Anda di halaman 1dari 18

1

MANAJEMEN BENCANA

A. Definisi Bencana
Berdasarkan United Nations International Strategies for Disaster Reduction (2017),
bencana adalah gangguan serius terhadap fungsi komunitas atau masyarakat pada skala apa
pun karena peristiwa berbahaya yang berinteraksi dengan kondisi paparan, kerentanan dan
kapasitas, mengarah ke satu atau lebih hal-hal seperti: kerugian dan dampak terhadap
manusia, material, ekonomi, dan lingkungan.
Selain itu, menurut Undang-Undang RI no. 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.

B. Karakteristik Bencana
Secara umum, karakteristik bencana dibedakan berdasarkan: ukuran, penyebab, dan
terduga atau tidak terduga.
1. Berdasarkan ukuran :
a. Cakupan: luas kerusakan yang disebabkan oleh bencana.
b. Intensitas: tingkat kerusakan dalam hal yang berkaitan dengan cedera dan
kematian.
c. Durasi: dapat merujuk kepada; panjangnya durasi bencana yang terjadi (detik,
menit, jam, hari, bulan, tahun) dan jangka waktu orang terkena dampak bencana
(termasuk pemulihan).
2. Berdasarkan Penyebab :
a. Alam: diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam.
b. Non-Alam: bencana yang diakibatkan oleh perbuatan manusia, seperti kegagalan
teknologi dan/atau kesengajaan manusia.
c. Bencana Sosial: disebabkan oleh masalah sosial manusia.
3. Terduga dan Tidak Terduga
a. Terduga: bencana yang biasanya memiliki alat peringatan dini yang spesifik,
sehingga masyarakat daat mengungsi. Bencana terduga biasanya adalah bencana
alam.
b. Tak Terduga: bencana yang tidak memiliki alat peringatan dini yang spesifik,
bahkan ada yang tidak ada sama sekali. Contoh: kegagalan teknologi, terorisme.

2
C. Anatomi Bencana
1. Pre Impact (sebelum terjadi bencana)
a. Pencegahan: serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana
yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam,
yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik.
b. Edukasi: kegiatan penyuluhan, pelatihan (kemahiran dan keterampilan),
pendidikan, dan kewaspadaan kepada masyarakat, petugas di lapangan, serta
aparatur pemerintah.
2. Impact (saat terjadi bencana)
a. Data Collection: kegiatan yang berguna untuk memberikan informasi kebutuhan
masyarakat, menggambarkan kondisi masyarakat, dan sebagai langkah awal
melakukan tindakan- tindakan ke depan.
b. Mitigasi: kegiatan eliminasi dampak dan risiko dari bencana melalui tindakan
yang proaktif yang dilakukan sebelum kedaruratan bencana terjadi.
3. Post Impact (setelah terjadi bencana)
a. Rehabilitasi: perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat dengan sasaran utama untuk normalisasi semua aspek pemerintahan
dan kehidupan pada wilayah pasca bencana.
b. Rekonstruksi: pembangunan kembali sarana dan prasarana, kelembagaan pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama kembali tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, serta bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan di
wilayah pasca bencana.
c. Rehabilitasi Jangka Panjang: fokus utamanya adalah mengaktifkan populasi yang
terkena dampak untuk melanjutkan pola hidup; memberikan dukungan psikologis
dan sosial kepada korban yang selamat.

