Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia dan berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak, protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis

mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati (Sukandar, 2008).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, lebih dari

382 juta orang diseluruh dunia mengalami DM dan diperkirakan akan

meningkatkan sekitar 55% pada tahun 2030. Proporsi angka kejadian DM tipe 2

adalah 95% dan tipe 1 hanya 5% dari populasi dunia yang menderita DM 4,8 juta

orang meninggal akibat penyakit degenerati ini. Berdasarkan studi populasi World

Health Organization (WHO) Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dengan

8,24 juta orang dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,257 juta orang pada

tahun 2030.

Salah satu bahan makanan yang dihubungan dengan perbaikan kadar gula

darah adalah berbahan dasar kedelai. Kebiasaan konsumsi kacang-kacangan

terutama kedelai memiliki resiko protektif terhadap DM tipe 2. Kedelai disamping

dapat dikonsumsi langsung juga banyak dikonsumsi dengan berbagai macam

bentuk olahan seperti tempe, tahu, kecap / tauco, tepung, minyak dan susu.

Khusus mengenai susu kedelai sekarang sudah menjadi makanan populer di

banyak negara Eropa ataupun Amerika karena fungsinya yang melebihi susu sapi.
Kandungan protein, isoflavon, serat dan lesitin yang tinggi dipercaya mempunyai

pengaruh yang sangat baik untuk kesehatan tubuh terutama untuk keseimbangan

metabolism (Unus, 2002).

Mengingat umur simpan susu kedelai tidak bertahan lama maka dilakukan

proses pengeringan pada susu kedelai menggunakan metode freeze drying. Untuk

meningkatkan mutu dari susu kedelai bubuk dapat ditambahkan ekstrak buah

mengkudu dan temulawak. Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) diperkirakaan

dapat merangsang sekresi insulin dari sel β pankreas karena mengandung saponin

dan rutin (Nayak, Marshall, Isitor, & Adogwa, 2010). Dari hasil penelitian lain

memperkuat dugaan tersebut, dilaporkan adannya peningkatan kadar insulin pada

hewan uji yang diberikan ekstrak buah mengkudu (Rao, 2008). Selain itu,

penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki pengaruh

yang sebanding dengan glibenklamid dalam menurunkan.

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung beberapa

metabolit sekunder yang juga diduga memiliki aktivitas dalam menurunkan kadar

glukosa darah, temulawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, bahan

penyedap masakan dan minuman, serta pewarna alami untuk makanan dan

kosmetika. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan adalah rimpangnya. Khasiat

Temulawak telah banyak diketahui berdasarkan pengalaman empiris dan hasil

penelitian. Rimpang temulawak memiliki banyak khasiat, antara lain sebagai

analgetik, anthelmintik, anti bakteri dan anti fungi, antidiabetik, antihepatotoksik,

anti inflamasi, anti oksidan, anti tumor, penekan saraf pusat, diuretika,

hipolipidemik, hipotermik, insektisida dan lain-lainnya (Sina, 2013).


Berdasar uraian diatas, penelitian tertarik untuk membuat susu kedelai

bubuk yang di perkaya dengan ekstrak mengkudu(Morinda citrifolia L.) dan

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Untuk mengobati diabetes terhadap tikus

putih jantan yang diinduksi aloksa.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah campuran susu kedelai bubuk (Glycine max (L) Merril, Mengkudu

(Morinda citrifolia L.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)dapat

pengobatan diabetes pada tikus putih jantan diinduksi aloksa.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah campuran susu kedelai bubuk (Glycine max (L)

Merril, Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.)dapat pengobatan diabetes pada tikus putih jantan.

1.4 Hipotesa

H₀ : Tidak ada pengaruh uji aktivitas antidiabetes campuran susu

kedelai bubuk (Glycine max merr), mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan

temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.) terhadap tikus putih jantan.

Hı : Ada pengaruh uji aktivitas antidiabetes campuran susu kedelai

bubuk (Glycine max merr), mengkudu (Morinda citrifolia l.) dan

temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.) terhadap tikus putih jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan kedelai bubuk (Glycine max

merr), mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan temulawak (Curcuma

xanthorrhiza roxb.) sebagai obat fitofarmaka.


2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai penelitian

tentang terhadap uji aktivitas antidiabetes campuran susu kedelai bubuk

(Glycine max merr), mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan temulawak

(Curcuma xanthorrhiza roxb.) penurunan kadar glukosa darah pada

mencit putih jantan

3. Sebagai sumber informasi ilmiah mengenai khasiat sebagai obat

penurunan kadar glukosa darah kedelai bubuk (Glycine max merr),

mengkudu (Morinda citrifolia l.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza

roxb.) kepada masyarakat luas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Biologi Tumbuhan Kacang Kedelai

2.1.1 Klasifikasi(Depkes RI, 2001)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Subfamilia : Faboideae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L) Merril.

2.1.2 Nama Lain

Sojaboom, Soja, Soja bohne, soybean, kedelai, kacang gambol, kacang

bulu, kacang ramang, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekeman,

dekenana, demekun, dele, kedele, kadang jepun, lebui bawak, lawui,serupapa,

titak, dole, kadale, puwe mon, dan gadelai ( Pitojo, 2003).

2.1.3 Morfologi

Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 20-60 cm. Setiap

batang bersegi, berkayu, berambut, bercabang, dan berwarna hijau keputih-

putihan. Bentuk daun tanaman kedelai daun majemuk, menyirip ganjil, berbentuk

bulat telur dengan kedua ujungnya tumpul, tepi rata, pangkal membulat, panjang
2-5 cm, lebar 2-4 cm, petulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga kedelai

berupa bunga majemuk, berbentuk tandan, kelopak 5-7 mm, berambut, bertanjuk

sempit, runcing, mahkota memiliki panjang 6-7 mm, kelopak berwarna ungu,

akan tetapi tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi

penyerbukkan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk

polong. Baik kulit luar buah polong maupun batang pohonnya mempunyai bulu-

bulu yang kasar berwarna cokelat. Buah polong berisi biji-biji dengan bermacam-

macam warna kulit. Bila polong telah kuning akan mudah pecah, dan biji-biji

kedelai akan terpelanting keluar. Biji Kedelai Putih mempunyai warna kulit agak

putih, kuning atau hijau.( Depkes RI, 2001)

2.1.4 Habitat

Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan

subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik didaerah yang memiliki curah

hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Curah hujan yang optimum untuk pertumbuhan

tanaman kedelai antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki antara 210C-

340C. Suhu yang optimum bagi pertumbuhan 230C-270C. Suhu tanah yang

optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300C (Irwan, 2006). Disamping suhu

tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman

kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga

tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga

menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah

subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong

kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C.


Sebenarnya kedelai resisten terhadap daerah yang agak kering kecuali selama

pembungaan.

2.1.5 Khasiat dan Penggunaan

Banyak sekali kegunaan tanaman kedelai dibidang kesehatan dari

bagian kacang, kulit kacang, serta daunnya, yang digunakkan atas dasar

khasiatnya secara empiris, kacang kedelai digunakan dalam pengobatan

edema, beri-beri, jaundis, rematik, pruritus, keracunan, insomnia, batuk,

serta untuk mengobati demam dan sakit kepala yang disebabkan oleh flu.

