FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
LAPORAN KASUS
PTISIS BULBI
Disusun Oleh :
(0908012870)
Pembimbing :
KUPANG
2014
1 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
BAB I
PENDAHULUAN
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak
bisa melihat, atau keadaan tidak berfungsinya mata1. Ptisis bulbi terjadi sebagai
suatu kondisi atau keadaan akhir (end-stage) dari penyakit mata yang berat
ditandai dengan perlunakan dari bola mata dengan atropi dan disorganisasi dari
struktur bola mata. Tidak banyak literatur yang menulis mengenai kondisi atau
keadaan ini terutama yang disebabkan oleh suatu inflamasi atau peradangan 2.
Semua keadaan dengan atropi dan sikatrik pada mata yang menyebabkan
disorganisasi dari struktur intraokular merupakan ptisis bulbi3.
Sebuah penelitian mengenai prevalensi ptisis bulbi tahun 2012 di London,
dari 333 subyek penelitian, 8,3% mengalami gangguan penglihatan berat berupa
kehilangan penglihatan. Dari jumlah tersebut, 19% didiagnosis dengan ptisis
bulbi. 78% masih memiliki respon terhadap cahaya dengan proyeksi positif, 15%
lainnya dengan proyeksi negatif dan 6% lainnya hanya dapat melihat lambaian
tangan. Dari segi usia, onset kejadian ptsis bulbi beragam dan dapat terjadi pada
usia berapa saja (17-97 tahun) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 1,3 : 1Error: Reference source not found. Prevalensi ptisis bulbi ada mata
yang di eviserasi berkisar 11,2% hingga 18,7% dengan rata-rata 13,7%4.
Etiologi dari ptisis bulbi sangat beragam tergantung dari penyebab
kerusakan mata. Pada umumnya, ptisis bulbi paling banyak disebabkan oleh
peradangan non infeksi berupa trauma mata. Penyebab terbanyak berikutnya
adalah infeksi mata dan tidakan atau prosedur operasi mata. Perlangsungan ptisis
bulbi cukup lama setelah penyebab terjadi. Penelitian menemukan kondisi ptisis
bulbi terjadi setelah 2,9 tahun atau lebih. Pada uveitis atau peradangan uvea, ptisis
bulbi terjadi ± setelah 7,2 tahun, pada trauma mata ± 4,3 tahun atau lebih, dan
pada infeksi mata terjadi ± setelah 12 tahun. Pada penelitian yang sama, penyebab
terbanyak adalah peradangan non infeksi (28%), infeksi (23%), trauma benda
tajam (17%), trauma benda tumpul (9%), post tindakan pembedahan atau operasi
(9%)Error: Reference source not found.
2 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Terapi yang bisa diberikan pada kondisi ini adalah terapi yang bersifat
suportif dan paliatif karena kondisi ini bersifat permanen dan tidak akan ada
perbaikan. mata merupakan organ yang terbentuk paling pertama di daerah wajah.
Penyebab kehilangan fungsi atau tidak kelainan bentuk dan anatomi dari mata
dapat disebabkan karena defek kongenital, trauma yang berat, tumor, painfull
blind eye, simpatetik oftalmia, dsb. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kelainan
fisik, stress emosional dan psikologis yang bermakna pada pasien. Sebagian
pasien mengalami stres yang signifikan akibat disabilitas fungsi karena kehilangan
kemampuan melihat dan reaksi sosial akibat kelainan yang nampak pada wajah
pasien. Terapi penggantian bola mata yang rusak sebisanya diberikan secepat
mungkin untuk perbaikan fisik dan psikologis pasien serta kehidupan sosial5.
