Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

OLEH

Nama : Fakhria Sabri Otuhu


Jurusan : Analis Kesehatan (1B)

T.A 2018

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama
Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui
berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas
abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang PERNIKAHAN DALAM
ISLAM, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Poltekkes Kemenkes Manado. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

Manado, September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................................i

Daftar Isi .........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1

C. Tujuan ........................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. khitbah dalam Islam ..................................................................................................................2

2. Siapa sajakah yang haram dinikahi ...........................................................................................5

3. Kriteria memilih pasangan hidup ..............................................................................................6

4. Wali dan Saksi nikah dalam Islam ...........................................................................................9

5. Mahar dalam Islam .................................................................................................................10

6. Pernikahan Mut’ah ..................................................................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................................12

B. Saran ..........................................................................................................................................13

Daftar Pustaka.............................................................................................................................14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam agama Islam, Allah menganjurkan kita untuk melaksanakan pernikahan.


Pernikahan merupakan sebuah proses dimana seorang perempuan dan seorang laki-laki
menyatukan hubungan mereka dalam ikatan kekeluargaan dengan tujuan mengatur kehidupan
rumah tangga dan keturunan.
Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah proses yang sakral, mempunyai adab-adab
tertentu dan tidak bisa di lakukan secara asal-asalan. Jika pernikahan tidak dilaksanakan
berdasarkan syariat Islam maka pernikahan tersebut bisa menjadi sebuah perbuatan zina. Oleh
karena itu, kita sebagai umat Islam harus mengetahui kiat-kiat pernikahan yang sesuai dengan
kaidah agama Islam agar pernikahan kita dinilai ibadah oleh Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Khitbah (peminangan) dalam Islam?


2. Siapakah yang haram dinikahi?
3. Bagaimanakah Kriteria memilih pasangan hidup?
4. Bagaimanakah wali dan saksi nikah dalam Islam?
5. Bagaimanakah Mahar dalam Islam?
6. Bagaimanakah Pernikahan Mut’ah?

C. Tujuan
1. Mengetahui khitbah dalam Islam
2. Mengetahui siapakah yang haram Islam
3. Mengetahui kriteria memilih pasangan hidup
4. Mengetahui wali dan saksi nikah dalam Islam
5. Mengetahui mahar dalam Islam
6. Mengetahui pernikahan Mut’ah

1
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Syarat Khitbah

Khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seorang laki-laki yang datang
meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum
berlaku dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya jika pihak wanita menerima lamaran pihak lelaki
maka pasangan tersebut dinyatakan telah bertunangan. Setelah bertunangan biasanya pasangan
akan mengurus persiapan menikah di KUA (baca menikah di KUA dengan wna) Dalam
melaksanakan khitbah atau lamaran ada dua syarat yang harus dipenuhi yakni :

1) Syarat mustahsinah

Syarat mustahsinah adalah syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu
wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini termasuk syarat yang tidak wajib
dilakukan sebelum meminang seseorang. Khitbah seseorang tetap sah meskipun tanpa memenuhi
syarat mustahsinah. Bagi seorang lelaki ia perlu melihat dulu sifat dan seperti apa penampilan
wanita yang akan dipinang apakah memenuhi kriteria calon istri yang baik (baca juga kriteria
calon suami yang baik) dan sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam hadits berikut ini :

Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena
agamanya, maka akan memelihara tanganmu”.(HR Abu Hurairah)

Berdasarkan hadits tersebut maka hendaknya pria memperhatikan agama sang wanita, keturunan,
kedudukan wanita ( apakah sesuai dengan dirinya), sifat kasih sayang dan lemah lembut, serta
jasmani dan rohani yang sehat.

2). Syarat lazimah

Yang dimaksud syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan
dilakukan dan jika tidak dilakukan maka pinangannya atau tunangannya tidak sah.