Daun dari tanaman kedelai yang digunakkan untuk mengobati sakit kepala

(But, 1998)

Selain berdasarkan empiris, kacang kedelai secara klinikjuga memiliki

khasiat untuk berbagai kondisi., diantaranya sebagai pencegah terhadap

kondisi osteoporosis dan penyakit kardivaskular, membantu, regulasi

metabolisme lemak,serta memperbaiki proseskoagulasi darah

(Palaniswany, 2008). Selain itu, kedelai juga berkhasiat sebagai

antidiabetes dan antikanker. Khasiat-khasiat di atas sudah diuji secara

preklinik dan beberapa sudah diuji sampai tingkat klinik(Khushk, Dabot,

Baloach dan Bhutto, 2010; Koswara, 2006)

2.1.6 Kandungan kimia

Kacang kedelai menggandung protein, minyak, karbohidrat, mineral, dan

vitamin. Minyak kacang kedelai mengandung asam linoleat, asam linolenat,

fosfolipid, fitosterol, dan tokoferol. Fosfatidil etanolamin, fosfotidil inositol, dan

asam fosffatidat. Komponen utama fitosterol dalam minyak kacang kedelai ialah
β-sitosterol, campesterol, dan sigmasterol (Dixit, Antony, Sharma, dan Tiwari,

2011).

Kacang kedelai merupakan sumber isoflavon terbanyak, yaitu sampai 3

mg/g dihitung pada bobot kering. Daidzein, genistein,dan glycitein merupakan 3

tipe aglikon isoflavon yang terkandung dalam kacang kedelai. Lebih dari 90 %

total isoflavon merupakan daidzein, genistein, dan glikosidanya, sedangkan

glycitein dan glikosidannya hanya kurang dari 10 % total isoflavon. Isoflavon

secara struktur mirip dengan estradiol mamalia, dan dapat berikatan dengan

isoform α dan β dari reseptor estrogen, sehingga disebut juga sebagai fitoestrogen.

Selain itu, kacang kedelai juga menggandung saponin (Dixit, Antony, Sharma,

dan Tiwari, 2011).

Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram Sumber :

Sinartani, 2008

Komponen Basah Kering

Air (g) 20,00 7,50


Kalori (Kal) 286,00 331,00
Protein (g) 30,20 34,90
Lemak (g) 15,60 18,10
Karbohidrat (g) 30,10 34,80
Kalsium (mg) 196,00 227,00
Fosfor (mg) 506,00 595,00
Besi (mg) 6,90 8,00
Vitamin A (IU) 95,00 110,00
Vitamin B (mg) 0,99 1,07
2.2 Tinjauan Biologi Tumbuhan mengkudu

2.2.1 Klasifikasi

Filum : Angiospermae

Sub filum : Dicotyledoneae

Divisio : Lignosae

Family : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : M. citrifolia, L.
Gambar 1. Buah Mengkudu (M. citrifolia, L.) (Redriguez, 2008).

2.2.2 Nama lain

Mengkudu dikenal juga dengan nama Pace (Jawa), Cangkudu (Pasundan),

Kodhuk (Madura), Bakudu (Sumatra), Wangkudu (Kalimantan), Bakulu (Nusa

Tenggara) (Suryowinoto, 1997).

2.2.3 Morfologi

Mengkudu termasuk jenis tanaman pohon dan berbatang bengkok,

ketinggian dapat mencapai 3-8 m. Daun tunggal dengan ujung dan pangkal

kebanyakan runcing. Buahnya termasuk buah bongkol, benjol-benjol tidak teratur,

berdaging, jika masak daging buah berair. Buah masak berwarna kuning kotor

atau putih kekuning-kuningan dengan panjang 5-10 cm, lebar 3-6 cm

(Suryowinoto, 1997).

Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Mudah tumbuh pada

berbagai tipe lahan, dengan daerah penyebaran dari dataran rendah hingga

ketinggian 1500 dpl. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada umumnya

mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat ≥300 biji, namun ada juga tipe

buah mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya dibungkus oleh suatu lapisan

atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya tumbuhnya tinggi.

Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah dilakukan

(Djauhariya dkk., 2006).

2.2.4 Khasiat dan penggunaan

Buah mengkudu di indonesia digunakan untuk mengobati beri-beri, asma,

diabetes, batuk, mengurangi, gangguan, menstruasi, dan mengobati beberapa

masalah pernapasan (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003). Manfaat lain dari


buah mengkudu ialah memperlancar pengeluaran urin, memberihkan luka,dan

menyembuhkan pembengkakan limpa (Heyne, 1987). Sedangkan daunnya

berguna sebagai obat amandel, masuk angin, radang usus, mulas, dan diabetes

(Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan RI, 1991)

Selain sebagai obat tradisional. Mengkudu juga memiliki arti penting

dalam dunia industri. Akar mengkudu berfungsi sebagai zat pewarna merah pada

kain batik. Kayu mengkudu dapat dijadikan bahan penggosok, bahan bakar, dan

tanaman pendukung lada.Selain itu, bubur buah mengkudu dapat digunakan untuk

membersihkan besi dan baja yang berkarat, juga menghilangkan ketombe dari

rambut (ASEA Countries, 1993).

2.2.5 Kandungan kimia

Buah mengkudu (M. citrifolia, L.) mengandung scopoletin, sebagai

analgesik, antiradang, antibakteri, sebagai antibakteri, antikanker, imunostimulan.

Alizarin, Acubin, L. Asperuloside, dan flavonoid sebagai antibakteri. Vitamin C,

sebagai antioksidan (Peter, 2005; Waha, 2000; Winarti,2005).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa morinda

citrifolia mengandung komponen bioaktif seperti flavonoid, triterpen,

triterponoid, dan saponin dalam jumlah yang signifikan. Senyawa flavonoid yang

terkandung dalam mengkudu bermanfaat sebagai antioksidan yang terbukti

memiliki aktivitas sebagai hepatoproteiktif pada uji in vivo (Nayak, Marshall,

Isitor, & Adogwa, 2010).


Gambar 1. Struktur flavonoid (Yani,2014)

Kndungan lainnya yang diketahui bermanfaat ialah senyawa saponin rutin,

dan triterpen. Ketiganya diduga memiliki efek hipoglikemik yang telah

terbuktikan melalui beberapa penelitian. Oleh karena itu, mengkudu sering

digunakan sebagai obat diabetes (Nayak, Marshall, Istior, & Adogwa, 2010).

Buah mengkudu menggandung alkohoid, antrakuinon, morinda, asam

malat, asam sitrat, gum, asam kaprik, dan glukosa ( ASEAN, Countries, 1993;

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI,

1991). Glukosa berguna sebagai nutrisi, baik bagi pertumbuhan tanaman

mengkudu sendiri, maupun bagi makhluk hidup yang mengkonsumsi buahnya.

Asam kaprik menghasilkan bau yang tidak sedap pada buah mengkudu yang telah

matang.

