Anda di halaman 1dari 9

LOGBOOK

ASMA
PROGRAM ALIH JENJANG

Agus Saputro
175070209111071
Tanggal 10 Juli 2017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

Definisi
Penyakit asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani
yang berarti “Sukar bernapas”.
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan
saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya
bronkokontriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan
aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodic
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam
hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang
derajatnya bervariasi dan bersifat revesible secara spontan maupun dengan atau
tanpa pengobatan. (GNA global initiative for asthma, 2011).
1 Mei – Hari Asma Sedunia

Etiologi
Penyebab ada dua (Suriadi, 2001).
1. Faktor ekstrinsik (asma imunologi / asma alergi)
- Reaksi antigen – antibody
- Inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor intrinsic (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
3. Faktor Campuran
Epidemiologi
Asma di negara berkembang, seperti di Indonesia, masih merupakan penyakit
saluran napas kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Asma, bronkitis kronik, dan emfisema menjadi penyebab kematian ke-4 di Indonesia
menurut SKRT tahun 1992. Selain itu, gejala-gejala asma yang timbul dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari menyebabkan seseorang tidak dapat
beraktivitas dengan optimal.
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pedoman penatalaksanaan
asma yang bertujuan untuk mencapai asma yang terkontrol. Namun pada
kenyataannya pedoman itu tidak diimplementasikan secara efektif dalam praktik
sehari-hari sehingga masih banyak terdapat keadaan asma yang tidak terkontrol.
Data di Poliklinik Alergi Ilmu Penyakit Dalam RSCM menyebutkan, 64%
pasien tidak terkontrol, 28% terkontrol baik, dan 8% terkontrol total. Berbagai faktor
berperan dalam menyebabkan keadaan asma yang tidak terkontrol, di antaranya
adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, merokok, asma derajat berat,
penggunaan obat kortikosteroid yang salah, genetik, penyakit komorbid, kepatuhan
berobat yang buruk, pengetahuan mengenai asma, dan berat badan berlebih.
Fakta bahwa tingkat kontrol asma biasanya dinilai berlebihan baik oleh dokter
maupun pasien mengindikasikan bahwa panduan penatalaksanaan asma saja tidak
cukup untuk mengontrol asma. Pengukuran berdasarkan patient based berguna
untuk menilai tingkat kontrol asma. Kuesioner tingkat kontrol spesifik terhadap asma
telah dikembangkan dan divalidasi sehingga dapat menyeleksi asma yang tidak
terkontrol, mengubah pengobatan yang tidak efektif menjadi lebih tepat,
melaksanakan pedoman pengobatan secara lebih tepat dan memberikan pendidikat
atau pengetahuan tentang bahaya keadaan asma yang tidak terkontrol.

Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (tabel 5).
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan pengobatan yang
telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah
gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada
penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
Tabel 6 menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita
yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai
dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat.
Contoh seorang penderita dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran
klinis sesuai asma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma penderita
tersebut adalah asma persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan.
Akan tetapi berbeda dengan asma persisten berat dan asma intemiten (lihat tabel 6).
Penderita yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis
pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma,
dengan kata lain penderita tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula
penderita dengan gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan
sesuai dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten.

Tabel 5. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis


(Sebelum Pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru
I. Intermiten Bulanan APE ³ 80%
* Gejala < 1x/minggu * £ 2 kali * VEP1 ³ 80% nilai
* Tanpa gejala di luar sebulan prediksi
serangan APE ³ 80%
* Serangan singkat nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%
Ringan
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali * VEP1 ³ 80% nilai
tetapi < 1x/ hari sebulan prediksi
* Serangan dapat APE ³ 80% nilai
mengganggu aktiviti terbaik
dan tidur * Variabiliti APE 20-30%
III. Persisten Harian APE 60 – 80%
Sedang
* Gejala setiap hari * > 1x / * VEP1 60-80% nilai
* Serangan seminggu prediksi
mengganggu APE 60-80% nilai
aktiviti dan tidur terbaik
*Membutuhkan * Variabiliti APE > 30%
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Kontinyu APE £ 60%
Berat
* Gejala terus * Sering * VEP1 £ 60% nilai
menerus prediksi
* Sering kambuh APE £ 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%

Tabel 6. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam


pengobatan
Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal paru dalam Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Pengobatan Intermiten Persisten Persisten
Ringan sedang
Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Persisten
Gejala < 1x/ mgg Ringan Sedang
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/ bln
Faal paru normal di luar serangan
Tahap II : Persisten Ringan Persisten Persisten Persisten Berat
Gejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hari Ringan Sedang
Gejala malam >2x/bln, tetapi
<1x/mgg
Faal paru normal di luar serangan
Tahap III: Persisten Sedang Persisten Persisten Persisten Berat
Gejala setiap hari Sedang Berat
Serangan mempengaruhi aktiviti
dan tidur
Gejala malam > 1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV: Persisten Berat Persisten Persisten Persisten Berat
Gejala terus menerus Berat Berat
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 ≤ 60% nilai prediksi, atau
APE ≤ 60% nilai terbaik

Patogenesis dan atau patofisiologi (Pohon masalah dengan penjelasan)


Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus
inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai
derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat
ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma
kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Pohon Masalah ASMA
Spasme otot Sumbatan Edema Inflamasi
bronchus mucus dinding bronchus

Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


Pertuka (bronchospasme)

Penyempitan jalan nafas Hipoksemia

Peningkatan kerja Asidosis metabolik


pernapasan

Peningkatan kebut Penurunan


oksigen masukan oral

Hyperventilasi

Retensi CO2

Asidosis respiratorik

Manifestasi klinis
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspresi memanjang
Tatalaksanaan medis
PENATALAKSANAAN MEDIS DAN FARMAKOLOGI
1. Terapi Obat Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan
penggunaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan
dikendalikan.
Penggolongan obat-obatan asma, sebagai berikut :
a. Obat-obatan anti peradangan (preventer) Usaha pengendalian dalam
jangka panjang, mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan
saluran nafas dan produksi lendir.
b. Obat-obat pelega gejala jangka panjang Contoh : salmoterol, teofilin,
salbutamol
c. Obat-obat kortikosteroid oral Berfungsi mengatasi pembengkakan dan
peradangan yang mencetuskan serangan asma. Dibutuhkan 6-8 jam agar
obat bekerja Contoh : prednisone, prednisolone, metilprednisolone,
deksametason
2. Alat-alat hirup Alat hirup disebut juga inhaler puffer adalah alat yang paling
banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernafasan atau paru-
paru. Alat ini disebut dosis terukur karena memang menghantar suatu jumlah obat
yang konsisten terukur dengan setiap semprotan

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pentalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah
sebagai berikut : memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian
cairan, fisioterapy, dan pemberian O2 bila perlu.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang antara lain :
 Spirometri
 Uji provokasi bronkus
 Pemeriksaan sputum
 Pemeriksaan cosinofit total
 Uji kulit
 Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
 Foto dada
 Analisis gas darah

Referensi (10 tahun terakhir)


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf

Buku Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam, Padila, Oktober 2013. Hal 249-250

Atmoko, Widi, et al. "Prevalens asma tidak terkontrol dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kontrol asma di poliklinik asma rumah sakit
persahabatan, jakarta." J Respir Indo 31.2 (2011): 53-60.

Perhimpunan dokter paru Indonesia, Asma. Pedoman Diagnosis dan


penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta 2004.

Anda mungkin juga menyukai