D. Siklus Manajemen Bencana

Gambar 1. Siklus Manajemen Bencana

3
Siklus manajemen bencana merupakan siklus yang saling berkaitan satu sama lain antar
tahapannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, siklus bencana meliputi :
a) Pra Bencana
Tahapan ini dilakukan baik dalam situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat
potensi terjadinya bencana. Secara garis besar, kegiatan yang dilakukan pada
tahapan ini, yaitu :
▪ Pencegahan
Adalah kegiatan menghilangkan atau mengurangi potensi timbulnya suatu
ancaman
▪ Mitigasi
Adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari suatu ancaman
▪ Kesiap-siagaan
Adalah kegiatan yang bertujuan dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi
bencana.
b) Tanggap Darurat
Menurut Disaster Management Center Dompet Dhuafa, tahapan ini dilakukan saat
terjadi bencana yang bertujuan agar dapat meringankan penderitaan dari korban
bencana. Kegiatan pada tahapan ini, yaitu:
▪ Kajian Cepat
Ditujukan untuk menentukan kebutuhan dan tindakan yang tepat dengan cara
mengidentifikasi cakupan lokasi, jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana,
gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan
sumber daya.
▪ Status Keadaan Darurat,
Ditentukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai tingkat bencana.
▪ Penyelamatan dan Evakuasi
Usaha pencarian, pertolongan, dan penyelamatan korban bencana yang
dilaksanakan oleh Tim Reaksi Cepat dengan melibatkan unsur masyarakat.
▪ Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Bantuan kebutuhan dasar meliputi penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan dan psikososial, penampungan,
dan tempat hunian
▪ Perlindungan
Memberikan prioritas kepada korban bencana yang mengalami luka parah dan
kelompok rentan
▪ Pemulihan
Mengembalikan fungsi prasarana dan sarana vital dengan segera.

4
c) Pasca Bencana.
Merupakan kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi setelah terjadinya
bencana.
▪ Rehabilitasi, adalah kegiatan perbaikan yang dibutuhkan secara langsung dan
sifatnya sementara
▪ Rekonstruksi, adalah kegiatan perbaikan yang sifatnya permanen

E. Peran Epidemiologi dalam Siklus Manajemen Bencana


Epidemiologi memainkan peran integral dalam kesiapsiagaan bencana, respons, dan
pemulihan pasca bencana. Sehingga dapat dikatakan bahwa disaster epidemiology
memainkan peran utama sepanjang siklus bencana dalam menyediakan informasi yang
dibutuhkan. Adapun disaster epidemiology merupakan penggunaan epidemiologi untuk
menyelidiki dampak kesehatan jangka pendek dan jangka panjang dari bencana dan untuk
memprediksi konsekuensi kesehatan dari bencana di masa depan. Tujuan utama disaster
epidemiology, yaitu: (CDC, 2016)
- mencegah atau mengurangi jumlah kematian, penyakit, dan cedera yang disebabkan
oleh bencana;
- memberikan informasi kesehatan yang tepat waktu dan akurat untuk pembuat
kebijakan;
- meningkatkan strategi pencegahan dan mitigasi untuk bencana di masa depan dengan
mengumpulkan informasi untuk persiapan respons di masa depan.

Gambar 2. Disaster Epidemiology Kaitannya dengan Siklus Manajemen Bencana.


(NCBI, 2014)
a. Peran Epidemiologi pada Fase Pra Bencana
Pada pra bencana epidemilogi memegang peranan dalam melakukan registries, yaitu
upaya follow-up kelompok yang terpapar selama bencana dan memungkinkan para
profesional kesehatan dan otoritas kesehatan masyarakat untuk menyelidiki
kemungkinan kecenderungan penyakit yang mungkin tidak ditemukan pada saat
bencana. Informasi registries dapat membantu mengidentifikasi konsekuensi dan
kebutuhan kesehatan jangka menengah hingga jangka panjang, serta meningkatkan

5
upaya untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi cedera dalam bencana di masa
depan (NCBI, 2014).
b. Peran Epidemiologi pada Fase Bencana
Pada saat terjadi bencana, epidemiologi berperan dalam melakukan rapid health
assessment dan surveilans bencana. *Akan dijelaskan lebih lanjut pada modul RHA dan Surveilans Bencana
c. Peran Epidemiologi pada Fase Pasca Bencana
Setelah terjadi bencana, epidemiologi memegang peranan dalam investigasi dan
studi epidemiologis serta pelacakan (NCBI, 2014).
- Sistem pelacakan mengacu pada pengumpulan dan integrasi data dari pemantauan
lingkungan, paparan, dan efek kesehatan pada manusia dari waktu ke waktu.
Informasi biasanya dikumpulkan selama fase respons dan pemulihan, dan
membantu mengidentifikasi kebutuhan untuk perawatan berkelanjutan atau
intervensi kesehatan masyarakat serta menginformasikan pengembangan
pendidikan kesehatan dan langkah-langkah pencegahan penyakit.
- Investigasi dan studi epidemiologis pascabencana menggunakan teknik deskriptif
dan analitis untuk lebih memahami masalah yang dihasilkan dari rapid needs
assessment atau surveilans, dan untuk menetapkan determinan sehingga
intervensi dapat dirancang dan diimplementasikan untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas lebih lanjut.

