Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

EKLAMSIA

Disusun oleh :
dr. Heru Prasetyo

PROGRAM DOKTER INTERSHIP PERIODE MEI 2018-MEI 2020


RUMAH SAKIT MITRA HUSADA PRINGSEWU
PROPINSI LAMPUNG
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering muncul
selama kehamilan dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-3% kehamilan.
Kejadian hipertensi pada kehamilan sekitar 5-15%, dan merupakan satu di antara
3 penyebab mortalitas dan morbiditas ibu bersalin di samping infeksi dan
perdarahan.1
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan
dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia. Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan
infeksi (12%).1
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau
sekitar 5,3%.7 Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan
memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya
karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.1

B. DEFINISI DAN DIOGNOSIS


Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner), dan otak (menyebabkan stroke) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.2
Menurut National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, terdapat 4 jenis hipertensi dalam
kehamilan. Keempat jenis hipertensi dalam kehamilan tersebut antara lain.
1. Hipertensi gestasional,
2. Preeklampsia dan eklampsia,
3. Hipertensi kronik,
4. Superimposed preeklampsia dengan hipetensi kronik.3,4,5
Kriteria Diagnostik Hipertensi Dalam Kehamilan2
Kondisi kriteria
Hipertensi Gestasional TD >140/90 mmHG dan setelah 20
minggu postpartum kembali normal
Preeklamsia
Protein >300 mg/24 jam atau
Ratio creatinin > 0,3 atau
Persisten protein dipstick 1+
Atau
Trombositopenia Trombosit < 100.000/ uL
Gangguan ginjal Creatinin > 1,1 mg/dl
Gangguan Hati 2 kali peningkatan enzim hati
Gagguan cerebral Sakit kepala,gangguan visual,kejang
Edema paru Sesak nafas

Hipertensi gestasional yaitu tekanan darah pada wanita hamil >140/90


mmHG yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dengan tanpa adanya
proteinuria dan menghilang setelah 12 minggu setelah persalinan. Meski begitu
ketika tekanan darah naik secara signifikan dengan belum terbuktinya adanya
proteinuria tetap harus di waspadai. Seperti ditekankan oleh Chesle (1985) 10 %
kejang eklamsia terjadi sebelum ditemukanya proteiuria. dan hampir ½ dari
wanita dengan hipertensi gestasional mengalami sindrom preeklamsia dengan
temuan gejala seperti sakit kepala, nyeri epigrastrium, proteiunuria dan
trombositopenia.3
Preeklamsia dimana ditemukan tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia
kehamilan >20 minggu, dengan temuan hasil laboratorium berupa2
 Proteinuria, >300 mg / dipstik +
 trombositopenia <100.000/ul,
 gangguan ginjal dengan creatinin > 1,1 mg/dl
 gangguan hati dengan peningkatan enzim hati
 cerebral symtoms meliputi sakit kepala,gangguan penglihatan.
 Edema pulmonal : sesak nafas
Penemuan proteinuria tidak merupakan syarat wajib untuk di tegakan
diagnosa preeklamsia namun bisa dengan adanya temuan gejala lainya seperti
sakit kepala,pandangan kabur,nyeri epigastrium,sesak nafas dan bengkak pada
extreminitas. Jika sudah terdapat gejala gejala tersebut besar kemungkinan wanita
tersebut akan jatuh dalam kondisi eklamsia.2
Pada saat ini sudah tidak digunakan dalam pembagian preeklamsia yaitu
preeklamsia ringan dan berat namun ada kriteria preeklamsia dengan keadaan
berat yang membutuhkan perhatian khusus dan preeklamsia dengan gejala tidak
berat. Berikut adalah tabel pembagian preeklamsia menurut gejalanya:2

Indikator Gejala Preeklamsia


Tanda dan Gejala Gejala tidak berat Gejala berat
Tekanan darah Diastol <110 mmHg ≥110 mmHg
Tekanan darah Sistol < 160 mmHg ≥160 mmHg
Proteinuria -/+ -/+
Sakit kepala Tidak ada ada
Pandangan kabur Tidak ada Ada
Nyeri perut Epigastrium Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada
Serum kreatinin Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
< 100.000 /uL
Peningkatan serum transminase Minimal dua kali
Gangguan pertumbuhan janin Tidak ada Ada
Edema paru Tidak ada Ada

