Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut

Penyusun:

dr. Richard Andre Lantemona

Pembimbing :

dr. Adolf Antonius Rumambi, DK, M.Kes

dr. Giselle Wilhelmina Raphaela Tambajong

Kesehatan Daerah Militer XIII/ Merdeka

R.S. Robert Wolter Monginsidi

Manado

Februari 2018
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Appendisitis didefinisikan sebagai pembengkakan lapisan dalam vermiform


appendiks yang menyebar ke bagian lainnya. Meskipun kemajuan diagnostik dan terapeutik
dalam pengobatan, radang appendiks tetap merupakan keadaan darurat klinis dan merupakan
salah satu penyebab sakit perut akut yang paling umum.

Anatomi dan fisiologi

Appendiks adalah ekstensi dari sekum dan, untuk alasan ini disebut sebagai
vermiform. Panjang rata-rata Appendiks adalah 8-10 cm (berkisar antara 2-20 cm).
Appendiks muncul selama bulan kelima kehamilan, dan beberapa folikel limfoid tersebar di
mukosanya. Folikel semacam itu meningkat jumlahnya bila individu berusia 8-20 tahun.
Appendiks terdapat di dalam peritoneum viseral yang membentuk serosa, dan lapisan
eksteriornya membujur dan berasal dari taenia coli; Lapisan otot dalam yang dalam
melingkar. Di bawah lapisan ini terletak lapisan submukosa, yang mengandung jaringan
limfoepitel. Mukosa terdiri dari epitel kolumnar dengan sedikit unsur kelenjar dan sel
neuroendokrin argentaffin.

Taenia coli memanjang ke area posteromedial sekum, yang merupakan lokasi basis
apendiks. Appendiks berjalan ke lembaran serosa peritoneum yang disebut mesoappendiks,
yang mana terdapat arteri appendicular, yang berasal dari arteri ileocolic. Kadang-kadang,
arteri appendicular aksesori (berasal dari arteri cecal posterior) dapat ditemukan. Arteri
appendikular terdapat di dalam lipatan mesenterika yang berasal dari perluasan peritoneal
dari ileum terminal hingga aspek medial sekum dan appendiks; Ini adalah cabang terminal
arteri ileocolic dan membentang berdekatan dengan dinding apendikular. Drainase vena
melalui vena ileocolic dan vena kolik kanan ke dalam vena portal; drainase limfatik terjadi
melalui nodus ileocolic sepanjang arteri superior mesenterika ke nodus seliaka dan cisterna
chyli.

Appendiks tidak memiliki posisi tetap. Appendiks berada 1,7-2,5 cm di bawah ileum
terminal, baik di lokasi dorsomedial (paling umum) dari fundus cecal, tepat di samping
lubang ileum, atau sebagai lubang berbentuk corong (2-3% pasien). Apendiks memiliki
lokasi retroperitoneal pada 65% pasien dan mungkin turun ke fosa iliaka pada 31%.
Sebenarnya, banyak individu mungkin memiliki lampiran yang terletak di ruang
retroperitoneal; di panggul; atau di belakang terminal ileum, cecum, ascending colon, atau
liver. Dengan demikian, perjalanan dari usus buntu, posisi ujungnya, dan perbedaan posisi
appendiks sangat mengubah temuan klinis, yang memperhitungkan tanda dan gejala
nonspesifik dari radang appendiks.

Patofisiologi

Appendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiceal dari berbagai sebab.


Penyumbatan diyakini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam lumen. Peningkatan
tersebut terkait dengan sekresi terus menerus cairan dan lendir dari mukosa dan stagnasi
bahan ini. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam usus buntu bertambah banyak,
menyebabkan perekrutan sel darah putih dan pembentukan pus, selanjutnya terjadi tekanan
intraluminal yang lebih tinggi.