F. Dampak dan Potensi Bahaya Akibat Bencana


Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk
vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa-Nusa Tenggara,
Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana
seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika
Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang sering terjadi di wilayah Indonesia dapat menimbulkan tsunami dan
longsor yang mengakibatkan berbagai kerusakan bangunan, sanitasi, gangguan mental bagi
para korban, kehilangan harta benda, dan juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan
lingkungan. Selain itu letak wilayah Indonesia juga yang berada di daerah iklim tropis yang
memiliki intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang
terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia.
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, tergantung dari
jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera yang memerlukan perawatan medis,
misalnya, relatif lebih banyak dijumpai pada bencana gempa bumi dibandingkan dengan
kasus cedera akibat banjir dan gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi
dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta
berpotensi menmbulkan kejadian luar biasa (KLB) penyakit-penyakit yang ditularkan melalui

6
media air (water-borne diseases) seperti diare dan leptospirosis. Terkait dengan bencana
gempa bumi, selain dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
banyak sedikitnya korban meninggal dan cedera akibat bencana ini, yakni: tipe rumah, waktu
pada hari terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan American Health Organization,
2006).
Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan kesehatan bagi masyarakat
terdampak. Dampak ini akan dirasakan lebih parah oleh kelompok penduduk rentan.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, kelompok rentan meliputi: 1). Bayi, balita dan anak-anak; 2). Ibu
yang sedang mengandung atau menyusui; 3). Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut usia.
Selain keempat kelompok penduduk tersebut, dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun
2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemenuhan Kebutuhan Dasar ditambahkan ‘orang sakit’
sebagai bagian dari kelompok rentan dalam kondisi bencana. Upaya perlindungan tentunya
perlu diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut, mulai dari penyelamatan, evakuasi,
pengamanan sampai dengan pelayanan kesehatan dan psikososial.
Identifikasi kelompok rentan pada situasi bencana menjadi salah satu hal yang penting
untuk dilakukan. Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment) paska gempa bumi 27
Mei 2006 di Kabupaten Bantul, misalnya, dapat memetakan kelompok rentan serta masalah
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana. Penilaian cepat yang dilakukan pada tanggal
15 Juni 2006 di lima kecamatan terpilih di wilayah Kabupaten Bantul (Pleret, Banguntapan,
Jetis, Pundong dan Sewon) ini meliputi aspek keadaan umum dan lingkungan, derajat
kesehatan, sarana kesehatan dan bantuan kesehatan. Hasil penilaian cepat terkait dengan
kelompok rentan beserta permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah permasalahan
kecukupan gizi dijumpai pada kelompok penduduk rentan balita dan ibu hamil, sedangkan
kondisi fisik yang memerlukan perhatian terutama dijumpai pada kelompok rentan ibu baru
melahirkan, korban cedera, serta penduduk yang berada dalam kondisi tidak sehat.