2.3 Tinjauan Biologi Rimpang temulawak

2.3.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma Xanthorrhiza ROXB

(Anonim, 2016)
2.3.2 Morfologi

Temulawak merupakan salah satu tanaman temu-temuan dengan tinggi

mencapai 2 meter. Herbal ini berbatang semu dan berwarna hijau atau coklat

gelap. Setiap batang memiliki 2-9 helai daun yang berbentuk bundar memanjang

sampai lanset dengan warna hijau dan bergaris coklat keunguan. Setiap helaian

daun dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun yang panjang. Tanaman

temulawak dewasa akan memiliki bunga yang biasanya muncul dari batang

semunya. Bunga temulawak terdiri atas kelopak bunga yang berwarna putih dan

berbulu, mahkota bunga yang berbentuk tabung, dan helaian bunga yang

berbentuk bundar memanjang, berwarna putih kekuningan dengan ujung berwarna

merah muda sampai merah. Temulawak menghasilkan rimpang (umbi akar) yang

merupakan bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat.

Rimpang tersebut berbentuk bulat, beraroma khas bila dibelah, dan terasa pahit

bila dimakan. Daging rimpang berwarna kuning tua sedangkan kulitnya berwarna

kuning kecokelatan. Rimpang temulawak merupakan rimpang terbesar bila

dibandingkan dengan rimpang tanaman curcuma lainnya (Herliana, 2013: 101).

2.3.3 Habitat dan Penyebaran

Kawasan Indonesia dan Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak

(cucurma xanthorriza Roxb) menyebar keseluruh dunia. Temulawak adalah

tumbuhan asli indonesia sehingga mudah sekali tumbuh dan berkembang biak

dinegara kita, yang mana persebaraannya hanya terbatas di Jawa, Maluku, dan

Kalimantan. Saat ini tanaman temulawak selain di Asia Tenggara dapat ditemui

pula di Cina, indocina, Bardabos, India, Jepan, Korea, Amerika serikat dan

beberapa negara Eropa (Sidik, 1997).


2.3.4 Khasiat dan Penggunaan

Khasiat temulawak sebagai obat telah lama dikenal, baik dalam negeri

maupun luar negeri, terutama di Jerman dan Belanda. Selain berdasarkan

pengalaman, khasiat temulawak juga telah banyak diketahui berdasarkan hasil

penelitian sehingga dalam farmakologi Indonesia, temulawak termasuk salah satu

simplisa yang harus tersedia di apotek (Said, 2007: 10).

Berdasar penelitian, rimpang temulawak memliki beberapa efek

farmakologi seperti antibakteri atau antijamur, antidiabetik, analgesik,

antelmintik, antihepatotoksik, antiinflamasi, antioksidan, antitumor, penekan

syaraf pusat, diuretik, hipolipidemik, hipotermik, insektisida, dan koleretik

(Nurmalina & Valley, 2012: 335-340).

Efek terapi dari rimpang temulawak diduga karena adanya dua zat aktif

utama yang terkandung berupa kurkumin dan xanthorrhizol yang kadarnya

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tumbuh tanaman (Nurcholis dkk,

2012: 153-159). Merupakan senyawa kimia yang memiliki aroma khas, berasa

sedikit pahit, dan memberikan warna kuning atau jingga dalam suasana asam dan

merah dalam suasana basa. Senyawa ini memiliki berbagai efek terapi seperti

antiseptik, analgesik, antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan. Senyawa ini

berpotensi mengobati berbagai penyakit seperti menurunkan kadar kolesterol

dalam serum, menghambat oksidasi LDL, menekan diabetes, merangsang

regenerasi otot, melindungi dari penyakit radang usus, dan melindungi dari

pankreatitis (Aggarwal etal., 2007: 2-12).

2.3.5 Kandungan Kimia


Kandungan rimpang temulawak kering (Tabel 1) terdiri atas air, abu,

protein, pati, lemak, dan kurkumin dengan kadar yang bervariasi (Rosidi dkk,

2016).

Tabel 2. Kandungan Kimia Rimpang Temulawak Kering

Kandungan Kadar (%)


Air 9,80
Abu 3,29
Lemak 2,84
Protein 3,30
Pati 48,59
Kurkumin 2,02

Selain itu rimpang temulawak mengandung minyak atsiri yang dapat

diperoleh dengan cara penyulingan. Minyak atsiri temulawak sebagian besar

tersusun atas senyawa seskuiterpenoid dengan xanthorrhizol dan arkurkumen

sebagai komponen utama dan beberapa komponen lain seperti 1,8-cineol,

kurzeneron, p-cimen-8-ol, β-pinen, α-pinen, kamfen, myrcen, limonen, β-ocimen,

p-cimen, terpinolen, α-p-dimetil stiren, kamfer, 2-nonanol, α-elemen, β-kariofilen,

terpen-4-ol, isoborneol, α-terpineol, isoborneol, kariofilen oksida, humulen

oksida, dan germakron (Lim, 2016:374).

2.4 Metode Pengeringan

Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur

ada empat macam, yaitu :

1. Metode pengeringan semprot (spray drying)

Pengeringan semprot merupakan metode yang paling sering

digunakan untuk meproduksi bubuk kedelai. Prinsip metode ini yang

sering digunakan untuk menyemprotkan air kedelai ke dalam aliran udara


panas, sehingga permukaan air kedelai menjadi sangat luas dan

pengeringan sangat berlangsung dengan cepat (Koswara, 2002).

Pengeringan semprot biasanya menggunakan tekanan semprot

terhadap emulsi kedelai sebesar 126,67 kg/cm2 sampai 31,85 kg/cm2 dan

suhu sekitar 110 oC sampai 149 oC agar diperoleh bubuk dengan kadar air

3%- 5%. Pengeringan bubuk kedelai dengan pengeringan semprot

beraliran co-current (arah udara panas dan arah cairan yang

disemprotkan sama atau searah) dan alat penyemprotan jenis rotary atau

nozzel, Pada suhu udara masuk 145 oC – 200 oC akan menghasilkan

bubuk kedelai dengan kadar air 2% - 4% (Koswara, 2002).

2.
Metode Pengeringan beku ( freeze drying)

Metode adalah ini, air diuapkan dari bahan baku secara sublimasi,

yang prosesnya berlangsung dalam keadaan vacum. Yang dihasilan

dengan menggunakan dengan cara ini mempunyai sifat-sifat yang sangat

baik,dalam arti tidak atau sedikit sekali mengalami perubahan sifat

fisikokimia selama pengeringan . Kelemahannya adalah metode ini

memerlukan biaya opreasi yang relatif mahal, sehingga hanya akan

mengguntungkan jika dilakukan dengan sekala besar(Koswara, 2002).


3.
Metode pengeringan secara lapis tipis (pan drying)

Metode ini umumnya digunnakan untuk pembuatan bubuk,

pengeringan cara ini dilakukan pada suhu sekitar 40, 56 oC – 47, 78 oC

sedangkan jenis alat pengeringan yang digunakan antara lain oven dan

water jacketed pan. Pengeringan yang dilakukan pada suhu 40 oC – 45


o
C dengan tebal lapis lapisan sekitar 6mm dan lama pengeringan 6 jam

menghasilkan tepung dengan kadar air 5% (Koswara, 2002).