Epidemiologi

Kasus Appendisitis ditemukan pada 10 orang dalam 100.000 tiap tahunnya. Kejadian
radang appendiks secara bertahap meningkat sejak lahir, mencapai puncak pada akhir masa
remaja, dan secara bertahap menurun pada geriatri. Usia rata-rata ketika Appendisitis terjadi
pada populasi anak-anak adalah 6-10 tahun. Hiperplasia limfoid diamati lebih sering di antara
bayi dan orang dewasa dan bertanggung jawab atas peningkatan kejadian Appendisitis pada
kelompok usia ini. Anak-anak yang lebih muda memiliki tingkat perforasi yang lebih tinggi,
dengan tingkat yang dilaporkan sebesar 50-85. Meskipun jarang terjadi, apendisitis neonatal
dan bahkan prenatal telah dilaporkan. Ada sedikit laki-laki lebih besar dari 3: 2 pada remaja
dan dewasa muda; Pada orang dewasa, kejadian apendisitis kira-kira 1,4 kali lebih besar pada
pria daripada pada wanita. Kejadian appendectomy primer hampir sama pada kedua jenis
kelamin.

Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan frekuensi apendisitis di negara-negara


Barat telah dilaporkan, yang mungkin terkait dengan perubahan asupan serat makanan.
Faktanya, kejadian apendisitis yang lebih tinggi diyakini berkaitan dengan asupan serat yang
buruk di negara-negara tersebut.
Etiologi

Apendisitis disebabkan oleh sumbatan lumen appendiks. Penyebab obstruksi luminal


yang paling umum termasuk hiperplasia limfoid sekunder akibat penyakit radang usus besar
(inflammatory bowel disease / IBD) atau infeksi (lebih umum terjadi pada masa kanak-kanak
dan pada orang dewasa muda), stasis tinja dan fecalith (lebih sering terjadi pada pasien lanjut
usia), parasit (terutama di negara-negara Timur) , atau, lebih jarang lagi, benda asing dan
neoplasma.

Fecalith terbentuk saat garam kalsium dan kotoran kotoran dilapisi di sekitar nidus
bahan kotoran yang diinspeksi yang terletak di dalam usus buntu. Hiperplasia limfoid
dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk penyakit Crohn,
gastroenteritis, amebiasis, infeksi saluran pernapasan, campak, dan mononukleosis.

Obstruksi lumen appendiceal kurang umum dikaitkan dengan bakteri (spesies


Yersinia, adenovirus, sitomegalovirus, actinomycosis, spesies Mycobacteria, spesies
Histoplasma), parasit (misalnya, spesies Schistosomes, cacing kremi, Strongyloides
stercoralis), bahan asing (misalnya pelet senapan, alat intrauterine, lidah stud, arang aktif),
tuberkulosis, dan tumor.

Gejala dan Tanda

Temuan klasik seperti anoreksia dan nyeri periumbilikal diikuti oleh rasa mual, kuadran
kanan bawah (RLQ), dan muntah terjadi hanya pada 50% kasus. Mual hadir pada 61-92%
pasien; anoreksia hadir pada 74-78% pasien. Baik temuan secara statistik berbeda dari
temuan pada pasien yang hadir ke bagian gawat darurat dengan etiologi nyeri perut lainnya.
Selain itu, saat muntah terjadi, hampir selalu mengikuti onset rasa sakit. Muntah yang
mendahului rasa sakit adalah sugestif dari obstruksi usus, dan diagnosis radang usus buntu
harus dipertimbangkan kembali. Diare atau konstipasi dicatat pada sebanyak 18% pasien dan
tidak boleh digunakan untuk membuang kemungkinan appendisitis.

Gejala apendisitis yang paling umum adalah sakit perut. Biasanya, gejala dimulai
sebagai nyeri periumbilical atau epigastrik yang bermigrasi ke kuadran kanan bawah (RLQ)
pada perut. Migrasi rasa sakit ini adalah ciri paling mendadak dari riwayat pasien, dengan
sensitivitas dan spesifisitas sekitar 80%, rasio kemungkinan positif 3,18, dan rasio
kemungkinan negatif 0,5. Pasien biasanya berbaring, melenturkan pinggul mereka, dan
menarik lutut mereka untuk mengurangi gerakan dan untuk menghindari memburuknya rasa
sakit mereka. Kemudian, sakit progresif yang memburuk seiring dengan muntah, mual, dan
anoreksia dijelaskan oleh pasien. Biasanya, demam tidak hadir pada tahap ini.