2
Wanita yang sedang berada dalam iddah talak raj’i (baca hukum talak dalam pernikahan).
Wanita yang sedang dalam talak raj’i masih rujuk dengan suaminya dan dianjurkan untuk tidak
dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan untuk berislah atau berbaikan
dengan mantan suaminya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228)

Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah atau yang menjalanai idah
talak ba’in (baca perbedaan talak satu, dua dan tiga) boleh dipinang dengan sindiran atau
kinayah.Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat Al baqarah ayat 235

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang
ma’ruf”.(Al-Baqarah:235)

Hukum Tunangan dalam Islam


Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan atau persiapan
sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang wanita sebelum
menikah hukumnya adalah mubah (boleh), selama syarat khitbah dipenuhi. Tunangan atau
khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan peminangan atau tunangan hanyalah sekedar
mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria
akan menikahi wanita tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :

Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-
apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan Abu
Dawud)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk melakukan pinangan
kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun jika hal ini sesuai
syariat islam. Setelah melaksanakan pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria
dan keduanya tidak diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-
hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina (baca Zina dalam islam). Hal
ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau
tunangan yang menyebutkan bahwa :

3
1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan
peminangan.
2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai
dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling
menghargai

Hukum memberikan hadiah pertunangan

Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah hukumnya dalam
islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah kebiasaan namun seorang laki-laki
diperbolehkan memberi hadiah atau cinderamata kepada tunangannya atau yang disebut dengan
istilah urf. Jika dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka ia
tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut. Sebagaimana hadits Rasulullah
SAW yang menyebutkan bahwa

Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya
kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-
Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

Hukum membatalkan pertunangan

Tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang akan menikahi seorang wanita dan
merupakan langkah awal dalam mempersiapkan suatu pernikahan. Berdsarakan hal tersebut
maka sebenarnya pertunangan bisa diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak misalnya
jika terjadi konflik dalam keluarga.

meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan ada baiknya mahar yang
telah diberikan oleh sang pria dikembalikan. Meskipun demikian seorang pria yang sudah
berjanji pada seorang wanita sebaiknya memenuhi janjinya tersebut karena bukankah seorang
muslim harus memenuhi janjinya sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra
ayat 34

”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.

4
Demikianlah penjelasan tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan tunangan dalam islam.
Sebaiknya sebelum menikah kita mengetahui terlebih dahulu kriteria calon pasangan yang baik
dan cara memilih pendamping hidup dalam islam misalnya dengan cara ta’aruf bukan dengan
pacaran (baca pacaran dalam islam). Jika anda tidak kunjung mendapatkan jodoh (baca penyebab
terhalangnya jodoh) maka janganlah berputus asa (baca bahaya putus asa) karena bisa
menyebabkan hati menjadi gelisah (baca penyebab hati gelisah) tetaplah bersabar dan berdoa
pada Allah agar dikaruniai jodoh yang baik.

2. Siapa Saja yang haram dinikahi

Perkara-perkara yang mencegah nikah dibagi menjadi dua, yaitu:

Muabbad (selamanya tidak boleh dinikah)


Ghairu muabbad (tidak selamanya haram dinikah)
Muabbad dibagi menjadi dua, yaitu:

ikhtilaafu Al-jinsi (perbedaan jenis), seperti jin dan manusia. Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan
manusia menikah dengan jin, karena perbedaan jenis, seperti yang difatwakan oleh Ibnu abdu
As-Salaam, yang berbeda pendapat dengan Imam Al-Qomuuliy. Di dalam Hadits Marfu’
diterangkan bahwa kita dicegah untuk menikah dengan bangsa jin. Hadits ini diriwayatkan oleh
Ibnu Aby Ad-Dunyaa.
Ghairu Ikhtilaaf Al-Jinsi (Bukan perbedaan jenis).
Al-Muabbad Ghairu ikhtilaaf Al-Jinsi ada tiga sebab, yaitu: sebab Qoraabah (hubungan darah),
Radhaa’a (tunggal persusuan) dan Mushaharah (adanya mahram sebab tali pernikahan, seperti
suami menjadi mahram dari ibu sang istri).