7
REFERENSI
BNPB.(2017). Potensi dan Ancaman Bencana. Available at : https://www.bnpb.go.id/home/potensi
Disaster Management Center Dompet Dhuafa. [no date]. Siklus Manajemen Bencana. Available at:
http://dmcdd.net/siklus-manajemen-bencana/
Disaster Mental Health Interventions. (2017). Disaster Characteristic: Self-Study Guide, to be read
prior to attending Fundamentals of Disaster Mental Health training. [online] Available at:
https://www.urmc.rochester.edu/MediaLibraries/URMCMedia/flrtc/documents/DMH-Fundamentals-
D-Characteristics-Self-StudyGuide-2016.pdf.
Fatoni, Z. (2015). Dampak Bnecana terhadap Kesehatan Masyarakat. Available at :
http://kependudukan.lipi.go.id/en/population-study/publich-health/222-dampak-bencana-terhadap-
kesehatan-masyarakat
Indira Gandhi National Open University (IGNOU). (n.d.). Unit 15: Rehabilitation and Reconstruction.
[online]. Available at: http://egyankosh.ac.in/bitstream/123456789/25891/1/Unit-15.pdf
Noji EK. (2000). The Public Health Consequences of Disasters. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/12103184_The_Public_Health_Consequences_of_Disasters/
download
Nugroho SP. (2016). Manajemen Bencana di Indonesia [PPT]. Available at:
http://sibima.pu.go.id/pluginfile.php/8140/mod_resource/content/1/201610-
CPD%20Ahli%20Arsitektur-03-03-Manajemen%20Bencana%20di%20Indonesia.pdf
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaran
Penanggulangan Bencana.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
Unisdr.org. (2017). Terminology - UNISDR. [online] Tersedia di:
https://www.unisdr.org/we/inform/terminology.
Sutanto. (2012). Peranan K3 dalam Manajemen Bencana. Available at :
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/metana/article/download/6836/5596

Kongkhuntod, Sutat. (2015). Emergency and Disaster Management in Thailand [PPT]. Available at :
https://www.slideshare.net/skongkhuntod/emergency-and-disaster-management-in-thailand

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). A Primer for Understanding the Principles and
Practices of Disaster Surveillance in the United States: First edition. Atlanta (GA): CDC; 2016.

Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Health Studies - Preparedness and Response for
Public Health Disasters. [online]. Available at:
https://www.cdc.gov/nceh/hsb/disaster/epidemiology.htm [Accessed on April 20th, 2019]

Malilay J, et al., ‘The Role of Applied Epidemiology Methods in the Disaster Management Cycle’,
Am J Public Health. 2014 November; 104(11): 2092–2102. doi: 10.2105/AJPH.2014.302010

8
RAPID HEALTH ASSESSMENT

A. Definisi dan Tujuan Rapid Health Assessment


Menurut WHO, Rapid Health Assessment adalah proses pengumpulan informasi
subjektif dan objektif untuk mengukur kerusakan dan mengidentifikasi kebutuhan dasar pada
populasi terdampak yang memerlukan respons segera. RHA dilakukan untuk mengukur
besarnya masalah atau kebutuhan pelayanan kesehatan seakurat dan secepat mungkin dalam
kondisi yang terbatas (Sudaryo, M.).
Beberapa tujuan khusus dari rapid assessment adalah untuk memperkirakan:
a) Besarnya dampak (Impact) bencana secara keseluruhan
b) Dampak kesehatan
c) Integritasi (keutuhan) sistem pelayanan kesehatan
d) Kebutuhan medis/layanan kesehatan khusus dari mereka yang selamat
e) Kerusakan/gangguan sektor pelayanan lainnya yang dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat
f) Seberapa jauh respon terhadap bencana oleh otoritas berwenanf (lokal daerah,
dan pusat).

B. Langkah-langkah
RHA dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (WHO/EHA, 1999)
- Menentukan prioritas penilaian
- Mengumpulkan data melalui telaah informasi yang tersedia, inspeksi area yang
terkena dampak, wawancara populasi kunci dan melalui survei cepat
- Melakukan analisis data
- Hasil dan kesimpulan.

C. Metodologi
a) Desain
Dilakukan dengan rancangan population based survey
b) Populasi
Populasi yang digunakan pada studi jenis ini ialah seluruh keluarga (anggota rumah
tangga) di wilayah studi.
c) Sampling
i) Rancangan sampel klaster 2 tahap (two-stage cluster sampling)
ii) Pemilihan klaster (cluster) pada tahap pertama dilakukan secara PPS (Probability
Proportionate to Size), artinya kluster besar memiliki peluang terpilih lebih besar
dari pada klaster kecil. PPS dilakukan agar semua klaster memiliki kesempatan