Durasi gejala kurang dari 48 jam pada sekitar 80% orang dewasa namun cenderung
lebih lama pada orang lanjut usia dan pada orang dengan perforasi. Sekitar 2% pasien
melaporkan durasi nyeri lebih dari 2 minggu. Riwayat nyeri serupa dilaporkan sebanyak 23%
kasus, namun riwayat nyeri serupa ini, bagaimanapun, tidak boleh digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya radang usus buntu. Selain mencatat riwayat sakit perut,
perlu ditanyakan riwayat penyakit mengenai kondisi gastroenterologis, genitourinari, dan
pneumologis, serta pertimbangkan riwayat ginekologis pada pasien wanita. Appendiks yang
meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan gejala kekuningan dan
hematuria atau pyuria. Sistitis pada pasien laki-laki jarang terjadi karena tidak adanya
instrumentasi. Pertimbangkan kemungkinan adanya apendiks pelvis yang meradang pada
pasien pria dengan sistitis yang jelas. Pertimbangkan pula kemungkinan radang usus buntu
pada pasien anak-anak atau orang dewasa yang hadir dengan retensi urin akut.

Staging Appendisitis

Tahapan radang usus buntu dapat dibagi menjadi awal, supuratif, gangren, perforasi,
phlegmonous, spontaneous resolve, recurrent, dan chronic.

1. Appendisitis tahap awal

Pada tahap awal appendisitis, penyumbatan pada mucus pada lumen appendiks menyebabkan
edema mukosa, ulserasi mukosa, diapedesis bakteri, distensi apendiks karena akumulasi
cairan, dan peningkatan tekanan intraluminal. Serabut saraf aferen viseral distimulasi, dan
pasien merasakan nyeri periumbilical viseral atau epigastrik ringan, yang biasanya
berlangsung 4-6 jam.

2. Apendisitis supuratif

Tekanan intraluminal yang meningkat akhirnya melebihi tekanan perfusi kapiler, yang terkait
dengan drainase limfatik dan vena terhambat dan memungkinkan invasi cairan bakteri dan
inflamasi pada dinding appendice yang tegang. Penyebaran bakteri menyebabkan appendisitis
supuratif akut. Ketika cairan dari appendiks yang meradang bersentuhan dengan peritoneum
parietal, pasien biasanya mengalami pergeseran nyeri klasik dari periumbilicus ke kuadran
abdomen kanan bawah (RLQ), yang terus berlanjut dan lebih parah daripada nyeri viseral
dini.

3. Apendisitis Gangrenosa

Thrombosis vena intramural dan trombosis arteri terjadi, mengakibatkan appendicitis


gangrenosa.

4. Apendisitis Perforasi

Iskemia jaringan yang menetap menghasilkan infark appendiks dan perforasi. Perforasi dapat
menyebabkan peritonitis lokal atau umum.

5. Apendisitis phlegmonous

Appendiks yang meradang atau perforasi dapat ditutupi oleh omentum atau loop usus kecil
yang berdekatan, menghasilkan apendisitis atau abses fokal.

6. Appendisitis sembuh secara spontan

Jika penyumbatan lumen appendiks teratasi, apendisitis akut bisa sembuh secara spontan. Ini
terjadi jika penyebab gejalanya adalah hiperplasia lymphoid atau bila fecalith dikeluarkan
dari lumen.

7. Appendisitis rekuren

Kejadian apendisitis rekuren adalah 10%. Diagnosis diterima seperti jika pasien mengalami
kejadian serupa pada nyeri RLQ pada waktu yang berbeda, setelah usus buntu, secara
histopatologis terbukti sebagai hasil usus buntu yang meradang.

8. Appendisitis kronik

Appendisitis kronis terjadi dengan insidensi 1% dan didefinisikan sebagai berikut: (1) pasien
memiliki riwayat nyeri RLQ paling sedikit 3 minggu tanpa diagnosis alternatif; (2) setelah
appendectomy, pasien mengalami gejala lengkap; (3) Secara histopatologis, gejalanya
terbukti sebagai hasil peradangan aktif kronis pada dinding apendiks atau fibrosis pada
appendiks.
Diagnosis

Anamnesis

Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas. gejalanya
berupa gejala nyeri perut yang difus yang sering berlokasi di epigastrium atau periumbilical
area yang diikuti muntah. Setelah 4-6jam nyeri berlokasi di kuadran kanan bawah. Namun
lokasi nyeri berbeda untuk tiap – tiap orang karena perbedaan letak anatomis tiap orang.
Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan mengamati
tekanan jari yang diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat sakitnya. Hasilnya
tindakan ini sering memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum lokalisata. Anoreksia
hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar 95% dari pasien dan kemudian baru
diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose pasien akan tetap dipertanyakan. Mual
ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya
satu sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan
merasakan nyeri berkurang dengan cara buang air besar.

