Anda di halaman 1dari 61

1

MODEL PERENCANAAN
KAWASAN AGROFORESTRY BAMBU

Bahan kajian MK. Perencanaan Lingkungan dan Wilayah


PM PSLP PPSUB oktober 2010
diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS

1. PENDAHULUAN
Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan
menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat
meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri perkayuan
nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat potensi hutan
kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan kapasitas besar,
maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi agenda prioritas
penyelamat aset kehutanan nasional.

Sebetulnya perhatian pemerintah terhadap tanaman bambu muncul setelah kebakaran


hutan besar tahun 1997 di Kalimantan yang meluluh lantakkan lebih dari 1 juta ha.

Di masa yang akan datang tanaman bambu dapat mendukung selain sebagai bahan
baku sarana tradisional (bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian dll.) dapat
pula mendukung kapasitas dan kualitas hutan alam/hutan tanaman yang selama ini
menjadi sumber bahan baku industri perkayuan nasional. Bentuk dukungan tersebut
melalui substitusi produk atau keseragaman sumber bahan baku industri, mengingat
potensi kayu semakin langka, memerlukan waktu yang relatif panjang rehabilitasinya,
sedangkan bambu pada umur 4-5 tahun sudah memenuhi persyaratan yang layak.

Besarnya kebutuhan bahan baku bambu tidak mampu lagi dipenuhi oleh hutan alam
bambu dan bambu rakyat, karena itu untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri
bambu diperlukan pengembangan hutan tanaman bambu yang dikelola secara
profesional.

Dalam pada itu gejala yang dihadapi adalah masalah bibit yang secara tradisional
memerlukan waktu yang cukup lama dan berkaitan dengan jenis bambu yang
diinginkan. Dalam hal ini jalan pintas yang terbaik sejak dini didirikan Laboratorium
Kultur Jaringan Bambu yang dapat memenuhi penyediaan bibit bambu yang memiliki
persyaratan yang diperlukan jenis, kualitas, kuantitas dan waktu.

Sasaran lahan kritis yang perlu direhabilitasi dengan bambu adalah sebagian
lahan kritis masyarakat yang disatupadukan dengan GERHAN dan GRLK yang
berlokasi di pedesaan. Pemasyarakatan bambu kepada petani di pedesaan tersebut
dinilai tidak terlalu penting karena sifat komoditi bambu sudah merupakan bagian dari
kehidupannya, bahkan dalam forum internasional dikatakan "Bamboo is timber of the
poor" (bambu adalah kayu kaum duafa) sehingga bambu merupakan produk hasil
hutan yang murah.

Pada Kongres Bambu Internasional bulan Juli 1995 di Denpasar Bali, istilah itu
dihapus karena masyarakat modern kota pun menghargai bambu dan bambu dapat
menjadi bahan baku industri maju seperti untuk kertas, papan lapis, papan serat atau
bahan konstruksi bangunan.
2

Tingkat keterlibatan masyarakat akan semakin tinggi bila rumpun bambu tumbuh di
lahan milik masyarakat dengan sistem keterpaduan antara tanaman pertanian dan
tanaman bambu (sistem tumpangsari/sisipan atau tanaman lorong).

Keterlibatan masyarakat dalam skema ekonomi menjadi persyaratan pokok dan dapat
dikembangkan melalui perpaduan antara usaha tani perkebunan inti rakyat (PIR), pola
hutan tanaman industri (PHTI) dan pola pemberian kredit, di mana di dalamnya
terlibat masyarakat, pemerintah dan penjamin pemasaran produk.

Selain produk batang bambu, hutan tanaman bambu juga menghasilkan produk
rebung. Selama satu tahun penanaman dapat dihasilkan 10-20 tunas tiap rumpun,
sehingga apabila dalam 1 ha terdapat = 30 rumpun, maka dapat dihasilkan sekira
6.000 rebung yang dapat menghasilkan sedikitnya Rp 15 juta, yang merupakan hasil
tambahan masyarakat penggarap.

Bambu- Dari hasil listing Sensus Pertanian 2003 menunjukkan bahwa di


Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang mengusai tanaman bambu
dengan populasi yang dikuasai mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata
penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta
rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52 persen diantaranya
adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang.

Bambu- Apabila diamati lebih lanjut, seperti halnya tanaman akasia, tanaman
bambu lebih banyak di tanam di Jawa yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar
76,83 % dari total populasi bambu Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta
rumpun (23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di
tiga propinsi berturut-turut adalah di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %),
dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di Luar Jawa di propinsi Sulawesi Selatan
(3,69 %). Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang mengusai tanaman bambu
di Jawa jauh lebih besar dibanding di Luar Jawa yaitu mencapai 75,69 persen dari
total Indonesia, tetapi rata-rata pengusaan tanaman per rumah tangga baik di Jawa
maupun di Luar Jawa tidak ada perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (di Jawa)
dan 7,65 rumpun (di Luar Jawa). Sedangkan untuk kondisi tanaman bambu, di Jawa
persentase tanaman bambu yang siap tebang terhadap total jumlah rumpun seluruhnya
mencapai sekitar 72,62 persen sedangkan di Luar Jawa persentasenya sedikit lebih
besar mencapai 76,50 persen.

Bambu- Rumah tangga pertanian tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2003
tercatat sebanyak 521,52 ribu dengan populasi rumpun yang diusahakan sebanyak
22,84 juta. Dari 521,52 ribu rumah tangga pertanian bambu, sekitar 74,62 persen
(389,17 ribu) rumah tangga berdomisili di Jawa, sedangkan sisanya sekitar 132,35
ribu di Luar Jawa. Populasi bambu yang diusahakan mencapai 22,84 juta rumpun,
sekitar 71,67 persen atau 16,37 juta rumpun diantaranya merupakan tanaman yang
siap tebang. Di Jawa populasi bambu yang diusahakan mencapai 17,97 juta rumpun
dengan kondisi tanaman yang siap tebang sebanyak 12,62 juta rumpun, sementara di
Luar Jawa populasi bambu yang diusahakan hanya sekitar 4,86 juta dimana sekitar
3,75 juta rumpun diantaranya tanaman yang siap tebang.

BUDI DAYA BAMBU UNTUK MENCEGAH LONGSOR


3

Bulan Januari 2006, ditandai dengan bencana tanah longsor dan banjir. Badai (siklon)
tropis yang terjadi di Australia Utara, telah mengakibatkan adanya curah hujan yang
sangat tinggi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Curah hujan yang sangat tinggi
inilah sebenarnya penyebab utama datangnya bencana banjir dan tanah longsor.
Namun bencana demikian, sebenarnya bisa dicegah. Seandainya hutan di Indonesia,
khususnya di pulau Jawa tidak diobabat habis, maka bencana banjir dan longsor itu
pasti bisa diminimalkan.
Selama 20 tahun terakhir, penghijauan lahan gundul memang banyak dilakukan secara
swadaya oleh masyarakat. Tanaman penghijauan favorit yang paling banyak
dibudidayakan masyarakat adalah albisia, sengon alias jeungjing (Albizia falcataria).
Minat masyarakat untuk membudidayakan albisia semakin tinggi, setelah beberapa
pabrik pengolahan kayu modern berdiri. Pabrik ini akan mengolah kayu albisia hingga
siap untuk diekspor ke Jepang. Di satu pihak, albisia memang telah berhasil
menghijaukan lahan rakyat yang selama ini gundul. Namun di lain pihak, justru
tanaman inilah yang menjadi salah satu penyebab bencana longsor.
Albisia merupakan tanaman kayu yang pertumbuhannya sangat cepat. Hingga umur di
bawah 10 tahun, pasti sudah ditebang habis. Karena tidak pernah menjadi tua, maka
akar tunggang albisia belum sempat untuk menembus lapisan tanah yang lebih keras.
Tanah di bawah tegakan albisia, terutama tanah liat, akan menjadi jenuh air apabila
curah hujan cukup tinggi. Beban batang dan tajuk tanaman di atas permukaan tanah,
juga ikut mendorong terjadiya longsor. Terlebih kalau tingkat kecuraman lahan yang
ditanamai albisia itu di atas 30°. Dari foto-foto dan tayangan tivi, tampak jelas bahwa
bagian tanah yang lungsor itu banyak ditumbuhi albisia.
***
Sebenarnya masyarakat akan lebih diuntungkan, kalau lahan kritis itu ditanami
bambu. Bukan albisia. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari tanaman bambu
ada dua. Pertama, secara finansial hasil dari 1 hektar lahan yang ditanami bambu,
lebih besar dibanding dengan lahan yang ditanami albisia. Sebab bambu sudah mulai
bis dipanen pada tahun III, dan selanjutnya akan bisa dipanen terus tanpa perlu
penanaman ulang. Hasil dari tanaman bambu bukan hanya berupa kayu (batang
bambu), melainkan juga rebung. Asalkan, bambu yang dibudidayakan dari jenis yang
rebungnya enak. Indonesia tercatat memiliki 142 jenis bambu yang sebagian besar
rebungnya enak dimakan.
Keuntungan kedua dari budidaya bambu di lahan kritis adalah, lahan tersebut menjadi
aman dari bencana tanah longsor. Sebab bambu akan membentuk rumpun, bukan
merupakan tanaman tunggal seperti halnya albisia. Akar bambu juga merupakan akar
serabut yang tumbuh sangat rapat. Akar bambu yang mati karena tanamannya telah
ditebang, akan tetap membentuk serabut, hingga tanah itu menjadi sangat gembur dan
menyerap air dengan sangar cepat. Dalam kondisi curah hujan sangat tinggi, tanah di
sekitar rumpun bambu tidak akan jenuh air. Sebab air dari curah hujan yang sangat
tinggi itu akan diresapkan dalam jangka waktu sangat cepat.

Dengan sifat perakaran demikian, bambu bisa sengaja dibudidayakan sebagai sabuk
gunung (atau bukit), untuk mencegah longsor. Tanaman bambu yang dibudidayakan
melingkari sebuah bukit, akan bisa dengan aman menahan gerakan tanah. Sifat
menahan longsor ini akan lebih kuat kalau penanamannya dilakukan dalam tiga lapis
atau lebih, kemudian ditanam pula deretan memenjang dari atas ke bawah. Hingga dari
atas, bentuk deretan rumpun bambu itu akan tampak seperti anyaman tali, yang
melingkari pinggang bukit. Jarak ke atas maupun menyamping antar deretan rumpun
4

bambu ini bisa dibuat 30 sd. 60 m. hingga bagian tengahnya tetap bisa ditumbuhi
tanaman semusim.
Dengan pola penanaman demikian, masyarakat akan sangat diuntungkan. Sebab bukit
dengan tingkat kecuraman sampai lebih dari 45° pun akan tetap aman dari longsor.
Warga masyarakat yang tinggal di bawah bukit tersebut tidak perlu khawatir tertimbun
longsoran, meski hujan turun dengan intensitas sangat tinggi. Praktek menanami tebing
terjal dengan bambu, selalu diterapkan oleh nenek-moyang kita. Kalau kita perhatikan
tebing-tebing terjal (jurang) di pinggir kali, selalu ditumbuhi bambu. Sebab dengan
adanya rumpun bambu yang saling bergandengan akarnya, maka tanah di bawahnya
akan diikat dengan sangat erat.
***
Selama ini, faktor benih memang telah menjadi kendala utama budidaya bambu. Di
Indonesia, bambu selalu ditanam dengan benih bonggol (batang dalam tanah) berikut
satu meter batang dan ranting. Membongkar rumpun bambu untuk memperoleh
bonggolnya cukup berat. Hasil benih yang didapat juga terbatas. Dari satu rumpun
bambu dengan 10 batang, kalau dibongkar semua hanya akan menghasilkan 10 benih.
Itu pun harus dengan mengorbankan rumpun yang produktif. Mengangkut 10 bonggol
bambu juga makan tempat dengan bobot yang cukup besar. Hingga seluruh pekerjaan
mulai dari membongkar, mengangkut dan menanam benih bonggol itu akan menjadi
cukup berat.
Sebanarnya, bambu juga bisa dikembangbiakkan dengan biji serta kultur jaringan.
Namun upaya menumbuhkan bunga dan biji bambu juga tidak mudah. Demikian pula
dengan kultur jaringan. Selain itu, dua cara ini biayanya tinggi dan perlu waktu lama.
Untuk mengecambahkan biji sampai dengan siap tanam, diperlukan waktu paling cepat
2 tahun. Kultur jaringan, makan waktu lebih lama lagi. Untuk mengatasi hal ini para
petani Thailand biasa menggunakan benih "cangkokan" dari cabang (ranting). Cara
yang mereka lakukan, mirip dengan petani Sleman, DIY, ketika mencangkok salak
pondoh.
Selain mudah dan murah, teknik perbanyakan dengan memanfaatkan ranting ini, juga
mampu mempercepat pengadaan benih secara massal. Sebab dari satu batang bambu
bisa dihasilkan sekitar 10 benih, tanpa mengorbankan batang bambu tersebut dan
produktifitas rumpun. Mengambil dan mengangkut benih ranting juga tidak makan
tempat dan ringan. Tidak seperti pengambilan dan pengangkutan benih bonggol. Bahan
yang digunakan petani Thailand untuk "mencangkok" bambu adalah kantung plastik
bening 0,5 kg. atau 1 kg, dengan media gabus sabut kelapa (cocodush). Gabus sabut
direndam air, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik.
Setelah dipadatkan dan ujungnya diikat, kantung berisi media tersebut disayat
sebagian. Pangkal cabang yang akan "dicangkok" dimasukkan ke bagian yang tersayat
ini lalu diikat erat-erat. Dalam waktu kurang dari satu bulan akar sudah tumbuh.
Cabang baru bisa diambil setelah akar yang kelihatan pada bungkus plastik itu
berwarna cokelat. Ujung cabang harus dipotong hingga tersisa 1,5 m sebelum disemai
di polybag. Media semai paling ideal berupa tanah bercampur humus bambu. Tanah
ini bisa diambil dari bawah tegakan rumpun bambu. Setelah benih dalam polybag
tersebut menumbuhkan tunas dan anakan berupa rebung kecil), benih bisa ditanam di
lapangan.
***
Dalam rubrik ini beberapa tahun silam, pernah ditulis peluang budidaya bambu,
khusus untuk menghasilkan rebung. Jenis yang ditanam adalah bambu yang rebungnya
enak seperti bambu ater (Gigantochloa atter), bambu betung (Dendrocalamus asper),
bambu duri (Bambusa blumeana) dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolacea).
5

Dalam satu rumpun, secara konstan dipelihara hanya 5 batang bambu. Kalau satu
batang ditebang, satu rebung harus dipelihara, agar menjadi individu tanman baru.
Selebihnya rebung dipanen. Tiap 36 hari, satu rumpun akan menghasilkan satu rebung.
Dengan jarak tanam 4 X 6 m, populasi per hektar mencapai 400 rumpun. Dari tiap
hektar kebun bambu ini, tiap harinya dapat dipanen 10 rebung.
Tiap tahunnya, dari tiap hektar lahan dapat dipanen 4.000 rebung dan 800 batang
bambu (satu rumpun ditebang 2 disisakan 3 batang). Setelah dibersihkan dan bagian
pangkalnya dibuang, bobot satu rebung hanya sekitar 1 sd. 1,5 kg. Hingga hasil per
hektar per tahun sekitar 20 sd. 30 ton rebung yang sudah terkupas dan dibuang bagian
pangkalnya yang berkayu. Dengan harga sekitar Rp 2.000,- per kg. maka dari satu
hektar lahan itu akan dapat diperoleh pendapatan kotor dari rebung Rp 40.000.000,-
sd. Rp 60.000.000,- dalam setahun. Sebagian besar dari pendapatan tersebut akan
digunakan untuk biaya penyusutan, tenaga kerja (pengambilan rebung dan
pengupasan). Pendapatan bersih bisa separo dari pendapatan kotor tersebut.
Dengan adanya dua keuntungan tersebut, yakni keuntungan finansial dan keuntungan
ideal, maka budidaya bambu untuk mencegah longsor menjadi sangat strategis. Sudah
saatnya pemerintah melalui BUMNnya, baik Perum Perhutani maupun PT Perkebunan
Nusantara (PTPN), mempelopori hal ini. Sebab lahan dengan tingkat kecuraman tinggi
di Jawa, umumnya dikuasai oleh Perum Perhutani dan PTPN. Setelah melihat contoh,
biasanya masyarakat akan dengan mudah mengukuti contoh tersebut. Bencana longsor
dan banjir pada awal tahun 2006 ini sudah sangat meluas dan memprohatinkan. Sudah
saatnya kita semua kembali membudidayakan bambu, memanfaatkan rebung dan
batangnya, serta memperoleh perlindungan dari bencana longsor.
6

2. TANAMAN BAMBU

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang


berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga memberikan
manfaat pada manusia. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini
bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat . Karena
memiliki sistem rhizoma-dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang
60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia
ditanam.