9
yang sama untuk terpilih sebagai sampel sesuai prinsip EPSEM (Equal
Probability of Selection Method). Jumlah total kluster terpilih adalah 30 klaster
iii) Pemilihan tahap kedua secara acak sederhana (Random Sampling).
iv) “Unit sampel” biasanya satuan wilayah
v) “Unit elementer” (yang akan dianalisis) adalah individu subyek /korban atau
rumah tangga.
vi) Untuk masalah kesehatan yang sering terjadi, dipilih sebagai sampel 30 klaster.
Setiap klaster dipilih 7 rumah tangga. Jadi total ada 210 rumah tangga yang
terpilih sebagai sampel. Anggota keluarga dalam rumah tangga terpilih akan
menjadi responden dalam survei ini.
vii) Sampel 30 x 7 terbukti secara statistik memadai (dengan tingkat presisi 10%),
dengan asumsi masalah kesehatan atau penyakitnya sering terjadi (incidence rate
> 10%).
viii) Apabila asumsi ini tidak terpenuhi lakukan perhitungan jumlah sampel yang
semestinya (dengan memperhitungkan design effect).
Catatan:
Pada situasi gempa bumi derajat kerusakan bervariasi, sehingga metode yang
menggunakan cluster sampling belum tentu cocok.
d) Variabel dan pengumpulan data
Dapat 2 kali (sebelum/pada saat dan pasca intervensi), masing-masing di 2 area fokus
bencana yang paling parah dan yang kurang parah → “Rule 2 x 2”.
Survei pertama (di hari ke tiga pada rapid assessment di Florida) untuk melihat:
1. karakteristik demografis korban: misalnya pada rapid assessment untuk bencana
Hurricane, Andrew Hurricane di Florida, 1992:
- jumlah rumah tangga yang dikunjungi dan diwawancarai
- rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebelum dan setelah bencana
- jumlah rumah tangga yang memiliki anak-anak berusia < 2 tahun
- jumlah rumah tangga yang memiliki orang tua di atas 64 tahun
- jumlah rumah tangga yang mengungsi ke saudara, penampungan, dll.
2. gambaran masalah kesehatan dan kebutuhan medis: misalnya pada rapid
assessment Hurricane Andrew di Florida dihitung jumlah rumah tangga yang
anggotanya:
- menderita cedera
- menderita penyakit
- membutuhkan pertolongan medis
- tidak punya akses atau tidak memperoleh pertolongan medis yang dibutuhkan
3. ketersediaan dan kondisi fasilitas umum dan logistik misalnya pada rapid
assessment Hurricane Andrew di Florida, jumlah rumah tangga yang:
- penghuninya tidak punya makanan yang cukup
- tidak memiliki air bersih
- toiletnya tidak berfungsi
- tidak punya telpon atau telponnya tidak berfungsi
- tidak punya mobil atau mobilnya tidak berfungsi.

10
Survei kedua, untuk menilai ada tidaknya perubahan status atau kebutuhan kesehatan
dan ketersediaan pelayanan kesehatan (jadi berfungsi sebagai evaluasi terhadap
keberhasilan intervensi). Missal: pada rapid assessment di Florida dilakukan pada di
hari ke 7 (untuk wilayah yang parah) dan hari 10 (untuk yang tidak parah).
Secara statistik dapat dinilai apakah ada perubahan yang signifikan dari karakteristik
sebelum intervensi dan sesudah intervensi.
Catatan:
Untuk situasi yang berbeda, misalnya di NAD, pasca tsunami, harus ditentukan
variabel yang sesuai dengan kondisi setempat.
e) Teknik analisis
- Perlu software khusus (seperti: CSurvey dan Epi Info) agar dapat menyajikan
hasil yang akurat dengan mudah.
- Ukuran yang dipakai berupa proporsi atau nilai rata-rata, dan CI-nya 95%.
- Uji statistik untuk melihat signifikansi perbedaan karakter pada 2 daerah berbeda,
sebelum dan sesudah melakukan intervensi. (Uji beda proporsi atau uji beda
mean).