Pemeriksaan fisik

Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri tekan rebound.
Meskipun Nyeri tekan right lower quadrant (RLQ) ditemukan pada 96% pasien, ini adalah
temuan nonspesifik. Nyeri perut kuadran kiri (LLQ) lebih menjadi manifestasi utama pada
pasien dengan situs inversus atau pada pasien dengan memanjang ke LLQ. Nyeri pada
palpasi di RLQ di atas titik McBurney adalah tanda yang paling penting pada pasien ini.
Pemeriksaan fisik yang hati-hati, tidak terbatas pada perut, harus dilakukan pada pasien
dengan appendisitis yang dicurigai. Sistem gastrointestinal (GI), genitourinari, dan pulmonal
harus dipelajari. Bayi laki-laki dan anak-anak kadang-kadang hadir dengan hemiscrotum
yang meradang karena migrasi apendiks yang meradang atau nanah melalui proses patentus
vaginalis. Hal ini sering pada awalnya salah didiagnosis sebagai torsi testis akut. Selain itu,
lakukan pemeriksaan rektal pada setiap pasien dengan gambaran klinis yang tidak jelas, dan
lakukan pemeriksaan panggul pada semua wanita dengan nyeri perut.

Pada sebagian kecil pasien dengan apendisitis akut, beberapa tanda lain dapat dicatat..
Tanda Rovsing (nyeri RLQ dengan palpasi LLQ) menunjukkan iritasi peritoneum pada RLQ
yang diendapkan dengan palpasi di lokasi yang jauh. Tanda obturator (nyeri RLQ dengan
rotasi internal dan eksternal pinggul kanan yang dilipat) menunjukkan bahwa usus buntu
yang meradang terletak jauh di dalam hemipelvis kanan. Tanda psoas (nyeri RLQ dengan
perpanjangan pinggul kanan atau dengan fleksi pinggul kanan terhadap tahanan)
menunjukkan bahwa apendiks yang meradang terletak sepanjang otot psoas kanan.

Tanda Dunphy (nyeri tajam pada RLQ yang disebabkan oleh batuk sukarela) dapat
membantu dalam membuat diagnosis klinis peritonitis lokal. Demikian pula, nyeri RLQ
sebagai respons terhadap perkusi kuadran jauh dari perut, atau untuk perkusi tumit pada tumit
pasien, menunjukkan peradangan peritoneal.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan masih diperlukan untuk apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis
akut bersifat nonspesifik. Nilai hitung leukosit pada 90% pasien apendisitis akut yang lebih
dari 100.000 permikroliter dan kebanyakan juga pergeseran ke kiri dalam hitung jenis
(Sabiston, 1994). Nilai ambang untuk leukosit yaitu sekitar 10.000 sampai 18.000 mm3. jika
nilai lebih dari nilai ambang yang di atas maka berkemungkinan terjadinya apendisitis yang
perforasi dengan abses ataupun tanpa abses.

Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang normal bisa didapat
pada awal penyakit dan peningkatan mungkin diantisipasi sesuai dengan keparahan penyakit.
karena alasan ini, ukuran berkala dari penghitungan sel darah putih bisa meragukan
pembuktian dari keakutan dari tes. Berdasarkan keadaan klinis, harusnya diperlihatkan secara
rutin yaitu:

a. Analisa urin

Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah
bahkan kuadrant kanan atas.

c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada


pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum.

Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan radiologi.


Kelainan rongtenollogi yang menggambarkan apendisitis akut dini adalah deus ringan
apendikolitiasis. Foto polos bisa memperlihatkan densitas jaringan lunak dalam kuadran
kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas dalam lumen apendiks dan ileus lebih
menonjol. Foto pada keadaan berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-keadaan
patologi yang meniru apendisitis akut. Contohnya udara bebas intra. peritoneum yang
mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon.

Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang
menunjukkan obstruksi usus. Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium telah jelas
mencakup beberapa komplikasi. Pemeriksaan enema barium jelas tidak diperlukan dalam
kebanyakan kasus apendisitis akut dan mungkin harus dicadangkan bagi kasus yang lebih
rumit, terutama yang dengan resiko operasinya berlebihan.

Diagnosa Klinis

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah dilakukan
pemeriksaan dilakukan dengan teliti dam cermat.

Angka ini tinggi untuk pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan
yang masih muda sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu biasanya
berasal dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil
mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan
indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian
kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang
diperoleh tersebut.

 Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.

 Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT scan.

 Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak
perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan
tetap dilakukan follow up pada pasien ini.

Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi menjadi
beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan tingkat peradangan apendiks, yaitu :

 Apendisitis Akut Sederhana

Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah pusat, mungkin disertai
dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada fase ini
seharusnya didapatkan adanya leukositosis. Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal,
hiperemi atau udem, tak ada eksudet serosa.
 Apendisitis Akut Supurativa

Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
McBurney, adanya defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat teIjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum,
seperti demam tinggi. Bila perforasi barn terjadi, Leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan
yang meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat turun, sebab
belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang tiba-tiba meninggi

Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah leukosit akan meninggi di
dalam darah tepi. Apendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanyaobstruksi.
Apendiks dan meso apendiks udem, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.

 Apendisitis Akut Gangrenosa

Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding apendiks
berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada apendiksitis akut gangrenosa ini
bisa terdapat mikroperforasi.

 Apendisitis Akut Perforasi

Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang dikelilingi oleh
jaringan nekrotik.

 Apendisitis Akut Abses

Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis.
Mengandung pus yang sangat banyak dan berbau.

Gambaran USG

Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan yang penting dalam penegakan


diagnosa apendisitis akut, mampu menunjukkan kemungkinan diagnosa lain pada pasien
dengan nyeri perut kanan bawah dan menurunkan angka kejadian laparotomi negatif.USG
merupakan pilihan pemeriksaan radiologi pada apendisitis.1,2,6-8
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
pada kebanyakan pasien dengan gejala appendisitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Hasil positif palsu dapat
muncul dikarenakan infeksi sekunder appendiks sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. Hasil negative palsu dapat muncul karena letak appendiks yang
retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendiks.5,6,9

Appendiks normal terlihat sebagai suatu struktur berbentuk tabung, buntu, yang keluar dari
caecum (gambar 2). Diameter appendiks normal kirang dari 6 mm.6,10

Gambar 2. gambaran appendiks normal (A = arteri iliaka; V = vena iliaka)

Pada appendiks supuratif (akut) gambaran USG potongan longitudinal memperlihatkan


adanya appendiks tidak mengalami perforasi, namun terlihat tanda-tanda peradangan berupa
suatu struktur berbentuk tabung yang aperistaltik, berujung buntu, noncompressible, dengan
dinding berlapis yang keluar dari caecum. Pada peradangan minimal dengan visualisasi yang
baik, dapat dilihat 5 lapisan dinding appendiks (gambar 3). Pada potongan transversal, dapat
terlihat adanya gambaran berupa target appearance, dengan diameter luar melebihi 6 mm di
kuadran kanan bawah abdomen (gambar 4). Penelitian menunjukkan tebal dinding appendiks
lebih dari 3 mm bersifat patologis. Temuan lain dapat berupa appendicolith (fecolith), yaitu
adanya massa hiperechoic intraluminal dengan acoustic shadow (gambar 5). Fecalith dapat
ditemukan pada 30% kasus appendicitis.7,10,11
Gambar 3. Gambaran USG pada appendicitis supuratif

Gambar 4. Target appearance pada potongan transversal.

Pada appendicitis gangrenosa, terlihat adanya penipisan lapisan submukosa yang terlihat dari
berkurangnya intensitas bayangan echogenic. Selain itu, terlihat juga adanya lapisan lemak
yang echogenik, yang membungkus appendiks. Kedua gambaran tersebut konsisten dengan
appendiks gangrenosa (gambar 6).