2.1. Ekologi Bambu

Sebaran jenis bambu. Di dunia terdapat lebih dari 1.250 jenis bambu yang
berasal dari 75 marga. Dari jumlah tersebut di Indonesia terdapat 39 jenis bambu yang
berasal dari 8 marga. Bambu tumbuh di daerah tropis, sub tropis dan beriklim sedang
kecuali di Eropa dan Asia Barat, dari dataran rendah sampai pada ketinggian 4.000 m
dpl. Tempat tumbuhnya pada tanah aluvial dengan tekstur tanah berpasir sampai
berlampung, berdrainase baik, beriklim A/B (tipe FS) dengan ketinggian optimal 0-500
m dpl.

Ada lima factor ekologis yang sangat berpenagartuh terhadap kehidupan


tanaman bamboo, yaitu: IKLIM, RADIASI MATAHARI, TANAH, ANGIN , DAN
RUANG.

IKLIM - The very first concern for a bamboo grower is the local climate. Our
hardiness chart is a great resource to determine which species will thrive in your area.
Bamboos tend to favor tropical and warm temperate climates, although it is possible to
grow bamboo in adverse conditions, such as deserts and cold mountain regions.
RADIASI MATAHARI – Most bamboos will flourish in full sunlight. This is
especially true for giant bamboo. Some tropical species, however, may require some
shade during the hottest parts of the day. Surprisingly, shade is the most important
during the winter months. When frost is combined with direct sunlight it accelerates the
depletion of water from the plant. If frost is common in the winter, we advise that you
choose an area that receives at least partial shade at some part of the day.
TANAH – Bamboo is not particularly selective when it comes to soil, but
there are a few basic guidelines to follow. Nearly all bamboos will do well in either
loam or marly soil. Loam is a type of soil composted of sand, silt, and clay, with the
concentration being 40%, 40%, and 20%, respectively. Loam generally has a high
amount of nutrients and provides a greater amount of drainage than silty soils. In
general, bamboos prefer a slightly acidic to moderately acidic soil. Rocky and/or soggy
soils should be avoided. Heavy and impermeable soils are also undesirable due to their
tendency to slow the growth of bamboos and can also lead to water pondage and
rhizome rotting. This tends to be a problem on a flat landscape and can be avoided by
installing a drainage system before planting. If you already have a garden growing in
your area, there should be little soil preparation needed to get a bamboo plant
established.
7

Rebung, anakan bambu, di sela-sela mulsa daun bambu.

It is a desirable to create a layer of mulch around the bamboo to protect its


roots and rhizomes, which are especially vulnerable during the early stages of growth.
Mulch is used as a protective layer to shield the base of the plant from the effects of a
harsh environment. In areas with heavy storms, wind, or heat, using a layer of mulch is
a highly recommended practice. For bamboo growing, organic mulch is the ideal
choice. You can create your own blend of mulch by mixing together 1 part dried leaves
and 1 part organic compost. This will give the plant sufficient protection, while also
feeding the bamboo nutrients.

ANGIN – Bamboos have a fairly shallow root system. Conversely, they grow
tall and fast. This makes bamboo susceptible to wind damage. Not only does wind
have the potential to uproot a bamboo plant, but it can also lead to dehydration.
Bamboos require a high amount of water and constant winds will dry them out.
Gardens with surrounding hedges or trees are excellent for wind protection. It is also
possible to create a makeshift wind barrier.
8

Pagar bamboo hidup untuk pelindung keamanan dan kenyamanan\

TATA RUANG – Spacing multiple bamboo plants in extremely important,


especially when building a hedge or privacy screen. The general rule of thumb on a
hedge is to space the bamboo 3-5 feet from each other. This will create a fairly dense
privacy screen. If money or availability is a concern, you can space the plants farther
apart, but expect to wait up to a couple years for the hedge to fill out completely.
9

Bambusa vulgaris (sumber: http://toptropicals.com/)


Bambusa vulgaris, a stylish oriental plant, is the bamboo to thrive indoors.
With an excellent life expectancy it can be relied upon to create a long and
lasting impression. There are 3 varieties sold under Bambusa vulgaris:
Bambusa vulgaris (yellow stems), Bambusa ventricosa (green, bumpy
stems), and Bambusa siamensis (smooth green stems). It is advisable to
plant them in a large pot because they can die if the root ball is allowed to
dry out. Can torerate a small amount of light. B. melangensis - one of the
most fast and tall growing varieties. Most of bamboo are hardy to frost, and
some are hardy to as low as 16-18F.

Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C.Wendl.


10

(SUMBER: http://database.prota.org/dbtw-wpd/exec/)
Properties
For both green-stem and yellow-stem cultivars the density of the stem wall is about 0.63
g/cm³ at 12% moisture content. Shrinkage from green to 11.3% moisture content is 9.7–
14.0% radial and 6.0–11.9% tangential. For green-stem cultivars at 17% moisture content,
the modulus of rupture is 84 N/mm², compression parallel to grain 25 N/mm² and shear 7
N/mm². For yellow-stem cultivars at 16% moisture contents the modulus of rupture is 86
N/mm², compression parallel to grain 32 N/mm² and shear 4 N/mm².

Description
Bamboo with a short, thick rhizome and not closely tufted stems; stem (culm) erect, sinuous
or slightly zig-zag, up to 20 m tall, up to 12 cm in diameter, hollow, wall (3–)7–16(–20) mm
thick, glossy green, yellow, or yellow with green stripes, internodes 20–45 cm long, with
appressed dark hairs and white waxy when young, becoming glabrous, smooth and shiny
with age, nodes oblique, slightly swollen, basal ones covered with aerial roots; young shoots
dark brown to yellow-green.

Growth and development


Bambusa vulgaris clumps expand rapidly during the first 5–6 years (from 0.5 m diameter in
the first year to 4.5 m in the 6 th year) and slower thereafter (to 7 m diameter after 10 years).
Young shoots grow rapidly. In 2 weeks they can develop into stems 3–4 m tall, reaching 20 m
in length in 3 months. Stems reach maximum diameters after 9 years. The number of young
shoots per clump that develop into full-grown stems increases on average from 1.6 in the
first year to a maximum of 5.3 in the 4 th year and decreases to 2.5–3.5 from the 9 th year
onward. On average, a mature clump produces 3–4 new stems per year and bears 30–90
stems. In the Niari valley in Congo (average annual temperature 25.5°C, average annual
rainfall around 1000 mm), 4.5-year-old Bambusa vulgaris planted at a spacing of 6 m × 6 m,
11

with surviving density of 226 plants/ha, on average had 31 stems per clump and 7000 stems
per ha. Flowering is uncommon in Bambusa vulgaris. When a stem flowers, it produces a
large number of flowers, but no fruits. Low pollen viability due to irregular meiosis seems to
be one of the reasons for the absence of fruiting. Eventually the stem dies, but the clump
usually survives.
Ecology
Bambusa vulgaris grows best at lower altitudes; above 1000 m altitude stems become
smaller in length and diameter. It thrives under a wide range of moisture and soil conditions,
growing in almost permanently humid conditions along rivers and lakes, but also in areas
with a severe dry season, where the plants may become completely defoliated. It is frost
hardy down to –3°C.

Yield
Yields recorded for tropical Africa are 10 t dry weight per ha per year for Côte d’Ivoire and
15 t for Congo. In trials in Congo, yields were higher for Bambusa vulgaris than for
Oxytenanthera abyssinica (A.Rich.) Munro. For the Philippines the annual yield per ha is
estimated at 2250 stems or 20 t dry weight. The dry weight ratio for stem, branches and
leaves is about 70%, 22% and 8% respectively. The ratio of paperpulp/stem production is
about 1:3.

Bambusa multiplex 'Alphonse Karr'


Common Name: Alphonse Karr Maximum Height: 30 feet
Container Height: 12 to 20 feet
Diameter: 1.5 inches
Hardiness: 15° F
12

The culms on this bamboo are golden with random green stripes of
variable width. The golden color of the culms takes on a magenta cast
when exposed to bright sunlight, as visible on the large culm in this
picture. This bamboo makes a wonderful container plant. It, like other
forms of Bambusa multiplex, are among the best bamboos for a well lit
area indoors. Bambusas generally grow a very tight cluster of canes, and
'Alphonse Karr' is no exception, making it an excellent choice for a privacy
screen where a clumping bamboo is desired. Tolerance of full sun makes it
versatile, though the canes will show significant die back in the winter if
exposed to temperature colder than 20 F.

Bambusa Blumeana
(sumber: http://www.agnet.org/library/pt/2005002/)
Efforts have been done to rehabilitate, regenerate, revegetate, and reforest
mined-out and mine tailings-covered areas to bring back their productivity.
Planting fast-growing, drought- and fire-resistant species with multiple
uses, and species that can adapt to harsh conditions has been one of the
remedial measures developed. One of these rehabilitation plants is the
versatile bamboo, which can grow almost anywhere, be it upland or
lowland, provided proper establishment and management techniques are
observed.
A study by the Department of Environment and Natural Resources and a
mining company in Benguet Province identified the following bamboo
species as suitable for mine tailings-covered areas: giant bamboo
(Dendrocalamus asper), "kauyan tinik" (Bambusa blumeana), and "bayog"
(Bambusa blumeana var. luzoniensis).
The species were planted at a spacing of 7 m x 7 m. B. blumeana and B.
blumeana var. luzoniensis, were raised from two-node cuttings while D.
asper was propagated from branch cuttings with two to three nodes.
The drought-resistant species B. blumeana and B. blumeana var.
luzoniensis had survival rates of 99% and 97% survival rates, respectively,
and they could tolerate water logging up to 63 days.
13

Over three years, the mean height and diameter growth of B. blumeana was
4.57 m and 4.86 cm, respectively, while those of B. blumeana var.
luzoniensis were 4.3 m and 4.41 cm, respectively. On average, culms
produced by B. blumeana, B. blumeana var. luzoniensis, and D. asper were
52, 51, and 26.
Rehabilitating mined-out areas using bamboo does not only improve the
environment but also provides additional income. However, the bamboo
shoots emerging from bamboos planted in the mined-out areas are not yet
recommended for consumption. Further studies have to be done on their
heavy metal content.

Bambusa balcooa
14

Bambusa oldhamii (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Bambusa oldhamii - 'Giant Timber Bamboo'


A non-invasive subtropical clumping timber bamboo with straight, erect
culms and large leaves. Suitable for use as a hedge. New shoots
grow during summer and fall in the Houston area. Culms and branches are
green. Culms grow to 4 inches in diameter and 55 feet tall. Hardy to 21
degrees F.
15

Gigantachloa apus (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)

Bambusa textilis (sumber: http:// www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)


Bambusa Textilis“Weaver’s Bamboo”
Max. Height: 40 feet; Max. Diameter: 2 inches; Min. Temperature 18°.
16

Grows in tight clumps. An extremely handsome plant that arches gracefully. Medium-sized
clumper, non-invasive. The largest cold-tolerant clumper. This bamboo is rare because it's
more difficult to propagate than other giant tropicals. It has been used to weaving (the culms
are thin-walled enough that they can be split and woven), but most collect it for its landscape
appeal. Native to the Guangxi & Guangdong Provinces in South-east China.

Dendrocalamus latiflorus (sumber: http://www.thepeaceofbamboo.com.au/photos.html)


17

2.2. Taksonomi dan Biologi Bambu

Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Monocots
(tidak termasuk) Commelinids
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Upafamili: Bambusoideae
Superbangsa: Bambusodae
Bangsa: Bambuseae
Kunth ex Dumort.

Diversitas
Sekitar 92 genera dan 5.000 spesies
← Arthrostylidiinae
← Arundinariinae
← Bambusinae
← Chusqueinae
← Guaduinae
← Melocanninae
← Nastinae
← Racemobambodinae
← Shibataeinae.

The rhizome system of bamboo is divided into two distinct categories:


Running/ Monopodial (Leptomorph rhizome system), and Clumping/
Sympodial (Pachymorph rhizome system). The type of rhizome system will
determine the growth behavior of the bamboo. Clumping bamboos will
generally stay in close proximity to the domain plant. Some common genera of
clumping bamboos include: Bambusa, Dendrocalamus, and Fargesia.
Running bamboos are invasive by nature and have the ability to spread over
considerable distances each year. Some species can spread up to 20 feet each
year, often requiring growers to implement control methods, such as a rhizome
barrier. Some common genera of running bamboos include: Arundinaria,
Phyllostachys, Pleioblastus, and Pseudosasa.

Clumping Bamboo (Bambu Tipe Rumpun)


The pachymorph rhizome system, which is found in clumping bamboos,
expands horizontally only by short distances each year. The rhizomes are generally
short and thick in appearance. They curve upwards in close proximity to the domain
plant. At the nodes, new rhizomes or roots can be produced. New culms can only form
at the very tip of the rhizome. It is this feature that causes them to curve upwards and
exhibit the clumping behavior. An advanced pachymorph system is very compact near
the base of the plant, making removal or transplant of the bamboo exceptionally
difficult.
18

Bambusa multiplex : Bambu Tipe Rumpun


Clumping bamboos are characterized as having upward curving rhizomes
that grow off of each other. The rhizomes are thicker and shorter than
those found in running bamboos, and lack the ability to spread over wide
areas. They curve upwards and new culms can only form from the tip of the
rhizome, which causes the culms to remain in close proximity to the central
plant. This makes clumping bamboos the ideal choice for creating hedges
and privacy screens. The most common genus is Bambusa and is primarily
found in tropical regions. Clumping bamboos are generally less cold hardy
than running bamboos and extra precautions must be taken if the plant will
be exposed to frost and freezing temperatures.

BATANG BAMBU (Culms) – Culms are the most visibly distinguishable


feature of a bamboo plant. Culms can vary in size, shape, color, and even
smell. The appearance can range from thick or thin, tall or short, erect or
bent, and can exhibit irregular patterns such as those found in Tortoise
Shell Bamboo (P. heterocycla f . heterocycla ‘Kiko’). Most culms are round in
shape, but some species can take on a square like appearance. The color of
the culms also has a wide range of characteristics. Although the majority of
bamboos are green, they can also be brown, black, yellow, or striped. One
of the most popular garden bamboos, Black Bamboo (Phyllostachys nigra),
is unique in the fact that the culms exhibit a nearly jet black color. The
culms can also very in smell. One of the most interesting examples is
Incense Bamboo (Phyllostachys atrovaginata), which has a waxy coat on
the culms that emits a pleasant fragrance similar to incense.
New culms will generally emerge in the springtime, however timing will
vary among species. A new culm is very vulnerable to damage from the
environment in the first several weeks after shooting. In fact, it takes nearly
19

3 growing seasons for most culms to become fully hardened. It is good


practice to keep new culms protected from possibly destructive agents,
such as wind or animals. It is also easy to accidentally step on top of a shoot
within the first couple days of emergence. Extra care needs to be taken
when walking near the bamboo during the weeks new shoots start to
develop. A newly sprouting bamboo shoot will be covered by overlapping
sheaths which are usually brown in color with a layer of fuzz. These sheaths
help protect the soft outer tissue of the culm and provide the hormones
necessary for rapid growth. Growth of the culm will be inhibited if these
sheaths are removed. Eventually they will fall of naturally and can even be
collected for use in an organic mulch mixture.

Batang bambu: Moso Bamboo Culms.

Running Bamboo: Bambu Tipe Batangan Monopodial


The leptomorph rhizome system is found in running bamboos. The rhizomes
are generally long and thin in appearance and some species can send the rhizomes up
to 20 feet away in a single growing season. At the nodes, they have the ability to
produce buds that will form either new culms or rhizomes. Bamboos with a
pachymorph rhizome system will be spaced over a wide area. They are invasive by
design and it can be extremely difficult to remove a well established plant.
20

Perilaku pertumbuhan bamboo tipe :Running Bamboo,


Phyllostachys.
Running bamboos are characterized as having self-propagating rhizomes
which travel underground, and eventually breech the surface to create a
Culm. The rhizomes travel horizontally, and have the ability to move
through 20 feet of soil in a single season. The direction and distance of
rhizome growth is unpredictable. They are most commonly found naturally
in temperate regions, with the most notable genera being Phyllostachys and
Pleioblastus. Most varieties are cold hardy and are able to survive in below
freezing temperatures. Running bamboos are invasive by nature and will
spread rapidly if not controlled. This can be a problem when attempting to
grow running bamboos in an isolated section of your garden. The most
common remedy is to install a rhizome barrier around central plant stop
the spread.

