Heni Fatimah
MA NU Banat Kudus Jawa Tengah Indoenesia
hani.fatmah89@yahoo.co.id
Abstrak
Abstract
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk yang di dalamnya memuat
ajaran moral universal bagi umat manusia sepanjang masa. Akan
tetapi dalam kenyataannya, teks al-Qur’an sering kali dipahami secara
parsial dan ideologis sehingga menyebabkannya seolah menjadi teks
yang mati dan tak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Kajian
al-Qur’an sebenarnya selalu mengalami perkembangan yang dinamis
seiring dengan akselerasi perkembangan kondisi sosial budaya dan
peradaban manusia. Hal ini terbukti dengan munculnya karya-karya
tafsir, mulai dari yang klasik hingga kontemporer, dengan berbagai
corak, metode, dan pendekatan yang digunakan.1
1
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Lkis,
B. Pembahasan
1. Sekilas tentang Fazlur Rahman dan Karier Akademiknya
Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di wilayah
Hazara, yang sekarang ini disebut Pakistan. Wilayah ini tepat terletak
di Barat Laut Pakistan yang dalam catatan perjalanan sejarahnya,
tempat ini telah melahirkan sederetan pemikir berkaliber dunia,
seperti: Syah Waliyullah, Sir Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, dan
Muhammad Iqbal.6
Semasa kecilnya, Rahman dibesarkan dalam sebuah
keluarga religius berbasis maz\hab Hanafi, sebuah maz\hab Sunni
yang bercorak lebih rasionalistik dibandingkan 3 (tiga) maz\hab
Sunni lainnya, yaitu: Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dia mendapatkan
pendidikan agama secara intens dari kedua orang tuanya sehingga
di usia sepuluh tahun dia sudah mampu menghafal al-Qur’an di luar
kepala. Dari ayahnya yang bernama Maulana Syihab ad-Din, dia
banyak mendapatkan didikan kajian bidang Tafsir, Hadis, dan Fiqih.7
Sedangkan selama bergaul dengan ibunya, Rahman mendapatkan
pelajaran berharga tentang nilai-nilai kebenaran, cinta kasih,
dan kesetiaan.8
Setelah menamatkan pendidikan menengah di madrasah
tradisional di Deoban, Rahman melanjutkan ke sekolah modern
9
Umma Farida, Pemikiran dan Metode Tafsir Al-Qur’an Kontemporer (Yogy -
karta: Idea Press, 2010), hlm. 1.
10
Ibid., hlm. 2.
11
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman (Yogyakarta: Jalasutra,
2007), hlm. 20.
12
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas..., hlm. 111.
13
Ibid., hlm. 112.
14
Sutrisno, Fazlur Rahman...., hlm. 65.
a. Periode Pakistan
Periode kedua yaitu proses berkembang dari
pertumbuhan menuju kematangan atau disebut juga
periode Pakistan (dekade 60-an). Periode ini dimulai sejak
kepulangan Rahman dari Inggris ke Pakistan sampai dengan
menjelang keberangkatannya ke Amerika membentuk
(formasi), periode perkembangan, dan periode kematangan.
Secara epistemologis, pemikiran dan karya-karya Rahman
pada periode ini beralih dari pendekatan historis menuju ke
pendekatan normatif.
Keterlibatan Rahman dalam arus pemikiran Islam
ditandai dengan dipublikasikannya serangkaian artikelnya
dalam jurnal Islamic Studies, mulai Maret 1962 hingga juni
1963, sedangkan karya Rahman dalam bentuk buku pada
masa ini adalah Islamic Methodology in History (1965), Islam
(1966).15
a. Periode Chicago
Periode ketiga adalah periode kematangan berpikir
dan berkarya, atau disebut juga periode Chicago (dekade
70-an), yang dimulai sejak kedatangan Rahman di Amerika
sampai wafatnya tahun 1988. Secara epistemologis, Rahman
berhasil menggabungkan pendekatan historis dan normatif
menjadi metode yang sistematis dan komprehensif untuk
memahami al-Qur’an, yang pada akhirnya disempurnakan
menjadi metode suatu gerakan ganda (a double movement).
Pada periode ini Rahman menyelesaikan beberapa
buku, di antaranya: Philosophy of Mulla Shadra Shirazi (1975),
Major Themes of the Qur’an (1980), Islam and Modernity:
Transformation of Intellectual Tradition (1982).16
3. Pandangan Rahman tentang Al-Qur’an
Menurut Rahman bahwa al-Qur’an terbagi menjadi bab-
bab atau surat-surat, yang semuanya berjumlah 114 dengan panjang
yang sangat beragam. Surat-surat Makkiyah adalah yang awal dan
15
Ibid., hlm. 66.
16
Ibid., hlm. 67.
ﮊ ﮋﮌ ﮍﮎﮏﮐﮑﮒﮓﮔ ﮕﮖﮗﮘ
ﮙﮚﮛ ﮜ
“Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu
telah menurunkannya (al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.
22
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas..., hlm. 158.
23
Fazlur Rahman, Cita-Cita Islam..., hlm. 52.
24
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur’an..., hlm. 52.
25
Ibid., hlm. 53.
26
Fazlur Rahman, Cita-Cita Islam..., hlm. 52-54.
27
Umma Farida, Pemikiran dan Metode Tafsir...,, hlm. 14.
28
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur’an..., hlm. 56.