Bila terjadi perforasi, USG konvensional juga merupakan alat diagnostik yang bermanfaat,
meskipun appendiks yang mengalami perforasi tidak tervisualisasi denga baik di kuadran
kanan bawah abdomen. Iregularitas dan kerusakan pada kontur appendiks yang ditandai
dengan adanya cairan periappendiceal dan lapisan lemak yang hiperechoic dan prominen
(gambar 7).
Gambar 5. Appendicolith; massa hiperechoik dengan acoustic shadowdi appendiks

Gambar 6. Gambaran USG pada appendicitis gangrenosa

Gambar 7. appendicitis dengan perforasi; potongan longitudinal.


A B

C D

Gambar 8. Sistem grading gambaran USG pada appendisitis: transversal (TRANS) dan
longitudinal (LONG) dari appendiks di kuadran kanan bawah. A, Stadium 1: appendiks
normal (panah). B, Stadium 2: appendiks tidak terlihat namun ada tanda-tanda inflamasi atau
ada cairan bebas. C, Stadium 3: ada gambaran cairan bebas fokal di kuadran kanan bawah,
dekat usus yang echogenik. D, Stadium 4: pembesaran minimal appendiks. Diameter
appendiks berkisar antara 5 hingga 6 mm. E, Stadium 5: gambaran appendisitis yang jelas,
berupa adanya pembesaran appendiks dengan diameter > 6 mm (panah)6

Diagnosa Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding,
seperti:
 Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan
dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

 Demam Dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk
Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.

 Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi.

 Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi
daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

 Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

 Kista ovarium

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis
pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.

 Endometriosis ovarium eksterna

Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada,
dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

 Urolitiasis pielum/ ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan
 Penyakit saluran cerna lainnya

Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis
kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.

Penatalaksanaan

Petugas gawat darurat harus segera memasang akses intravena dan berikan terapi
kristaloid agresif pada pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia. Pasien dengan
dugaan appendisitis tidak boleh menerima apapun melalui mulut. Berikan analgesik
parenteral dan antiemetik sesuai kebutuhan untuk kenyamanan pasien. Pemberian analgesik
pada pasien dengan nyeri perut akut sering dikhawatirkan akan membuat temuan gejala
appendisitis berkurang. Namun, setidaknya 8 penelitian terkontrol telah menunjukkan bahwa
pemberian obat analgesik opioid kepada pasien dewasa dan anak-anak dengan nyeri perut
akut termasuk aman; Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa analgesik
mempengaruhi keakuratan pemeriksaan fisik. Pertimbangkan kehamilan ektopik pada wanita
usia subur, dan dapatkan pengukuran beta-human chorionic gonadotropin (beta-hCG) secara
kualitatif dalam semua kasus. Berikan antibiotik intravena kepada mereka yang memiliki
tanda-tanda septikemia dan bagi mereka yang ingin menjalani laparotomi.

Prognosis

Tingkat kematian keseluruhan sebesar 0,2-0,8% disebabkan oleh komplikasi penyakit


daripada intervensi bedah. Tingkat kematian pada anak berkisar antara 0,1% sampai 1%;
Pada pasien yang berusia lebih dari 70 tahun, tingkat kenaikan di atas 20%, terutama karena
keterlambatan diagnostik dan terapeutik. Perforasi apendiks dikaitkan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi. Risiko kematian
apendisitis akut namun tidak gangren kurang dari 0,1%, namun risikonya meningkat menjadi
0,6% pada radang usus buntu. Tingkat perforasi bervariasi dari 16% sampai 40%, dengan
frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%) dan pada pasien yang
berusia lebih dari 50 tahun (55-70%), di antaranya salah diagnosa dan diagnosis tertunda
umum terjadi. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan appendisitis dan infeksi luka
pasca operasi mencapai hampir sepertiga dari morbiditas terkait.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yeh B. Evidence-based emergency medicine/rational clinical examination abstract.