BAB II
3 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien :
Nama : Tn. Fransiskus Ola Keraf
Usia : 34 tahun
Tanggal Lahir : 26 Mei 1979
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Osmok
Pekerjaaan : Wiraswasta
2. Anamnesis :
Keluhan Utama : Nyeri di mata kiri sejak ± 3 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri di mata kiri dan sekitarnya yang menjalar sampai ke kepala
bagian kiri dan leher sejak 3 minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul
sejak 3 tahun yang lalu setelah operasi mata kiri. Nyeri saat ini memberat dan
pasien sering sulit tidur jika tidak minum obat anti nyeri. Nyeri saat ini terus
menerus dan hanya berkurang dengan obat nyeri. Mata kiri sudah tidak bisa
melihat lagi sejak usia 4 tahun. Pasien juga mengeluhkan badan terasa tidak
enak seperti mau demam namun tidak demam. Pasien juga mengeluhkan mata
kanan sering perih dan berair terutama di luar rumah, kotoran mata (-), mata
merah (-).
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku mata kirinya sudah tidak dapat melihat sama sekali
sejak usia 4 tahun. Saat itu, pasien diceritakan oleh keluarganya mengalami
trauma benda tajam di mata kirinya sehingga pasien tidak dapat melihat. Saat
kejadian pasien tidak ingat betul karena masih kecil. Pasien terbiasa melihat
menggunakan mata kanan saja sejak saat itu. 3 tahun yang lalu (2011) saat
pasien berumur 32 tahun, pasien mengalami nyeri kepala hebat selama ± 2
minggu, mual (-), muntah (-), demam (-), dan sulit tidur, mata kiri merah dan
kedua mata berair, kotoran mata (-). Tidak lama kemudian, keluar darah segar
yang mengalir dari mata kiri pasien. Pasien lalu dirawat di RS Larantuka
selama 1 minggu dan setelah itu dirujuk ke Kupang. Di RSU Kupang, pasien
4 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
sempat di rawat selama 1-2 bulan lalu menjalani operasi eviserasi untuk mata
kiri.
Riwayat sakit gula (-), hipertensi (-), alergi (-), asma (-).
Pasien setelah operasi hanya kontrol beberapa kali lalu tidak pernah
kontrol lagi ke poli mata. Saat ini, pasien baru datang pertama kali lagi dengan
keluhan diatas.
3. Pemeriksaan Fisik :
a) Status present :
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,90C
b) Status generalis : dalam batas normal
c) Status ophtalmikus :
Benang Jahit
5 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
ulkus (-), arkussenilis (-),
pericorneal vascular injeksi
(-)
Chamber Okuli Kedalaman (N), hifema (-), Tidak ada
Anterior hipopion (-), flare (-)
Iris/pupil Bulat, diameter 3 mm, reflex Tidak ada
cahaya (+)
Lensa Jernih, dislokasi lensa (-), Tidak ada
pseudoafakia (-),
Vitreus humor Tidak dievaluasi Tidak ada
Visus 5/5 0
Gerakan bola mata Bebas kesegala arah, nyeri Tidak dapat dievaluasi
gerak (-)
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dapat dilakukan
d) Diagnosis
Ptisis Bulbi OS
e) Terapi
Pro Protesa OS
Kalium Diklofenat 2 x25 mg
Cindo Lyters 4 x
f) Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : malam
Ad sanctionam : malam
BAB III
ANATOMI DAN FISIOLOGI
6 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Mata merupakan salah satu alat indera pada manusia yang berfungsi untuk
melihat. Secara konstan, mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk,
memusatkan perhatian dan fokus pada obyek yang terletak dekat maupun jauh
dari mata serta mengirmkan sinyal ke otak untuk diterjemahkan. Mata terdiri dari
banyak struktur dengan fungsinya masing-masing. Anatomi mata dari luar terdiri
dari palpebra, konjunctiva, sklera, kornea, kamera okuli anterior, pupil, uvea,
kamera okuli posterior, iris, lensa mata, badan vitreus, retina dan saraf optik 6.
Uraian singkat mengenai fungsi dari struktur mata adalah sebagai berikut7 :
c. Sklera : merupakan bagian putih dari mata yang kuat yang 5/6 bagian
posteriornya terdiri dari lapisan serat kolagen dan pada bagian anterior
terdapat kornea. Bagian limbus (batas antara kornea dan sklera)
merupakan substantia propria dari kornea (stroma).