Eklampsia didefinisikan sebagai kejadian kejang pada wanita dengan


preeklampsia yang ditandai dengan hipertensi yang tiba-tiba, proteinuria dan
edema yang bukan disebabkan oleh adanya koinsidensi penyakit neurologi lain.
Eklampsia merupakan kelainan akut pada wanita hamil, bersalin atau nifas yang
ditandai dengan timbunya kejang atau koma, yang sebelumnya telah menunjukan
gejala-gejala preeklampsia. Eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti
"halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia
timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Pada wanita yang
menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia
lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya
eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia
parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia
postpartum).2,6
Etiologi eklampsia hingga saat ini masih belum diketahui. Adapun faktor
risiko terjadinya preeklampsia yang mendahului eklampsia adalah primigravida,
hiperplasentosis, seperti mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,
hydrops fetalis dan bayi besar, umur yang terlalu muda atau terlalu tua untuk
kehamilan ada riwayat dalam keluarga yang pernah preeklamsia/eklamsia, ada
penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, dan
obesitas.7
Hipertensi kronis merupakan hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari
sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan. Penyakit ini ditandai dengan
tekanan darah ≥140/90 mmHg, terdapat riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu Tidak ada
proteinuria,2
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik yaitu ibu dengan
riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu) dengan
memiliki gejala seperti pada wanita dengan sindrom preeklamsia.2
Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu tingkat awal atau
aura, tingkat kejangan tonik, tingkat kejangan klonik, dan tingkat koma. Tingkat
awal atau aura berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau kekiri. Tingkat
kejangan tonik berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku,
wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam.
Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini
akan disusul oleh tingkat kejangan klonik yang berlangsung antara 1-2 menit.
Spasme tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam
tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi.
Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan
kongesti dan sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan
mendengkur. Pada tingkat koma, lamanya ketidak sadaran tidak selalu sama.
Secara perlahan penderita biasa menjadi sadar lagi.8
Adapun beberapa teori tentang patofisiologi eklampsia adalah sebagai
berikut.9
1. Inhibisi perkembangan uterovaskular
Terdapat banyak perubahan uterovaskular yang terjadi ketika seorang
wanita hamil. Dipercayai bahwa perubahan tersebut disebabkan karena
interaksi antara allograft fetus dan ibu sehingga terjadi perubahan
vaskular lokal dan sistemik. Pada pasien dengan eklampsia,
perkembangangan arteri uteroplasenta terhambat.
2. Hambatan regulasi aliran darah
serebral Dipercaya bahwa pada eclampsia terdapat aliran darah
serebral abnormal yang diakibatkan oleh hipertensi yang ekstrem.
Regulasi perfusi serebral dihambat, pembuluh darah mengalami
dilatasi dengan peningkatan permeabilitas, dan terjadilah edema
serebral, sehingga terjadi iskemia dan enselopati. Pada hipertensi yang
ekstrem, vasokontriksi kompensasi normal dapat terganggu. Beberapa
temuan otopsi mendukung model ini dan secara konsisten
menunjukkan pembengkakan dan nekrosis fibrinoid dinding pembuluh
darah.
3. Disfungsi endotel
Faktor yang berhubungan dengan disfungsi endotel telah menunjukkan
meningkat pada sirkulasi sistemik wanita yang mengalami eklampsia.
Faktor tersebut meliputi:
 Fibronektin Seluler
 Faktor Von Willebrand
 Molekul adhesi sel (seperti P-selectin, vascular endothelial
adhesion molecule-1 [VCAM-1]
 Intercellular adhesion molecule-1 [ICAM-1]
 Sitokin (seperti interleukin-6 [IL-6])
 Tumor necrosis factor-α (TNF-α)
Selain itu, dipercaya bahwa faktor antiangiogenik, seperti protein
plasenta fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) dan activin A, antagonis
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Peningkatan kadar
protein tersebut menyebabkan reduksi VEGF dan menginduksi
disfungsi endotel lokal dan sistemik. Kebocoran protein dari sirkulasi
dan edema generalisata merupakan sekuele disfungsi endotel dan
menjadi faktor penentu yang berhubungan dengan preeklampsia dan
eklampsia.
4. Stres oksidatif
Terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa molekul leptin meningkat
pada sirkulasi wanita dengan eklampsia, menginduksi stres oksidatif,
faktor lain pada eklampsia, pada sel. Peningkatan leptin juga
menyebabkan agregasi trombosit, yang berkontribusi terhadap
koagulasi yang berhubungan dengan eklampsia. Stres oksidatif
diketahui menstimulasi produksi dan sekresi faktor antiangiogenik
activin A dari sel endotel dan plasenta.