D. Instrumen
Berupa:
▪ kuesioner terstruktur berisi pertanyaan singkat (misal < 20 pertanyaan)
▪ komputer laptop dan printer kecil

E. Kelebihan
Kelebihan survei cepat dibandingkan survei-survei “konvensional” ialah :
● relatif sederhana dan mudah dilakukan
● membutuhkan tenaga relaitf sedikit
● indormasi cukup akurat walau dikumpulkan dalam waktu singkat (hasil dapat
disuguhkan < 24 jam)
● dapat mengevaluasi program penanggulangan bila dilakukan 2 kali (sebelum dan
sesudah intervensi), pada 2 daerah yang berbeda

REFERENSI
Sudaryo MK. Rapid Health Need Assessment.
WHO. (2005). Rapid Health Assessement in Emergencies. [online] Available at:
https://www.who.int/hac/techguidance/training/RHA%20in%20emergencies_en.pdf .
WHO/EHA. (1999). Emergency Health Training Programme for Africa. [online]. Available at:
http://apps.who.int/disasters/repo/5526.pdf [Accessed on April 23rd, 2019]

11
SURVEILANS BENCANA

A. Surveilans Bencana
Selama bencana, surveilans kesehatan masyarakat dapat memberikan informasi yang
berguna untuk respon kesehatan masyarakat yang efektif sebagaimana ditargetkan. Sehingga,
surveilans bencana dapat dijadikan sebagai alat dalam epidemiologi bencana, untuk:
- menyediakan pengumpulan, analisis, dan interpretasi sistematis yang berkelanjutan
dari cedera, penyakit, dan kematian untuk digunakan dalam perencanaan,
implementasi, dan evaluasi dari praktik kesehatan masyarakat;
- memungkinkan kesehatan masyarakat untuk melacak dan mengidentifikasi morbiditas
dan mortalitas yang terkait dengan suatu peristiwa; dan
- memberikan wawasan tentang bencana di masa depan.
Informasi yang dikumpulkan dari sistem surveilans harus dapat memfasilitasi tindakan,
dan oleh karena itu harus dikomunikasikan kepada manajer darurat, pembuat kebijakan, staf
kesehatan masyarakat, pemimpin program, dan masyarakat. Informasi tersebut juga dapat
digunakan untuk mendorong tindakan kesehatan masyarakat, kegiatan respons sasaran,
memberikan kesadaran situasional, komunikasi publik langsung, dan mengatasi rumor.
Surveilans dapat sangat berharga dalam memahami dampak bencana terhadap kesehatan
manusia. Sistem surveilans menyediakan data tentang peristiwa kesehatan akibat bencana
yang dianalisis untuk mengkarakterisasi peristiwa tersebut berdasarkan orang, tempat, dan
waktu. Informasi tersebut membantu mengidentifikasi di mana masalah kesehatan
masyarakat, siapa yang terpengaruh, dan di mana serta bagaimana mereka terkena
dampaknya.

B. Tujuan Surveilans Bencana


Surveilans bencana berguna dalam:
- menentukan dan mendeteksi wabah dan masalah kesehatan sejak dini;
- menentukan kapan, di mana, dan bagaimana cedera, penyakit, dan kematian terjadi;
- mempersiapkan dan mencegah dampak kesehatan yang merugikan yang sifatnya
berkelanjutan;
- memperkirakan besarnya masalah kesehatan;
- mengidentifikasi kelompok berisiko atau wilayah geografisnya;
- menunjukkan kebutuhan akan intervensi atau sumber daya kesehatan masyarakat;
- menginformasikan dan memantau efektivitas upaya respons dan bantuan; dan
- membantu dalam perencanaan dan merekomendasikan cara untuk mengurangi
konsekuensi dari bencana di masa depan.

12
Tanpa data surveilans, kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak akan mampu menjawab
kebutuhan paling mendesak dari populasi yang terkena dampak. Dengan begitu, dapat
dikatakan bahwa tujuan utama surveilans bencana, yaitu untuk memberikan informasi yang
tepat waktu, akurat, dan relevan untuk mendorong keputusan dan intervensi selama bencana.