Karakteristik bambu
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant
Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang
tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada
umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas
berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata
tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada
buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang.
21

2.3. Fungsi dan manfaat bambu

Menurut Rivai, Suryo Kusumo dan Nugoro (1994), kegunaan dan manfaat
bambu bervariasi mulai dari perabotan rumah, perabotan dapur dan kerajinan, bahan
bangunan serta peralatan lainnya dari yang sederhana sampai dengan industri bambu
lapis, laminasi bambu, maupun industri kertas yang sudah modern. Dari sekilas
gambaran manfaat tersebut menyiratkan suatu harapan, bahwa kebutuhan terhadap
bambu akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Manfaat Ekologis
Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang
yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga
sistem hidronologis sebagai pengijat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai
tanaman konservasi. Rumpun bambu di Tatar Sunda disebut dapuran awi juga akan
menciptakan iklim mikro di sekitarnya, sedangkan hutan bambu dalam skala luas pada
usia yang cukup dapat dikategorikan sebagai satu satuan ekosistem yang lengkap.
Kondisi hutan bambu memungkinkan mikro organisme dapat berkembang bersama
dalam jalinan rantai makanan yang saling bersimbiosis.

Manfaat Sosial, ekonomi, budaya


Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai
ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai
aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai multipurpose free
species (MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pemanfaatan bambu secara tradisional
masih terbatas sebagai bahan bangunan dan kebutuhan keluarga lainnya (alat rumah
tangga, kerajinan, alat kesenian seperti angklung, calung, suling, gambang, bahan
makanan seperti rebung dll.).

Pada umumnya jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang
berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga
Bambusa (3 jenis), Dendrocalalamus (2 jenis) dan Gigantochloa (8 jenis).

Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang industri
kertas, chopstick, flowerstick, ply bamboo, particle board dan papan semen serat
bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang tahan
gempa dll.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat bambu menjadi salah satu kelengkapan
yang tidak bisa ditinggalkan, misalnya dalam upacara adat, upacara perkawinan,
hajatan keluarga bahkan bahan baku bambu menjadi alat musik khas komunitas
tertentu. Lebih dari itu perkembangan sosial budaya masyarakat ditandai dengan
perkembangannya aksesori bambu dalam pembuatan perabot rumah tangga dan
cindera mata yang bernilai seni tinggi. Di beberapa tempat species bambu tentu
menjadi bagian mitos dan kelengkapan ritual masyarakat yang bernilai magis.

Analisis ekonomi hutan tanaman bambu


Berdasarkan penelitian PT Persada Alnita Lestari (2003), pembangunan Hutan
Tanaman Bambu pada tahun pertama memerlukan, biaya Rp 10.137.000,00 dari mulai
perencanaan sampai pemeliharaan. Pada tahun ke 2 sampai tahun ke 4 diperlukan
22

biaya sebesar Rp 1.402.900,00 per ha. Apabila daur pengusaha hutan bambu selama
20 tahun, maka kebutuhan dana total mencapai Rp 87.960.100,00 per ha. Dengan
perolehan hasil sebesar Rp 767.520.000,00. (Bambu, Tanaman Tradisional yang
Terlupakan; OTJO DANAATMADJA, 2006. http:// www.pikiran-rakyat.com /cetak /
2006/092006/02/10wacana. htm).
Secara analisis finansial investasi pembangunan hutan tanaman bambu dengan
indikator interest 18% per tahun dan dengan metode discounting dari tahun pertama
sampai tahun akhir daur perusahaan (20 tahun) menghasilkan Net Present Valute
(NPV) sebesar 56% sehingga pengusaha bambu ini dikategorikan layak.
Ditinjau dari perhitungan B/C ratio didapat hasil 5,65 dengan payback period
dicapai pada tahun ke-4
23

3. POLA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

3.1. Tanaman Utama: Bambu


Bambu tumbuh hampir di semua daerah dan memiliki banyak manfaat penting
bagi masyarakat. Secara garis besar, bambu terbagi menjadi 2 jenis: bambu rumpun
(sympodial) dan bambu rambat (monopodial). Bambu rumpun tumbuh di daerah tropis
dan umumnya ada di daerah kita, sedangkan bambu rambat tumbuh di daerah sub-
tropis.

Bambu memberikan:
• Pendapatan.
• Bahan bangunan.
• Bahan furnitur.
• Makanan, bagi manusia dan ternak.
• Sebagai pagar, pagar hidup atau teralis.
• Penahan angin.
• Pipa irigasi.
• Arang bambu untuk mememasak.
• Bahan alat musik.
• Bahan wadah.
• Bahan kerajinan tangan masyrakat, dan banyak lagi.

Proses menanam dan mengelola rumpun bambu secara benar merupakan


langkah pertama untuk menghasilkan batang berkualitas tinggi dan memudahkan
pemanenan.

Perbanyakan Bambu
Ada beberapa teknik untuk memperbanyak bambu, yaitu perbanyakan
rimpang (rhizoma), potongan batang, atau menggunakan cabang dan biji untuk
beberapa jenis bambu besar. Teknik mana yang akan Anda pakai tergantung pada jenis
bambunya, dan untuk apa bambu itu akan digunakan. Untuk daerah kering, awal
musim hujan adalah waktu terbaik untuk perbanyakan bambu. Namun, jika tersedia
cukup air, perbanyakan ini bisa dilakukan kapan saja.

Perbanyakan dengan Rimpang (Rhizoma)


24

Perbanyakan dengan rimpang cocok untuk penanaman skala kecil karena


tingkat keberhasilannya tinggi. Namun, cara ini sedikit lebih sulit dan memerlukan
waktu yang lebih banyak. Perbanyakan dengan rimpang bisa dilakukan pada hampir
semua jenis bambu, namun rimpang dari spesies bambu yang besar biasanya terlalu
sulit untuk digali. Oleh karenanya, perbanyakan dengan rimpang paling cocok
diterapkan pada spesies-spesies bambu yang kecil dengan banyak rimpang dan
rumpun.

Langkah-langkah perbanyakan dengan rimpang:


1. Pilihlah rimpang dan rumpun bambu yang ingin Anda perbanyak, batang
berumur satu tahun dari rumpun bambu bagian luar adalah yang paling
gampang dan paling baik.
2. Potonglah batang itu tiga atau empat buku di atas permukaan tanah.
3. Potong lagi pada rimpang, di bagian rimpang itu menyatu dengan rimpang
berikutnya. Biasanya ini mengarah ke tengah rumpun. Galilah akar dan
tanahnya sekitar 10-15 cm dari pangkalnya sehingga ketika Anda
mencabut rimpangnya, masih ada akar dan tanah yang melekat.
4. Jagalah agar rimpang dan akarnya tetap basah hingga penanaman, atau
sebaiknya langsung ditanam. Basahi juga daunnya dengan air. Jagalah
agar rimpang dan akarnya tidak terkena sinar matahari.
5. Tanamlah rimpang itu sedalam kira-kira 15 cm, dan sirami dengan air.
Berikan pupuk atau kompos dan lapisan mulsa di sekitarnya.
Daun dan cabang yang baru akan tumbuh dari ruas-ruas bambu dan pada
awal musim hujan akan tumbuh tunas baru dari rimpan tersebut.
Terkadang tunas baru akan langsung tumbuh.
25

Menanam bambu dengan bahan tanam


berupa rimpang-bambu

Perbanyakan dengan Potongan Batang


Perbanyakan dengan potongan batang baik untuk perkebunan besar dan untuk
penahan angin karena lebih mudah dan memerlukan waktu yang lebih singkat. Namun,
tingkat keberhasilan teknik perbanyakan ini lebih kecil. Teknik ini paling cocok untuk
jenis bambu besar, yang terlalu sulit untuk diperbanyak dengan rimpang.

Langkah-langkah perbanyakan dengan batang:


1. Pilihlah batang bambu yang berumur sekitar 2-3 tahun dan memiliki
banyak cabang.
2. Potonglah sedekat mungkin dengan tanah, dan kemudian potong-potonglah
batangnya sepanjang 1,5 sampai 2 meter.
3. Bersihkan cabang-cabang dan daunnya setelah buku pertama pada tiap
potongan, tapi sisakan 2 atau 3 cabang pada satu sisinya.
4. Galilah parit dan kuburlah batang bambu itu sedalam kira-kira 15 cm.
Setelah penanaman, potonglah cabang-cabang yang tersisa pada 2 buku di
atas tanah. Ini akan membantu Anda mengetahui di mana bambu itu
ditanam.
5. Sirami setiap hari selama satu minggu pertama. Setelah itu, sirami dua
kali seminggu selama satu bulan. Ketika batang bambu itu sudah mulai
bertunas, batang itu sudah siap untuk digali, dipotong, dan ditanam
kembali ke tempat yang telah ditetapkan.
26

Menyiapkan bahan tanam bambu dari batang bambu

Perbanyakan dengan Cabang


Beberapa cabang bambu yang besar dapat dipilih untuk bahan tanam, mereka
biasanya ada diujung atas bambu dewasa. Potong cabang ini sedekat mungkin dengan
batang utama, sepanjang kira-kira 1m (minimum ada 3 mata tunas). Perlakukan
cabang ini seperti menanam stek pada tanah yang subur. Sebaiknya ditanam sedikit
miring.

Pembibitan Bambu
Perbanyakan dengan potongan batang dan cabang dapat juga digunakan untuk
menanam bambu di koker. Perbanyakan dengan rimpang tidak cocok untuk ditanam di
koker, sebaiknya harus ditanam langsung ke lahan.
27

Pengaturan Tanaman Monokultur


Beberapa cara pengaturan tanaman dalam hutan/kebun bambu monokultur
yang disarankan adalah :

(1). Cara bujung sangkar

A* B* * * * * * * * * *
D* C* * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * *

Pengaturan cara bujursangkar lebih mudah dibandingkan cara yang lain.


Panjang AB = BC = CD = AD. Seandainya jarak tanaman bambu 8 - 10 m, luas
ABCD = 64 - 100 m2.

(2). Cara diagonal

A* B* * * * * * * * * *
D* C* * * * * * * * * *
E* F* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * *
* * * * * * * * * * *

Panjang AB = BC = CD = AD, titik E terletak pada titik potong diagonal.


Cara ini sebenarnya sama dengan cara bujursangkar, hanya pada titik potong diagonal
diberi tanaman berumur pendek yang kemudian hari tanaman tersebut dibongkar. Jarak
tanam yang dianjurkan 10-12.5 m.

(3). Cara Garis Tinggi (Contour)


Cara garis tinggi ini dikerjakan bila tanah untuk perkebunan bambu terletak
pada tanah yang miring. Saat penanaman sebaiknya tanah dibuat teras lebih dahulu.
Karena tanahnya miring maka sulit untuk dibuat cara bujur sangkar atau segitiga sama
sisi. Jarak dalam baris pada tinggi yang sama dapat ditentukan misalnya 10-15 m,
tetapi jarak dari teras yang satu ke teras yang lain mungkin sulit disamakan. Dalam hal
ini perlu disesuaikan dengan keadaan.

Jarak Tanam
Jarak tanam bambu tergantung beberapa faktor di antaranya jenis tanah, berat
ringannya tanah, kesuburan tanah, dan varietas tanaman bambu. Pada tanah yang tan-
28

dus, pertumbuhan tanaman kurang subur sehingga dapat ditanam pada jarak yang
lebih dekat. Tanaman yang berasal dari biji pada umumnya lebih besar daripada yang
berasal dari semai atau stek, sehingga ditanam dengan jarak yang lebih lebar. Jarak
tanam bambu yang baik adalah 8 - 10 m, sehingga pada waktu tanaman bambu sudah
besar tidak akan berdempetan dan akan mengurangi timbulnya penyakit .

Pembuatan Lubang Tanam


Setelah ajir dipasang sesuai dengan cara tanam yang dikehendaki, kemudian
dibuat lubang tanam dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm. Pada waktu penggalian lubang,
titik tengahnya tepat pada ajir. Tanah bagian bawah dipisahkan dari tanah bagian atas,
karena pada saat pengisian lubang, yang dimasukkan terutama adalah tanah bagian
atas yang baik, sedangkan tanah bawah tidak perlu dimasukkan tetapi telah diganti
dengan kompos atau pupuk kandang yang telah jadi, dan dicampur dengan tanah
bagian atas, superphosphat dan abu bakar. Tanah bagian bawah yang tidak digunakan,
dibiarkan diatas tanah disekitar lubang dan akan menjadi tanah yang baik karena
pelapukan. Pemberian superphosphat + 300 - 500 gram tiap lubang dan abu kayu
bakar + 3 - 5 kg. Pupuk kandang sebanyak dua kaleng minyak tanah yang
dicampurkan pada kedua macam tanah galian. Kemudian tanah bagian bawah
dikembalikan ke bawah, dan yang atas ditaruh kembali diatasnya. Setelah diisi, lubang
diberi air kompos air pupuk kadang secukupnya. Pembuatan lubang sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau sehingga akan mendapat banyak sinar matahari yang
dapat mematikan penyakit yang ada.

Penanaman bibit stek


Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari pada musim hujan, sehingga tidak
perlu menyiram dan udara tidak terlalu panas pada siang hari. Hal ini akan
mengurangi kematian bibit tanaman yang baru ditanam. Sebelum bibit ditanam, lubang
yang telah diisi tanah dibiarkan beberapa hari sampai tanah betul- betul tidak turun
lagi. Kalau tanah masih turun di tambah tanah lagi yang telah dicampur kompos,
pupuk kandang dan superphosphat. Pemberian tanah sedikit lebih tinggi dari tanah
disekitarnya sehingga tidak tergenang air hujan. Di tempat ajir, dibuat lubang yang
sedikit lebih besar dari keranjang bibit, kemudian ditaburi dengan furadan, curaterr,
temik atau mipzinon + 10 - 25 gram tiap lubang guna mencegah gangguan rayap atau
semut yang mungkin ada. Waktu penanaman sebaiknya keranjang dilepas supaya
tidak didatangi rayap. Pada waktu menanam diusahakan leher akar tetap seperti pada
waktu di pesemaian dan tempat mata tempel atau sambung jangan sampai tertimbun
tanah. Setelah tanam segera disiram sampai betul-betul basah lalu dibuat peneduh
yang terbuat dari daun kelapa, alang-alang atau yang lainnya sehingga tidak terkena
sinar matahari secara langsung. Peneduh (kalau perlu) tetap dipakai selama 2 - 3
minggu, setelah itu peneduh dibuka sedikit demi sedikit. Apabila yang ditanam bibit
stek cabutan, akar yang rusak atau sakit dipotong sampai di tempat yang sehat, dan
luka diolesi obat luka. Pada waktu menanam diusahakan akar tersebar seperti keadaan
aslinya, apabila akar terlalu panjang bisa dipotong sehingga tidak bengkok waktu dita-
nam. Bila terdapat hama putih pada akar harus dibersihkan jangan sampai ikut
ditanam, demikian pula hama yang lain. Daun dipotong 1/3 sampai 2/3 bagian dari
panjangnya untuk menghidari penguapan yang berlebihan. Pada waktu menanam,
tanah diberikan sedikit demi sedikit sehingga bisa masuk di antara akar.

Pemeliharaan Tanaman
29

Penyiraman. Bibit yang baru ditanam sebaiknya disiram secara teratur setiap
hari, lebih-lebih yang berasal dari stek cabutan. Disamping itu juga diperlukan
naungan untuk melindungi dari terik sinar matahari sehingga daun dan batang tidak
kering .

Pengendalian gangguan hama, penyakit dan gulma. Karena penanaman


dilakukan pada musim hujan di mana keadaan udara selalu berawan dan lembab,
sehingga selalu ada kemungkinan timbul penyakit. Untuk pencegahannya bisa
disemprot dengan fungisida misalnya dengan Bubur Burdeaux (BB). BB ini melekat
lebih kuat dibandingkan fungisida lainnya, tidak lekas larut bila terkena hujan, dan
masih bisa melekat beberapa lama. Bila ada tumbuhan epifit walaupun bukan parasit
segera dihilangkan karena mungkin menjadi inang hama atau penyakit. Gulma harus
segera disiang karena dapat menyaingi tanaman bambudalam menyerap makanan,
sehingga mungkin bambukalah cepat apalagi bila tanaman bambumasih muda. Selain
itu gulma dapat menjadi inang penyakit yang kemudian bisa menyerang tanaman
bambu.