Does this adult patient have appendicitis. Ann Emerg Med. 2008 Sep. 52(3):301-3.
2. Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW.
Clinical policy: Critical issues in the evaluation and management of emergency
department patients with suspected appendicitis. Ann Emerg Med. 2010 Jan. 55(1):71-
116.
3. [Guideline] National Guideline Clearinghouse (NGC). Guideline summary: Clinical
policy: critical issues in the evaluation and management of emergency department
patients with suspected appendicitis. National Guideline Clearinghouse (NGC),
Rockville (MD). Available at http://guideline.gov/content.aspx?id=15598. Accessed:
February 18, 2018.
4. Manterola C, Vial M, Moraga J, Astudillo P. Analgesia in patients with acute
abdominal pain. Cochrane Database Syst Rev. 2011 Jan 19. 1:CD005660.
5. Pham XD, Sullins VF, Kim DY, et al. Factors predictive of complicated appendicitis
in children. J Surg Res. 2016 Nov. 206 (1):62-6.
6. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Ann
Emerg Med. 1986 May. 15(5):557-64.
7. Schneider C, Kharbanda A, Bachur R. Evaluating appendicitis scoring systems using
a prospective pediatric cohort. Ann Emerg Med. 2007 Jun. 49(6):778-84, 784.e1.
8. Migraine S, Atri M, Bret PM, Lough JO, Hinchey JE. Spontaneously resolving acute
appendicitis: clinical and sonographic documentation. Radiology. 1997 Oct.
205(1):55-8.
9. Cobben LP, de Van Otterloo AM, Puylaert JB. Spontaneously resolving appendicitis:
frequency and natural history in 60 patients. Radiology. 2000 May. 215(2):349-52.
10. Dueholm S, Bagi P, Bud M. Laboratory aid in the diagnosis of acute appendicitis. A
blinded, prospective trial concerning diagnostic value of leukocyte count, neutrophil
differential count, and C-reactive protein. Dis Colon Rectum. 1989 Oct. 32(10):855-9.
11. Singer DD, Thode HC Jr, Singer AJ. Effects of pain severity and CT imaging on
analgesia prescription in acute appendicitis. Am J Emerg Med. 2016 Jan. 34 (1):36-9.
LAPORAN KASUS
APPENDISITIS AKUT

IDENTITAS PASIEN
Nama :H
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Minahasa
Agama : Islam
Alamat : Teling atas
Tanggal Pemeriksaan : 29 Januari 2018

ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah, Nyeri perut kanan bawah dirasakan 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, awalnya nyeri terasa di uluhati kemudian menjalar ke perut
kanan bawah. Mual (-), penurunan nafsu makan (+) Buang air besar dan buang air kecil tidak
ada keluhan. Orang sakit merupakan pasien rujukan dari dokter spesialis bedah

Riwayat penyakit sebelumnya : pasien pernah mengalami keluhan yang sama 1 bulan yang
lalu.

Riwayat penyakit keluarga (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,60C (axilla)
Status Generalis

Kepala : Normochepali

Rambut : Hitam, lebat, distribusi merata

Wajah : Muka simetris, raut wajah ekspresif, nyeri tekan sinus frontalis - ,

(-) nyeri tekan sinus maksilaris (-)


Mata : Palpebra oedem (-), Alis mata hitam, distribusi merata, bulu mata

hitam, distribusi merata. Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis +


/+, Sklera Ikterik -/-, Reflek cahaya langsung +/+, Reflek cahaya
tidak langsung +/+

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum -/-, silia +/+ dengan distribusi

merata, mukosa konka hiperemis -/-, oedem -/-, secret -/- nafas
cuping hidung -/-

Bibir : Lembab, warna merah, tidak pucat, tidak sianosis

Lidah : lidah simetris kiri dan kanan, deviasi (-), tremor (-), hiperemis (-),

papil lidah tidak atrofi, lidah tidak kotor

Tenggorokan : Tonsil tenang T1-T1, uvula simetris ditengah, faring tidak

hiperemis.