C. FAKTOR RESIKO PREEKLAMSIA


Dari beberapa studi ada keeadaan yang meningkatkan resiko preeklamsia : 10
 Usia > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklamsia sebelumya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara dengan jarak kehamilan > 10 tahun
 Riwayat preeklamsia pada saudara perempuan atau ibu kandung
 Kehamilan multiple
 Insulin dependent diabetes melitus
 Hipertensi kronik
 Penyakit ginjal
 Sindrom antifosfolipid
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma,oosit atau embrio
 Obesitas seblum kehamilan
 Indeks masa tubuh >35
 Tekanan darah diastolik >80 mmHg
 Proteinuria di awal kehamilan

D. Komplikasi
Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya
terhadap ibu dan janin.10,8
1. Komplikasi pada ibu
 Eklampsia, yang ditandai dengan kejang tonik-klonik generalisata
yang dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan janin.
 Perdarahan serebrovaskular, terjadi karena kegagalan autoregulasi
aliran darah otak pada MAP diatas 140 mmHg
 Gagal ginjal, sehingga perlu hemodialisa pada kasus yang berat
 Edema paru
 Kematian maternal
 Sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzim, and Low
Platelet) merupakan komplikasi dari preeklamsia yang di tandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hati, penurunan jumlah
trombosit. Kriteria diagnosis sindrom HELLP berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium dibagi menjadi klasifikasi mississipi dan
Tennessee.
Kriteria Mississipi Kriteria Tennessee.
Kelas 1 Sindrom Komplit
Trombosit < 50.000 Hemolisis (gambaran sel abnormal)
Kelas 2 AST ≥70 IU/L
Trombosit 50.000-100.000 Platelet ≤ 100.000 /mm3
Kelas 3 LDH ≥600 IU/L
Trombosit >100.000-150.000
AST dan atau ALT ≥ 40 IU/L Sinrom Parsial
Hemolisis (gambaran sel abnormal) Terdapat satu atau dua tanda sindrom
komplit
LDH ≥ 600 IU/L
2. Komplikasi pada janin
a. Prematuritas
Sekitar 25% dari seluruh kelahiran prematur diindikasikan secara
medis dan sisanya 75% adalah terjadi spontan. Etiologi prematur
paling banyak disebabkan oleh preeklampsia (40%), IUGR (Intra-
Uterine Fetal Death) (10%), solusio plasenta (7%), dan kematian janin
(7%). Aliran darah ke plasenta yang menurun akan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin. Akibat dari kurangnya suplai oksigen maka dapat
mengakibatkan gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering
terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
b. Retardasi pertumbuhan intrauterin
Teori implantasi plasenta yang abnormal akan menghambat invasi
trofoblas sehingga nutrisi yang disalurkan kepada janin dapat
berkurang dan mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauterin.
c. Kematian intrauterin
Menurut penelitian Harmon et al tahun 2015, terdapat risiko kematian
janin intrauterin pada kehamilan dengan preeklamsia yaitu 11,6 per
1000 diminggu 26, lalu 4,6 per 1000 diminggu 28, dan 2,5 per 1000
diminggu 32.

E. TATALAKSANA
1. Manajemen ekspektatif atau aktif10
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan memperpanjang usia kehamilan
tanpa membahayakan ibu serta mengurangi morbiditas neonatal.
Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal
seperti gagal ginjal, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,low
platelets), angka seksio sesarea, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal
akibat seperti penyakit membran hialin dan necrotizing enterocolitis. Berat
lahir bayi rata-rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden
pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid
pada manajemen ekspektatif adalah untuk mengurangi morbiditas
(sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikulardan infeksi) serta
mortalitas perinatal. Manajemen ekspektatif dapat dipertimbangkan pada
kasus preeklampsia pada usia kehamilan 26-34 minggu yang bertujuan
untuk memperbaiki luaran perinatal.

a. Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat10


1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
 Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh
pasien
 Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
 Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala
(dianjurkan 2 kali dalam seminggu)
 Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.

b. Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia dengan Gejala Berat10


1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preeklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif

Bagan 2.1. Managemen Ekspetatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat


Bagan 2.2. Managemen Ekspetatif Preeklampsia dengan gejala Berat

Preeklampsia dengan gejala berat

 Evaluasi di kamar bersalin dalam 24 – 48 jam


 Kortikosteroid untuk pematangan paru, Magnesium
sulfat profilaksis, antihipertensi
 USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium

Kontraindikasi perawatan ekpektatif :


 Eklamsia
 Edema Paru IYA
 DIC
Lakukan
 HT emergency
 Gawat Janin Persalinan
 Solusio plasenta
 Janin Tidak Viabel

Komplikasi perawatan ekpektatif :


 Gejala persisten
IYA
 HELLP
 Pertumbuhan janin terhambat > Pemberian
 Olygohydramnion
...kortikosteroid
 KPP atau Inpartu
 Gangguan ginjal > persalinan setelah
...48 jam

Perawatan ekpektatif :
 Tersedia fasilitas perawatan maternal dan
neonatal intensif
 Janin viable – 34 minggu
 Rawat inap
 Stop MgSO4 dalam 24 jam
 Evaluasi ibu dan janin setiap hari

 Usia kehamilan >34 minggu


 KPP atau Inpartu IYA
 Perburukan maternal - fetal
 Adanya salah satu gejala kontraindikasi Lakukan
perawatan ekspektatif Persalinan
Tabel 2.2 Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia10
Terminasi kehamilan
Data maternal Data janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak
berkurang (nyerikepala, pandangan kabur,
dsbnya) Pertumbuhan janin terhambat
Penuruan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau HELLP
Syndrome Profil biofisik < 4
Deselerasi variabel dan lambat pada
Edema paru NST
Doppler a. umbilikalis: reversed end
Eklampsia diastolic flow
Solusio Plasenta Kematian janin
Persalinan atau ketuban pecah

2. Pemberian Magnesium Sulfat Untuk Mencegah Kejang


Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia
adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta
mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Salah
satumekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi vaskular
melaluirelaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan
uterus,sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga
bergunasebagai antihipertensi dan tokolitik.10
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat
sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk anti kejang pada
preeklampsia atau eklampsia.10
Pedoman RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynaecology)
untuk penatalaksanaan preeklampsia berat merekomendasikan dosis
loading magnesium sulfat 4-6 di encerkan dalam 100 ml selama selama
15-20 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 gram/jam dalam
100 ml cairan. Dalam beberapa ahli merekomendasikan hanya 1 gram/
jam. Magnesium sulfat di lanjutkan selama 24 jam postpartum atau setelah
kejang terakhir. Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi
napas, dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan
magnesium sulfat.10

Cara pemberian MgSO4 :2


 Loading dose : initial dose 4-6 gram MgSO4 dalam 100 ml cairan
intravena selama 15-20 menit
 Maintenance dose : Diberikan infuse 2/1 gram dalam cairan
IV/jam/24 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :2


 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan IV 3
menit
 Refleks patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress
nafas.

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau


setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa
panas).10
3. Pemberian Antihipertensi
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi
ringan-sedang (tekanan darah 140–169 mmHg/90–109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC)guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥
140mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik
superimposed,hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis
pada usia kehamilan berapa pun. Antihipertensi direkomendasikan pada
preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target penurunan tekanan darah
adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg.10
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral
short acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian
antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol.10
a. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium
channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada
sirkulasi vena hanyaminimal. Pemberian calcium channel blocker dapat
memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia, palpitasi, sakit
kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta
retensi cairan.10
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang
sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm
(tokolisis) dan sebagai anti hipertensi. Berdasarkan RCT, penggunaan
nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan
labetalo lintravena, kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin
selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan
bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Dibandingkan
dengan labetalol yang tidak berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin
meningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat.
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap
15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin
dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian
calcium channel blocker.10

b. Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, terutama bila digunakan untuk jangka waktu yang lama
selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama, sehingga
penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya
tidak efektif.10

c. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat anti hipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejaktahun 1960, metildopa
mempunyai safety margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa
bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit
efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah
arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak
terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering,
mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dandrug-
induced hepatitis.10
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengandosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa
adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam
untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah
tertentu dan disekresikan pada ASI.10

F. PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan
preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya,
namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian
pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.10
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat
yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam
hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat
dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari
pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik.10
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS KEBIDANAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SW
Umur : 06.06.1990 / 29 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tnagga
Pendidikan : SMP
Alamat : Payung batu, Lampung Tengah
Tanggal Masuk : 24 Juni 2019
Pukul : 11.10 WIB

II. ANAMNESA
Ny. S W, 29 tahun, G2P1A0
Keluhan Utama : Kejang ± 10 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tidak mengetahui dirinya hamil, tidak pernah melakukan pemeriksaan
kehamilan, pasien lupa Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT).
Pasien mengalami kejang sebanyak 5 kali dengan durasi <10 menit, jarak
antar kejang ± 2 jam dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan kaku.
Setelah kejang pasien sadar tapi tampak kebingungan. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala (+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+).
Riwayat keluar lendir darah (+), riwayat keluar air-air dari kemaluan (-),
riwayat mules-mules mau melahirkan (-), gerakan janin (-). BAB (+) normal,
BAK (+) normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Hipertensi tidak diketahui, Diabetes melitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi (-), Diabetes melitus (-), kejang dalam kehamilan (-)
Riwayat Menstruasi :
Umur menarche : 12 tahun, siklus 28 hari, Lamanya 7 hari, haid teratur,
Ganti pembalut 3 x sehari,
Keluhan : Tidak Disminorhea, tidak menorhagia, tidak
menorhagia

Riwayat Pernikahan :
Menikah, dengan jumlah pernikahan 1 kali, usia pernikahan 10 tahun
Riwayat Obstetri :
G2P1A0
1. Laki-laki BBL 2.700 kg lahir spontan pervaginan di bidan desa
tahun 2009, keadaan sekarang hidup.
2. Hamil saat ini
Riwayat KB :
Metode KB yang pernah di pakai yaitu PIL KB

III. HASIL PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Somnolen
Tinggi badan : 150 cm
BB sebelum hamil : Pasien lupa
BB setelah hamil : 100 kg
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 100 𝑘𝑔
Indeks Masa Tubuh : 𝑇𝐵(𝑚)𝑥 𝑇𝐵 (𝑚) = = 44,44
1,5 𝑥 1,5

Kesan : Sangat gemuk


Tekanan Darah : 219/112 mmHg
Nadi : 115 x/i
Pernapasan : 22 x/i
Suhu : 36,7° C
IV. STATUS GENERALISATA
A. Kepala-Leher
- Kepala :
Normocephal, Rambut lurus, tidak mudah dicabut, tidak rontok
- Mata :
Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), edema palpebra (-/-) gangguan penglihatan (+)
- Hidung :
Tidak ada secret / bau / perdarahan / deviasi septum
- Telinga :
Tidak ada serumen / bau / perdarahan
- Mulut :
Bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil
membesar (-)
- Leher :
Benjolan dileher (-) peningkatan JVP (-) pembesaran ke tiroid (-)
pembesaran kelenjar getah bening (-)

B. Thorax
 Pulmo
 Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan abdomino
thoracal retraksi costae (-/-)
 Palpasi : Stem fremitus ka=ki
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru.
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

 COR
 Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari pada 1 cm lateral ICS V linea
midclavicula sinistra.
 Perkusi : Batas atas ICS V linea parasternal sinistra, batas bawah
kiri 1 cm lateral ICS V midclavicula sinistra batas bawah kanan ICS
IV
 Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

C. Ekstermitas
 Ekstremitas atas
Kanan : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
Kiri : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
 Ekstremitas bawah
Kanan : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
Kiri : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)