Pengelolaan Rumpun
Pengelolaan rumpun bambu yang baik akan menghasilkan batang bambu
berkualitas tinggi, serta memudahkan pemanenan. Satu rumpun bambu yang dikelola
dengan baik akan memiliki batang umurnya bervariasi, dari umur 3, 2, dan 1 tahun,
serta tunas-tunas baru. Sebaiknya terdapat 6-8 batang yang seumur pada tiap
rumpunnya, jadi ada sekitar 24-32 batang per rumpun. Semuanya harus mendapatkan
ruang yang cukup untuk bisa tumbuh dengan baik dan mudah dipanen.

Membuka Rumpun Bambu


Rumpun bambu yang dikelola dengan baik akan terlihat terbuka dan sehat
sehingga memudahkan kita untuk memilih dan menata mana bambu yang siap dipanen
dan mana yang masih muda. Rumpun yang tidak dikelola akan terlihat padat dan
semrawut, sulit untuk memilih dan mencapai mana batang yang siap dipanen, dan
sering ada batang yang mati atau kering di tengah rumpun. Situasi seperti ini akan
menyulitkan kita ketika memanennya. Langkah pertama dalam mengelola rumpun
adalah dengan memotong semua batang yang sudah tua atau mati. Ini memang sulit
dilakukan karena letaknya kadang di tengah-tengah rumpun. Salah satu cara untuk
melakukannya adalah dengan memotong satu sisi rumpun hingga ke tengahnya,
kemudian memotong batang yang tua atau mati. Potonglah sedekat mungkin dengan
permukaan tanah. Ini akan menciptakan bentuk yang memungkinkan kita untuk
memanen batang yang tua dari tengah rumpun tanpa merusak tunas baru yang
biasanya berada di luar rumpun.
30

Membuka rumpun dengan jalan menebang sejumlah batang bamboo

Penjarangan rumpun bambu

Menghilangkan batang-batang yang rusak, bengkok, atau terlalu berdekatan


satu sama lain. Jika rumpun itu pernah dipanen sebelumnya, akan ada
banyak bekas-bekas pangkal bambu, sisa-sisa ini sebaiknya dibersihkan
dengan memotongnya sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Ini akan
memudahkan kita untuk mencapai bagian tengah rump[un bambu.

Pemangkasan Cabang
31

Pangkaslah cabang-cabang yang lebih rendah untuk memudahkan akses ke


dalam rumpun. Pemotongan sebaiknya di buku kedua atau ketiga pada
cabang yang dipangkas sehingga dapat mencegah jamur untuk mencapai
batang.

Pemangkasan tunas.
Bila tanaman muda sudah mulai tumbuh sebaiknya jumlah junas dikurangi.
Ranting / cabang yang kering atau terkena penyakit sebaiknya dipotong, tetapi jangan
terlalu banyak memangkas daun yang masih sehat, karena akan mengurangi
fotosintesis sehingga pertumbuhan akan terhambat .

Memilih dan Menandai Tunas


Saat musim tunas, pilihlah 6-8 tunas yang sehat dan berada dalam posisi yang
baik. Tunas lainnya bisa dihilangkan, ini akan merangsang pertumbuhan tunas baru
kemudian hari. Tunas yang dihilangkan dapat dimanfaatkan sebagai sayur rebung atau
pakan ternak. Tunas baru bisa ditandai untuk mengetahui umurnya kelak. Batang
bambu yang kuat, keras, dan tahan terhadap serangga adalah batang yang dipanen
pada saat berumur 3 tahun atau lebih. Cara menandai batang adalah dengan
menggoresnya pada tunas sebelum memiliki daun, goresan ini akan meninggalkan
bekas yang permanen. Tandai semua tunasnya pada ketinggian yang sama, sekitar 1
meter di atas permukaan tanah. Misalnya, untuk tahun 2000, tandai dengan 4, bambu
ini akan siap panen pada tahun 2003. Maka pada tahun 2003, akan diketahui batang
mana saja dengan tanda 4 yang telah berumur 3 tahun.

Penggemburan Tanah. Apabila tanah padat sebaiknya digemburkan, sehingga


dapat terjadi pertukaran udara dalam tanah. Akar tanaman yang mendapat cukup
udara akan tumbuh sehat dan dapat menyerap makanan cukup banyak sehingga
tanaman akan tumbuh pesat. Penggemburan tanah jangan terlalu dalam karena dapat
memutuskan akar .
32

Pemangkasan (kalau dianggap perlu). Pemangkasan daun tua sebagai


pemeliharaan dapat dilakukan sewaktu-waktu. Pemangkasan ini ditujukan untuk
membuang daun tua yang patah, rusak, yang mengganggu cabang lain, atau cabang
yang tidak dikehendaki. Sedangkan pemangkasan peremajaan dilakukan dengan
memangkas semua cabang yang kecil-kecil, kecuali satu batang paling atas untuk
memelihara kelanjutan hidup tanaman. Tunas-tunas baru yang tumbuh disisakan 2 - 3
batang.

Pemupukan. Program pemupukan yang dianjurkan untuk kebun bambu


adalah :
(a). Tanaman muda
1. Pada permulaan tanam : pupuk kandang 2 - 3 kg/tanaman
2. Kemudian : 0.25 - 1.25 kg ZA (20 %)
0.0 - 0.5 kg Superphosphat (18 % P2O5)
0.1 - 0.25 kg Kaliumsulphat (50 % K2O)
(b). Tanaman Desawa:
1.1 - 5.0 kg ZA;
0.4 - 0.8 kg Superphosphat;
0.5 - 0.75 kg Kalisulphat;
Disamping itu dapat juga diberikan pupuk campuran dengan aturan sebagai berikut :
a. pada tanaman muda : 0.5 - 1.5 kg (15 N : 5 P : 15 K)
b. pada tanaman tua : 2 - 3 kg ( 12 N : 8 P : 18 K)

Tanaman sela. Di sela-sela tanaman bambu muda dapat ditanami aneka


tanaman sayuran sewaktu tanaman bambu tersebut masih kecil (hingga umur 5 tahun).
Jenis tanaman sela yang dapat digunakan yaitu sayuran, kedelai, kacangtanah atau
jagung.

Panen Bambu.
Tanaman bambu yang berasal dari bibit stek diharapkan panen setelah umur +
1-1.5 tahun, dan hasil terbanyak diberikan oleh rumpun tanaman bambu yang berumur
lebih dari 5 - 6 tahun. Tanaman bambu dapat dipanen bila kulit batang yang semula
berwarna hijau muda sudah berubah menjadi hijau tua atau kebiru-biruan, dan kulit
seakan-akan tertutup oleh lapisan lilin yang akhirnya akan menghilang. Batang yang
demikian keadaannya masih keras tetapi sudah cukup tua.

Batang Bambu Berkualitas Tinggi


Batang bambu berkualitas tinggi tergantung pada beberapa hal, antara lain:
1. Spesies bambu.
2. Usia batang bambu.
3. Waktu panen.
4. Perawatan dan penyimpanan.
5. Pengawetan.

1. Spesies Bambu
Beberapa jenis bambu secara alamiah lebih kuat dan lebih tahan terhadap
hama penggerek daripada jenis bambu lainnya. Di Indonesia, jenis-jenis bambu yang
umum ditanam dan dimanfaatkan, antara lain: bambu betung/petung, bambu tali/apus,
33

bambu gombong, bambu item, bambu ampel, bambu duri, bambu santong, bambu
tutul, bambu kuning, dan masih banyak lagi.

2. Umur Batang Bambu


Bambu sebaiknya dipanen setelah berumur 3 tahun. Untuk beberapa jenis
bambu, bahkan harus dipanen saat berumur 4, 5, atau 6 tahun. Jenis bambu tali/apus
paling baik dipanen setelah 3 tahun, jenis bambu petung setelah 4 atau 5 tahun. Bila
batang bambu masih berumur 1-2 tahun, kandungan bubuk gula/bubuk patinya
banyak sehingga hama penggerek atau kutu bubuk (Dinoderus sp.) sangat
menyukainya. Setelah 3 tahun, bubuk itu akan berkurang dan silikanya akan menjadi
dominan. Silika merupakan suatu mineral yang membuat batang bambu menjadi lebih
keras dan tidak disukai hama. Bambu yang dipanen pada umur kurang dari 3 tahun
akan mudah mengkerut dan patah, serta memiliki kutu bubuk dan hama penggerek
yang lebih banyak. Bambu yang dipanen pada umur 3 tahun atau lebih akan lebih kuat
dan tahan hama.

3. Waktu Panen
Waktu pemanenan yang baik adalah selama musim kemarau. Pilihlah waktu
ketika tunas baru yang ada di rumpun berada dalam kondisi ketinggian maksimum dan
mulai mengembangkan daun-daunnya di bagian atas. Pada saat seperti ini batang
bambu dewasa dalam kondisi yang paling kuat. Ada suatu kebiasaan umum di Asia,
yaitu melakukan pemanenan bambu di saat bulan purnama. Ini bertujuan untuk
membantu mencegah hama penggerek pada bambu dan juga bambu berkurang kadar
airnya ketika bulan purnama. Kebiasaan ini akan menghasilkan bambu yang
berkualitas baik. Hindari pemanenan di saat musim rebung karena bambu sedang
‘menyusui’ anaknya pada waktu ini. Saat ini kandungan air dan gula pada bambu
sedang tinggi. Di samping itu, penebangan bambu akan merusak rebung-rebung
tersebut.
34

4. EKOSISTEM HUTAN BAMBU

4.1. Konservasi Tanah dan Air

Selama tahun 2010 banyak terjadi bencana tanah longsor dan banjir.
Perubahan iklim global, telah mengakibatkan adanya curah hujan yang sangat tinggi
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Curah hujan yang sangat tinggi inilah sebenarnya
penyebab utama datangnya bencana banjir dan tanah longsor. Namun bencana
demikian, sebenarnya bisa dicegah. Seandainya hutan di Indonesia, khususnya di pulau
Jawa tidak diobabat habis, maka bencana banjir dan longsor itu pasti bisa
diminimalkan.
Selama 20 tahun terakhir, penghijauan lahan gundul memang banyak
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Tanaman penghijauan favorit yang paling
banyak dibudidayakan masyarakat adalah albisia, sengon alias jeungjing (Albizia
falcataria). Minat masyarakat untuk membudidayakan albisia semakin tinggi, setelah
beberapa pabrik pengolahan kayu modern berdiri. Pabrik ini akan mengolah kayu
albisia hingga siap untuk diekspor ke Jepang. Di satu pihak, albisia memang telah
berhasil menghijaukan lahan rakyat yang selama ini gundul. Namun di lain pihak,
justru tanaman inilah yang menjadi salah satu penyebab bencana longsor.
Albisia merupakan tanaman kayu yang pertumbuhannya sangat cepat. Hingga
umur di bawah 10 tahun, pasti sudah ditebang habis. Karena tidak pernah menjadi tua,
maka akar tunggang albisia belum sempat untuk menembus lapisan tanah yang lebih
keras. Tanah di bawah tegakan albisia, terutama tanah liat, akan menjadi jenuh air
apabila curah hujan cukup tinggi. Beban batang dan tajuk tanaman di atas permukaan
tanah, juga ikut mendorong terjadiya longsor. Terlebih kalau tingkat kecuraman lahan
yang ditanamai albisia itu di atas 30°. Dari foto-foto dan tayangan tivi, tampak jelas
bahwa bagian tanah yang lungsor itu banyak ditumbuhi albisia.
Sebenarnya masyarakat akan lebih diuntungkan, kalau lahan kritis itu
ditanami bambu. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari tanaman bambu ada
dua. Pertama, secara finansial hasil dari 1 hektar lahan yang ditanami bambu, lebih
besar dibanding dengan lahan yang ditanami albisia. Sebab bambu sudah mulai bis
dipanen pada tahun III, dan selanjutnya akan bisa dipanen terus tanpa perlu
penanaman ulang. Hasil dari tanaman bambu bukan hanya berupa kayu (batang
bambu), melainkan juga rebung. Asalkan, bambu yang dibudidayakan dari jenis yang
rebungnya enak. Indonesia tercatat memiliki 142 jenis bambu yang sebagian besar
rebungnya enak dimakan.
Keuntungan kedua dari budidaya bambu di lahan kritis adalah, lahan tersebut
menjadi aman dari bencana tanah longsor. Sebab bambu akan membentuk rumpun,
bukan merupakan tanaman tunggal seperti halnya albisia. Akar bambu juga
merupakan akar serabut yang tumbuh sangat rapat. Akar bambu yang mati karena
tanamannya telah ditebang, akan tetap membentuk serabut, hingga tanah itu menjadi
sangat gembur dan menyerap air dengan sangar cepat. Dalam kondisi curah hujan
sangat tinggi, tanah di sekitar rumpun bambu tidak akan jenuh air. Sebab air dari
curah hujan yang sangat tinggi itu akan diresapkan dalam jangka waktu sangat cepat.
Dengan sifat perakaran demikian, bambu bisa sengaja dibudidayakan sebagai
sabuk gunung (atau bukit), untuk mencegah longsor. Tanaman bambu yang
dibudidayakan melingkari sebuah bukit, akan bisa dengan aman menahan gerakan
tanah. Sifat menahan longsor ini akan lebih kuat kalau penanamannya dilakukan dalam
tiga lapis atau lebih, kemudian ditanam pula deretan memenjang dari atas ke bawah.
Hingga dari atas, bentuk deretan rumpun bambu itu akan tampak seperti anyaman tali,
35

yang melingkari pinggang bukit. Jarak ke atas maupun menyamping antar deretan
rumpun bambu ini bisa dibuat 30 sd. 60 m. hingga bagian tengahnya tetap bisa
ditumbuhi tanaman semusim.
Dengan pola penanaman demikian, masyarakat akan sangat diuntungkan.
Sebab bukit dengan tingkat kecuraman sampai lebih dari 45° pun akan tetap aman dari
longsor. Warga masyarakat yang tinggal di bawah bukit tersebut tidak perlu khawatir
tertimbun longsoran, meski hujan turun dengan intensitas sangat tinggi. Praktek
menanami tebing terjal dengan bambu, selalu diterapkan oleh nenek-moyang kita.
Kalau kita perhatikan tebing-tebing terjal (jurang) di pinggir kali, selalu ditumbuhi
bambu. Sebab dengan adanya rumpun bambu yang saling bergandengan akarnya,
maka tanah di bawahnya akan diikat dengan sangat erat.
Selama ini, faktor benih memang telah menjadi kendala utama budidaya
bambu. Di Indonesia, bambu selalu ditanam dengan benih bonggol (batang dalam
tanah) berikut satu meter batang dan ranting. Membongkar rumpun bambu untuk
memperoleh bonggolnya cukup berat. Hasil benih yang didapat juga terbatas. Dari
satu rumpun bambu dengan 10 batang, kalau dibongkar semua hanya akan
menghasilkan 10 benih. Itu pun harus dengan mengorbankan rumpun yang produktif.
Mengangkut 10 bonggol bambu juga makan tempat dengan bobot yang cukup besar.
Hingga seluruh pekerjaan mulai dari membongkar, mengangkut dan menanam benih
bonggol itu akan menjadi cukup berat.
Sebanarnya, bambu juga bisa dikembangbiakkan dengan biji serta kultur
jaringan. Namun upaya menumbuhkan bunga dan biji bambu juga tidak mudah.
Demikian pula dengan kultur jaringan. Selain itu, dua cara ini biayanya tinggi dan
perlu waktu lama. Untuk mengecambahkan biji sampai dengan siap tanam, diperlukan
waktu paling cepat 2 tahun. Kultur jaringan, makan waktu lebih lama lagi. Untuk
mengatasi hal ini para petani Thailand biasa menggunakan benih "cangkokan" dari
cabang (ranting). Cara yang mereka lakukan, mirip dengan petani Sleman, DIY,
ketika mencangkok salak pondoh.
Selain mudah dan murah, teknik perbanyakan dengan memanfaatkan ranting
ini, juga mampu mempercepat pengadaan benih secara massal. Sebab dari satu batang
bambu bisa dihasilkan sekitar 10 benih, tanpa mengorbankan batang bambu tersebut
dan produktifitas rumpun. Mengambil dan mengangkut benih ranting juga tidak makan
tempat dan ringan. Tidak seperti pengambilan dan pengangkutan benih bonggol. Bahan
yang digunakan petani Thailand untuk "mencangkok" bambu adalah kantung plastik
bening 0,5 kg. atau 1 kg, dengan media gabus sabut kelapa (cocodush). Gabus sabut
direndam air, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik.
Setelah dipadatkan dan ujungnya diikat, kantung berisi media tersebut disayat
sebagian. Pangkal cabang yang akan "dicangkok" dimasukkan ke bagian yang tersayat
ini lalu diikat erat-erat. Dalam waktu kurang dari satu bulan akar sudah tumbuh.
Cabang baru bisa diambil setelah akar yang kelihatan pada bungkus plastik itu
berwarna cokelat. Ujung cabang harus dipotong hingga tersisa 1,5 m sebelum disemai
di polybag. Media semai paling ideal berupa tanah bercampur humus bambu. Tanah
ini bisa diambil dari bawah tegakan rumpun bambu. Setelah benih dalam polybag
tersebut menumbuhkan tunas dan anakan berupa rebung kecil), benih bisa ditanam di
lapangan.
Budidaya bambu dapat dilakukan secara khusus untuk menghasilkan rebung.
Jenis bambu yang dapat ditanam untuk tujuan ini adalah bambu yang rebungnya enak
seperti bambu ater (Gigantochloa atter), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu
duri (Bambusa blumeana) dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolacea). Dalam satu
rumpun, secara konstan dipelihara hanya 5 batang bambu. Kalau satu batang
36