4.
Metode pengeringan busa (foaming drying)

Pada metode ini bahan yang digunakan untuk dikeringkan adalah

bahan cair yang dapat dibusakan, misalkan putih telur. Pembentukkan

busa menghasilakn luas permukaan yang besar sehingga mempercepat

prosesspengeringan. Pengeringan ini hampir sama dengan pengeringan

cara lapis.Cairan yang akan dilakukan dikock sehingga membentuk busa,

kemudian dikeringkan dengan ketebalan 3,2 mm pada suhu 82,2 oC

selama 12 menit. Setelah kering dilakukan penggilingan, hasilnya berupa

bubuk dengan kadar air 2-3 % (Koswara, 2009; Dewi, 2016).

2.5 Tinjauan Farmakologi


2.4.1 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok kelainan metabolisme

yang ditandai dengan hiperglikemia dan ketidaknormalan metabolisme lemak,

karbohidrat dan protein serta mengakibatkan komplikasi kronik akibat kerusakan

sekresi insulin, sensitifitas insulin ataupun keduanya (Dipiro, et al, 2005).

Penyakit diabetes dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke.

Diabetes juga menyebabkan neurophaty (kerusakan syaraf), meningkatkan

kemungkinan terjadinya tukak pada kaki, infeksi bahkan sampai amputasi (Dewi,

2016).

2.5.2 Klasifikasi Diabetes (Dharma, 2016)

1. Diabetes Mellitus tipe 1


adalah penyakit kelainan autoimun yang menyebabkan kerusakan pada

sel β-pankreas, selain itu kerusakan sel β-pankreas disebabkan karena proses

idiopatik, namun hal ini jarang terjadi. Proses autoimum diperantarai oleh

makrofag dan sel limfosit T dengan autoantibodi yang bersirkulasi terhadap

antigen sel β. Pengukuran autoantibodi yang lain adalah insulin autoantibodi,

autoantibodi terhadap glutamic acid decarboxylase, insulin antibodi terhadap

islet tyrosin phosphate dan lain sebagainya. Lebih dari 90% pasien yang

terdiagnosis, mempunyai satu dari beberapa antibodi tersebut.

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Ditandai dengan resistensi insulin dan berkurangnya sekresi insulin,

yang akan semakin berkurang sekresinya dari waktu ke waktu. Sebagian

besar pasien DM tipe 2 memperlihatkan obesitas abdomen, yang mana

obesitas abdomen itu sendiri mengakibatkan resitensi insulin. Sebagai

tambahan, hipertensi, dislipemia (high triglyceride levels and low HDL-

cholesterol levels) dan peningkatan plasminogen activator inhibitort type 1

(PAI-1) sering ditemukan. Sekumpulan abnormalitas ini menunjukkan

sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolisme. Dikarenakan

abnormalitas ini, pasien dengan DM tipe 2 berada dalam risiko tinggi terkena

komplikasi makrovaskular.

3. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)

GDM digambarkan sebagai intoleransi glukosa yang dikenali selama

masa kehamilan. Diabetes gestasional berada pada ±7% dari keseluruhan

kehamilan. Deteksi klinik secara dini sangat penting, sebagai terapi akan

mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas perinatal.


4. Diabetes tipe spesifik lain

DM tipe lain yang terjadi yaitu DM yang disebabkan penyakit lain,

seperti kelainan endokrin atau pankreas akibat penggunaan obat lain.

2.5.3 Faktor Penyebab (Dharma, 2016)

a. Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan

jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas

maksimum untuk disekresikan.

b. Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai

kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan

orang yang tidak gemuk.

c. Faktor genetik

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua.

Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga

yang terkena juga.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat

menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam

mensekresikan hormone yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh,

termasuk hormone insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas


Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas

sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada

pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

2.5.4 Metabolisme Glukosa

Glukosa adalah karbohidrat terpenting, kebanyakan karbohidrat dalam

makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa. Glukosa adalah prekusor

untuk sintesis semua karbohidrat lain ditubuh, termasuk glikogen untuk

penyimpanan; ribosa dan deoksiribosa dalam asam nukleat; galaktosa dalam

laktosa susu, dalam glikolipid dan sebagai kombinasi dengan protein dalam

glikoprotein proteoglikan. Penyakit terkait metabolisme karbohidrat antara lain

diabetes melitus, galaktosemia dan intoleransi laktosa (Murray et al, 2009).

Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau

monosakarida dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan

polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida

dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah

diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan

akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula (Price & Wilson, 2005).

Glukosa dimetabolisme menjadi piruvat melalui jalur glikolisis. Jaringan

aerob memetabolisme piruvat menjadi asetil-KoA yang dapat memasuki siklus

asam sitrat untuk dioksidasi sempurna menjadi 𝐶𝑂2 dan 𝐻2 O yang berkaitan

dengan pembentukan ATP dalam proses fosforilasi oksidatif. Glikolisis juga dapat

berlangsung secara anaerob (tanpa oksigen), dengan produk akhir berupa laktat.

Glukosa dan metabolitnya juga ikut serta dalam proses lain, misalnya (1) Sintesis

polimer simpanan glikogen di otot rangka dan hati. (2) Jaur pentosa fosfat, suatu
alternatif sebagian jalur glikolisis. (3) Triosa fosfat membentuk gugus gliserol

triasilgliserol. (4) Piruvat dan zat-zat antara siklus asam sitrat menyediakan

kerangka karbon untuk sintesis asam amino, dan asetil-KoA adalah prekusor asam

lemak dan kolesterol. Glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari

prekusor nonkarbohidrat, misalnya laktat, asam amino dan gliserol (Murray et al,

2009).

2.5.5 Patofisiologi (Santoso, 2001)

Hiperglikemia terjadi akibat kerusakan sel β-pankreas yang menimbulkan

peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati

meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis

dan gluconeogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada.

Ketika kadar glukosa darah meningkat sampai jumlah glukosa yang difiltrasi

melebihi kapasitas, sehingga sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, maka glukosa

timbul diurin (glukosuria). Glukosa urin menimbulkan efek somatik yang menarik

air bersamanya, menimbulkan diuresis osmotic yang ditandai poliuria (sering

berkemih). Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi,

sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah

turun secara mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat

menyebabkan kematian karena aliran darah keotak turun dan dapat menimbulkan

gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak kuat. Selain itu, sel-sel

kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air

dari dalam sel kecairan ekstra sel yang hipertonik. Sel-sel otak sangat peka karena

timbul gangguan fungsi saraf yaitu polineuropati.


Gejala khas lain pada diabetes mellitus adalah rasa haus berlebihan yang

merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mengatasi dehidrasi akibat

poliurea. Karena terjadi defiensi glukosa intrasel, maka kompensasi tubuh

merangsang syaraf sehingga nafsu makan meningkat dan timbul pemasukkan

makanan berlebihan (polifagia). Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan

pemasukan makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi

insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesa gliserida menurun saat

lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi asam lemak dalam daerah sebagian

besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif.