7 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Ikatan antara sel-sel tersebut membentuk suatu barrier yang
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa. Bagian dalamnya
terdiri dari sel epitel selapis gepeng (endotelium).
8 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Kornea dipersyarafi oleh banyak syaraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus pada
suprakoroid. Semua lapisan kornea dipersyarafi sampai pada kedua lapisan
terdepan tanpa ada akhir syaraf. Bulbus Krause untuk sensas dingin
ditemukan pada daerah limbus. Daya regenerasi syaraf sesudah dipotong
di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
e. Pupil : celah pada iris. Pupil dapat berdilatasi (midriasis) dan bermiosis
(mengecil) sebagai respon penyesuaian pencahayaan.
9 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
f. Uvea : terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Antara sklera dan uvea
terdapat ruang potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi
pendarahan suprakoroid. Pada iris terdapat pigmen yang memberi warna
pada mata, dan pupil yang memiliki 3 susunan otot. Otot dilatator
dipersyarafi oleh simpatis, sfingter iris dan otot siliar di persyarafi oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terdapat pada badan siliar berfungsi untuk
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor) yang merupakan sumber
zat-zat untuk metabolisme lensa mata yang avaskular.
g. Akuos humor, merupakan cairan jernih yang dihasilkan oleh epitel korpus
siliaris yang tidak berpigmen, yang mengisi kamera okuli anterior atau
bilik mata depan dan kamera okuli posterior atau bilik mata belakang.
Volumenya sekitar 250 mikroliter dan kecepatan pembentukannya
bervariasi diurnal sekitar 2-3 mikroliter/menit. Akuos humor penting
sebagai sistem pengganti vaskular bagi bagian mata seperti kornea dan
lensa dan sirkulasinya berpengaruh pada tekanan intraokular yang penting
bagi pertahanan struktur dan penglihatan mata. Pembentukan akuos humor
terdiri dari 3 proses sebagai berikut:8
10 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Difusi
Merupakan proses pergerakan ion melalui membran karena perbedaan
konsentrasi. Akuos humor yang mengalir dari kamera okuli posterior
akan berkontak dengan organ sekitarnya berupa iris, lensa, kornea dan
trabekular meshwork sehingga akan terjadi pertukaran secara difusi
dengan jaringan sekitarnya tersebut. Akuos humor pada kamera okuli
anterior lebih mirip dengan plasma dibandingkan dengan kamera okuli
posterior sebagai hasil dari proses difusi yang terjadi sepanjang
perjalanan aliran cairan tersebut.
Ultrafitrasi
Merupakan proses dimana cairan dan bahan terlarut melewati membran
semi permeabel dibawah gradien tekanan. Dalam korpus siliaris,
gerakan cairan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatis antara
tekanan kapiler dan tekanan cairan interstitial. Konsentrasi koloid
dalam ruang jaringan prosesus siliaris ± 75% dari konsentrasinya di
plasma. Konsentrasi tinggi koloid dalam ruang jaringan prosesus siliaris
mempengaruhi pergerakan cairan dari plasma ke dalam stroma siliar
tetapi mengurangi gerakan cairan dari stroma ke kamera okuli posterior.
Transpor aktif
Merupakan proses yang membutuhkan energi yang menggerakkan
substansi secara selektif melawan gradien elektrokimia menyeberangi
membran sel. Proses ini diperankan oleh berjuta sel epitel tidak
berpigmen yang mensekresikan akuos humor, setara dengan 1/3 volume
intraselnya per menit. Ion yang diangkut melalui epitel siliaris masih
belum jelas namun berdasarkan teori, sodium, klorida dan bikarbonat
termaksud dalam proses ini. Pembentukan akuos humor kebanyakan
merupakan hasil dari transpor aktif dari epitel tak berpigmen yang
melibatkan natrium, kalium dan ATP-ase serta enzim karbonik
anhidrase II.