C. Jenis Surveilans
a) Surveilans Pasif
Pelaporan data penyakit secara teratur oleh institusi kesehatan kepada otoritas
kesehatan dan merupakan bagian dari jaringan pelaporan. Dalam surveilans pasif idak
ada pencarian kasus yang aktif. Kasus dilaporkan melalui pemberitahuan pasif oleh
fasilitas atau praktisi kesehatan.
Kelebihan surveilans pasif, diantaranya:
• relatif murah;
• cost-effective untuk diterapkan;
• memiliki beban pengumpulan data yang ringan; dan
• memberikan informasi penting untuk pemantauan kesehatan populasi.
Kekurangan surveilans pasif, diantaranya:
• kualitas dan ketepatan waktu dari data sulit dikendalikan; dan
• variabel yang tidak lengkap akibat dari pelaporan data yang tidak teratur.
b) Surveilans Aktif
Sistem surveilans di mana anggota staf kesehatan masyarakat secara teratur
menghubungi penyedia layanan kesehatan, laboratorium, rumah sakit, masyarakat,
dan lainnya untuk mencari informasi tentang kondisi kesehatan untuk jangka waktu
terbatas, biasanya untuk beberapa minggu atau bulan. Surveilans aktif umumnya
digunakan dalam situasi bencana di mana tenda, tempat penampungan sementara,
klinik keliling, atau tempat-tempat lain didirikan untuk perawatan medis jangka
pendek.
Kelebihan surveilans aktif, diantaranya:
• lebih sensitif, terperinci dan lengkap dibandingkan surveilans pasif;
• dapat melengkapi fungsi pelaporan reguler yang terganggu oleh bencana;
• dapat digunakan dalam kondisi non-tradisional, seperti sebagai pusat evakuasi dan
tempat penampungan sementara, memberikan lebih banyak fleksibilitas daripada
mekanisme pelaporan rutin; dan
• dapat ditargetkan untuk menentukan kebutuhan populasi khusus atau kelompok
yang lebih berisiko terhadap peristiwa kesehatan yang merugikan.
Kekurangan surveilans aktif, diantaranya:
• mahal dan padat karya; dan
• seringkali terhambat keterbatsan sumber daya dan biaya.

13
c) Surveilans Sentinel
Sistem survelains aktif atau pasif yang mengumpulkan data dari sejumlah kecil
peserta atau penyedia (klinik, rumah sakit, fasilitas perawatan kesehatan lainnya,
laboratorium, atau dokter) yang direkrut untuk melaporkan peristiwa kesehatan
tertentu untuk memperkirakan tren pada populasi yang lebih besar yang terkena
dampak.
Kelebihan surveilans sentinel, diantaranya:
• dapat melengkapi sistem surveilans yang ada;
• memantau tren secara efektif;
• mengatasi masalah yang kurang dilaporkan;
• memantau sejumlah besar kondisi;
• lebih murah daripada metode lain; dan
• fleksibel dan dapat ditingkatkan dengan menambahkan situs surveilans tambahan.
Kekurangan surveilans sentinel, diantaranya:
• tidak dapat menangkap kejadian langka; dan
• situs sentinel yang dipilih mungkin tidak mewakili wilayah bencana yang lebih
besar, tergantung pada bagaimana sampel dipilih.
d) Surveilans Sindromik
Sistem surveilans aktif atau pasif yang menggunakan tanda dan gejala, keluhan utama
atau diagnosis dugaan, atau karakteristik lain dari penyakit untuk menentukan kasus,
daripada menggunakan kriteria diagnostik klinis atau laboratorium tertentu. Data
dapat dikumpulkan dari sumber surveilans tradisional, seperti ruang gawat darurat dan
dokter, atau dari sumber non-tradisional seperti hotline perawat dan apotek. Setiap
sumber tersebut melaporkan setiap kasus yang cocok dengan sindrom yang dipantau
kepada otoritas kesehatan. Proses ini dapat diotomatisasi untuk perputaran informasi
yang lebih cepat.
Kelebihan surveilans sindromik, diantaranya:
• tepat waktu, memberikan informasi awal dan kesadaran situasional, kadang-kadang
dalam waktu dekat;
• tidak memerlukan praktisi perawatan kesehatan untuk membuat diagnosa, yang
dapat memakan waktu dan sulit;
• tidak memerlukan konfirmasi laboratorium; dan
• dapat mendeteksi wabah sejak dini.