Telinga : Normotia kiri dan kanan. Nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus -/-,

serumen +/+, membrane tymphani intak +/+

Leher : Bentuk normal, trakea ditengah massa (-)

KGB submentalis, submandibularis, cervikalis anterior,


supraklavikularis, retroaurikularis tak teraba besar

JVP 5+2 cmH2O

Thoraks

Paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis

Retraksi suprasternal dan intercostals (-)

Palpasi : Gerakan dinding thoraks saat bernafas kiri=kanan, angulus costae

90, vocal fremitus -/-

Perkusi : sonor -/-, redup -/-

Batas paru hepar : Batas sonor redup : ICS IV

Batas redup pekak : ICS VI

Peranjakan 2 jari
Batas paru lambung : ICS VII

Batas paru belakang Kanan : sejajar thorakal XI

Kiri : sejajar Thorakal X

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi-/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tak teraba

Perkusi : -Batas jantung sebelah kanan ICS II, III, IV garis

sternalis dextra

-Batas jantung sebelah kiri ICS V, 2 cm sebelah medial

garis mid clavikularis sinistra

-Batas atas jantung pada ICS III garis sternalis sinistra

Auskultasi : S1S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Abdomen tampak datar, pada waktu bernafas dinding

perut mengembang waktu inspirasi dan mengempis waktu


ekspirasi secara simetris smiling imbilicus (-), spider nevi
(-),vena kolateral (-), gerak peristaltic usus (-)

Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (+) RLQ,

Rovsing sign (+) Psoas sign (+)

hipokondrium kanan tidak ada defens muscular, turgor baik.

Hepar dan lien tidak teraba

Ballotemen kedua ginjal tidak teraba

Tes undulasi (-)

Perkusi : Tymphani pada seluruh lapang abdomen


Shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus positif normal

Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), oedem (-)

Reflek fisiologis biceps, triceps, patella, Achilles positif

Reflek patologis babinsky, brudzinsky I, II dan kernig negative

Darah Lengkap 29 Januari 2018

Leukosit 7,62 MCV 84,1

Eritrosit 4,54 MCH 30,2

Hb 13,7 MCHC 35,9

Hct 38,2 Platelet 276.000

DIAGNOSIS
Suspek Appendisitis akut

PENATALAKSANAAN
Farmakologis :

- IVFD NS 0,9% 20gtt


- IV Ranitidin

Konsul TS Bedah :

- Rawat Inap
FOLLOW UP

Tanggal 30-1-2018

S : Nyeri perut kanan bawah (+)

O : KU: Sakit, Kesadaran : CM

TD: 120/70 N:83 R:20 S:37,6

Kepala : Conj. An (-), Scl. Icteric (-)

Thorax : C: SI-II reg, murmur(-) Gallop (-)

P: suara napas vesikuler, rh-/- wh-/-

Abdomen: Bising usus (+), NTE(+), NT RLQ (+), Rovsing sign (+), psoas sign (+)

Ext : Hangat, crt <2

A : Appendisitis Akut

P : - IV Ranitidin 2x1

- Ro Thorax Ap + ekspertisi

- EKG + ekspertisi

- Persetujuan operasi

- Rencana operasi 31-01-2018

- Puasa mulai pukul 24.00

- Profilaksis sebelum operasi : IV Ceftriaxone 2x1

Tanggal 31-1-2018

S : Nyeri perut kanan bawah (+)

O : KU: Sakit, Kesadaran : CM

TD: 120/70 N:88 R:20 S:37,4


Kepala : Conj. An (-), Scl. Icteric (-)

Thorax : C: SI-II reg, murmur(-) Gallop (-)

P: suara napas vesikuler, rh-/- wh-/-

Abdomen: Bising usus (+), NTE(+), NT RLQ (+), Rovsing sign (+), psoas sign (+)

Ext : Hangat, crt <2

A : Appendisitis Akut

P : - IV Ranitidine 2x1

- Persiapan Operasi

LAPORAN OPERASI

Instruksi post-operasi :

- IVFD RL 26 gtt
- IV Ceftriaxone 2x1
- IV Tramadol 3x1
- IV Ranitidin 2x1

Tanggal 1-2-2018

S : Nyeri bekas operasi (+)

O : KU: Sakit, Kesadaran : CM

TD: 110/70 N: 80 R: 18 S: 37,0

Kepala : Conj. An (-), Scl. Icteric (-)

Thorax : C: SI-II reg, murmur(-) Gallop (-)

P: suara napas vesikuler, rh-/- wh-/-

Abdomen: Bising usus (+) NTE(-)

Ext : Hangat, crt <2

A : Appendisitis Akut post appendectomy hari 1


P : - IVFD RL 26 gtt

- IV Ceftriaxone 2x1

- IV Tramadol 3x1

- IV Ranitidin 2x1

Anda mungkin juga menyukai