11 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
h. Lensa mata, merupakan struktur berbentuk cakram bikonveks yang dapat
menebal dan menipis pada saat berakomodasi. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus menerus sehingga membentuk nukleus lensa
di bagian tengah sehingga bagian tengah lensa merupakan bagian yang
paling tertua.
j. Retina atau selaput jala, merupakan struktur atau bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsangn cahaya. Retina terdiri
beberapa lapisan :
12 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Lapis serabut syaraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju
ke arah syaraf optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
13 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
BAB III
PEMBAHASAN
14 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
B. Etiologi
Ptisis bubi merupakan keadaan akhir dari sejumlah penyakit okular dengan
penyebab yang bervariasiError: Reference source not found. Penyebab terbanyak
adalah peradangan non infeksi (28%), infeksi (23%), trauma benda tajam (17%),
trauma benda tumpul (9%), post tindakan pembedahan atau operasi (9%)Error:
Reference source not found.
C. Faktor Resiko
Faktor resiko yang penting dan berperan dalam terjadinya ptisis bulbi adalah :
1. Kelainan kongenital anatomi bola mata sejak lahir seperti mikropthalmia,
anopthalmia.
2. Kegagalan prosedur pembedahan seperti operasi katarak, glaukoma dan
retina.
3. Trauma pada mata seperti penetrasi benda tajam, trauma tumpul, trauma
kimia dan trauma suhu.
15 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
4. Infeksi dan inflamasi seperti keratitis, uveitis dan endoftalmitis.
5. Keganasan intraokular seperti melanoma koroidal, retinoblastoma.
D. Patomekanisme
Hipotonia atau penurunan tekanan intraokular pada bola mata merupakan
mekanisme yang paling umum yang terjadi pada ptisis bulbi12. Akuos humor
dihasilkan oleh sel epitel non pigmen dari korpus siliaris. Cairan ini tidak
mengandung protein (protein-free fluid) yang menopang nutrisi struktur internal
bola mata seperti lensa dan kornea. Tidak terdapatnya protein pada cairan ini
disebabkan karena adanya blood-aquos barrier yang dibentuk oleh hubungan
yang erat antara sel-sel epitel non pigmen dari korpus siliar sehingga tidak
memungkinkan protein yang memiliki berat molekul besar untuk lewat pada saat
proses pembentukan akuos humor terjadi13.
Jumlah dan kualitas dan kejernihan dari cairan ini harus tetap sehingga
tekanan intraokular teraga dan fungsi penglihatan tidak terganggu. Korpus siliaris
dan blood-aquos barrier harus dalam keadaan baik dan optimal untuk tujuan
tersebut. Insufsiensi atau kekurangan cairan ini dapat terjadi ada keadaan
kerusakan corpus siliaris karena tindakan pembedahan, trauma, robekan
siliokoroidal, peningkatan pengeluaran akuos humor melalui uveoskleral atau
disfungsi dari korpus siliar karena infeksi dan inflamasi berat. Semua kondisi ini
dapat menyebabkan hipotoni pada bola mataError: Reference source not found.
Hipotoni pada bola mata dapat bersifat reversibel atau sementara, namun
pada kondisi hipotoni yang kronik dan progresif akan menyebabkan kerusakan
pada struktur dalam mata berupa kekeruhan pada lensa, atropi atau penyusutan
korneosklera, dan atropi neuronal yang akan menjadi permanen. Keadaan ini yang
disebut dengan ptisis bulbi; keadaan dimana bola mata mengalami penyusutan dan
kehilangan fungsi penglihatan yang sifatnya permanen14.
Tekanan intraokular 6 mmHg tergolong dalam hipotoni namun gangguan
penglihatan yang berat terjadi jika tekanan intraokular kurang dari 5 mmHg.