2.5.6 Diagnosa Diabetes (Dharma, 2016)

1. Glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dL disertai dengan gejala

diabetes yang sering muncul yaitu poliurea, polidipsia, dan penurunan

berat badan.

2. Glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dL. Puasa diartikan tidak adanya

asupan kalori selama minimal 8 jam.

3. Glukosa darah 2 jam lebih dari 200 mg/dL selama tes toleransi glukosa

oral (TTGO). Asupan glukosa yang direkomendasikan pada tes ini adalah

75 gram.

2.5.7 Terapi Diabetes Mellitus

2.5.7.1 Terapi Non Farmakologi (Dharma, 2016)

1. Pengaturan Diet

Diet yang baik berperan dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes.

Penderita diabetes dianjurkan makan dengan komposisi seimbang sesuai


kecukupan gizi yang baik, yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan

lemak 20-25%. Asupan kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik untuk dapat mencapai dan

mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah terbukti

dapat mengurangi resistensi insulin serta memperbaiki respon sel β

terhadap stimulus glukosa. Selain jumlah kalori, jenis bahan makanan

yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan. Asupan kolesterol tidak lebih

dari 300 mg, dengan sumber yang berasal dari bahan nabati karena

mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibanding asam lemak

jenuh. Masukan serat minimal 25 g per hari, karena dapat membantu

mengatasi rasa lapar yang biasa dirasakan pasien DM tanpa khawatir

masukan kalori berlebihan

2. Olahraga

Olahraga dapat memperbanyak jumlah serta meningkatkan aktivitas

reseptor insulin dalam tubuh, juga akan meningkatkan penggunaan

glukosa. Olahraga yang disarankan bagi penderita diabetes yaitu bersifat

CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance

Training). Zona sasaran olah raga yang dilakukan yaitu 75-85% denyut

nadi maksimal (220-umur), yang disesuaikan pula dengan kemampuan

dan kondisi penderita. Olah raga yang disarankan antara lain jalan atau lari

pagi, bersepeda, berenang, dan lainnya yang dilakukan selama total 30-40

menit per hari diawali pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan

selama 5-10 menit.

2.5.7.2 Terapi Farmakologi (Dharma, 2016)


1. Obat Antidiabetik Oral (ADO)

A. Golongan Sulfonilurea

Mekanisme utamanya adalah peningkatan sekresi insulin.

Sulfonilurea mengikat reseptor sulfonilurea spesifik pada sel β-pankreas.

Ikatan tersebut menutup saluran K+ yang tergantung pada ATP, akibatnya

menurunkan keluaran kalium dan kemudian terjadi depolarisasi membran,

saluran kalsium terbuka dan kalsium masuk. Peningkatan jumlah kalsium

intraselular menyebabkan pengeluaran insulin. Efek samping sulfonilurea

yang paling sering adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan

(~2kg).

B. Golongan Meglitinid (Glinid)

Mekanisme kerja obat ini sama dengan sulfonilurea, menutup ATP

sensitive potassium channel, yang kemudian menyebabkan depolarisasi,

influx kalsium dan meningkatkan sekresi insulin. Obat diabsorbsi cepat

setelah pemberian peroral dan dieliminasi secara cepat melalui hati. Efek

samping obat golongan ini adalah hipoglikemia, tetapi pada tingkat yang

lebih rendah. Contoh obat ini yaitu repaglinid dan nateglinid.

C. Golongan Biguanid

Contoh obat ini yaitu metformin, bekerja dengan cara meningkatkan

kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh pankreas, tidak

merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal

tidak berakibat hipoglikemia. Metformin tidak mempunyai efek langsung

pada sel β-pankreas, meskipun kadar insulin menurun. Diketahui bahwa

efek utama obat ini adalah menurunkan produksi glukosa hepatik melalui
aktivasi enzim AMP-activated protein kinase dan meningkatkan stimulasi

ambilan glukosa oleh otot skelet dan jaringan lemak. Efek samping dari

obat ini adalah rasa tidak nyaman pada perut atau diare pada 30% pasien.

Anoreksia, mual, rasa logam dan rasa penuh pada perut juga dilaporkan

terjadi. Obat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Golongan Thiazolidinedion

Golongan ini bekerja dengan cara berikatan pada peroxisome

proliferator activated receptor gamma (PPAR Gamma), yaitu suatu

reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Obat ini juga mempunyai efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan glukosa di

perifer. Contohnya antara lain pioglitazon (actos), rosiglitazon (avandia).

Obat ini mempunyai efek samping retensi cairan.

E. Golongan α-glukosidase Inhibitor

Akarbose dan miglitol secara kompetitif menghambat kerja enzim

(maltase, isomaltase, sukrosa dan glukoamilase) pada usus kecil sehingga

menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat. Efek dari obat ini adalah

menurunkan kadar glukosa postpandrial. Efek samping yang sering terjadi

yaitu flatulen, kembung, ketidaknyamanan pada perut dan diare.

F. Golongan DPP-IV Inhibitor

Golongan ini menghambat degradasi glucagon like peptide 1 (GLP-

1) dan GIP, dengan demikian meningkatkan efek kedua incretin pada fase

awal sekresi insulin dan penghambatan glukagon. Efek samping obat ini

yaitu risiko infeksi saluran pernafasan atas, sakit kepala dan

hipersensitivitas.
2. Pemberian Insulin

Insulin merupakan obat tertua untuk diabetes, paling efektif dalam

menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat,

insulin dapat menurunkan setiap kadar HbAIC, sampai mendekati target

teraupetik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak

memiliki dosis maksimal dan efek samping dari insulin dapat

meningkatkan berat badan dan menimbulkan hipoglikemia. Insulin adalah

hormon alami yang dikeluarkan oleh pankreas, dibutuhkan oleh sel tubuh

untuk mengubah glukosa darah. Glukosa dalam sel membuat energi yang

dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya.

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin

sehingga pemberian insulin diperlukan bagi tubuh. Sedangkan pada

diabetes tipe 2, dapat memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak

merespon insulin dengan normal (resistensi insulin). Pemberian insulin

pada diabetes tipe 2 untuk mengatasi kekurangan sekresi insulin akibat

kerusakn sebagian sel-sel β pankreas. Setelah pemberian insulin terjadi

peningkatan peningkatan pengambilan glukosa oleh sel, kadar glukosa

darah akan menurun, sehingga dapat mencegah dan mengurangi

komplikasi lebih lanjut dari diabetes seperti pada kerusakan pembuluh

darah, perlemakan pada hati, retina mata, ginjal dan saraf. Insulin

diberikan dengan cara menyuntikkan dibawah kulit secara subkutan,

jaringan subkutan perut merupakan penyerapan yang tercepat, kemudian

diikuti oleh lengan dan paha.

2.6 Tinjauan Farmasetik


Salah satu bentuk sediaan yang mengandung kedelai yang beredar

dipasaran yaitu SKA-72, minuman ini dapat membantu mengurangi kolestrol,

gula darah pada penderita diabetes, meningkatkan imun tubuh, mencegah kanker.