V. STATUS OBSTETRI
 Inspeksi : Perut membuncit tampak hamil
 Palpasi
 Leopold I : Teraba lenting lunak kesan bokong
 Leopold II : Punggung Kiri
 Leopold III : keras melenting kesan kepala
 Leopold IV : Belum masuk pintu panggul atas
 TFU : 27 cm
 Tafsiran berat janin : ( Tinggi fundus uteri(cm)-N) x 155
: (27-13) x 155
: 2170 kg
 HIS : tidak ada kontraksi
 Gerakan janin : Gerak aktif
 Auskultasi
 Denyut jantung janin : 126 x/menit
 Inspeksi vulva dan uretra terang dalam batas normal
 Inspeksi isnspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
 Vagina touch : tidak di lakukan pemeriksaan

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG :

- Janin presentasi kepala tunggal hidup intra uteri


- DJJ 126 x / menit
- Plasenta letak superolateral
- BPD :-
- HC :-
- AC :-
- FL :-
- Tafsiran berat janin 1584 gram
- ICA cukup
- Usia kehamilan 30 minggu
Kesan : Janin Tunggal Hidup

CTG : Non Reassuring


Hasil laboratorium tanggal 24 Juni 2019

Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 11.0 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 3,8 3,9 - 5,6 10*6/µl
Hitung leukosit 17.300 4.000- 11.000 /µl
Hematokrit 32 36-47 %
Hitung trombosit 62.000 150,000-450,000 /µl

Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 88 mg/dL <140

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemostasis
Waktu perdarahan 2 menit 1-7 menit
Waktu Pembekuan 6 menit 2 menit
Elektrolit darah
Natrium 135 mmol/dl 135-145
Kalium 4,05 mmol/dl 3,5-5,1
Klorida 108,1 mmol/dl 98-107
Fungsi Hati
SGOT 142 u/l 13-35
SGPT 92 u/l 7,35
Fungsi Ginjal
Ureum 62 mg/dl 6 - 20
Kreatitin 1,60 mg/dl 0,6-1,1

VII. DIAGNOSA
 Eklamsia Gravidarum Pada G2P1A0 hamil 30 minggu Janin Tunggal
Hidup Intra Uteri
 HELLP Syndrome
VIII. Terapi
 Injeksi MgsO4 4 gram IV bolus lambat
 Nifedipin 4x10 mg tablet
 Injeksi Furosemid 1 ampul
 Injeksi dexametason 2 ampul
 Rencana di lakukan Sectio Caesaria CITO

LAPORAN OPERASI SECTIO CAESARIA

- Tanggal : 24/06/2019
- Jam : 17.00 WIB
- Lama operasi : 60 menit
- Anastesi : General
- Bayi lahir :
o BBL : 1800 gr
o Panjang : 43,3 cm
o Jenis kelamin : laki-laki
- Plasenta : Lengkap
Diagnosa post operasi : P2 post SC a/i Eklamsia Gravidarum,HELLP
syndrom,akut kidney injury

Terapi :- IVFD RL + Oksitosin 20 UI  20gtt/menit

- MgSO4 1 gram/jam
- Inj. Cefotaxime 2gr/ 12 jam
- Inj. Dexametason 2 ampul/12 jam
- Inj. Tramadol drip
- Inj. Asam tranexamat 10 mg / 8 jam
- Misoprostol 2 tablet parectal / 3 jam
- Observasi HCU
FOLLOW UP HCU

TANGGAL 24/068/2019

S : Sakit Kepala (+) lemas (+) nyeri luka post op (+) flatus (-) BAK (+)
kateter BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (+)

O : Sensorium : Compos mentis


TD : 120/90 mmHg
HR : 94 x/i
RR : 22 x/i
Temp : 36.8o C
Status Generalisata :
Conjungtiva Anemis : +/+
Edema extreminitas : -/-
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
Status obstetri :
TFU : 1 jari dibawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (+), lochia (+) rubra
L/O :Tertutup verban nyeri

A : P2 post SC a/i Eklamsia Gravidarum,HELLP syndrom, akut


kidney injury

P : - IVFD RL + Oksitosin 20 UI  20gtt/menit


- MgSO4 1 gram/jam
- Inj. Cefotaxime 2gr/ 12 jam
- Inj. Dexametason 2 ampul/12 jam
- Inj. Tramadol drip
- Inj. Asam tranexamat 10 mg / 8 jam
- Misoprostol 2 tablet parectal / 3 jam
FOLLOW UP
TANGGAL 25 /06/2018

S : Sakit Kepala (+) lemas (- ) nyeri luka post op (+) flatus (+) BAK
(+) BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (+)