Hipotoni sementara merupakan kondisi self-limiting atau akan membaik sendiri,
namun jika disertai dengan kerusakan blood-aquos barrier, inflamasi hebat,
edema dan infeksi maka hipotoni intraokular akan menetapError: Reference
16 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
source not found. Mekanisme terjadinya ptisis bulbi daat digambarkan sebagai
berikutError: Reference source not found :
Ocular insult
Glaucoma
Trauma (i.e., surgical, non surgical)
Inflammation (i.e., uveitis, endopthalmitis)
Vascular disorders (i.e.; M.coats, M.eales)
Sistemic disorders (i.e.; diabetes, cardiovascular diseases)
Intraocular tumors (i.e.; retinoblastoma, uveal melanoma)
Phitisis Bulbi
Persistent ocular hipotony
Globe shrinkage
Intraocular tissues disorganization
17 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada mata dimulai dari inspeksi untuk melihat simetris atau
tidak antara kedua bola mata, ukuran mata, tanda infeksi atau trauma,
sikatrik,dsb. Pemeriksaan dengan palpasi juga penting untuk mendeteksi
tekanan bola mata jika pemeriksaan tonometri tidak dapat dilakukan, deteksi
nyeri tekan pada palpasi dan membandingkan mata kanan dan kiri.
Pemeriksaan tajam penglihatan (visus) dapat dilakukan kecuali pada pasien
dengan riwayat operasi eviserasi atau enukleasi sebelumnya. Pemeriksaan
kamera anterior untuk melihat ada tidaknya hipopion, pemeriksaan lensa dan
segmen posterior juga dapat dilakukan jika masih memungkinkan. Pada
kondisi dimana penyusutan korneosklera sudah sangat jelas dengan
kekeruhan kornea tidak diperlukan pemeriksaan diatas lagi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan curiga
ptisis bulbi adalah USG, CT scan orbita, MRI orbita. Pemeriksaan darah
lengkap, gula darah dan pemeriksaan lainnya yang dapat membantu
mendeteksi penyakit lain sebagai penyebab dasar juga dapat dilakukan.
18 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Gambar. CT scan orbita tampak penyusutan pada mata kanan
F. Penatalaksanaan
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan yang dari segi fungsi tidak dapat
diperbaiki lagi. Terapi yang diberikan lebih bersifat suportif dan paliatif terutama
karena pasien dengan ptisis bulbi memiliki stress psikologi yang bermakna karena
kondisi fisiknya. Terapi pembedahan dan penggantian dengan bola mata palsu
ditujukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan sosial dari pasienError:
Reference source not found.
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan pada kondisi ini adalah eviserasi atau
enuklease. Eviserase dan enukleasi merupakan proses pembedahan yang dapat
menyebabkan beban psikologis sendiri bagi pasien sehingga membutuhkan
persiapan yang cukup. Eviserasi merupakan suatu prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan semua isi bola mata melalui insisi sklera atau kornea dengan
meninggalkan konjunctiva, otot-otot mata dan jaringan periorbita. Sklera yang
diinsisi akan dijahit kembali. Enukleasi merupakan jenis pembedahan dengan
mengeluarkan semua bola mata dengan pemotongan pada otot-otot mata dan saraf
optikus. Eviserasi memiliki segi estetika lebih dari enukleasi dan dengan eviserasi,
kejadian simpatetik opthalmika lebih jarang terjadi15.
19 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Indikasi dilakukan eviserasi adalah pada semua keadaan seperti trauma berat,
glaukoma, endopthalmitis dan uveitis. Indikasi enukleasi biasanya pada tumor
intraokular terutama suspek keganasan, simpatetik opthalmica, ptisis bulbi yang
berat dan endopthalmitis yang resisten.
20 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Hampir semua ptisis bulbi menjadi buta permanen, nyeri dan secara
kosmetik sulit diterima oleh pasien.
Komplikasi yang bisa terjadi berupa ulkus kornea dan perforasi,
pendarahan mata spontan, inflamasi okular dan periokular (panopthalmitis)
dan jika disebabkan keganasan maka dapat terjadi transformasi keganasan.
Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi adalah simpatetik oftalmika yaitu
suatu keadaan uveitis granulomatosa di mata lainnya (yang sehat) akibat mata
yang satunya mengalamai kerusakan akibat trauma tembus atau setelah
pembedahan yang merusak korpus siliar16.
BAB IV
DISKUSI KASUS
21 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
disorganisasi dari struktur internal mata pada kasus ini sulit dievaluasi karena saat
ini pasien telah menjalankan operasi eviserasi.