Bentuk sedian yang mengandung mengkudu yang beredar dipasaran yaitu

mengkudu kapsul ekstrak herbal alam, kapsul ini dapat membantu mengatasi

hipertensi, membantu menstabilkan kadar gula darah, membantu memulihkan

tenaga.

Yang mengandung temulawak yang beredar dipasaran yaitu ekstrak

temulawak sidomuncul, sediaan ini dapat membantu menjaga kesehatan organ

hati, mengurangi penyakit hepatitis dan penyakit kuning, meningkatkan nafsu

makan.

2.7 Model Diabetes Mellitus pada Hewan Percobaan

Diabetes mellitus pada hewan percobaan dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu :

2.6.1 Menghilangkan Pankreas

Diabetes percobaan melalui pankreatomi 90-92 % pankreas dibuang. Pada

beberapa spesies hewan pembuangan sebagian pankreas dapat menimbulkan

diabetes sedangkan pada hewan lain hampir seluruh pankreas harus dibuang untuk

menghasilkan keadaan diabetes (Murti,2007)

2.5.1 Induksi Diabetes Mellitus Zat Diabetogenik

Aloksan dan streptozotosin memiliki mekanisme yang sama spesifik dan

selektif terhadap sel-sel β pulau Langerhans. Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin-

5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paro pada

suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang
lebih rendah. Sebagai

diabetogenik,

aloksan dapat digunakan

secara intravena

(pembuluh darah vena), intraperitoneal (rongga perut) dan subkutan (jaringan

konektif kulit). Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB,

sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Yani, 2014).

Struktur aloksan

Aloksan memiliki efek patologis yaitu selektif menghambat sekresi insulin

yang diinduksi oleh glukosa melalui kemampuannya untuk menghambat sensor

glukosa sel beta dan mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas yang merupakan

akibat radikal hidroksil hasil reaksi aloksan dengan tiol intra seluler (glutation)

yang dapat mengakibatkan nekrosis sel beta pankreas sehingga terjadi insulin

dependent aloksan diabetes (Wardani, 2016).

Pemberian aloksan akan menyebabkan terjadinya beberapa tahapan

fluktuatif dengan adanya fase hiperglikemik pada hewan. Tahapan-tahapan


sebagai respon glukosa darah akibat pemberian aloksan adalah sebagai berikut

(Husyanti, 2016):

1. Fase pertama, hipoglikemia awal terjadi pada 1 hingga 30 menit setelah

injeksi aloksan. Hipoglikemia awal terjadi sebagai respon adanya

rangsangan sekresi insulin sementara. Fase ini berlangsung singkat, akan

tetapi dapat menyebabkan kematian hewan uji.

2. Fase kedua dimulai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah dan

penurunan kadar insulin dalam plasma. Fase hiperglikemia pertama ini

terjadi sekitar satu jam setelah pemberian aloksan dan bertahan kurang

lebih 2-4 jam.

3. Terjadi fase hipoglikemia kembali. Biasanya terjadi 4-8 jam setelah

pemberian dan akan bertahan selama beberapa jam. Keadaan hipoglikemia

ini terkadang amat parah sampai menyebabkan kejang atau bahkan

kematian jika tidak diberikan glukosa. Keadaan hipoglikemia transisi ini

disebabkan keluarnya insulin dari dalam sel akibat kerusakan sel-sel

tersebut.

4. Fase ini merupakan fase hiperglikemia diabetik. Secara morfologis, telah

terjadi degranulasi yang sempurna dan hilangnya integritas dari sel β

pankreas. Fase ini dapat terlihat pada 12-48 jam setelah pemberian.

2.5.2 Induksi Diabetes dengan Hormon (Murti,2007)

1. Induksi diabetes dengan hormon pertumbuhan Efek diabetogenik dari

hormon pertumbuhan terdapat pada bagian anterior. Pada anjing dan

kucing pemberian hormon petumbuhan dapat menimbulkan kondisi

diabetes termasuk ketonuria dan ketonemia.


2. Induksi diabetes dengan hormon kortikosteroid

Menggambarkan kondisi hiperglikemik dan glukosuria pada tikus

dengan pemberian kortison. Pada tikus adrenal dirangsang oleh

kortikotropin untuk mensekresikan sejumlah steroid kurang bagus, karena

aktivitas hormon ini banyak bersifat sementara dan kerusakan pankreas

tidak bersifat permanen lagi apabila penggunaan antibodi tidak

dilanjutkan.

2.5.3 Induksi Diabetes dengan Virus

Diabetes mellitus tipe 1 diinduksi dengan virus Encephalomiocarditis-D

(EMC-D). Virus ini termasuk kelompok picorna virus yang sangat mirip dengan

virus Coxsackie-B. Gejala klinis yang terlihat pada mencit yang diinduksi dengan

virus EMC-D antara lain hiperglikemia, polidipsi, polifagia yang timbul 8 hari

setelah penyuntikan virus (Murti,2007).

2.5.4 Pemberian Glukosa (Glukosa loaded)

Untuk tujuan tertentu efek penurunan glukosa dari senyawa dapat

ditentukan dengan pembebanan glukosa (glukosa loaded) pada hewan sebanyak 1

gram glukosa/kgBB diberikan sebagai larutan 50 % secara oral dalam waktu 5

menit setelah pemberian zat uji (Murti,2007).

2.5.5 Induksi dengan Lemak

Diabetes dapat ditimbulkan akibat obesitas, salah satu caranya adalah

dengan menginduksi lemak atau karbohidrat berlebih terhadap hewan percobaan.


Dalam waktu tertentu akan terjadi penumpukan lemak dalam bentuk trigliserida

sehingga insulin akan resisten dan meningkatkan glikoneogenesis maka terjadi

diabetes (Murti,2007).

2.6 Metode Penentuan Kadar Glukosa

Penentuan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

dengan metode kimia dan metode enzimatis

1. Metode Kimia

Penentuan glukosa darah dengan metode kimia pada prinsipnya

dilakukan dengan reaksi reduksi dan kondensasi.

a. Reaksi reduksi

Pada metode reduksi, protein serum dan senyawa-senyawa

pereduksi non glukosa diendapkan, misalnya dengan penambahan

larutan seng klorida dan barium hidroksida. Selanjutnya glukosa

dioksidasi dalam suasana basa dan dengan pemanasan menggunakan

suatu oksida, misalnya tembaga (II) hidroksida menghasilkan tembaga

(I) hidroksida yang dihasilkan akan mereduksi larutan asam dari arseno

molibdat (biru) menjadi suatu senyawa berwarna dengan intensitas

warna sebanding dengan kadar glukosa darah (Kaplan,1994).

b. Reaksi kondensasi

Pada metode kondensasi, glukosa dikondensasi dengan orto toludin

dengan pemanasan dalam asam asetat glasial membentuk basa Schiff

yang berwarna hijau. Basa Schiff tersebut mempunyai serapan yang

sebanding dengan kadar glukosa darah (Stheigngart,1997).