D. Jenis Data Bencana


Surveilans bencana sering ditentukan oleh tipe data morbiditas dan mortalitas.
• Morbiditas adalah keadaan sakit, penyakit, atau cedera atau insiden atau prevalensi
penyakit atau cedera dalam suatu populasi.
• Kematian adalah kejadian kematian dalam suatu populasi yang berkaitan dengan
berbagai jenis kondisi.

14
a) Surveilans Morbiditas
Surveilans morbiditas terkait bencana membantu menginformasikan keputusan
tentang mengalokasikan sumber daya, menargetkan intervensi untuk memenuhi
kebutuhan spesifik, memicu respons kesehatan masyarakat, dan perencanaan untuk
bencana di masa depan. Surveilans morbiditas mengumpulkan informasi tentang:
• incidence rate,
• prevalence rate, dan
• stratified rate (misalnya: berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi geografis, dll).
b) Surveilans Mortalitas
Tingkat kematian membantu untuk mengukur dampak bencana pada suatu populasi.
Ini dapat membantu dalam menentukan besarnya dampak kesehatan yang terkait
dengan peristiwa, mengevaluasi efektivitas kebijakan pencegahan, serta
mengidentifikasi kematian terkait bencana yang dapat dicegah. Data terkait kematian
yang penting untuk dikumpulkan, termausk:
• karakteristik demografis,
• waktu dan lokasi kematian, dan
• penyebab dan cara kematian.

E. Langkah-langkah Surveilans Bencana


Meskipun tidak ada pendekatan yang cocok untuk semua situasi, langkah-langkah kunci
berikut ini dapat diaplikasikan dalam mengembangkan sistem surveilans bencana, meliputi:
• Menentukan tujuan
• Memilih variabel untuk pengumpulan data
• Menentukan sumber data
• Mengembangkan pendekatan analisis data
• Merencanakan pembuatan laporan dan diseminasi hasil
Format hasil yang disajikan akan bergantung pada sasaran audiensinya, namun secara
umum, hasil yang dilaporkan harus jelas dan ringkas, sehingga dapat dipahami oleh khalayak
nonteknis, yang meliputi:
• Sumber data, termasuk potensi keterbatasan
• Hasil temuan
• Interpretasi temuan
• Tindakan yang harus diambil.

F. Tantangan dalam Surveilans Bencana


- Kendala waktu
- Kompetisi prioritas
- Data dasar hilang
- Kesulitan mendapatkan data denominator
- Kurangnya pengumpulan dan pelaporan data terstandarisasi
- Kurangnya informasi yang representatif dan kurang dilaporkan
- Pertimbangan sumber daya
- Kerusakan infrastruktur.

15
G. Pertimbangan dalam Surveilans Bencana
• Are your existing systems flexible and can you adapt them?
• What are the start and stop triggers/thresholds?
• Can existing surveillance forms capture disasterrelatedness?
• Who are the relevant stakeholders?
• How is surveillance information going to be used?
• What information do you have about the affected population?
• What issues of security and confidentiality need to be considered?
• What phase of the disaster is it?

*Modul surveilans bencana ini merupakan terjemahan dari A Primer for Understanding the Principles
and Practices of Disaster Surveillance in the United States yang secara lengkap dapat diakses di
bit.ly/aksespeserta atau https://www.cdc.gov/nceh/hsb/disaster/Disaster_Surveillance_508.pdf

REFERENSI
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). A Primer for Understanding the Principles and
Practices of Disaster Surveillance in the United States: First edition. Atlanta (GA): CDC; 2016.

16
Catatan:
Modul dan beberapa materi serta software terkait training ini dapat diakses secara online di
http://bit.ly/aksespeserta

HORMAT KAMI

Tim Penyusun :
Anette Yongki Wijaya
Chandra Ilham El Anwary Junior
Dian Ramdania
Sri Ulfa Alriani

17
18

Anda mungkin juga menyukai