Eviserasi merupakan suatu prosedur pembedahan untuk mengeluarkan
semua isi bola mata melalui insisi sklera atau kornea dengan meninggalkan
konjunctiva, otot-otot mata dan jaringan periorbita. Sklera yang diinsisi akan
dijahit kembali. Indikasi dilakukan eviserasi adalah pada semua keadaan seperti
trauma berat, glaukoma, endopthalmitis dan uveitisError: Reference source not
found.
Pada pasien dilakukan eviserasi 3 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan saat
ini tampak sklera pasien yang masih intak dan dijahit menyatu. Tidak tampak
bagian kornea yang tertinggal yang berarti ada kemungkinan kerusakan kornea
yang pasien alami dari trauma benda tajam sewaktu masa kecil cukup berat
sehingga kornea juga ikut diangkat pada operasi ini. Setelah operasi, pasien sudah
tidak pernah kontrol lagi dan saat ini datang dengan keluhan nyeri kepala yang
menetap.
Jaras utama transmisi nyeri pada struktur mata, bola mata dan adneksa di
rongga mata adalah melalui saraf caranialis ke V yaitu nervus Trigeminus. Bagian
mata dipersyarafi oleh bagian pertama dari N.V berupa N.Opthalmica. nyeri
seperficial pada mata berasal dari kornea atau konjunctiva yang terutama
disebabkan erosi pada kornea atau abrasi, laseration dan iritasi kimia di
konjunctiva. Nyeri biasanya bersifat lokal, tajam, seperti tertusuk dan terbakar.
Nyeri pada kornea biasanya disertai dengan fotopobia, mata berair dan
blefarospasme. Nyeri pada mata bagian dalam biasanya lebih tumpul terkang berat
dan berdenyut serta dapat menjalar pada jaringan adneksa sekitar. Nyeri ini
merupakan tanda dari inflamasi dengan struktur mata yang terlibat berupa kornea
(keratitis), sklera (skleritis), iris (iritis) dan kopus siliar (siklitis). Banyak kondisi
yang dapat menyebabkan nyeri pada mata terutama trauma. Trauma selain nyeri,
dapat juga menyebabkan gangguan visus sampai pada kebutaan. Penyebab nyeri
pada mata lainnya adalah glaukoma, ablatio retina kronik, ulserasi kornea, ptisis
bulbi, endopthalmitis dan uveitis17.
22 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan nyeri yang terus menerus. Dapat
dikatakan nyeri yang dialami pasien termaksud kronik. Pada kasus, penyebab
utama dari nyeri pada pasien ini dapat berasal dari banyak hal. Sebelum pasien
dilakukan eviserasi, ada kemungkinan nyeri yang dialami pasien karena ptisis
bulbi post-trauma atau endopthalmitis post-trauma atau uveitis. Saat ini, pasien
telah menjalani pembedahan namun nyeri kepala pasien masih menetap. Ada
kemungkinan pasien mengalami peradangan kembali pada mata post operasi.
Pada pemeriksaan, mata kanan pasien dalam keadaan baik, dan dikeluhkan sering
berair dan perih. Berair merupakan salah satu tanda perangsanga pada saraf nyeri
di mata. Ada kemungkinan terjadi peradangan pada mata kiri yang merupakan
bekas operasi karena kelopak mata kiri tidak dapat menutup dengan sempurna
akibat massa bola mata yang tidak ada laki setelah eviserasi sehingga
memudahkan masuknya partikel debu, angin,dll dan mengiritasi mata. Hal ini
diperberat dengan mata kiri yang nampak kering karena tidak tertutup rapat. Nyeri
dan berair pada mata kanan bisa merupakan gejala simpatika oftamia pada mata
kanan namun belum cukup ditemukan bukti untuk diagnosis simpatika oftamia
pada mata kanan di kasus ini.
