Cristomi Thenager
(102011449) / C2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
Telp: (021) 569 42061
Email: cristomythenager@yahoo.com
Kasus
I. PENDAHULUAN
Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan
pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit
vaskuler retina, setelah retinopati diabetik.1 Oklusi vena retina telah diteliti secara luas sejak
tahun 1855, akan tetapi patogenesis dan manajemen dari gangguan ini masih menjadi sebuah
teka-teki.2
Oklusi vena retina sentral atau Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) merupakan
penyakit pembuluh darah retina yang sering dijumpai . Secara klinis, CRVO ditandai dengan
kehilangan visus yang bervariasi; pada daerah fundus dapat terlihat pendarahan pada retina,
berdilatasinya vena retina yang berliku-liku, cotton-wool spots, edema makula, and edema
pada diskus optikus.3
Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia 40 tahun
ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia. Pada sebuah
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena retina cabang mencapai
0,6% sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral hanya 0,1%. Oklusi pada vena
retina cabang 4 kali lebih sering terjadi daripada oklusi vena retina sentral. Sementara itu
oklusi vena retina bilateral juga sering terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan oklusi pada
satu mata, oklusi dapat berkembang di mata lainnya seiring dengan berjalannya waktu.
Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba.
Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali berfungsi, edema
makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan prognosis yang
buruk pada pasien. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi
komplikasi edema makula dan glaukoma ini.4
Oleh karena pentingnya oklusi vena retina ini, maka pada makalah ini akan dibahas
mengenai oklusi vena retina, mulai dari definisi hingga prognosisnya
II. PEMBAHASAN
Anatomi Retina 4,5
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.
Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di
tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm,
yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh
darah retina temporal.
Pemeriksaan fisik
1. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.2
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.2
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.2
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 2
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.2
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya). 2
KASUS:
2. Melakukan Penilaian Gizi
Pada pengukuran BMI ( Body Mass Indeks) didapatkan pasien tersebut dalam kisaran
normal (gizi baik). Perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus BMI yaitu 4 : BMI =
(BB) / (TB) x (TB)
Arti BMI bagi orang dewasa4 :
Kurang dari 18.5 dibawah normal
18.5 - 24.9 berat badan normal
25 to 29.9 kelebihan berat badan
30 to 34.9 Obesitas 1
35 to 39.9 Obesitas 2
lebih dari 40 Obesitas 3
Suhu
Oral Aksila Rektal
Suhu rata-rata 37oC 36,4oC 37,6oC
Rentang suhu 36,5oC - 37,5oC 36oC - 37oC 37oC - 38,1oC
Denyut nadi
Usia Nadi (denyut/menit)
Normal 60 - 100
Brakikardi < 60
Takikardi > 100
Frekuensi nafas
Usia Pernapasan (kali/menit)
Normal 16-20
Bradipneu < 10
Takipneu > 24
KASUS: Tanda-Tanda Vital dalam batal normal
Pemeriksaan penunjang
Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman penglihatan,
refleks pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan pemeriksaan
funduskopi.
Ketajaman visus merupakan salah satu indikator penting pada prognosis penglihatan akhir
sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman penglihatan terkoreksi yang
terbaik.
Refleks pupil bisa normal dan mungkin ada dengan refleks pupil aferen relative. Jika iris
memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi.
Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan siliar terdapat pada fase lanjut
Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan retina, dan
perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena yang tidak sempurna.
Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran retina. Perdarahan bisa superfisial,
dot dan blot, dan atau dalam.
Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya terkonsentrasi di
sekitar kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang dalam 2-4 bulan.
Neovascularization disc (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bisa
mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE : Neovascularization of elsewhere)
Perdarahan preretinal/vitreus
Edema makula dengan tanpa eksudat.
Cystoid macular edema
Lamellar or full –thickness macular hole
Optic atrophy
Perubahan pigmen pada makula
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk diagnosis CRVO.
Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada identifikasi masalah sistemik
vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap
pasien, termasuk di antaranya: hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi
glukosa, profil lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.
Gambar 4. Oklusi vena sentral retina.
Diagnosis
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani
suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk
menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis
penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis
penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).7
Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan
memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.
Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis.
I. Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang
dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda
klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami
pasien, pasien bisa dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:
Oklusi vena retina cabang
Sindrom iskemik ocular
Epidemiologi
CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia, terutama mereka
yang mengidap hipertensi dan glaukoma.
Insiden CRVO meningkat pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal kronik, dan sindrom
hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia Wildenstrőm). Merokok juga
merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung
iskemik, termasuk infark miokardium. Tipe Non-iskemik CRVO, adalah tipe yang paling
banyak ditemukan, yaitu sekitar 75 % dari semua kasus CRVO.
Etiologi
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:
1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses
arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau
endoflebitis.
3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada
kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri retina yang berhubungan.
4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalita koagulasi);
5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi);
6. Peningkatan tekanan intraokular.
Patofisiologi
Faktor patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak faktor
lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina sentral.
Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus
optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit
tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi,
anatomi yang seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina
sentral dengan berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada
dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.
Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi
kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan
terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus.
Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi
hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.
Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan
patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan
pada darah.
Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina dan
menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan resistensi ini
menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi
peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial vascular (VEGF=vascular
endothelial growth factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi
neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran
kapiler yang mengakibatkan edema makula.
Manifestasi Klinik
Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya mendadak.
Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat memburuk sampai
hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan hanya mengenai satu mata.
Penatalaksanaan
a. Evaluasi and Manajemen
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi,
diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil tes negatif pada
faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif
pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan kemungkinan trombofilia, khususnya pada
pasien-pasien dengan CRVO bilateral, riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat
trombosis pada keluarga.
Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan mengobatinya,
antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid diberi
bila penyumbatan disebabkan flebitis.
Pasien CRVO harus diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan penglihatan
karena pada beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari noniskemik ke
iskemik.
c. Iris Neovascularization
Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko paling penting pada iris
neovaskularisasi adalah ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain yang
berhubungan dengan perkembangan neovaskularisasi iris termasuk di antaranya
nonperfusi kapiler retina yang luas dan darah intraretinal. Bila terjadi neovaskularisasi
iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi
juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal
Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer, berkemungkinan meninggalkan
hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik dan lapangan pandang yang
menyempit.
Komplikasi
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina terutama
pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina
sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat memasuki badan kaca
menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya
pembuluh darah baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis).
Rubeosis iridis dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi
dalam waktu 1-3 bulan.
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma hemoragik atau neovaskular.
Prognosis
Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering pada
oklusi vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda dapat
lebih baik, dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan
Pada tipe iskemik prognosisnya sangatlah buruk akibat iskemik makular. Rubeosis iridis
terjadi hampir 50% pada mata, biasanya antara 2 samapai 4 bulan (10-day Glaukoma 100
hari), dan terdapat risiko tinggi terjadinya neovascular glaucoma. terbentuknya opticociliary
shunts (vena kolateral retinochoroidal) bisa melindungi mata dari neovascularisasi pada
anterior segmen dan bisa mengurangi dramatis pada risikonya.
III. PENUTUP
Kesimpulan :
Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) merupakan suatu keadaan di mana terjadi
penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan gangguan perdarahan di
dalam bola mata. CRVO diklasifikasikan atas dua jenis yaitu: noniskemik dan iskemik.
CRVO noniskemik dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen
ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. CRVO iskemik biasanya dihubungkan
dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen, dan skotoma sentral. Untuk mendiagnosis
pasien dengan CRVO ditemukan gejala kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya
mendadak dan pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman
penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata, dan
pemriksaan funduskopi.
Terapi CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi, diabetes
mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Untuk farmakoterapi dapat diberikan
kortikosteroid dan antikoagualan sistemik, serta triamcinolone acetonide intravitreal, namun
efikasi dan risiko dari modalitas terapi ini masih belum terapi. Terapi pembedahan dapat
berupa dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasi vena retina
serta pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko dari pengobatan
juga belum terbukti. Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi
laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF
intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma
perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan
baik dan lapangan pandang yang menyempit.
DAFTAR PUSTAKA