Berikut adalah orang-orang yang haram untuk di nikah secara muabbad Khaira ikhtilaat Al-Jinsi:

Qoraabah:

Salah satu yang haram dinikahi adalah Ummahaat (ibu). Maksud dari Ummahaat disini adalah
wanita yang melahirkanmu atau wanita yang melahirkan orang tuamu.
Al-Banaat. Maksud dari Al-Banaat adalah: Anakmu atau anak dari anakmu walaupun
bersambung ke bawah (anaknya anaknya anak dan seterusnya)

5
Anak dari saudara laki-laki dan anak dari anaknya saudara laki-laki dan terus ke bawah (seperti
anaknya anak dari anaknya saudara laki-laki dan seterusnya).
Anak dari saudara perempuan dan anak dari anaknya saudara perempuan dan terus ke bawah
(anak dari anaknya anaknya saudara perempuan dan seterusnya).
Al-Ammaat. Maksudnya adalah: saudara perempuan dari ayahmu (haqiqotan) atau saudara
perempuan dari ayahnya ayahmu (majaz)
Al-Khaalaat. Maksudnya adalah: saudara perempuan ibumu (haqiqotan) atau saudara perempuan
ibunya ibumu (majaz).
Orang yang haram dinikah sebab Radhaa’a:

Setiap orang yang menyusuimu


orang yang menyusui orang yang menyusuimu
wanita yang melahirkanmu
orang yang melahirkan orang yang menyusuimu.

Orang yang haram dinikahi sebab Al-Mushaaharah:

istri dari anakmu, walaupun sang anak belum berhubungan suami istri dengan istrinya.
istri dari ayahmu
Ummahaat dari istrimu, begitu juga anak-anaknya

3. Kriteria Memilih Pasangan Hidup Dalam Islam


Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Perempuan dinikahi karena empat
faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah
wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu
Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah
ra). Hadist ini mengisyaratkan bagaimana memilih jodoh yang baik. Meski Nabi mendahulukan
harta, nasab, dan kecantikan namun junjungan alam ini dalam akhir hadistnya mengatakan
bahwa sebaiknya memenangkan mereka yang baik agamanya. Hal ini menandakan bahwa
sebenarnya agama merupakan kriteria paling utama. Berikut penjelasan dari masing-masing
kriteriatersebut.

6
1. Pilihlah Jodoh yang Baik Agamanya, Yakni Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Agama seharusnya dijadikan kriteria utama ketika seseorang menentukan pasangan hidup. Jika
tidak bisa mendapatkan tiga kriteria lainnya yang sudah ditetapkan Nabi SAW diatas, minimal
harus mendapat satu kriteria ini. Orang yang baik agamanya pastinya memiliki tingkat
ketaqwaan yang tinggi. Sehingga akan membawa keluarga yang taat pada aturan Allah dan
Rasul-Nya.

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al
Hujurat: 13)

Dengan penuh ketaqwaan maka si calon jodoh ini akan menjaga diri dari adzab Allah dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk itu, carilah jodoh yang taat
kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
(HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu
agama.”(HR.Bukhari-Muslim)

2. Enak di pandang karena kecantikan atau ketampanannya


Tidak bisa dipungkiri jika faktor fisik juga menjadi salah satu kriteria ketika memilih pasangan.
Hal ini juga diperbolehkan oleh Rasulullah SAW karena menjadi salah satu faktor penunjang
kehidupan keluarga. Hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk
menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri
agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya juga menyebutkan tentang kriteria ini.
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa
sanad hadits ini shahih)
Itulah mengapa dalam taaruf pun Islam menetapkan agar keduanya saling melihat ketika hendak
dilamar. Sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat mempertimbangkan wanita yang
yang hendak dilamarnya dari segi fisik.

7
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda,
“Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.”
(HR. Muslim)

3. Nasabnya atau Silsilah Keturunannya

Seorang dan wanita juga dianjurkan untuk meminang atau menerima pinangan dengan terlebih
dahulu mengetahui tentang nasabnya (silsilah keturunannya). Pasalnya keluarga berperan besar
dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Jika keluarganya baik, maka bisa
dipastikan anak-anaknya juga seseorang yang baik.

Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan
dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan
menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam
ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina,
namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,

“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist lainnya hanya menetapkan anak tersebut di-
nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut
kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.

Pasalnya Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari
ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya
tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan
perzinaan. Inilah yang membuat seorang lelaki ketika meminang calon istrinya perlu
mengetahui nasab tersebut.