ditebang, satu rebung harus dipelihara, agar menjadi individu tanman baru. Selebihnya
rebung dipanen. Tiap 36 hari, satu rumpun akan menghasilkan satu rebung. Dengan
jarak tanam 4 X 6 m, populasi per hektar mencapai 400 rumpun. Dari tiap hektar
kebun bambu ini, tiap harinya dapat dipanen 10 rebung.
Setiap tahun, dari setiap hektar lahan dapat dipanen 4.000 rebung dan 800
batang bambu (satu rumpun ditebang 2 disisakan 3 batang). Setelah dibersihkan dan
bagian pangkalnya dibuang, bobot satu rebung hanya sekitar 1 sd. 1,5 kg. Hingga hasil
per hektar per tahun sekitar 20 sd. 30 ton rebung yang sudah terkupas dan dibuang
bagian pangkalnya yang berkayu. Dengan harga sekitar Rp 2.000,- per kg. maka dari
satu hektar lahan itu akan dapat diperoleh pendapatan kotor dari rebung Rp
40.000.000,- sd. Rp 60.000.000,- dalam setahun. Sebagian besar dari pendapatan
tersebut akan digunakan untuk biaya penyusutan, tenaga kerja (pengambilan rebung
dan pengupasan). Pendapatan bersih bisa separo dari pendapatan kotor tersebut.
Dengan adanya dua keuntungan tersebut, yakni keuntungan finansial dan
keuntungan ideal, maka budidaya bambu untuk mencegah longsor menjadi sangat
strategis. Sudah saatnya pemerintah melalui BUMNnya, baik Perum Perhutani
maupun PT Perkebunan Nusantara (PTPN), mempelopori hal ini. Sebab lahan dengan
tingkat kecuraman tinggi di Jawa, umumnya dikuasai oleh Perum Perhutani dan
PTPN. Setelah melihat contoh, biasanya masyarakat akan dengan mudah mengukuti
contoh tersebut. Bencana longsor dan banjir pada awal tahun 2006 ini sudah sangat
meluas dan memprohatinkan. Sudah saatnya kita semua kembali membudidayakan
bambu, memanfaatkan rebung dan batangnya, serta memperoleh perlindungan dari
bencana longsor.

4.2. Pelestarian Hutan BAMBU

4.2.1. Kelebihan Bambu

Bambu merupakan tanaman yang secara botanis dapat digolongkan pada


famili Gramineae (rumput). Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah
dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di
atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu
semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku.
Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan
dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan
untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping
tunas-tunas rimpangnya.
Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda
kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara
pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik
angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya
dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala.
Setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan
antara lain:

1. Pertumbuhannya Cepat
Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang
singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu
dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk
37

mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu
memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah
dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini
berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu
dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan karena dipanen.
Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang
cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru.

2. Tebang Pilih
Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk
digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih.
Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun
baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang
menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang berbeda-
beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan
regenarasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode
penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena
akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan
kelansungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.

3. Meningkatkan Simpanan Air Tanah


Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar
ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik.
Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40%
air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.

4.2.2. Penanggulangan Illegal Logging dengan Hutan Bambu

Sebagaimana kita ketahui bahwa illegal logging telah mengakibatkan rusaknya


hutan di Indonesia. Hingga tahun 2005, Indonesia telah merusak 61 juta hektar hutan.
Perusakan hutan tersebut banyak terjadi Papua, Kalimantan, Jambi, dan Sulawesi.
Berbagai upaya telah dilakukan utuk memberantas illegal logging sampai kepada akar-
akarnya, tetapi hasilnya tak kunjung terselesaikan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberantas pelaku-pelaku
illegal logging sehingga pengrusakan hutan akibat pembalakan liar ini dapat
dihentikan. Akan tetapi, hal yang tak kalah pentingnya dilakukan adalah bagaimana
mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan mahluk hidup di muka
bumi. Fungsi hutan yang telah hilang yaitu sebagai tempat hidup berbagai hewan dan
tempat persediaan air tanah dan udara bersih. Untuk mengembalikan fungsi hutan
yang telah rusak tersebut dapat dilakukan dengan melestarikan tanaman bambu
sebagai tanaman reboisasi dan rehabilitasi. Dengan melestarikan bambu, hutan yang
telah rusak akan kembali memberikan fungsinya dengan baik dalam waktu yang cukup
cepat.
Rusaknya hutan akibat illegal logging mengakibatkan sebagian hewan hampir
punah. Hal ini karena hutan merupakan tempat hidup mereka. Untuk mengembalikan
tempat hidup hewan tersebut, pelestarian hutan bambu merupakan alternatif yang
sangat tepat. Hutan bambu tumbuh berumpun sehingga akan membuat hutan kembali
lebat.
38

Fungsi hutan yang kedua yaitu sebagai tempat persediaan air tanah dan udara
bersih. Akibat rusaknya hutan, kita menjadi kekurangan air bersih di dalam tanah
apalagi saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan terjadi longsor dan banjir
karena air tersebut tidak lagi terserap ke dalam tanah. Fungsi hutan ini akan dicapai
dengan melestarikan hutan bambu. Bambu rata-rata menyerap air hujan hingga 90%.
Ini merupakan jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan pepohonan yang hanya
menyerap air hujan 35-40 % air hujan.

4.2.3. Penanggulangan Global Warming dengan Hutan Bambu

Pemanasan global merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan kehidupan


di bumi. Beberapa fakta menunjukkan akan kebenaran hal ini diantaranya es di kutub
utara dan selatan telah mencair, naiknya permukaan air laut, perubahan iklim,
terjadinya gelombang panas, dan habisnya sumber air bersih dunia. Semua itu akibat
dari pemanasan global.
Penyebab terbesar terjadinya pemanasan global yaitu gas Karbon Dioksida
(CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO), dan Chlorofluorocarbon (CFC). Hutan
yang diharapkan menjadi tempat penimbunan gas CO2 telah rusak. Bahkan rusaknya
hutan ini menambah jumlah CO2 di udara. Pohon-pohon yang telah mati akan
menghasilkan gas CO2 dan melepasnya ke atmosfer. Oleh karena itu, yang harus
dilakukan adalah menghilangkan Karbon Dioksida di udara yang dapat menumpuk di
lapisan atmosfer. Untuk menghilangkan gas Karbon Dioksida di udara dilakukan
penghijauan yaitu memperbanyak menanam pohon sehingga gas-gas CO2 dari
berbagai sumbernya dapat diserap dan tidak sampai ke atmosfer. Gas-gas CO2
tersebut diserap dalam proses fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman hijau tersebut.
Berkaitan dengan upaya penghijauan maka tanaman hijau yang sebaiknya
ditanam adalah tanaman bambu, bukan tanaman kayu-kayuan ataupun buah-buahan.
Alasan ini berdasarkan pada prediksi seorang ahli iklim NASA bernama dr. H. J.
Zwally yang mengatakan bahwa hampir semua es di kutub utara akan lenyap pada
akhir musim panas 2012 akibat pemanasan global. Tanaman bambu dapat tumbuh
dengan cepat yang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun saja, dibandingkan
dengan tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan yang memerlukan waktu yang cukup
lama untuk mencapai usia dewasa. Selain itu, dalam hal penyerapan Karbon Dioksida,
bambu lebih banyak menyerap Karbon Dioksida dari pada tanaman kayu-kayuan
ataupun buah-buahan. Studi menunjukkan bahwa satu hektar tanaman bambu dapat
menyerap lebih dari 12 ton karbon dioksida di udara. Ini merupakan jumlah yang
cukup besar. Dengan melestarikan hutan bambu, berarti kita telah memiliki mesin
penyedot karbon dioksida dalam kapasitas yang besar.
Pelestarian hutan bambu merupan langkah yang sangat efektif dan efisien
dalam upaya penanggulangan masalah pemanasan global dan pembalakan liar.
Pelestarian hutan bambu seyogianya dilakukan di seluruh dunia. Dengan hutan bambu,
fungsi hutan sebagai penopang kehidupan mahluk hidup di muka bumi dapat
dikembalikan dengan cepat. Dalam pelestariannya tidak dibutuhkan waktu yang cukup
lama karena bambu dapat mencapai usia dewasa pada umur 3-6 tahun. Selain itu,
penanaman bambu tidak memerlukan biaya yang cukup besar seperti kayu-kayuan
karena tanaman bambu merupakan tanaman rakyat yang mudah dan murah didapatkan
dibandingkan dengan kayu-kayuan.
39
40

5. Kelembagaan Pengelola Sistem Produksi

5.1. Jenis dan Sebaran Kelompok Usaha Bersama (KUBA)

a. DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KELOMPOK

a.1. Dasar Filosofis


Manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri. Sejak lahir manusia membutuhkan kasih sayang, persaudaraan dan kerjasama
dengan orang lain untuk dapat berkembang. Pada sisi lain, setiap orang ingin agar
kebutuhan ekonomi terpenuhi. Manusia mengejar kepuasan dan kemakmuran bagi
diri sendiri. Naluri untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya juga menjadi
fitrah manusia yang normal. Secara utuh manusia memang harus diterima dalam
fitrahnya sebagai insan sosial yang haus kasih sayang dan persaudaraan, sekaligus
juga makhluk ekonomi yang mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri.

a.2. Mengapa Kelompok diperlukan?


Secara sendiri-sendiri tidak mudah bagi penduduk miskin untuk mengem-
bangkan kehidupan ekonomi keluarganya. Keterbatasan pengeta huan, kelangkaan
sumberdaya dan sempitnya pelkuang, membelenggu mereka tetap dalam
kemiskinannya. Kerjasama, saling membantu, terbukti dapat memeperkuat posisinya,
meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain. Saling menolong dan
bekerjasama memperkuat penum pukan sumber pelayanan ekonomi dan memperluas
kesempatan untuk mencapai kemajuan. Oleh karenanya pendekatan kelompok
diperlukan agar:
a. memperoleh persahabatan dan kerjasama
b. mewujudkan semangat saling membantu
c. melatih diri berfikir bersama dan bermusyawarah
d. mengembangkan sikap dan motivasi untuk maju
e. belajar memimpin dan bertanggung-jawab
f. belajar memutuskan tujuan dan rencana hidup yang jelas
g. mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
h. mengembangkan usaha produktif
i. memperoleh pelayanan pinjaman untuk modal usaha
j. meningkatkan pelayanan pihak lain (misalnya Bank)
k. memperluas hubungan pergaulan dan kesempatan-kesempatan
l. memperoleh bimbingan dan pembinaan.

b. Kelompok Sasaran
POKSAR progarm ini adalah penduduk yang bermukim di desa lahan kering
di sekitar kawasan hutan. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan terbatas kemampuan serta aksesnya dalam mendapatkan
pelayanan, pra-sarana, dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya atau
menghadapi masalah khusus dan mendesak yang segera memerlukan penanganan dan
bantuan.

b.1. Pengertian kelompok


Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri
dalam usaha di bidang sosial-ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan,
keswadayaan, dan kegotong-royongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota,
41

untuk mengatasi masalah bersama serta mengembangkan usaha bersama anggota.


Kelompok beranggotakan sekitar 20-30 KK dan berada di desa/kelurahan, atau di
bawah tingkat desa/ kelurahan yaitu dusun, lingkungan, RW, atau RT. Dalam satu
desa/kelurahan dapat tumbuh beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan.
Kelompok dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok
arisan, aseptor KB, kelompok sinoman, kelompok paketan, dan kalau belum ada
segera ditumbuhkan dan dibina secara khusus.
Kelompok dapat dipandang sebagai wadah kebersamaan dalam mengelola
kegiatan sosial-ekonomi. Dalam melaksanakan prinsip kebersamaan setiap anggota
ikut bertanggung-jawab, saling mempercayai dan saling melayani. Dalam
kebersamaan terbuka peluang untuk menghimpun dana dari anggota, mengelola dana
secara bersama oleh anggota, dan memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
seluruh anggota. Kebersamaan ini menunjukkan semangat dan kegiatan kooperatif
yang menjadi dasar bagi gerakan koperasi yang mandiri dan handal.

b.2. Pembentukan kelompok


Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggu-
langan kemiskinan, penduduk miskin diharapkan membentuk kelompok. Pembentuk
kelompok sebagai wadah usahatani bambu dimaksudkan agar penanganan tenagakerja
dapat terarah, interaksi di antara masyaraat dapat ditingkatkan dan kesetia-kawanan
serta kegotong-royongan dapat dibangun dan dikembangkan. Kesatuan dan
persatuan di dalam kelompok bermanfaat untuk mengenali permasalahan bersama
serta merumuskan langkah penanganan masalah di antara anggota. Kehadiran
kelompok memungkinkan terjadinya pengawasan pelaksanaan program agribisnis
bambu oleh masyarakat sendiri.
Ketetapan dalam penentuan KUBA akan sangat menentukan keberhasilan
program tsb. Oleh karena itu, pembentukan KUBA harus melibatkan pihak yang
paling mengetahui mengenai penduduk yang tergolong miskin di lingkungan setempat.
Pembentukan kelompok penduduk miskin yang menjadi sasaran program pertama-
tama diprakarsai oleh kepala desa/lurah dengan dibantu LKMD, PKK, KPD, dan para
pemuka masyarakat setempat.
Dalam rangka pembentukan kelompok, perlu dilakukan pendataan pendu-
duk/keluarga miskin dengan memakai kriteria yang disepakati penduduk setempat dan
dibahas dalam musyawarah desa dalam wadah LKMD. Pendataan keluarga miskin
dilaksanakan oleh kepala desa/lurah denagn dibantu LKMD, PKK, KPD dan
dilakukan sedini mungkin sehingga pada saat program dimulai, telah terbentuk
kelompok di setiap desa/kelurahan tertinggal. Pendataan keluarga sejahtera oleh
BKKBN, jika telah dilakukan di desa yang bersangkutan dapat digunakan sebagai
salah satu bahan acuan, sesuai dengan kondisi setempat.
Pembentukan kelompok sebaiknya dilaukan pula melalui musyawarah
desa/dusun/lingkungan/RW/RT dan disarankan pada daftar penduduk miskin yang
telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam pembentukan kelompok, rujukan berikut
ini dapat digunakan:
a. Pembentukan kelompok didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota
b. Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan
c. Dalam wadah kelompok diselenggarakan kegiatan sosial ekonomi, yaitu usaha
produktif, pemupukan modal dan tabungan, sehingga bermanfaat bagi semua
anggota secara berkelanjutan
42

d. Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula
disiapkan, ditumbuhkan dan dibina secara khusus oleh aparat desa/kelurahan dan
masyarakat setempat.
Dalam pembentukan kelompok, keluarga miskin dapat digolongkan menjadi
ependuduk yang sudah mempunyai usaha produktif meskipun kecil- kecilan dan
penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan tetap dan dengan demikian
juga tidak mempunyai penghasilan tetap. Bagi mereka yang mempunyai usaha
produktif, kelompok dibentuk dengan memilih pengurus yang kemudian bersama
anggota merencanakan kegiatan simpan-pinjam dengan modal kerja dari sumberdana.
Bagi penduduk lainnya diupayakan untuk menciptakan lapangan usaha dan lapangan
kerja, dengan bantuan pendamping, baik yang ditugaskan oleh camat, dari aparat desa
dan kalangan petugas lapangan berbagai instansi yang ada di desa, maupun dari
kalangan masyarakat desa yang telah lebih sejahtera dan berhasil dalam kehidupan
ekonominya. Untuk ini perlu ditemukenali kegiatan stimulan yang dapat membuka
lapangan usaha dan lapangan kerja penduduk miskin.
Mengingat dana program yang jumlahnya terbatas, apabila belum semua
kelompok masyarakat dapat menggunakannya, maka perlu mengatur prioritas
kelompok miskin yang didahulukan memperolehnya.