2. Metode Enzimatis

Penentuan glukosa darah dengan metode enzimatis terbagi menjadi

dua berdasarkan enzim yang digunakan (Kaplan,1994).

a. Glukosa oksidase

Pada metode ini, glukosa dengan adanya oksigen akan

dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase membentuk asam glukoronat

dan hidrogen peroksida. Selanjutnya hidrogen peroksida yang

terbentuk akan mengoksidasi kromogen (pembentuk warna) yang

dikatalis oleh enzim peroksidase sehingga membentuk kromogen

teroksidasi yang berwarna. Jumlah produk yang terbentuk sesuai

dengan kadar glukosa darah. Kromagen yang sering digunakan adalah

orto-toludin yang memberikan warna biru.

b. Heksokinase

Pada metode heksokinase, glukosa dengan adanya ATP dan

enzim heksokinase akan berubah menjadi glukosa 6-fosfat dan NADP.

Selanjutnya glukosa 6-fosfat dan NADP oleh enzim glukosa 6-fosfat

dehydrogenase diubah menjadi 6-fosfoglukoronat dan NADPH,

selanjutnya NADPH yang terbentuk dapat diukur serapannya dan

sebanding dengan kadar glukosa darah.

2.7 Ekstraksi

2.7.1 Pengertian

Ekstraksi adalah pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan

tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip metode

ekstraksi ini adalah didasarkan pada ditribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Batasannya adalah zat

terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

ditetapkan (Harborne, 1987).


BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan (Desember-

Februari) di Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

(STIFI) Yayasan Perintis Padang dan Universitas Andalas Padang (UNAND),

Padang, Sumatera Barat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah botol reagen gelap, rotary evaporator (Ika®),

timbangan analitik (OHAUS®), timbangan hewan, kandang hewan, blender

(Philips®), tabung reaksi (Pirex® Iwaki) dan rak tabung reaksi, corong (Pyrex ®)

pipet tetes, gelas ukur (Pirex® Iwaki), jarum suntik, penangas air, erlemeyer

(Pyrex®), kaca arloji, oven, cawan penguap, freeze drying, krus porselen, batang

pengaduk, lampu spritus, lumpang, stamfer, kertas tisu, kapas, spatel, sudip,

sonde, beaker glass, pinset, pipet kapiler, plat KLT, chamber, lampu UV254 nm,

alat digital Easy Touch® GCU dan strip glukosa darah.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah kedelai (Glycine max merr), buah

mengkudu (Morinda citrifolia l.) Dan rimpang temulawak (Curcuma

xanthorrhiza roxb.), Na-CMC %, aloksan kloroform amoniak 0,05 N, kloroform,

norit, H2 SO4 , CuSO4, NaOH 10 %, HNO3(p), FeCl3, reagen millon, serbuk Mg ,

HCI, pereaksi mayer, aquadest dan makanan standar tikus.


3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel kedelai (glycine max merr), buah mengkudu

(morinda citrifolia l.) Dan rimpang temulawak (curcuma xanthorrhiza roxb.)

diperoleh dari daerah Lubuk Buaya, Kota Padang.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak

3.3.2.1 Pembuatan Eksrak Kedelai

Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan adalah dilakukannya

sortasi pada biji kedelai tidak cacat, tidak terserang hama, tidak keriput maupun

busuk untuk menghasilkan susu kedelai yang enak. Setelah itu biji kedelai utuh

direndam dalam air dengan perbandingan kedelai : air = 1 : 3. Perlakuan ini

berfungsi untuk melunakkan biji kedelai serta mengurangi rasa langu. Biji kedelai

yang telah direndam dilakukan pencucian dan pengupasan kulit pada kedelai. Lalu

dilakukan perebusan biji kedelai untuk melunakkan biji dan melemahkan kegiatan

enzim lipoksigenase. Lama perebusan sekitar 30 menit.

Tahap selanjutnya adalah proses penggilingan dengan blender,biji kedelai

dengan perbandingan kedelai : air = 1 : 3. Bubur kedelai yang dihasilkan

kemudian disaring untuk mendapatkan susu kedelai. Lakukan penyaringan

pisahkan ampas, dan diperoleh ekstrak cair kedelai.

3.3.2.2 Pembuatan ekstrak Buah mengkudu

Buah mengkudu segar ditimbang 1 Kg dibersihkan kemudian, pengirisan

yang tipis dan dilakukan penggilingan menggunakan blender untuk memperkecil

ukuran. Selanjutnya lakukan pengadukan menggunakan air 1 : 10 lakukan 3 kali

penglangan penyaringan pisah ampas dan diperoleh ekstrak cair mengkudu.


3.3.2.2 Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak

Rimpang temulawak segar ditimbang 1 Kg yang telah dikupas dibersihkan

kemudian dirajang tipis, keringkan dalam ruangan selama 5-7 hari. Sampel yang

telah kering haluskan dengan menggunakan blender, selanjutkan ayak sampel

yang halus menggunakan pengayakan 80 mesh, bubuk temulawak ditambahkan

air dengan perbandingan 1:3 b/v saring pisah ampas dan diperoleh ekstrak cair

temulawak.

3.3.3 Pembuatan Bubuk kedelai (Glycine max merr), buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) Dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

roxb.)

Ekstrak cair disimpan dalam freeze dengan suhu -20 C sehingga sampel

membeku sempurna, kemudian dimasukkan kedalam alat keringkan

dengan metode feeze drying. Sampel yang telah beku dimasukkan kedalam

vakum pada alat. Dalam hal ini kristal-kristal es yang berada pada struktur

produk akan mengalami sublimasi. Hal ini bisa dicapai dengan tetap

menjaga ruang vakum dan suhu, kemudian dinaikan secara terkontrol

sampai mencapaisekitar 38 C sehingga terjadi proses sublimasi. Dalam

mekanisme ini alat freeze dryer, uap air yang dihasilkan ini kemudian

disedot dan dikondensasikan sehingga tidak membasahi produk yang

dikeringkan (Anonim, 2015).

Proses pengeringan beku terjadi melalui mekanisme sublimasi yang terjadi

pada suhu dingin sehingga proses gelatinisasi, karamelisasi, dan denaturasi

protein yang tidak terjadi. Selain itu, metode ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, tidak merusak enzim, dan mempertahankan sifat

fisikokimianya (Anonim, 2013; Gaidhani, 2015).

3.3.4 Evaluasi Ekstrak kedelai (Glycine max merr), buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) Dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

roxb.)

A.Pemeriksaan Organoleptis

Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati bentuk,

rasa, warna dan bau.

B. Pemeriksaan Rendemen

Rendemen bubuk dihitung dengan cara membandingkan berat

bubuk yang didapat dengan berat awal sampel.

Berat bubuk
% Rendemen = × 100 %
Berat awal sampel

C. Uji Fitokomia kedelai (Glycine max merr), buah mengkudu (Morinda

citrifolia l.) Dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.)

Bubuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5

ml aquadest dan 5 ml kloroform, dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan, lapisan

air dan kloroform (Harborne, 1987). Beberapa uji yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Uji flavonoid (Metoda “Sianidin Test”)

Ambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu

tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah

menandakan adanya flavonoid.

2. Uji terpenoid dan steroid (Metoda “Simes”)


Diambil sedikit lapisan kloroform tambahkan norit

kemudian disaring, tambahkan asam asetat anhidrat, tambahkan

H2SO4 (p), terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya

steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menandakan

adanya terpenoid.

