Uno. (2014). Teori motivasi dan pengukurannya: Analisis di
Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Havidan Irza Saputra & Subagyo .(2016). Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil

31
Belajar Teknik Listrik Dasar Otomotif Siswa Kelas X Teknik
Kendaraan Ringan di SMK Muhammadiyah I Moyudan Sleman Tahun
Ajaran 2015/2016. Jurnal: Taman Vokasi, Volume 4, No.2 Desember
2016: 190-195.
Isaksen, S.G., Dorval, K.B., & Treffinger, D.J. (2011). Creative approaches
to problem solving: a framework for innovation and change. London:
SAGE Publications, Inc.
Jamil Suprihatiningrum. (2013). Strategi pembelajaran teori dan aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Keller, J. M. (2010). Motivational design for learning and performance: The
ARCS model approach. New York: Springer.
Marsh, C.J. (2010). Becoming a teacher: knowledge, skills and issues (5th
ed). French Forest: Pearson Australia.
Messer, D. J (ed). (2003). Mastery motivation in early childhood:
development, measurement, and social processes. London: Routledge.
Nadler, L. (1982). Designing training program: The critical events model.
Sydney: Addison Wesley Publishing Company.
Nana Sudjana. (2013). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset.
Nasution, S. (2013). Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan
mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Panen, P., Mustafa, D., & Sekarwinahyu, M. (2005). Konstruktivisme dalam
pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI-Universitas Terbuka
Raelin, A.J. (2008). Work based learning bridging knowledge and action in
the workplace (Rev.Ed). San Fransisco: John & Wilson, Inc.
Ross, L.A., Crabtree, B.L., & Thielman, G.D. (2007). Implementation and
refinement of a problem-based learning model: a ten-year experience
[Versi Elektronik]. American Journal of Pharmaceutical Education,
71,1, Article 17.
Sardiman. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sardiman. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Schunk, D. H, et al. (2012). Motivasi dalam pendidikan: teori, penelitian,
dan aplikasi. (Terjemahan Ellys Tjo). Boston: Pearson Education, Inc.
(Buku asli diterbitkan tahun 2008).

32
Shell, D. F., et al. (2010). The unified learning model: how motivational,
cognitive, and neurobiological scienses inform best teaching pratices.
New York: Springer.
Sitti Hadijah. (2014). Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar
Siswa pada Materi Ekosistem melalui Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning Kelas VII SMP Negeri 3 Palopo. Prosiding
disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Karakter di Gedung
SCC Palopo pada Sabtu, 03 Mei 2014
Suprijono, A. (2009). Cooperative learning, teori dan aplikasi paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tan,O.S., Teo, C.T., & Chye, S. (2009) Problem and creativity. Dalam
Tan,O.S. (Eds). Problem-Based Learning And Creativity (pp. 1-13).
Singapore: CengageLearning Asia Pte, Ltd
Wood, F.D. What is problem based learning?.
http://www.bmj.com/content/326/ 7384/328. Diakses Pada Tanggal 21
Agustus 2019.

33

Anda mungkin juga menyukai