ﮄﮅﮆﮇﮈﮉ ﮊ ﮋﮌﮍﮎﮏﮐﮑ
ﮒﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ
34
Contoh sebagaimana telah dilakukan Umar tatkala memahami ayat te -
tang 8 (delapan) as}na>f yang berhak menerima zakat, yang salah satunya dicantumkan
adalah muallaf (orang yang baru masuk Islam, yang imannya masih lemah). Muallaf
saat diturunkan ayat berhak menerima zakat karena dipandang lemah yang butuh
bantuan, tetapi pada masa Umar tatkala banyak muallaf yang ternyata kuat dari sisi
ekonominya, maka Umar mengecualikan pemberian zakat ini kepada muallaf.
35
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur’an..., hlm. 75.
36
Ibid., hlm. 43.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya”.37
Untuk memahami pesan al-Qur’an, penelusuran sosio historis
hendaknya dilakukan. Masalah ini muncul sebenarnya berkait dengan
para gadis yatim. Dalam ayat sebelumnya QS. an-Nisa>’: 2 dikatakan:
ﭰ ﭱ ﭲﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽﭾ
ﭿ ﮀﮁﮂ ﮃ
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan
kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-
tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”.38
Al-Qur’an melarang keras para wali untuk memakan harta
anak yatim. Tema seperti ini sudah disampaikan al-Qur’an sejak
di Makkah (QS. al-An’a>m: 152, QS. al-Isra>’:34) dan ditegaskan lagi
ketika di Madinah (QS. al-Baqarah: 220), (QS. an-Nisa>’ ayat 2, 6, 10,
dan 127). Setelah penekanan tidak dibenarkannya memakan harta
para gadis yatim, al-Qur’an kemudian membolehkan para wali untuk
mengawini mereka sampai empat orang. Tetapi menurut Rahman,
ada satu prinsip yang sering diabaikan oleh Ulama dalam hal ini.39
Yaitu QS. an-Nisa>’: 129
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹﭺ ﭻ ﭼ
ﭽ ﭾ ﭿ ﮀﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ
ﮇﮈﮉﮊ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
37
QS. an-Nisa>’>: 3, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an,
al-Qur’an dan terjemahnya ( Jakarta: Depag RI, 1997), hlm. 115.
38
QS. an-Nisa>’>: 2, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an,
al-Qur’an dan terjemahnya ( Jakarta: Depag RI, 1997), hlm. 114.
39
Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an..., hlm. 68.
ﮠ ﮡ ﮢﮣﮤﮥ ﮦﮧﮨﮩﮪ ﮫ ﮬ
ﮭﮮﮯﮰ ﮱﯓ ﯔﯕ ﯖﯗﯘﯙ ﯚﯛﯜ
ﯝﯞﯟ
“Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan, tetapi dia tiada
menempuh jalan yang mendaki lagi sukar, Tahukah kamu apakah jalan
40
QS. an-Nisa>’:129, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir al-
Qur’an, al-Qur’an dan terjemahnya ( Jakarta: Depag RI, 1997), hlm. 144.
41
Fazlur Rahman, Islam..., hlm. 44.
yang mendaki lagi sukar itu?, (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
Atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang
ada hubungan kerabat, Atau kepada orang miskin yang sangat fakir”.42
ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮﭯ ﭰ ﭱ
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻ ﭼ ﭽ
ﭾ ﭿ ﮀ ﮁﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ
ﮌ ﮍ ﮎﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.
dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian
dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah
kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran,
sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
Keuntungan duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu”.43
42
Al-Qur’an QS. al-Balad: 10-16, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan
Penafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan terjemahnya ( Jakarta: Depag RI, 1997), hlm. 594.
43
Al-Qur’an, QS. an-Nu>r: 33, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Pena -
sir al-Qur’an, al-Qur’an dan terjemahnya ( Jakarta: Depag RI, 1997), hlm. 354.
C. Simpulan
Fazlur Rahman adalah seorang intelektual muslim yang sering
melakukan upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam abad ini. Secara
sederhana, perkembangan pemikiran keagamaan Rahman dapat
dibagi ke dalam tiga periode utama: pertama, periode awal (dekade
50-an), kedua, periode Pakistan (dekade 60-an), ketiga, periode
Chicago (1970 dan seterusnya).
Rahman mengemukakan bahwa al-Qur’an itu secara
keseluruhannya adalah kalam Allah, dan dalam pengertian biasa, ia
juga seluruhnya merupakan perkataan Muhammad.
Al-Qur’an dalam kenyataannya berselimutkan sejarah,
sehingga untuk memahaminya meniscayakan untuk menggunakan
pendekatan historis. Pendekatan historis hendaknya dibarengi dengan
pendekatan sosiologis, yang khusus memotret kondisi sosial yang
terjadi pada masa al-Qur’an diturunkan. Aplikasi dari pendekatan ini
dalam prakteknya memunculkan apa yang seringkali orang menyebut
dengan gerakan ganda (double movement). Metodologi penafsiran
al-Qur’an yang utuh dan padu, yang dia tawarkan adalah metode
penafsiran yang memuat di dalamnya dua gerakan. Gerakan pertama
berangkat dari situasi sekarang menuju ke situasi masa al- Qur’an
diturunkan dan gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa
al-Qur’an diturunkan menuju ke masa kini.
46
Fazlur Rahman, Islam..., hlm. 54.
DAFTAR PUSTAKA