4. Setara Hartanya
Rasulullah juga menganjurkan agar memilih pasangan hidup yang setara dalam agama dan status
sosialnya. Tidak dipungkiri banyak pernikahan yang tidak langgeng karena perbedaan ini. Salah
satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi
faktor kelanggengan rumah tangga.

8
4. Wali dan Saksi nikah dalam Islam
yang berhak menjadi wali adalah para pewaris ‘ashabah dari calon mempelai wanita. Urutan
penyebutan dalam keterangan Abu Sujak itu merupakan urutan prioritas yang berhak menjadi
wali nikah. Urutannya adalah:
1.Ayah
2.Kakek. Kakek yang dimaksud dalam hal ini ialah kakek dari pihak ayah.
3.Saudara lelaki kandung. Yakni saudara lelaki mempelai wanita yang tunggal ayah dan ibu. Ia
bisa merupakan kakak maupun adik.
4.Saudara lelaki seayah. Yakni saudara lelaki mempelai wanita yang tunggal ayah namun beda
ibu.
5.Paman. Paman yang dimaksud di sini ialah saudara lelaki ayah. Baik yang lebih tua dari ayah
(jawa: pak de), ataupun lebih muda (jawa: pak lik), dengan memprioritaskan yang paling tertua
diantara mereka.
6.Anak lelaki paman dari pihak ayah
Jika ternyata keenam pihak keluarga di atas tidak ada, maka alternatif terakhir yang menjadi
wali ialah wali hakim.
Syarat Wali dan Saksi
Tidak sembarang orang bisa menjadi wali dan saksi dalam pernikahan. Ada beberapa persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi. Dikutip pula dari Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa
Taqrîb:
‫شرائط ستة إلى والشاهدان الولي ويفتقر‬: ‫والعدالة والذكورة والحرية والعقل والبلوغ اإلسالم‬
“Wali dan dua saksi membutuhkan enam persyaratan: islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki,
dan adil”.
Dari pemaparan di atas, bisa kita pahami bahwa wali dan dua orang saksi dalam pernikahan
harus memiliki 6 persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Islam. Seorang wali ataupun saksi nikah harus beragama islam. Dengan demikian
apabila wali tersebut kafir, maka pernikahan tidak akan sah, kecuali dalam beberapa kasus yang
akan diterangkan di tempat terpisah.
Kedua, baligh. Arti mendasar wali ialah seseorang yang dipasrahi urusan orang lain, yang dalam
hal ini adalah perempuan yang akan menikah. Adalah tidak mungkin menyerahkan urusan
tersebut pada anak yang masih kecil dan belum baligh. Oleh karena itu syariat mewajibkan wali
dan dua orang saksi dalam pernikahan haruslah orang yang sudah baligh

9
Ketiga, berakal. Berakal di sini pengertiannya sama seperti kriteria “berakal” dalam bab lainnya
semisal bab shalat.
Keempat, lelaki. Dengan persyaratan ini, maka pernikahan dianggap tidak sah apabila wali atau
saksi adalah perempuan atau seorang waria yang berkelamin ganda.
Kelima, adil. Adil yang dimaksud di sini ialah sifat seorang muslim yang menjaga diri dan
martabatnya. Kebalikan dari adil ialah fasiq.

5. Mahar dalam Islam

Mahar Pernikahan atau biasa disebut mas kawin adalah sejumlah harta yang diberikan oleh
mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari
mempelai perempuan) ketika pernikahan.

Mahar merupakan salah satu syarat sah dalam pernikahan. Rasulullah SAW sendiri sering
menanyakan pada para sahabatnya mengenai apa yang akan seorang mempelai pria berikan
kepada calon istrinya sebagai mahar.

Tujuan Mahar Dalam Islam

Perlu di ketahui bahwa mahar hanyalah sebuah media, bukan sebuah tujuan utama. Tujuan
menikah dalam Islam bukanlah sarana untuk mencari mahar yang mahal ataupun mahar yang
besar.

Mas kawin atau mahar juga bukan untuk di jadikan bahan pameran kepada khalayak. Mahar
bertujuan untuk memuliakan mempelai wanita. Jadi jika kamu mau menikah, sebaiknya tidak
dipusingkan dengan urusan mahar, meynusahkan diri dengan urusan mas kawin, karena tujuan
utama menikah dalam Islam bukanlah mahar.