b.3. Pembinaan kelompok


Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, dalam kelompok perlu
diupayakan peningkatan pendapatan, peningkatan keterbukaan wawasan dan sikap
bekerjasama, dan peningkatan sifat demokratis- partisipatif dalam penyelenggaraan
kelompok. Adanya upaya peningkatan pendapatan ditandai dengan dilenggara kannya
pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif anggota. Adanya keterbukaan
ditandai dengan kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelemba-
gaan baru. Adanya kegotong-royongan ditandai dengan upaya pemberian bantuan
dari keluarga yang sudah sejahtera kepada keluarga yang belum sejahtera. Adanya
demokrasi ditandai dengan kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh
anggota, dan pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah.
Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan berfungsi sebagai
wahana proses belajar-mengajar anggotanya,wahana untuk menajamkan masalah
bersama yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi
menghadapi masalah bersama, dan wahana mobilisasi sumberdaya para anggota.
Kelompok sebagaimana dimaksud belum tentu telah ada di semua desa/kelurahan.
Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan program di desa/kelurahan yang
bersangkutan, perlu ditumbuh-kembangkan kelompok masyarakat dengan
memanfaatkan kelompok nyang sudah ada seperti kelompok akseptor KB, kelompok
tani/nelayan, kelompok pendengar-pembaca-pemirsa (kelompencapir) sebagai wahana
kebersamaan penduduk miskin.

c. Manfaat KUBA

a. Meningkatkan kesejahteraan para anggota


b. Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan ke depan
c. Memberikan pelayanan modal kepada anggota
d. Mengembangkan usaha produktif anggota
e. Melatih diri berfikir dan bermusyawarah
f. Belajar memimpin dan mengembangkan tanggung-jawab
g. Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
43

h. Meningkatkan kepercayaan pihak lain (seperti Bank).

d. PERSYARATAN PEMBENTUKAN KUBA

KUBA yang dicirikan oelh adanya sekelompok orang yang saling mengenal
dan bersepakat untuk saling membantu satu sama lain akan alhir kalau syarat berikut
ini terpenuhi:
a. Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu salah satu atau beberapa unsur berikut
ini:
- Kesamaan tempat tinggal
- Kesamaan tempat pekerjaan
- Kesamaan jenis pekerjaan atau profesi
- Kesamaan hobi atau kesenangan
- Kesamaan organisasi
- Kesamaan tempat asal (paguyuban)
- Kesamaan status (pemuda, wanita, dll)
b. Ada kesamaan kebutuhan ekonomi tertentu, seperti:
- Kebutuhan modal usaha
- Kebutuhan bahan baku atau barang dagangan tertentu
- Kebutuhan sarana tempat usaha
- Kebutuhan kelancaran penjualan barang produksi/jasa.
c. Adanya pemrakarsa atau sekelompok kecil orang inti yang memiliki peranan
paling berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya
d. Ada orang yang dengan sukarela bersedia mengelola dan melakukan kegiatan
pelayanan kepada para anggota
e. Ada lembaga atau perorangan yang memberikan bimbingan dalam
pengembangan program kegiatan kepada kelompok
f. Ada tujuan bersma yang disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada
anggotanya.

e. Prinsip Dasar KUBA

a. KUBA bekerja atas dasar dari, oleh dan untuk anggota


b. Keanggotaan KUBA berdasarkan kesadaran, dan terbuka untuk umum
c. KUBA bergerak dalam bidang sosial-ekonomi, khususnya pelayanan tabungan
dan kredit bagi para anggota
d. Menyelenggarakan pertemuan secara teratur
e. Menyelenggarakan ependidikan serta epengembangan pengetahuan anggota
secara terus menerus
f. Manajemen KUBA Bersifat terbuka

Kelompok usaha bersama mempunyai ciri-ciri:


1. Merupakan kelompok kecil yang efektif untuk bekerjasama dalam hal:
a. belajar teknologi, manajemen usahatani dan lainnya
b. mengambil keputusan dan bertanggung-jawab atas pelaksanaannya
c. berproduksi dan memelihara kelestarian sumberdaya lahan
d. kegiatan lainnya yang menyangkut kepentingan bersama
44

2. Anggotanya adalah petani-petani yang mempunyai minat dan kepentingan yang


sama, terutama dalam hal agribisnis
3. Para anggotanya biasanya memiliki kesamaan-kesamaan dalam hal
radisi/kebiasaan, domisili, lokasi, usahatani, status ekonomi, bahasa, pendidikan
dan usia.
4. Dipimpin oleh salah seorang anggota terpilih
5. Bersifat informal, artinya:
a. Kelompok terbentuk atas keinginan dan pemufakatan mereka sendiri
b. Memiliki peraturan, sanksi dan tanggung-jawab, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis
c. Ada pembagian tugas/kerja yang jelas
d. Hubungan antar anggota luwes, wajar, saling mempercayai dan terdapat
solidaritas.

Ciri-ciri kelompok yang baik, yaitu sudah menguasai 10 macam kemampuan:


1. Meningkatkan kemampuan menyerap pengetahuan dan ketrampilan
2. Membimbing dalam menyusun rencana kerja agribisnis
3. Meningkatkan kemampuan kerjasama
4. Mengembangkan kemampuan pemilikan sarana kerja
5. Mendorong usaha pemupukan modal
6. Meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan dan mentaati perjanjian
7. Meningkatkan kerjasama dalam menghadapi keadaan darurat
8. Merintis kader kepemimpinan dan keahlian dari anggota kelompok
9. Menyadarkan pentingnya melembaga dengan Koperasi
10. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota kelompok dalam rangka
peningkatan produktivitas anggota yang bersangkutan.

f. Kesepakatan Kekompok Dalam Pengelolaan Usaha


Dalam rangka meningkatkan uisaha bersama dalam KUBA, perlu diambil
suatu kesepakatan bersama yang dapat dipakai sebagai ketentuan/ aturan yang harus
dipatuhi oleh semua anggota kelompok.
Kesepakatan ini harus dibuat untuk menjaga dan menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan di kemudian hari. Kesepakatan tersebut diambil atau diputuskan
dalam rapat anggota, a.l.
- Kesepakatan tentang besarnya pinjaman, simpanan, angsuran dll
- Kesepakatan tentang jadwal pertemuan rapat anggota
- Kesepakatan tentang musyawarah kelompok untuk pengambilan keputusan
- Kesepakatan tentang pemanfaatan bantuan teknik.

g. Prinsip Dasar Organisasi KUBA

a. Kekuasaan tertinggi dalam KUBA berada pada rapat anggota (RA)


b. Pengurus dan badan pemeriksa dipilih dari , oleh dan di dalam rapat anggota
c. Pengurus dan badan pemeriksa hanya dapat diberhentikan melalui rapat anggota
d. Pengurus dan badan pemeriksa bertanggung-jawab kepada rapata anggota
e. Organisasi KUBA hanya dapat dibubarkan oleh rapat anggota
f. Tugas dan wewenang pengurus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga
45

g. Tugas tanggungjawab pengurus: mengelola organisasi usaha kelompok,


melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama KUBA, dan mewakili
KUBA di luar dan dihadapan pengadilan.
h. Masa jabatan pengurus hendaknya diatur secara jelas, misalnya dua atau tiga
tahun.
i. Pengurus minimal eterdiri atas tiga orang, di antaranya sekretaris dan bendahara.
j. Jika dipandang perlu pengurus dengan persetujuan RA dapat mengangkat seksi-
seksi, seperti seksi kredit, seksi usaha, dll.
k. Kewajiban anggota: menghadiri pertemuan anggota, menabung secara teratur,
membayar kembali pinjaman sesuai dengan ketentuan, menghadiri/melibatkan
diri dalam kegiatan KUBA.

4.2. Pembinaan Kelembagaan KUBA

a. Pengertian
Pembinaan / pemberdayaan juga sering disebut dengan supervisi, pada
dasarnya merupakan proses kegiatan yang bersifat tindak lanjut. Hal ini karena ada
proses kegiatan sebelumnya yang menmdahului proses pembinaan. Proses kegiatan
yang mendahului pembinaan adalah kegiatan pemantauan. Ini berarti kegiatan
pembinaan dilakukan apabila ada sejumlah data atau informasi hasil pemantauan
yang dipandang tidak sesuai dengan penampilan prohgram yang diharapkan.
Misalnya data atau informasi hasil pemantauan terhadap cara penilaian calom KUBA
tidak sesuai dengan prosedur dan kriteria yang sudah ditetapkan. Memperoleh data
dan informasi semacam ini perlu ditindak-lanjuti dengan kegiatan pembinaan terhadap
pelaksanaan pemilihan calon KUBA tersebut.
Dengan contoh ini, pengertian pembinaan adalah suatu proses kegiatan
sebagai tindak lanjut kegiatan pemantauan, dengan tujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan dan mendidik penampilan bagian-bagian program agar sesuai dengan
kriteria yang sudah ditetapkan.

b. Sasaran Pembinaan
Sasaran pembinaan adalah manusia yang digolongkan menjadi panitia
pelaksana dan khalayak sasaran dari program
(a). KUBA. Siapa saja yang termasuk ke dalam KUBA, apa peran dari setiap anggota
KUBA.
(b). Khalayak sasaran. Siapa saja yang terlibat dalam program tersebut dan apa
peranannya.

c. Syarat-syarat pembinaan
(a). Data masalah
Pembinaan dapat dilakukan apabila ada sejumlah data atau informasi yang
berupa masalah dari hasil pemantauan
(b). Data penyebab masalah
Penyebab masalah harus digali melalui pemantauan, karena kegiatan pembinaan
tidak terlebih dahulu mengetahui penyebabnya akan sulit mengadakan pembinaan
atau dengan kata lain pembinaan tidak didasari oleh penyebab maslaah maka
kegiatan pembinaan akan dikira-kira.
(c). Alternatif pemecahan masalah/penyebab masalah
46

Dalam pembiaan diperlukan beberapa alternatif pemecahan masalah. Hal ini


dimaksudkan apabila alternatif yang satu gagal dapat dicoba alternatif lain
sehingga masalah dapat dipecahkan.

d. Sifat Pembinaan

(a). Memperbaiki: Memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh para pelaksana,


sehingga program dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
(b). Meningkatkan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para pelaksana
program
(c). Mendidik: pembina sebagai pendorong memberi bantuan pemilihan apabila ada
masalah yang dihadapi oleh para pelaksana. Sehingga pembina bukan sebagai
man dor, tetapi sebagai manajer.

e. Arti Motivasi
Kata motivasi berasal to motive, yang berarti dasar, alasan, dorongan,
rangsangan atau sebab. Sehingga istilah motivasi diartikan sebagai dasar pikiran atau
alasan bagi seseorang untuk bebruat atau melakukan sesuatu untuk mencapai harapan
atau tujuan yang diinginkan.

f. Tujuan motivasi
Memotivasi adalah mempengaruhi orang lain agar ia mau melakukan sesuatu
yang dianggap sebagai kebutuhan, baik untuk dirinya atau untuk orang lain.
Misalnya memotivasi KUBA dengan berbagai alasan untuk meningkatkan taraf hidup.
Dengan demikian, yang dimotivasi mau berfikir dan berusaha melakukannya.

g. Cara Memotivasi
(a). Cara yang bersifat menyadarkan.
Cara ini juga disebut cara persuasif. Motivator lebih banyak berdialog dengan
kelompok sasaran dan bahkan mendiskusikan berbagai masalah atau kebutuhan
yang hendak dipecahkan atau dipenuhi melalui motivasi.
(b). Cara yang bersifat memberikan imbalan atau janji
Dalam pelaksanaan cara ini, disamping menyadarkan juga dibayang- bayangi
dengan imbalan atau janji tertentu. Cara ini disebut cara dengan pemberian
insentif.
(c). Cara yang bersifat memaksa.
Penggunaan cara ini biasanya memanfaatkan kekuasaan yang ada pada diri
motivator atau atasannya yang berpengaruh atau memiliki kekuasaan. Pemaksaan
ini dapat bersifat "halus" atau "keras".

h. Langkah-langkah memotivasi
Kegiatan memotivasi tidak lepas dari suatu rangkaian program-program yang
sedang dilaksanakan. Kegiatan memotivasi merupakan bagian program yang
bermaksud untuk mendukung tercapainya tujuan program yang akan atau sedang
dilaksanakan.
Agar pelaksanaan motivasi dapat terarah, motivator perlu menempuh langkah-
langkah berikut:
(a). Identifikasi: tujuan program, masalah yang dihadapi, dan kebutuhan motivasi
yang diperlukan
47

(b). Penentuan tujuan motivasi, isi kegiatan, kelompok sasaran, waktu, tempat, cara
dan sarana motivasi.
(c). Persiapan lokasi dan kelompok sasaran
(d). Penilaian motivasi dan penilaian prosesnya.
(e). Penilaian hasil motivasi dan tindak lanjutnya, dan dalam hal ini lihatlah kaitannya
dengan program.

i. Teknik Pencatatan dan Pelaporan


Pada prinsipnya pengawasan pelaksanaan program KUBA dilakukan sendiri
oleh masyarakat dalam wadah kelompok. Pelaksana kelompok membuat catatan-
catatan harian yang berisi kegiatan yang dilaksanakan. Catatan harian ini mencakup:
nama kelompok, jenis usaha, jumlah rumahtangga dalam kelompok, rincian
penerimaan dan pengeluaran kelompok.
Berdasarkan catatan harian tersebut, ketua kelompok dibantu pendamping
menyusun laporan dan mengirimkannya kepada KOPERASI. Dari formulir tersebut
diperoleh informasi tentang jenis usaha setiap kelompok, jumlah keluarga yang
menjadi anggota kelompok, besarnya alokasi dana, rincian penerimaan dan
pengeluaran, serta masalah yang ditemui dan alternatif pemecahannya. Pengurus
KOPERASI menyusun laporan bulanan . Laporan bulanan tersebut memberikan
informasi: nama kelompok, lokasi desa, jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok,
jumlah keluarga yang menerima dana, alokasi dana, perkembangan poenggunaan dana
(penerimaan dan pengeluaran) dan maslaah serta alternatif pemecahannya.

j. Mekanisme Pelaporan Kegiatan


Pelaporan pelaksanaan program KUBA dilakukan secara berjenjang mulai
dari anggota kelompok, ketua kelompok , dan KOPERASI menyusun laporan bulanan
dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang terkait. Rangkuman laporan bulanan
dari KOPERASI dijadikan bahan laporan Triwulan kepada pihak-pihak yang terkait .

