EKLAMSIA
Disusun oleh :
dr. Heru Prasetyo
D. Komplikasi
Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya
terhadap ibu dan janin.10,8
1. Komplikasi pada ibu
Eklampsia, yang ditandai dengan kejang tonik-klonik generalisata
yang dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan janin.
Perdarahan serebrovaskular, terjadi karena kegagalan autoregulasi
aliran darah otak pada MAP diatas 140 mmHg
Gagal ginjal, sehingga perlu hemodialisa pada kasus yang berat
Edema paru
Kematian maternal
Sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzim, and Low
Platelet) merupakan komplikasi dari preeklamsia yang di tandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hati, penurunan jumlah
trombosit. Kriteria diagnosis sindrom HELLP berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium dibagi menjadi klasifikasi mississipi dan
Tennessee.
Kriteria Mississipi Kriteria Tennessee.
Kelas 1 Sindrom Komplit
Trombosit < 50.000 Hemolisis (gambaran sel abnormal)
Kelas 2 AST ≥70 IU/L
Trombosit 50.000-100.000 Platelet ≤ 100.000 /mm3
Kelas 3 LDH ≥600 IU/L
Trombosit >100.000-150.000
AST dan atau ALT ≥ 40 IU/L Sinrom Parsial
Hemolisis (gambaran sel abnormal) Terdapat satu atau dua tanda sindrom
komplit
LDH ≥ 600 IU/L
2. Komplikasi pada janin
a. Prematuritas
Sekitar 25% dari seluruh kelahiran prematur diindikasikan secara
medis dan sisanya 75% adalah terjadi spontan. Etiologi prematur
paling banyak disebabkan oleh preeklampsia (40%), IUGR (Intra-
Uterine Fetal Death) (10%), solusio plasenta (7%), dan kematian janin
(7%). Aliran darah ke plasenta yang menurun akan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin. Akibat dari kurangnya suplai oksigen maka dapat
mengakibatkan gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering
terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
b. Retardasi pertumbuhan intrauterin
Teori implantasi plasenta yang abnormal akan menghambat invasi
trofoblas sehingga nutrisi yang disalurkan kepada janin dapat
berkurang dan mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauterin.
c. Kematian intrauterin
Menurut penelitian Harmon et al tahun 2015, terdapat risiko kematian
janin intrauterin pada kehamilan dengan preeklamsia yaitu 11,6 per
1000 diminggu 26, lalu 4,6 per 1000 diminggu 28, dan 2,5 per 1000
diminggu 32.
E. TATALAKSANA
1. Manajemen ekspektatif atau aktif10
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk
memperbaiki luaran perinatal dengan memperpanjang usia kehamilan
tanpa membahayakan ibu serta mengurangi morbiditas neonatal.
Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal
seperti gagal ginjal, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,low
platelets), angka seksio sesarea, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal
akibat seperti penyakit membran hialin dan necrotizing enterocolitis. Berat
lahir bayi rata-rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden
pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid
pada manajemen ekspektatif adalah untuk mengurangi morbiditas
(sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikulardan infeksi) serta
mortalitas perinatal. Manajemen ekspektatif dapat dipertimbangkan pada
kasus preeklampsia pada usia kehamilan 26-34 minggu yang bertujuan
untuk memperbaiki luaran perinatal.
Perawatan ekpektatif :
Tersedia fasilitas perawatan maternal dan
neonatal intensif
Janin viable – 34 minggu
Rawat inap
Stop MgSO4 dalam 24 jam
Evaluasi ibu dan janin setiap hari
b. Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, terutama bila digunakan untuk jangka waktu yang lama
selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama, sehingga
penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya
tidak efektif.10
c. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat anti hipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejaktahun 1960, metildopa
mempunyai safety margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa
bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit
efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah
arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak
terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering,
mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dandrug-
induced hepatitis.10
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengandosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa
adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam
untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah
tertentu dan disekresikan pada ASI.10
F. PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan
preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya,
namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian
pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.10
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat
yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam
hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat
dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari
pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik.10
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS KEBIDANAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SW
Umur : 06.06.1990 / 29 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tnagga
Pendidikan : SMP
Alamat : Payung batu, Lampung Tengah
Tanggal Masuk : 24 Juni 2019
Pukul : 11.10 WIB
II. ANAMNESA
Ny. S W, 29 tahun, G2P1A0
Keluhan Utama : Kejang ± 10 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tidak mengetahui dirinya hamil, tidak pernah melakukan pemeriksaan
kehamilan, pasien lupa Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT).