23 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Gambar. Mata kiri pasien dengan pemeriksaan slit lamp masih tampak jahitan post
eviserasi
Pengobatan yang diberikan pada pasien saat ini bersifat suportif. Pasien
disarankan untuk menjalani operasi pergantian bola mata (pro prostetic) agar mata
kiri tidak terlalu mencengkung kedalam sehingga pasien mengalami lagoftalmus
akibat palpebra superior dan inferior tidak dapat menutup sempurna. Prostetik
atau bola mata buatan pada kasus ini akan lebih mudah dilakukan karena
sebelumnya pasien menjalani eviserasi sehingga bola mata palsu hanya perlu di
masukkan ke dalam sklera saja. Terapi penggantian bola mata ini bertujuan untuk
memberikan kenyamanan pada pasien karena pasien post eviserasi biasanya cukup
mengalami trauma psikologis karna penampilan fisiknya yang tampak berbeda
dengan orang lainnya. Keluhan nyeri pada pasien diterapi dengan pemberian
Natrium diklofenak. Pasien mengataka nyeri menghilang dengan minum obat
sehingga obat anti nyeri oral dapat diberikan. Pada kasus lain dengan nyeri hebat
yang sangat mengganggu dapat diberikan injeksi alkohol retrobulbar dengan
tujuan untuk menghilangkan nyeri karena alkohol akan mengkoagulasi protein
pada serat saraf sensoris di mata. Nyeri akan menghilang selama beberapa bulan
namun setelah itu akan kembali lagiError: Reference source not found.
24 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
Gambar. Terapi pergantian bola mata.
DAFTAR PUSTAKA
25 | L a p o r a n K a s u s P ti s i s B u l b i
1
. Sagita R. Trauma Tumpul Okuli dengan Ptisis Bulbi. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Sumatera. 2006;Hal:14-6.
2
. Tan L, Isa H, et al. Prevalence and Cause of Phtisis Bulbi In Uveitis Clinic. Acta
Opthalmologica Journal. London. 2012;Hal:1.
3
. Turalba A. Blindness and Painfull Eye of Phtisis Bulbi. Digital Journal Online. Diakses
tanggal 13 Mei 2014 di http://www.djo.harvard.edu/print.php?
url=/physicians/kr/944&print=1.
4
. Sari T, Julia D, et al. Ptisis Bulbi [Case Report]. 2012;Hal:1-4
5
. Brajesh P, Nivedita M, et al. Rehabilitation of Phitis Bulbi: A Case Report. Opthalmology
session dalam Journal of Clinical and Diagnosis Research. Vol.5. 2012;Hal:1679-80.
6
. Schlote T, Rohrbach J, et al. Pocket Atlas Of Opthalmology. Stuttgart. Jerman. 2006;Hal 1-
7.
7
. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2011;Hal 1-13.
8
. Lubis R.R. Aqueos Humor. Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009;Hal 3-5.
9
. Kashyap S, Meel R, et al. Phtisis Bulbi in Retinoblastoma [original article]. Clinical and
Experimental Opthalmology Journal. 2011;Hal:106.
10
. Munroe G, Miller P, et al. Eyeball: Phtisis Bulbi [online article]. Diakses tanggal 13 Mei
2014 dari http://www.vetstream.com/equis/Content/Disease/dis00993
11
. Friedman N, Kaiser P. Phtisis Bulbi dalam Essential of Opthalmology. Saunders Elsevier.
2007;Hal:124.
12
. Sehu K, Lee W,et al. Opthalmic Pathology An Ilustrated Guide for Clinicians. Blackwell
Publishing. United Kingdom. 2005;Hal 209.
13
. Watson P.G, Pandova L.J. Prolonged Ocular Hypotension: Would Ciliary Tissue
Transplantation Help. Cambridge Opthalmology Symposium Journal. Mc Millan Publisher.
United Kingdom. 2009;Hal:1-2.
14
. Coleman DJ. Evaluation of Ciliary Body Detachment in Hypotony. Retina. 1995; 15: 312–
18.
15
. Soares I, Franca V. Eviseration and Enucleation. Seminars in Opthalmology. Informa
Healthcare Journal. United Kingdom. 2010;Hal 1-3.
16
. Iroth R.A.M. Oftalmia Simpatika [online artikel]. 2005;Hal:1.
17
. Skorin L. Treatment for Blind and Seeing Painful Eyes. Clinical Journal. 2004;Hal:1-2.