4.3. Organisasi dan Manajemen: KOPERASI

A. Model Pembinaan dan Pemberdayaan

a.1. Pembinaan oleh KANDEP Perindustrian dan Perdagangan


Pembinaan yang dilakukan tidak hanya pada produsen agribisnis/agroindustri
(KUBA), namun juga pada industri kecil lainnya yang produknya berkaitan.
Pembinaan terhadap usaha agribisnis/agroindustri dilakukan pada unit-unit usaha
(KUBA) yang sudah ada dengan melalui pendekatan daerah sentra produksi (SPAKU).
Akibatnya usaha agribisnis yang belum ada ataupun belum berkembang juga harus
menjadi perhaitan dalam pembinaannya.

a.2. Pembinaan oleh Mitra Kerja Teknis: Dinas PKT


Pembinaan oleh mitra teknis di wilayah pedesaan dapat dilakukan oleh Dinas
PKT dan Instansi teknis terkait. Mereka dapat membina usaha-usaha agroindustri
yang terkait dengan KIMHUT-BAMBU. Aspek yang dibina adalah mengenai teknologi
produksi, budidaya tanaman, konservasi sumberdaya, dan pemasaran, serta pembinaan
kelembagaan.
48

Pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan wilayah daerah sentra


pengembangan agribisnis komoditas unggulan BAMBU. Model pembinaannya adalah
langsung kepada sasaran agribisnis tanpa melibatkan Dinas perindustrian ataupun
instansi lain yang terkait. Umumnya usaha yang dibina adalah jenis agroindustri yang
potensial ditinjau dari segi permintaannya serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

a.3. KEMITRAAN Perguruan Tinggi


Perguruan tinggi mempunyai potensi untuk melakukan pembinaan, walaupun
sifatnya insidentil. Pembinaan yang dilakukan umumnya dalam aspek informasi
inovasi-teknologi. Teknologi yang ditransfer kepada masyarakat, baik pada usaha
agribisnis/ agroindustri yang telah ada maupun usaha yang belum ada. Kelemahan
isstem pembinaan yang dilakukan umumnya : (a). Tidak rutin; (b) Kurang memikirkan
aspek pemasaran; (c) kurang melibatkan instansi lain yang terlibat.

a.4. Pembinaan Instansi Lainnya


Instansi lain yang juga terlibat seperti PEMDA, Dinas Pertanian, Dinas
Perkebunan, dll. Pembinaan yang dilakukan umumnya bersifat insidentil. Pembinaan
dalam bidang agribisnis bagi Dinas/Instansi tersebut tampaknya sebagai tugas
sampingan, sehingga menimbulkan kesan dalam pembinaannya tidak serius.

a.5. Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil & Menengah


Koperasi dalam pembinaan usaha agribisnis/agroindustri selama ini bertumpu
pada Model Kopinkra. Sehingga dalam pembinaannya, Koperasi pesantren hanya
ditekankan pada kegiatan pengadaan pangan. Namun dengan adanya perubahan tugas
Departemen Koperasi & PKM, dimana saat ini bertugas pula dalam pengembangan
dan pembinaan pengusaha kecil, koperasi mulai terlibat dalam pembinaan usaha
agribisnis/agroindustri.
Sejalan dengan adanya kebijakan pengembangan agribisnis /agroindustri Di
Jawa Timur dimana sebelumnya pengembangan kurang mendapat perhatian, maka
saat ini telah ada langkah-langkah kongkrit dalam pengembangan agribisnis/ agroin-
dusri Di Jawa Timur. Pembinaan dimulai dengan perencanaan yang dikoordinasikan
oleh Bappeda Tk I dengan cara membuat peta wilayah pengembangan
agribisnis/agroindustri di Wilayah Kecamatan. Dalam pelaksanaannya diserahkan
sepenuhnya pada Bappeda Tk II. Direncanakan dalam pelaksanaan pembinaan
dilakukan dengan jalur :
(a). Dinas Perindustrian & Perdagangan sebagai pembina Teknologi
(b). Dinas Koperasi & PKM sebagai Pembina dalam perkreditan, kelembagaan, dan
pemasaran.
(c). Bappeda sebagai perencana jalinan dengan dengan Bapak angkat, serta segabai
koordinasi dengan sektor terkait.
(d). Dinas pertanian terkait sebagai pembina dalam aspek penyediaan bahan baku

B. Pendekatan

Tujuan sistem managemen Unit Usaha otonom KOPERASI untuk menangani


usaha agribisnis/agroindustri di pedesaan ini diuraikan sebagai berikut :
(a). Pengentasan kelompok masyarakat miskin di pedesaan melalui kegiatan usaha di
bidang agribisnis/agroindustri komoditas unggulan.
49

(b). Peningkatan peran KOPERASI sebagai badan usaha ekonomi rakyat, khususnya
dalam pengembangan agribisnis/agroindustri.
(c). Memudahkan pembinaan dalam pengembangan agribisnis/ agroindustri pedesaan,
bagi instansi terkait baik dalam segi transfer teknologi, perkreditan, pengor-
ganisasian, pemasaran, dll.
(d). Meningkatkan nilai tambah hasil-hasil pertanian.
Konsepsi Rekayasa Managemen Unit Usaha Otonom KOPERASI guna
menangani usaha agribisnis/agroindustri di wilaayh pedesaan sebagaimana
digambarkan sebagai berikut :

(1). Komponen Kegiatan Utama


Komponen kegiatan utama disain managemen KOPERASI guna menangani
KIMHUT Bambu adalah :
(a). Disain sistem pengorganisasian Kelompok Usaha Bersama (KUBA)
(b). Disain sistem usaha agribisnis BAMBU.
(c). Disain sistem Lembaga Keuangan/Simpan-pinjam
(d). Disain sistem pemasaran / Warung Pengecer/WASERDA
(e). Disain sistem pembinaan dan transfer teknologi
(f). Disain Paket Tekhnologi

(2). Komponen Kegiatan Penunjang


(a). Disain koordinasi Instansi Terkait
(b). Disain peranan tenaga pendamping

C. Rancangan Sistem

c.1. Disain sistem pengorganisasian


Strukrur organisasi sebagaimana di atas secara operasional fungsinya
diuraikan sebagai berikut :
(a). Pada KOPERASI ada unit usaha agribisnis/agroindustri, yang terdiri dari bagian
bina usaha dan teknologi, pemasaran, dan bagian modal dan kerjasama. Fungsi
dari unit usaha ini adalah :
- mencari jenis-jenis usaha agribisnis/agroindustri yang akan dikembangkan.
- membina kelompok masyarakat miskin dalam usaha agribisnis/ agroindustri.
- mengusahakan modal/ peralatan dan kerjasama dengan pihak luar
- Sebagai wahana dalam transfer teknologi dari pihak luar.
- mengusahakan adanya sistem pemasaran
- Sebagai pengontrol penentuan kwalitas dan harga
- mengembangkan perguliran kelompok yang mampu bagi masyarakat miskin
yang lain baik pada usaha yang sejenis amaupun usaha agribisnis/agroindustri
baru.

(b). Pada KOPERASI terdiri Kelompok Agribisnis dapat sejenis atau berbeda.
Kelompok ini terdiri dari masyarakat miskin yang berusaha di bidang
agribisnis/agroindustri. Paling sedikit kelompok ini terdiri dari 5 orang yang
terbagi dalam bagian produksi dan bagian pemasaran, serta seorang ketua
kelompok.
Keberhasilan KOPERASI guna mengembangkan agribisnis/ agroindustri ini
sangat tergantung pada kelompok ini. Penambahan jumlah anggota kelompok
50

dimungkinkan dilakukan apabila usaha yang dilakukan memang meningkat skala


usahanya sampai mencapai 10 orang. Apabila usaha yang dilakukan berkembang,
maka dimungkinkan adanya pembentukan kelompok agroindustri baru dimana
ketuanya adalah dari salahasatu kelompok yang telah berhasil.

(c). Hubungan antara KOPERASI dengan Kelompok-kelompok usaha agribisnis/


agroindustri adalah sebagai mitra kerja . Oleh karenanya ukuran keberhasilan
KOPERASI dalam penangani usaha agribisnis / agroindustri ini adalah
sejauhmana keberhasilan berkembangnya kelompok usaha bersama agribisnis/
agroindustri tersebut.

c.2. Disain sistem usaha agribisnis bagi KUBA


Disain sistem usaha agribisnis bambu bagi kelompok masyarakat ini
dirancang dengan tujuan penengentasan kelompok masyarakat perdesaan dengan
usaha pengembangan agribisnis berbasis bambu. Operasionalisi sistem usaha ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
(a). Masyarakat perdesaan yang dimaksudkan adalah masyarakat dengan sumber
pendapatan utamanya sektor pertanian dan tinggal di lokasi.
(b). Setiap 25-30 orang petani berkelompok dalam satu usaha bersama kegiatan
agribisnis berbasis bambu, yang terbagi dari bagian produksi dan bagian
pemasaran. Pada tahap awal dibatasi hanya beberapa kelompok, masing-masing
kelompok dengan satu orang ketua. Ketua kelompok diutamakan yang telah
mempunyai usaha di bidang agribisnis/agroindustri.
(c). Modal usaha merupakan modal bersama bukan modal individu. Modal diperoleh
dari kredit lunak melalui KOPERASI dan tanggung jawabnya adalah per individu
anggota kelompok.
(d). Jenis usaha yang dilakukan adalah jenis agribisnis komoditas unggulan wilayah
berbasis bambu
(e). Pemilihan jenis usaha agribisnis ditentukan secara bersama-sama dalam satu
anggota kelompok usaha bersama, melalui musyawarah dengan tenaga
pendamping dan KOPERASI.
(f). Sebelum usaha agribisnis dilakukan, maka diperlukan terlebih dahulu adanya
pelatihan dari instansi terkait.
(g). Kelompok-kelompok usaha agribisnis harus mengikuti pembinaan produk. Serta
diusahakan mendapatkan Nomor Sertikat Pembinaan (SP). Sehingga produk yang
dihasilkan dapat dipasarkan ke pusat-pusat pengolahan produk bambu.
(h). Sistem pembagian keuntungan antara anggota kelompok diatur berdasarkan
musyawarah KUBA.
(i). Setelah dipandang kelompok ini berhasil pada waktu tertentu oleh KOPERASI,
maka dimungkinkan dilakukan Penambahan jumlah anggota kelompok apabila
usaha yang dilakukan memang meningkat skala usahanya. Apabila usaha yang
dilakukan berkembang, maka dimungkinkan adanya pemben tukan kelompok
agroindustri baru dimana ketuanya adalah dari salaha satu kelompok yang telah
berhasil.
(j). Hubungan antara Kelompok-kelompok usaha bersama agribisnis/ agroindustri
jenis adalah sebagai mitra bukan kompetisi. Oleh karenanya harus ada
koordinasi baik dalam segi proses produksi maupun pemasaran.
(k). Dalam segi pemasaran produk yang dihasilkan adalah pemasaran kelompok yang
dapat dilakukan langsung, ataupun melalui KOPERASI.
51

c.3. Disain sistem perkreditan/bagi hasil


Disain sistem perkreditan/bagi hasil pengembangan usaha agribisnis /
agroindustri ini diuraikan sebagai berikut :
(a). KOPERASI khususnya Unit Usaha pengembangan usaha agribisnis /agroindustri
bertanggung jawab terhadap kredit yang berasal dari pihak luar. Sumber kredit
dari pihak luar harus diusahakan yang bersifat lunak, dengan prioritas kredit
yang berasal dari Perusahaan negara atau Swasta Besar.
(b). Pemberian kredit pada kelompok usaha agribisnis/agroindustri akan diberikan
setelah kelompok usaha bersama tersebut dilakukan pelatihan serta mempunyai
rencana yang jelas.
(c). Kredit usaha merupakan kredit bersama namun dalam pertanggung jawabnya
adalah per individu anggota kelompok.
(d). Cicilan kredit ditarik ketua kelompok dari hasil kentungan setiap hasil penjualan,
dan dibayarkan ke KOPERASI setiap bulan. Tingkat Bunga kredit adalah tingkat
bunga umum. Sedangkan KOPERASI membayar cicilan kepada pihak luar
pemberi kredit diatur melalui perjanjian yang telah disepakati. Kredit diberikan
dengan masa sesuai kesepatan dari anggota kelompok usaha agribisnis berbasis
bambu.
(e). Apabila modal yang berasal dari pinjaman dimungkinkan dilakukan melalui
sistem bagi hasil usaha per bentuk bagian produk yang dihasilkan. Besarnya bagi
hasil produk diatur antara kelompok usaha agribisnis/agroindustri dengan
KOPERASI. Hal ini dapat dilakukan apabila ada perusahaan swasta besar/
negara atau KOPERASI yang mampu menangani pemasaran.

c.4. Disain sistem pemasaran


Disain sistem pemasaran produk agribisnis bambu dilakukan untuk
menjangkau pasaran yang luas. Pemasaran yang dilakukan pada jangkauan pasar
yang luas perlu diarahkan pada seluruh segmen pasar sehingga menuntut adanya
tuntutan desain sebagai berikut :
(1). Adanya jaminan kualitas dan kontinyuitas suplai dengan harga yang bersaing
(2). Adanya diversifikasi produk berdasarkan kwalitas, ukuran dan bentuk
(3). Sistem Pengkemasan yang baik
(4). Adanya sistem pemasaran berkelompok
(5). Adanya jalinan kerja sama dengan lembaga pemasaran potensial.
Dalam rangka memenuhi disain tersebut peranan KOPERASI melalui Unit
Usaha Agribisnis Bambu memegang peranan kunci. Usaha yang perlu dilakukan
adalah mencari jalinan kerjasama dengan lembaga pemasaran milik suasta yang
mempunyai jaringan pemasaran handal.

c.5. Disain sistem Pembinaan dan transfer teknologi


Disain Sistem Pembinaan dan Transfer Tekhnologi agribisnis diuraikan
sebagai berikut:

(a). Pembentukan Kelompok-kelompok Usaha Bersama


Pada tahap awal ditentukan sejumlah orang yang telah menangani usaha
agribisnis bambu dan potensial untuk dikembangkan. Orang-orang ini merupakan
calon ketua KUBA. Pada setiap orang tersebut diharapkan mencari 25-30 orang
yang mau berusaha di bidang agribisnis bambu. Dengan demikian akan terdapat
beberapa kelompok usaha agribisnis bambu yang beranggotakan masing- masing
25-30 orang.
52

(b). Pembentukan KUBA tidak lewat formal dari atas, namun dibentuk dari bawah.
Mekanisme dilakukan melalui pemilihan dari ketua-ketua kelompok yang telah
berkembang.
(c). Sistem pembinaan yang dilakukan langsung kepada kelompok-kelompok usaha
agribisnis. Paket materi pembinaan yang diperlukan adalah : (1). Paket tekhnologi
proses produksi agroindustri; (2). Paket tekhnologi kemas; (3). Paket sistem
pemasaran; (4). Paket sistem administrasi keuangan; (5). Paket sistem
pengorganisasian; (6). Paket kesehatan produk untuk memeproleh Sertikat
Pembinaan (SP) agar dapat dipasarkan di supermaket; (7). Paket perencanaan
dan pengembangan usaha.
Dalam jangka panjang jika KOPERASI diharapkan dijadikan wahana untuk
mengembangkan usaha agribisnis/agroindustri, maka Kantor Koperasi & PKM harus
mampu secara aktif melakukan pembinaan usaha agribisnis. Pembinanan yang
diperlukan untuk Instansi Koperasi (Dinas/Kanwil) adalah :
(a). Mencari Bapak angkat/mitra kerja bagi KUBA.
(b). Perencanaan pengembangan agribisnis /pengusahaan bambu melalui sistem
pemetaan wilayah pengembangan (SPAKU-KOPERASI).
(c). Pembinaan organisasi/kelembagaan SPAKU-KOPERASI
(d). Pembinaan pemasaran produk melalui mekanisme kemitraan dengan suasta
(e). Pembinaan perkreditan formal yang dapat diakses oleh anggota koperasi

c.6. Disain Paket Teknologi


Disain paket teknologi untuk agribisnis / pengusahaan bambu yang layak
dikembangkan untuk tujuan pengentasan kemiskinan di wilayah perdesaan haruslah
memenuhi kreteria sebagai berikut:
(a). Skala usaha kecil namun memenuhi kelayakan ekonomis
(b). Cepat mendatangkan keuntungan; produknya mampu bersaing di pasaran bebas:
harganya murah, kualitasnya baik, atau mempunyai keunikan yang khas.
(c). Bersifat rutin dan berkelanjutan
(d). Bahan-bahan/sarana/prasarana penunjang mudah dicari
(e). Tidak memerlukan keahlian yang rumit
(f). Dapat dilakukan di sekitar rumah tempat tinggal.

c.7. Disain Koordinasi dengan Instansi Terkait


Disain Kooordinasi instansi terkait dalam suatu wilayah kabupaten dapat
diuraikan sebagai berikut:
(1). Dinas Koperasi sebagai penanggung Jawab pengembangan agroindustri dengan
motor penggerak Koperasi. Dalam segi perencanaan dan pelaksanaannya
Koperasi dalam suatu wilayah Kabupaten dalam pengorganisasiannya dengan
instansi terkait dilakukan melalui Jalur tangan Bappeda.
(2). Dalam pelaksanaan perencanaan pengembangan Agribisnis pengusahaan bambu
dilakukan berdasarkan peta wilayah pengembangan sentra agroindustri dalam
suatu wilayah KOPERASI. Dalam pelaksanaannya langsung dibawahi oleh
Bappeda. Sedangkan Instansi Koperasi dan Perindustrian adalah sebagai
pelksana utama, sedangkan instansi terkait sebagai pembantu.
(3). Kantor Dinas Koperasi & PKM perlu menjalin hubungan dengan pihak Peru-
sahaan negara/ swasta besar untuk mencari bapak angkat dari jenis-jenis
agribisnis pengusahaan bambu.
53

(4). Sumber permodalan bagi KOPERASI dalam menangani usaha pengusahaan


bambu di pedesaan dilakukan kerjasama dengan Bank Pemerintah ataupun
dengan pihak BUMN/BUMS .
(5). Dalam segi pembinaan kepada KOPERASI ataupun kelompok usaha agribisnis
bambu dilakukan dengan pembagian sebagai berikut:

a). Dinas Koperasi & PKM bertanggung Jawab terhadap pembinaan:


- Pengorganisasian/kelembagaan
- Pemasaran
- Perkreditan
- Pengembangan usaha bersama (KIMHUT-BAMBU)
- Jalinan Kerjasama Kelompok (KUBA)
b).Dinas Perindustrian & Perdagangan bertanggung jawab terhadap pembinaan
teknologi
c). Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan produk
d).Dinas Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Peternakan bertanggung jawab
terhadap suplai bahan baku, dan pembinaan teknologi agroindustri yang
terkait.

c.8. Disain Peranan Tenaga Pendamping


Keberadaan tenaga pendamping dalam tahap-tahap awal sangat diperlukan
untuk menentukan keberhasilan pengembangan KOPERASI dalam mengembangkan
usaha agribisnis/agroindustri di pedesaan. Peranan tenaga pendamping adalah sebagai
jembatan antara pembina dengan kelompok usaha agroindustri. Jumlah tenaga
pendamping diperlukan satu orang untuk beberapa KUBA. Peranan tenaga
pendamping ini diuraikan sebagai berikut:
(a). Membantu perencanaan usaha agribisnis/agroindustri yang akan dikembangkan
(b). Membimbing dalam segi kegiatan usaha kelompok agribisnis/ agroindustri oleh
KUBA.
(c). Membantu menjalin kerjama dengan pihak luar baik dalam segi permodalan
maupun pemasaran.
(d). Membimbing dalam pengorganisasian
(e). Membimbing dalam segi administarasi keuangan.
(g). Memotivasi kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam usaha
agribisnis/agroindustri
Insentif dari tenaga pendamping ini diambilkan dari dana pembinaan yang ada
di Instansi terkait, disamping itu dimungkinkan melalui keterlibatan langsung tenaga
pendamping dalam usaha agribisnis/agroindustri.

