Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ANEMIA e.c Chronic Kidney Disease

DISUSUN OLEH:
dr. Elda Sari Siregar

PENDAMPING:
dr. Novita Museliza, MM

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. M. YUNUS
BENGKULU
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat-Nya Laporan Kasus yang berjudul ANEMIA e.c Chronic
Kidney Disease dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian tugas
sebagai dokter internship. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis
mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga gagasan pada laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
dunia kesehatan dan pendidikan pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bengkulu, Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................. 4
LAPORAN KASUS ......................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................ 8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 8
2.1. Anatomi.............................................................................................................. 8
2.2. Definisi ............................................................................................................. 11
2.3. Epidemiologi ................................................................................................... 12
2.4. Etiologi ............................................................................................................. 12
2.5. Klasifikasi ........................................................................................................ 13
2.6. Patofisiologi..................................................................................................... 14
2.7. Gejala Klinis..................................................................................................... 16
2.8. Pendekatan Diagnosis .................................................................................... 17
2.9. Penatalaksanaan .............................................................................................. 19
2.10. Komplikasi ...................................................................................................... 22
2.11. Prognosis.......................................................................................................... 23
BAB III ............................................................................................................................ 24
KESIMPULAN ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 25

3
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Usia : 44 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bengkulu
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 26 Februari 2019

A. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien

B. Keluhan Utama
Badan lemas sejak 3 hari SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. N 44 tahun datang ke IGD RSMY dengan keluhan pasien berupa
badan lemas sejak 3 hari SMRS. Pasien menyatakan keluhannya tidak
membaik dengan istirahat, bertambah berat jika beraktivitas. Pasien
merasa aktivitas harian sangat terganggu. Pasien mengaku mengalami
pusing (+) tanpa diserta sensasi seperti melihat cahaya. Riwayat pingsan
disangkal. Mual, muntah (-). Nafsu makan menurun. Akan tetapi,
keluhan lain seperti demam, nyeri ulu hati, BAB hitam, BAB berdarah
disangkal. Gangguan BAB dan BAK disangkal.
Pasien pro HD tanggal 23 Februari 2019,namun karena cimino pasien
belum kering dan hasil laboratorium Hb pasien 5,1 mg/dl HD
dibatalkan.

4
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : (+) sejak 2018
Diabetes melitus : disangkal
CKD : (+) sejak 2018

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Gangguan hematologi : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalisata
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,7 °C

2. Status Lokalisata
Kepala : Normochepal, rambut hitam dan tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
- Teliga : Serumen (-), nyeri tekan proc. Mastoideus (-/-)
- Hidung : Serumen (-/-), lesi (-), darah (-), deformitas (-)
- Mulut : Sianosis (-)
Gigi geligi : Tidak lengkap, gigi caries (-), karang gigi (+)
Lidah : Tidak atrofi, kotor (-), pinggir hiperemis (-), tremor (-)
Tonsil T1 – T1
Leher
- JVP 5-2 cmH2O
- Tidak ada pembesaran tiroid

5
- Tidak ada pembesaran KGB
- Tidak ada deviasi trakea
Thorak : Normochest
- Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil kanan kiri sama
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada linea midclavicula sinistra
RICV
Perkusi :
Batas atas : RIC II sinistra
Batas kanan : Parasternal dextra
Batas kiri : Linea midclavicula sinistra RIC V
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) , gallop (-)
A2 > P2
M1 > M2
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak kembung, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), ballottement (-), CVA (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pelvis : Tidak diperiksa
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas :
Regio antebracii dekstra terpasang cimino
Akral hangat (+)
Edema ekstremitas inferior (-/-)
Reflek Fisiologis (++/++)
Reflek Patologis (-/-)

6
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.Laboratorium darah : 26 Februari 2019
Hb 3,2 gr/dL 12-16 gr/dL
Leukosit 4.000 4000-10.000 mm3
Trombosit 118.000 150.000-450.000 se/mm3
Hematokrit 10 40-54%
Ureum 274 20-40 mg/dl
Creatinin 16,2 0,5-1,2 mg/dl
Natrium 142 136-145 mmol/I
Kalium 6,0 3,5-5,1 mmol/I
Clorida 108 96-106 mmol/I

IV. DIAGNOSIS
Anemia sedang et.ca CKD Stage V + Hipertensi Stage III

V. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis:
Pro rawat inap
Diet rendah protein
Pro Hemodialisa
Edukasi mengenai kondisi pasien, terapi yang akan diberikan, serta
target terapi.
Farmakologis :
IVFD RL 20 tpm makro
Transfusi PRC 4 x 250 cc
Inj.Ca Gluconas post transfuse
Asam folat tab 3 x 1 (po)
CaCO3 tab 3 x 1 (po)
Amlodipin tab 1 x 10 mg (po)

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa.Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal).Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.Setiap ginjal
diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing – masing masuk dan
keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti
kacang.2

Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk


menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua
ginjal.Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot
polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri
dan vena renalis.Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih.Kandung kemih (buli – buli) yang menyimpan urin secara
temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya
disesuaikan dengan mengubah – ubah status kontraktil otot polos di
dindingnya.Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh
melalui sebuah saluran, uretra.Bagian–bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki
fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah
terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin
mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.2

8
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :
daerah sebelah luar yang tampak granuler (korteks ginjal) dan daerah bagian dalam
yang berupa segitiga – segitiga bergaris – garis, piramida ginjal, yang secara
kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan
komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.2
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :3
- Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi – bagi menjadi
pembuluh – pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
- Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
- Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu – satunya arteriol di dalam tubuh
yang mendapat darah dari kapiler
- Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi – bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
– kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, tempat darah meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisi cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :3
- Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus

9
- Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku – liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
- Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula.Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks.Pars assendens kembali ke
daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen.Dititk ini sel – sel
tubulus dan sel – sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
- Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
- Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan.Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal.

Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari
nefron korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron
jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya
terbenam jauh ke dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula
membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan
berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik
permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting
dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung
kebutuhan tubuh.3

10
Gambar 1. Anatomi Ginjal

Gambar 2. Bagian-bagian Ginjal

2.2. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia. Uremia adalah suatu
sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.5

11
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik5

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

2.3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 – 1999 menyatakan insiden penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara – negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta
penduduk pertahun.5

2.4. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). Penyebab
GGK menurut Price, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:6

1. Infeksi, misalnya: pielonefritis kronik


2. Penyakit peradangan, misalnya: glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya: nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung, misalnya: lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya: penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik, misalnya: DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

12
7. Nefropati toksik, misalnya: penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif, misalnya: saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.

Penyebab gagal ginjal kronis berdasarkan keperluan klinis dapat dibagi dalam 2
kelompok :6

1. Penyakit parenkim ginjal :


Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, mielonefritis, ginjal polikistik, TBC
ginjal
Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilodorsis ginjal,
poliarteritis nodasa, sclerosis sistemik progresif, gout, DM.
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks
ureter. Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan :
- infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
- obstruksi saluran kemih
- destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

2.5. Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

13
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft – Gault sebagai berikut :5

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)


72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit Tipe mayor ( contoh )
Penyakitginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit ginjal Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
non diabetes obat, neoplasma)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakitpada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Diagnosis Etiologi

2.6. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus.

14
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi
dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini
berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal
(GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.4

Gambar 3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

15
2.7. Gejala Klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):3
 Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
 Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :6


 Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron),
 Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan)
 Perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3. Manifestasi klinik uremic syndroma1


a. Gangguan GI Tract
 Dispepsia
 Anoreksia
b. Gangguan Hematologi
 Anemia
 Trombositopenia
c. Gangguan Kulit
 Pruritus
 Pucat
 Uremic Frost
d. Gangguan Endokrin
 Impotensia
 Gangguan kelenjar tiroid dan paratiroid
 DM

16
e. Gangguan Neurologi
 Kebas
f. Gangguan Jantung
 LVH
 Pericarditis
 Pericard effusion

g. Gangguan Paru
 Uremic lung
 Haemoptoe
 Effuse pleura
h. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit
 Hiperkalemi
 Hiponatremia  dehidrasi
i. Gangguan Keseimbangan Asam Basa dan Metabolik Asidosis
j. Gangguan Tulang dan Osteorenal Distropi
k. Gangguan Otak (coma uremicum)

2.8. Pendekatan Diagnosis


2.8.1. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:5
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus
Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual,muntah,nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati
perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium,kalium, khlorida).

17
2.8.2. Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:5
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

2.8.3. Gambaran Radiologis


Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:5
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi

2.8.4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal


Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi
yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.5

18
2.9. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya:5
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid,evaluasi pemburukan
1 > 90
(progession)fungsi ginjal, memperkecil
resikokardiovaskuler
menghambat pemburukan
2 60-89
(progession)fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal

Tabel 3. Perencanaan Tatalaksana GGK

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :5


1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG.Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan
melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion
hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada penderita

19
gagal ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan
ion anorganik lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan
asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena
protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal
Kronik
LGF ml/menit Asupan protein Fosfat g/kg/hari
g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35
gr/kg/hr nilai biologi
tinggi
5 -25 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35
gr/kg/hr protein nilai
biologi tinggi atau
tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau
asam keton
<60(sind.nefrotik) 0,8/kg/hari (+1 gr < 9 g
protein/ g proteinuria
atau 0,3 g/kg tambahan
asam amino esensial
atau asam keton
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada GGK

20
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerular dan
hipertrofi glomerulus
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
o Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding capacity,
feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan.Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12 g/dl.
o Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :

a. Mengatasi hiperfosfatemia
 Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
 Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium
hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium
yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium
acetate
 Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor
Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.

b. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar
hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan

21
absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan
penumpukan garam calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang
berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.

c. Pembatasan cairan dan elektrolit


Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi
kardiovaskular sangat perlu dilakukan.Maka air yang masuk dianjurkan 500
– 800 ml ditambah jumlah urin.Elektrolit yang harus diawasi asuapannya
adalah kalium dan natrium.Pembatasan kalium dilakukan karena
hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.Oleh karena
itu, pemberian obat – obat yang mengandung kalium dan makanan yang
tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah
dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang
diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema
yang terjadi.

d. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal


Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

2.10. Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :6
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

22
2.11. Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK
itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai
tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali
terlambat.1

23
BAB III

KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes
melitus(44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
(10%).

Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan.


Penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai
organ seperti kelainan saluran cerna, kelainan kulit, kelainan neuromuskular,
kelainan kardiovaskular, dll.

Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis


yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi
ginjal. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.Prognosis gagal ginjal
kronik buruk.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II Edisi 3.Jakarta: Media

Aesculapius FKUI, 2002.

2. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna

Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta: EGC ; 2007. p. 110 – 115.

3. Kamaludin Ameliana.Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit

Dalam UPH.2010.

4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:

ECG ; 2001. p. 463 – 503.

5. Sudoyo, A. W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta:

Interna Publishing ; 2009. p. 1035 – 1040.

6. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3

Edisi13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

25

Anda mungkin juga menyukai