3. Uji saponin

Diambil lapisan air, kocok kuat-kuat dalam tabung reaksi,

terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan

adanya saponin.

4. Uji fenolik

Diambil lapisan air 1-2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu

tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru menunjukkan

adanya fenolik.

5. Uji alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”)

Diambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml

kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa

tetes H2SO4 2N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah.

Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer, reaksi

positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga

gumpalan putih.

D. Pemeriksaan Susut Pengeringan

Prosedur : Timbang krus porselen yang sebelumnya telah

dikeringkan selama 30 menit di dalam oven pada suhu 1050 C dan

didinginkan dalam desikator (A). Timbang ekstrak sebanyak 1 gram,


masukkan ekstrak ke dalam krus tersebut (B). Kemudian perlahan-

perlahan krus porselen digoyang agar ekstrak merata. Masukkan ke

dalam oven, buka tutupnya dan biarkan tutup ini berada dalam oven.

Panaskan selama 1 jam pada suhu 1050C, dinginkan dan masukkan ke

dalam desikator, timbang kembali. Ulangi perlakuan seperti di atas

hingga bobot tetap (selisih penimbangan terakhir dengan

penimbangan sebelumnya 0,001) (C). Hitung susut pengeringan

dengan rumus:

(B−A)−(C−A)
Susut pengeringan = × 100 %
(B−A)

Keterangan : A = Berat krus kosong (g)

B = Berat krus ditambah ekstrak sebelum

pengeringan(g)

C = Berat krus ditambah bubuk setelah pengeringan (g)

E. Pemeriksaan Kadar Abu

Prosedur : Timbang bubuk sebanyak 2 gram, dimasukkan ke

dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian bubuk

diratakan. Pijarkan perlahan-lahan sampai terbentuk arang. Krus

dimasukkan ke dalam furnes suhu 600oC selama 8 jam, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat abu, kadar abu

ditentukan dalam persen terhadap berat smpel yang digunakan.

(C−A)
Kadar abu = (B−A)
× 100 %

Keterangan : A = Berat krus kosong

B = Berat krus ditambah bubuk sebelum pengeringan

C = Berat krus ditambah bubuk setelah pengeringan


3.3.5 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tikus putih

jantan dengan berat badan 200 - 300 g dan berumur 2-3 bulan. Jumlah tikus yang

digunakan adalah 36 ekor, dibagi menjadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok

terdiri dari 6 ekor mencit. Satu minggu sebelum penelitian tikus diaklimatisasi.

tikus yang digunakan adalah yang sehat dan selama aklimatisasi berat badannya

tidak berubah lebih dari 10%.

1.3.3 Perencanaan dosis

3.3.5.1 Penginduksi diabetes mellitus

Hewan coba dibuat hiperglikemi dengan pemberian zat diabetogenik

yaitu aloksan dengan dosis 130 mg/kgBB secara intra peritoneal di mana

sebelum penginduksian, mencit dipuasakan selama 24 jam namun tetap

diberikan minum (Dewi, 2016).

3.3.5.1 Dosis ekstrak

3.3.6 Pengukuran kadar glukosa darah

Pengukuran dilakukan dengan alat digital Easy Touch® GCU. Alat

dikalibrasi dahulu dengan nomor kode yang disesuaikan dengan tes strip yang

akan digunakan. Tes strip diselipkan pada tempat khusus pada alat, kemudian

pada layar akan muncul gambar tetesan darah yang menandakan alat siap

digunakan. Darah mencit diambil melalui vena ekor (vena coccygeal). Ekor

mencit didisinfektan dengan etanol 70% kemudian baru disayat, tetesan darah

pertama dibuang tetesan berikutnya diserapkan pada strip glukosa darah sampai

terdengar bunyi, setelah itu pendarahan pada ekor mencit dihentikan. Dalam
beberapa detik pada layar akan tertera kadar glukosa darah dalam mg/dL. Uji

dilakukan pada setiap mencit pada semua kelompok.

3.3.7 Analisis Data

Data hasil pengukuran kadar glukosa darah diolah secara statistik

memakai analisa variansi Anova dua arah untuk melihat hubungan antara dosis

dengan efek terhadap kadar glukosa darah dilanjutkan uji Duncan’s.


DAFTAR PUSTAKA

But, P. P. H. Glycine max (L) Merr. (Leguminosae). (1996). Dalam Takeatsu

Kimura, Paul P. H. But, Ji-Xian Guo, & Chung Ki Sung (Ed). Internasional

Collation of Tradiitional and Fold Medicine (Vol. 1). USA: World Scientifict, 63-

63.

Depkes RI, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Penelitian dan

pengembangan Kesehatan.

Irwan, W.A. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).

Skripsi. Universitas Padjajaran.

Khushk, L, Dadot , M, U., Baloach, S. A., & Bhuto, M. A. (2010). The Evaluation

od Soybean Extracts in Alloxan-Induced Diabetic Rabbits. World Appl Sci J., 8,

22 – 25.

Pitojo, S. (2003). Benih Kedelai. Yogyakarta: Kanisius, 17.

Rao, U. S. Mahadeva, & Subramania, S. (2008). Biochemical Evaluation of


Antihyperglycemic and Antioxidative Effects of Morinda citrifolia fruit extract
studied in Streptozocin induced Diabetic Rats. Medical chemistry Research, Vol.
18, hal. 433-446.

Sina, yusuf. 2013. Sejuta Khasiat Herbal Temulawak: Penangkal Segala penyakit
& Penjaga Stamina Tubuh. Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. Iso Farmakoterapi.
ISFI, Jakarta.

Unus, S. 2002. Tanaman Berkhasiat Sebagai Obat.


Jakarta : Papas Sinar Sinanti.

Nayak, B.S., Marshall, J.R., Isitor, G., dan Adogwa, A., 2010. Hypoglycemic and
Hepatoprotective Activity of Fermented Fruit Juice of Morinda citrifolia (Noni) in
Diabetic Rats. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2011:
e875293.
Lampiran 1. Skema kerja ekstraksi Kedelai

Kedelai kering (glycine max merr),

 Dibersihkan dan perendaman


air ( 1: 3) pengelupsan kulit
 Perebusan biji selama 30
menit suhu ± 90C
Pengilingan dengan blender ( kedelai : air )+

 Kedelai : air = 1: 3

Penyaringan

Air perasaan Ampas

Ekstrak
kedelai

Uji fitokimia, susut Pemeriksaan uji efek


pengeringan, kadar abu ekstrak terhadap kadar
glukosa darah
Gambar 3. Skema kerja ekstraksi dan evaluasi ekstrak kedelai (glycine
max merr).

Lampiran 2. Skema kerja ekstraksi Mengkudu

Buah mengkudu segar(Morinda citrifolia L.)


 Dicuci dan dirajang halus
 Dikeringkan dalam
ruangan 5-7 hari

Dipenggilingan dengan blender


 Ayak dengan pengayakan
80 mesh
Bubuk mengkudu

Anda mungkin juga menyukai