O : Sensorium : Compos mentis


TD : 140/90 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36.8o C
Status Generalisata : Dalam Batas Normal
Status obstetri :
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik
P/V : lochia (+) rubra
L/O : Tertutup verban, kesan kering

A : P2 Post SC a/i Eklamsia gravidarum,HEELP syndrom, Akut


kidney injury

P :

 IVFD RL + Oksitosin 20 IU  20gtt/menit


 MgSO4 1 gr/jam
 Inj. Cefotaxim 2x 1 g
 Inj. Dexametason 2 / 2 amp
 Inj. Asam tranexamat 3x 500 mg iv
 Misoprostol 2 tab perectal/3 jam
 Pronalges sup 1 (ketoprofen)
 Lasik 2 x 1 : 2 amp (stop)
FOLLOW UP TANGGAL 26/06/2019
S :
Sakit Kepala (-) lemas (- ) nyeri luka post op (+) flatus (+) BAK
(+) BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (+)
O : Sensorium : Compos mentis
TD : 190/100 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20x/i
Temp : 36.8o C :-
Status Generalisata : Dalam Batas Normal
Status Obstetri :
Uterus : Kontraksi normal
P/V : lochia (+) rubra
L/O : Tertutup verban, kesan kering
A : P2 Post SC a/i Eklamsia gravidarum, HEELP syndrom, Akut
kidney injury, Sups. Optic neuropati
P : IUFD RL 20 tpm
Nifedipin 4 x 10 mg
cefixime 2 x 100 mg
Asam. Mefenamat 3 x 500 mg
Hufabion 1 x 1 tablet
Dexametason 2 x 2 tablet
Timolol 2 x 1 tetes
Citicolin 2 x 500 mg
Mecobalamin 2x 500 mg

FOLLOW UP TANGGAL 27/06/2019


S :
Sakit Kepala (-) lemas (- ) nyeri luka post op (+) flatus (+) BAK
(+) BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (-)
O : Sensorium : Compos mentis
TD : 190/100 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20x/i
Temp : 36.8o C :-
Status Generalisata : Dalam Batas Normal
Status Obstetri :
Uterus : dalam batas normal
P/V : lochia (+) rubra
L/O : Tertutup verban, kesan kering
A : P2 Post SC a/i Eklamsia gravidarum, HEELP syndrom, Akut
kidney injury, Sups. Optic neuropati
P : IUFD RL 20 tpm
Nifedipin 4 x 10 mg
cefixime 2 x 100 mg
Asam. Mefenamat 3 x 500 mg
Hufabion 1 x 1 tablet
Dexametason 2 x 2 tablet
Timolol 2 x 1 tetes
Citicolin 2 x 500 mg
Mecobalamin 2x 500 mg
Pasien boleh pulang dan kontrol
DAFTAR PUSTAKA

1. Sirait AM. Prevalensi hipertensi pada kehamilan di Indonesia dan berbagai


faktor yang berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. 2012; 15(2):103-9.
2. Cunningham, FG., et al. Williams Obstetrics 24th edittion.USA: McGraw-
Hill.2014;728-770
3. Mochtar R. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi ke-
3. Jakarta: EGC; 2012.
4. Kattah AG, Garovic VD. The management of hypertension in pregnancy.
Adv Chronic Kidney Dis. 2013; 20(3):229-39.
5. Scantlebury DC, Schwartz GL, Acquah LA, White WM, Moser M,
Garovic VD. The treatment of hypertension during pregnancy: when
should blood pressure medications be started?. Curr Cardiol Rep. 2013;
15(11):1-17.
6. Chacravarty A, Chakrabarti S. The neurology of eclampsia. Neurol India.
2002; 50:128-35.
7. Kemenkes RI. Buku saku: pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. Jakarta: WHO, POGI, IBI; 2013
8. Alpiansyah Angga, Rodiani. Jurnal Wanita Usia 20 Tahun, Primigravida
Hamil 37 Minggu dengan Eklampsia Antepartum.Lampung:
Unila.2017;1-7
9. Ross MG. Eclampsia [internet]. USA: Medscape; 2016 [diakses pada 03
Agustus 2019]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/2
53960-overview#
10. Kementerian Kesehatan. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran :
Preeklampsia. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2016.

Anda mungkin juga menyukai