Pasien mengalami kejang sebanyak 5 kali dengan durasi <10 menit, jarak
antar kejang ± 2 jam dengan mata mendelik ke atas dan seluruh badan kaku.
Setelah kejang pasien sadar tapi tampak kebingungan. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala (+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+).
Riwayat keluar lendir darah (+), riwayat keluar air-air dari kemaluan (-),
riwayat mules-mules mau melahirkan (-), gerakan janin (-). BAB (+) normal,
BAK (+) normal.
Riwayat Pernikahan :
Menikah, dengan jumlah pernikahan 1 kali, usia pernikahan 10 tahun
Riwayat Obstetri :
G2P1A0
1. Laki-laki BBL 2.700 kg lahir spontan pervaginan di bidan desa
tahun 2009, keadaan sekarang hidup.
2. Hamil saat ini
Riwayat KB :
Metode KB yang pernah di pakai yaitu PIL KB
B. Thorax
Pulmo
Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan abdomino
thoracal retraksi costae (-/-)
Palpasi : Stem fremitus ka=ki
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
COR
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari pada 1 cm lateral ICS V linea
midclavicula sinistra.
Perkusi : Batas atas ICS V linea parasternal sinistra, batas bawah
kiri 1 cm lateral ICS V midclavicula sinistra batas bawah kanan ICS
IV
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
C. Ekstermitas
Ekstremitas atas
Kanan : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
Kiri : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
Ekstremitas bawah
Kanan : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
Kiri : Simetris, sianosis (-), edema +, akral hangat, deformitas (-),
krepitasi (-), nyeri (-)
V. STATUS OBSTETRI
Inspeksi : Perut membuncit tampak hamil
Palpasi
Leopold I : Teraba lenting lunak kesan bokong
Leopold II : Punggung Kiri
Leopold III : keras melenting kesan kepala
Leopold IV : Belum masuk pintu panggul atas
TFU : 27 cm
Tafsiran berat janin : ( Tinggi fundus uteri(cm)-N) x 155
: (27-13) x 155
: 2170 kg
HIS : tidak ada kontraksi
Gerakan janin : Gerak aktif
Auskultasi
Denyut jantung janin : 126 x/menit
Inspeksi vulva dan uretra terang dalam batas normal
Inspeksi isnspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
Vagina touch : tidak di lakukan pemeriksaan
Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 11.0 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 3,8 3,9 - 5,6 10*6/µl
Hitung leukosit 17.300 4.000- 11.000 /µl
Hematokrit 32 36-47 %
Hitung trombosit 62.000 150,000-450,000 /µl
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 88 mg/dL <140
VII. DIAGNOSA
Eklamsia Gravidarum Pada G2P1A0 hamil 30 minggu Janin Tunggal
Hidup Intra Uteri
HELLP Syndrome
VIII. Terapi
Injeksi MgsO4 4 gram IV bolus lambat
Nifedipin 4x10 mg tablet
Injeksi Furosemid 1 ampul
Injeksi dexametason 2 ampul
Rencana di lakukan Sectio Caesaria CITO
- Tanggal : 24/06/2019
- Jam : 17.00 WIB
- Lama operasi : 60 menit
- Anastesi : General
- Bayi lahir :
o BBL : 1800 gr
o Panjang : 43,3 cm
o Jenis kelamin : laki-laki
- Plasenta : Lengkap
Diagnosa post operasi : P2 post SC a/i Eklamsia Gravidarum,HELLP
syndrom,akut kidney injury
- MgSO4 1 gram/jam
- Inj. Cefotaxime 2gr/ 12 jam
- Inj. Dexametason 2 ampul/12 jam
- Inj. Tramadol drip
- Inj. Asam tranexamat 10 mg / 8 jam
- Misoprostol 2 tablet parectal / 3 jam
- Observasi HCU
FOLLOW UP HCU
TANGGAL 24/068/2019
S : Sakit Kepala (+) lemas (+) nyeri luka post op (+) flatus (-) BAK (+)
kateter BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (+)
S : Sakit Kepala (+) lemas (- ) nyeri luka post op (+) flatus (+) BAK
(+) BAB (-) pandangan kabur (+) nyeri luka operasi (+)
P :