Mahar Yang Paling Baik Dalam Islam

Sebagai calon suami tentu saja ingin memberikan mas kawin yang terbaik untuk istrinya, tapi
seringkali calon suami memberikan mahar berupa sesuatu yang dibutuhkan oleh istri, atau
setidaknya bukan merupakan sesuatu yang dia inginkan. Misalnya yng paling banyak Kita
dengar adalah pemberian mas kawin atau mahar berupa Al-Quran dan seperangkat alat shalat.

10
Dan perlu untuk diingat juga, bahwa seorang wanita yang baik itu tidak akan
memberatkan/menyusahkan calon suaminya dalam urusan mahar.

6. Nikah Mut’ah
Yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang menikah dengan seorang wanita dalam batas
waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta, makanan, pakaian atau yang
lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak
dan tanpa warisan.

Bentuk pernikahan ini, seseorang datang kepada seorang wanita tanpa harus ada wali atau saksi.
Kemudian mereka membuat kesepakatan mahar (upah) dan batas waktu tertentu. Misalnya tiga
hari atau lebih, atau kurang. Biasanya tidak lebih dari empat puluh lima hari; dengan ketentuan
tidak ada mahar kecuali yang telah disepakati, tidak ada nafkah, tidak saling mewariskan dan
tidak ada iddah kecuali istibra` (yaitu satu kali haidh bagi wanita monopouse, dua kali haidh bagi
wanita biasa, dan empat bulan sepuluh hari bagi yang suaminya meninggal), dan tidak ada nasab
kecuali jika disyaratkan.

Nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila waktunya
telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam nikah

mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai hak waris jika si suami meninggal.
Dengan begitu, tujuan nikah mut’ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam
sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah mut’ah ini pihak wanita teramat sangat
dirugikan. Oleh karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam.
Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya I’anah at-Thalibinmenyatakan yang artinya:
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena
tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga
yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari
ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan”.

11
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian dan Syarat Khitbah
Khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seorang laki-laki yang datang
meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum
berlaku dalam masyarakat tersebut.
Setelah bertunangan biasanya pasangan akan mengurus persiapan menikah di KUA
(baca menikah di KUA dengan wna) Dalam melaksanakan khitbah atau lamaran ada dua syarat
yang harus dipenuhi yakni :

Syarat mustahsinah

Syarat mustahsinah adalah syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu
wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya.

Kriteria Memilih Pasangan Hidup Dalam Islam


1.Enak Dipandang Karena Kecantikan atau Ketampanannya
2. Pilihlah Jodoh yang Baik Agamanya, Yakni Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

3.Nasabnya atau Silsilah Keturunannya


4.Setara Hartanya

Wali dan Saksi nikah dalam Islam


Urutannya adalah:
1.Ayah
2.Kakek. Kakek yang dimaksud dalam hal ini ialah kakek dari pihak ayah.
3.Saudara lelaki kandung. Yakni saudara lelaki mempelai wanita yang tunggal ayah dan ibu. Ia
bisa merupakan kakak maupun adik.

12
Mahar Pernikahan atau biasa disebut mas kawin adalah sejumlah harta yang diberikan oleh
mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari
mempelai perempuan) ketika pernikahan.
Nikah Mut’ah adalah seseorang menikah dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu,
dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika
masanya telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa
warisan.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah mengenai hukum nikah serta, perkawinan yang dilarang
islam serta orang – oarng yang haram dinikahi. Makalah ini jau dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran yang dapat meningkatkan dan membangun dalam penyempurnaan makalah ini

13
Daftar Pustaka

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/tunangan-dalam-islam
https://hukum-islam.net/orang-yang-haram-dinikahi-menurut-islam-tidak-boleh-wanita-
dalam-untuk/
https://www.infoyunik.com/2016/01/ketahui-4-kriteria-memilih-jodoh.html
http://www.nu.or.id/post/read/84172/syarat-dan-urutan-yang-berhak-jadi-wali-nikah
http://fimadani.com/mahar-pernikahan/
https://catatanmuslimmanado.wordpress.com/tag/nikah-kontrak/

14

Anda mungkin juga menyukai