D. Landasan Operasional

Landasan operasional pengembangan usaha agribisnis/ agroindustri dengan


memfungsikan Koperasi diuraikan sebagai berikut:

d.1. Aspek Potensi Sumberdaya Alam dan Manusia


Potensi sumberdaya pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan baku
industri di Jawa Timur sangat melimpah, namun penyerapan tenaga kerjanya dalam
usaha agroindustri masih sangat rendah. Sementara itu jumlah penduduk miskin di
54

pedesaan masih cukup besar. Dengan demikian usaha agribisnis/agroindustri di


pedesaan memberikan peluang untuk dijadikan usaha pengentasan masyarakat miskin.

d.2. Aspek Kelayakan Usaha


Banyak terdapat jenis usaha agribisnis/agroindustri yang layak dikembangkan
untuk pengentasan kelompok masyarakat miskin di wilayah perdesaan. Namun usaha
yang dilakukan umumnya bersifat sambilan, teknologi sangat sederhana,
pemasarannya lokal dan pemasarannya kurang kompetitif di pasaran kota. Di lain
pihak dijumpai usaha agroindustri di kota dalam skala pabrik dimana sebenarnya
dapat dilakukan dalam skala rumah tangga di pedesaan. Dengan demikian
pengembangan agribisnis/ agroindustri di pedesaan masih mempunyai peluang cukup
besar.

d.3. Aspek Kelembagaan


Koperasi KOPERASI saat ini masih belum sepenuhnya menangani
pengembangan usaha agribisnis/agroindustri, di lain pihak adanya tuntutan melalui
kantor Departemen Koperasi , Pengusaha Kecil dan Menengah yang diberi tugas
dalam mengembangkan pengusaha kecil termasuk pengembangan usaha
agribisnis/agroindustri.

d.4.Aspek Keterpaduan Instansi terkait


Instansi terkait seperti Kantor Departemen Pertanian, Koperasi & PKM,
Perindustrian & Perdagangan, Departemen Dalam Negeri, Perbankan, maupun
Perguruan Tinggi mempunya tekad yang sama untuk meningkatkan nilai tambah hasil
pertanian melalui sistem usaha agribisnis/agroindustri.

d.5. Tolok Ukur Keberhasilan

(a). Terbentuk Unit Usaha Otonom KOPERASI di bidang agribisnis / agroindustri,


dengan indikator :
(1). Terlibat dalam penyediaan kredit untuk pengembangan usaha
agribisnis/agroindustri.
(2). Terlibat dalam pemasaran produk agribisnis/agroindustri.
(3). Mempunyai jenis-jenis usaha agribisnis/agroindustri.
(b). Terbentuknya Kelompok-kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) yang
beranggotakan petani, dengan indikator:
(1). Adanya usaha yang bersifat kontinyu
(2). Usaha yang dilakukan bersifat kelompok
(c). Peningkatan pendapatan Kelompok Masyarakat anggota KUBA dibandingkan
sebelum berusaha di bidang agribisnis/agroindustri.
(d). PEMDA diharapkan dapat menyusun peta perencanaan pengembangan agribisnis
komoditas unggulan dan mempunyai akses kepada berbagai sumber anggaran
khusus untuk pengembangan agribisnis.

E. Rancangan Koperasi Agribisnis Produk Unggulan Bambu

Pengembangan produk-produk unggulan wilayah dalam rangka untuk


memberdayakan ekonomi rakyat setempat dapat dilakukan melalui pendekatan
55

pemberdayaan Koperasi Agribisnis sebagai “LEMBAGA EKONOMI RAKYAT


YANG MENGAKAR & MANDIRI”. Koperasi seperti ini dapat dikembangkan dari
lembaga-lembaga ekonomi tradisional yang telah ada, atau melalui rekayasa sosial
yang sesuai. Konsep pemberdayaan Koperasi agribisnis dapat diabstraksikan dalam
bagan berikut.

Sumber Sumber Birokrasi


Informasi Modal/Kapital

TOKOH PANUTAN / KEPERCAYAAN RAKYAT


-------------------------------------------------------
MANAJEMEN PROFESIONAL
RAKYAT RAKYAT

KOPERASI AGRIBISNIS BAMBU

UNIT
PERMODALAN

UNIT USAHA UNIT LEMBAGA


PRODUKTIF: DISTRIBUSI:
- Agribisnis (SPAKU) - Waserda
- Agroindustri (KUBA) - Grosir
- Industri RT / kerajinan - Pengecer

Kelompok sasaran dan Lingkup Kegiatan

Kelompok sasaran:
a. Kelembagaan sosial -tradisional yang ada di masyarakat, seperti koperasi,
kelompok tani, kelompok peternak, Paguyuban dan lainnya
b. Lembaga Kelompok tani komoditas yang telah ada.
56

c. Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi),
maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya.
d. Pengusaha dan Pengusaha Kecil, baik perorangan maupun kelompok, terutama
jama'ah masjid/Kopontren yang bersangkutan yang bergerak di bidang produksi
agribisnis/agroindustri dan sektor lainnya untuk diberdayakan/dikembangkan,
sehingga pada gilirannya dapat memperluas kesempatan kerja (menyerap tenaga
kerja).
e. Tenaga Kerja Terampil untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan
atau tenaga profesional / pengelola unit-unit usaha.

Lingkup Kegiatan:

a. Sosialisasi konsep pemberdayaan ekonomi rakyat dan identifikasi kelompok


sasaran yang akan mengembangkan unit usaha produk unggulan,
b. Rekruitmen tenaga terampil terdidik (yang nganggur ) untuk dijadikan petugas
pendamping lapangan (PPL)
c. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dengan thema:
(a) Pengembangan KUBA pengelola SPAKU produk unggulan wilayah
(b) Pra-koperasi simpan-pinjam pola perkreditan sederhana
(c) Usaha di berbagai sektor riil seperti agribisnis/agroindustri,
d. Penyaluran modal bergulir dan pendampingan untuk: (a) unit simpan-pinjam; (b)
modal kerja penyalur (grosir dan sub grosir) dan (c) modal kerja untuk mendukung
usaha masyarakat di berbagai sektor riil, terutama kelompok usaha bersama
Agribisnis/agroindustri (KUBA).
e. Penyaluran dana, sesuai dengan tahapan pelaksanaan program, dilakukan
langsung pengelola KUBA melalui Bank yang ditunjuk setelah persetujuan
diberikan oleh Tim Pembina atas usulan tim teknis daerah.
f. Tim Pembina dan Tim Teknis melaksanakan koordinasi perencanaan, pelaksanaan
dan pemantauan program dan menyampaikan laporan kemajuan program secara
periodik (bulanan dan triwulanan).
57

5. RANCANGAN KEBUN TEKNOLOGI BAMBU:


PUSAT INFORMASI DAN PELAYANAN TEKNOLOGI TEPAT
GUNA

Penerapan teknologi tepat guna diharapkan dapat membantu pengembangan


usaha produksi produk unggulan di wilayah pedesaan dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa kriteria yang dikemukakan oleh para pakar
agar supaya suatu teknologi dapat disebut “TEPAT GUNA” adalah:
1. Mampu menciptakan lapangan kerja atau kesempatan kerja
2. Menggunakan lebih banyak tenaga manusia
3. Pemeliharaannya mudah
4. Menggunakan lebih banyak bahan baku lokal
5. Pemanfaatan modal setempat
6. Pemanfaatan teknologi menengah/madya
7. Tidak boros sumberdaya alam dan tidak mengganggu lingkungan hidup.

Proses alih teknologi yang efektif mensyaratkan beberapa hal penting, a.l.:
1. Peran-serta secara aktif semua instansi terkait dan masyarakat penerima/pengguna
untuk menghadapi dan mengatasi kendala yang ada
2. Kerjasama dan komunikasi yang terprogram dalam suatu forum dialogis yang
melibatkan semua komponen yang terkait
3. Tersedianya wadah bagi forum dialogis antara masyarakat, pembawa, dan sumber
teknologi yang berada dekat dengan masyarakat dan mudah diakses oleh segenap
masyarakat.
4. Adanya kelembagaan yang akomodatif dan partisipatif, didukung oleh adanya iklim
inovatif dan tenaga yang terlatih, serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan
sistem informasi yang memadai.
5. Adanya tokoh panutan masyarakat yang mampu menggalang segenap potensi
masyarakat untuk diarahkan dan disiapkan untuk mengadopsi teknologi.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, tampaknya keberadaan “KEBUN


TEKNOLOGI” di bawah kendali Koperasi Agribisnis Bambu dan bermitra dengan
Perguruan Tinggi dan Instansi teknis terkait , mampu menjadi wahana yang efektif
dalam proses alih teknologi tepat guna di wilayah pedesaan. Kebun Teknologi ini dapat
berfungsi ganda sebagai:
(1). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Tepat-guna, yang dapat diakses oleh
para santri dan oleh masyarakat sekitar
(2). Pusat Penyuluhan, DEMOPLOT Ujicoba Penerapan Teknologi, dan Kaji Tindak
(3). Pusat Pelayanan dan Informasi IPTEK yang mampu menjalin hubungan dengan
jaringan informasi IPTEk yang lebih luas..

Kebun ini secara operasional berada di bawah koordinasi dari KOPERASI Agribisnis
Bambu yang ada di wilayah. Kebun ini dapat melibatkan beberapa divisi penting
seperti:

I. DIVISI TEKNOLOGI BENIH DAN BIBIT UNGGUL

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:


58

1. Teknik-teknik penanganan/ penyimpanan benih/ bibit


2. Teknologi perbanyakan benih dan bibit
3. Teknologi pembibitan dengan cara cepat
4. Teknologi penanaman benih dan bibit
5. Teknologi pengelolaan kebun bibit dan kebun induk/koleksi.

II. DIVISI AGROTEKNOLOGI DAN AGROBISNIS /AGROINDUSTRI

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:


1. Teknologi budidaya tanaman/ Silvikultur
2. Teknologi pengelolaan lahan dan konservasi tanah
3. Teknologi Industri / Kerajinan Bambu
4. Teknologi Pengolahan /pascapanen komoditas penunjang
5. Teknologi pemasaran hasil pertanian basis bambu

III. DIVISI TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN PENGEMASAN

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:


1. Teknologi penanganan panen dan pasca panen Bambu
2. Teknologi pengolahan pangan nabati
3. Teknologi pengolahan pangan hewani
4. Teknologi mekanisasi pertanian
5. Teknologi pengemasan hasil panen.

IV. DIVISI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK DAN PAKAN TERNAK


Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
1. Teknologi inseminasi buatan (Sapi)
2. Teknologi perkandangan
3. Teknologi produksi Pakan hijauan
4. Teknologi ransum pakan alternatif
5. Teknik perawatan kesehatan ternak

V. DIVISI TEKNOLOGI LIMBAH DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN


Lingkup Kerja Divisi ini adalah:
1. Teknologi penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan limbah domestik
rumahtangga
2. Teknologi jamu /obat tradisional/TOGA
3. Teknologi daur ulang/pemanfaatan limbah pertanian
4. Teknologi pengolahan pangan dengan nilai gizi tinggi
5. Teknologi penyuluhan kesehatan yang efektif
6. Teknologi pemutusan rantai penularan penyakit, dan lainnya

VI. DIVISI TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN MANAJEMEN INFORMASI

Lingkup Kerja Divisi ini adalah:


1. Teknik komunikasi massal
2. Teknologi komputer / komputasi dan informatika
3. Teknik rekayasa sosial
4. Manajemen sistem informasi
5. Teknik dokumentasi dan publikasi.
59

VII. DIVISI TEKNOLOGI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN KEUANGAN


Lingkup Kerja Divisi ini adalah:

1. Teknik pembukuan keuangan sederhana


2. Teknik analisis usahatani
3. Teknik penyusunan kelayakan proyek/kegiatan produktif
4. Perkreditan
5. Baitul Ma’al/Perkoperasian/kelompok usaha bersama.
60

KOPERASI PENGELOLA KIMHUT BAMBU

UNIT USAHA KEBUN TEKNOLOGI

ANGGOTA MASYARAKAT

LITBANG
DEPT. KEBUN TEKNOLOGI PERG.
BPPT
BLK-BLK DIVISI-DIVISI TEKNOLOGI TINGGI
SUASTA

POKMAS ANGGOTA KUBA


KOPERASI
61

BAHAN BACAAN

Chihongo, A.W., Kishimbo, S.I., Kachwele, M.D. dan Y.M. Ngaga. 2000. Bamboo
production-to consumption systems in Tanzania. [Internet] INBARs Bamboo and
Rattan Development Programmes. http://www.in ar.int/ publication/txt/
INBAR_Working_Paper_No28.htm. Accessed May 2007.
Dransfield, S. dan E.A. Widjaja. 1995. Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland. In:
Dransfield, S. & Widjaja, E.A. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 7.
Bamboos. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 74–78.
Liese, W. 2004. Preservation of bamboo structures. Ghana Journal of Forestry 15–16: 40–48.
Seethalakshmi, K.K. dan M.S. Muktesh Kumar. 1998. Bamboos of India: a compendium.
Technical Report No 17. Kerala Forest Research Institute, Peechi, Kerala, India &
International Network for Bamboo and Rattan (INBAR), Beijing, China. 342 pp.
CAB International, 2005. Forestry Compendium. Bambusa vulgaris. [Internet]
http://www.cabicompendium.org/ fc/datasheet.asp?CCODE=BAM_VU.
Duriyaprapan, S. dan P.C.M. Jansen. 1995. Bambusa bambos (L.) Voss. In: Dransfield, S. &
Widjaja, E.A. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 7. Bamboos.
Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 56–60.
Khristova, P., Kordaschia, O., Patt, R. & Karar, I., 2006. Comparative alkaline pulping of
two bamboo species from Sudan. Cellulose Chemistry and Technology 40(5): 325–
334.
Koshy, K.C. & Jee, G., 2001. Studies on the absence of seed set in Bambusa vulgaris. Current
Science 81(4): 375–378.
Ndiaye, A., Dialoo, M.S., Niang, D. & Gassama-Dia, Y.K., 2006. In vitro regeneration of
adult trees of Bambusa vulgaris. African Journal of Biotechnology 5(13): 1245–
1248.
Papadopoulos, A.N., Hill, C.A.S., Gkaraveli, A., Ntalos, G.A. dan S.P. Karastergiou. 2004.
Bamboo chips (Bambusa vulgaris) as an alternative lignocellulosic raw material for
particleboard manufacture. Holz als Roh- und Werkstoff 62: 36–39.
Rugalema, G.H., Okting’ati, A. dan F.H. Johnsen. 1994. The homegarden agroforestry
system of Bukoba district, north-western Tanzania. 1. Farming system analysis.
Agroforestry Systems 26(1): 53–64.
Sarpong, M.K. 2000. Evaluation of bamboo utilization in Kumasi. BSc thesis, Institute of
Renewable Natural Resources, Kwame Nkrumah University of Science and
Technology, Kumasi, Ghana. 40 pp.

Anda mungkin juga menyukai