Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang anak NR berusia 4 tahun, dirawat di RS karena sesak

napas sejak 2 hari SMRS, nafas cepat, batuk berdahak dan demam. Riwayat atopi,

kontak dengan pasien TB, tersedak, trauma disangkal. Berdasarkan hasil

anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang berupa laboratorium

darah rutin dan foto thorax pasien di diagnosis bronkopneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka

mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut

adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR),

tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi

vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan

tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok), faktor

sosial ekonomi, dam pengetahuan ibu terhadap penyakit.6 Pada pasien ini

didapatkan faktor risiko terjadinya infeksi yaitu paman pasien yang tinggal serumah

dengan pasien merupakan perokok aktif sehingga anak menjadi perokok pasif.

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok

umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,

grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting.

Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan

iritabel. Bayi 2 -12 bulan termasuk nafas cepat bila frekuensi nafas 50 kali atau

lebih dan pada anak lebih dari 12 bulan lebih dari 40 kali per menit.16,17 Pada pasien

34
ini didapatkan dari hasil anamnesis berupa sesak napas, batuk berdahak dan demam

serta dari pemeriksaan fisik didapatkan takipnea (laju nafas 42 kali per menit), pada

pemeriksaan paru didapatkan retraksi subkostal minimal dan pada auskultasi

didapatkan ronki pada kedua lapang paru. Nafas cuping hidup dan sianosis pada

kulit tidak ditemukan. Tanda bahaya umum seperti kejang, muntah dan tidak mau

minum, penurunan kesadaran tidak ditemukan.

Pasien ini dikategorikan sebagai pneumonia berat. Pneumonia berat dilihat

berdasarkan gejala utama batuk dan atau kesulitan bernafas, lalu ditambah dengan

salah satu dari gejala berikut yaitu pernapasan cuping hidung, tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam, kepala terangguk-angguk, dan pada gambaran radiologis

menunjukkan gambaran pneumonia berupa infiltrat,konsolidasi, serta pada

pemeriksaan fisik auskultasi paru didapatkan ronki.26 Pada pasien ini ditemukan

gejala yaitu batuk berdahak dan sesak nafas, dan takipneu serta retraksi subkostal

minimal dan rhonki pada lapang paru, serta pada gambaran radiologi didapatkan

infiltrat pada paru kanan dengan kesan bronkopneumonia.

Pada pneumonia yang disebabkan bakteri didapatkan jumlah leukosit yang

berkisar 15,000 sampai 40,000/mm3 dengan predominan sel polimorfonuklear,

sedangkan anak dengan pneumonia viral jumlah leukosit biasanya tidak lebih dari

20,000/mm3 dengan sel limfosit lebih dominan. Jumlah leukosit lebih dari

30,000/mm3 menunjukkan infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan

bakteremia dan risiko terjadi komplikasi lebih tinggi. Suatu penelitian

menunjukkan bahwa 71.4% pasien pneumonia pneumokokus mempunyai jumlah

leukosit lebih dari 15,000/mm3 dan hanya 16.7% dengan jumlah leukosit kurang

35
dari 10,000/mm. Sebagian besar anak-anak dengan pneumonia memiliki

manifestasi klinis yang khas yaitu suhu tinggi, leukositosis dan konsolidasi lobar

atau segmental pada radiografi dada. Namun, sebanyak 30% pasien mungkin

memiliki penyakit atipikal, menunjukkan variabilitas klinis pneumonia bakteremia.

Seperti yang ditunjukkan sebelumnya oleh beberapa studi, 17% anak-anak

memiliki nilai sel darah putih yang normal saat masuk rumah sakit. Pada sebagian

besar kasus, pemeriksaan ekstensif tidak perlu dilakukan, tapi pemeriksaan

laboratorium mungkin membantu dalam memperkirakan kuman penyebab.

Leukositosis hingga >15.000/ul seringkali dijumpai. Dominasi neutrofil pada

hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri menununjukkan bakteri sebagai

penyebab. Leukosit >30.000/ul dengan dominasi neutrofil mengarah ke pneumonia

streptokokus.28 Para penulis mencatat bahwa leukositosis dikaitkan dengan

prognosis yang lebih baik daripada jumlah leukosit normal dan leukopenia.25 Shift

to the left, atau sering disebut juga left shift, adalah istilah yang digunakan untuk

menunjukan peningkatan bentuk immature dari sel neutrofil. Shift to the left

menandakan adanya fase akut dari suatu proses imunologi, baik itu infeksi akut,

inflamasi akut, ataupun proses nekrosis akut. Neutrofil yang masih muda akan

diikutsertakan "berperang" untuk memberi pertahanan ekstra. Oleh karena itulah,

jumlah neutrofil immature akan meningkat di darah.25 Pada pasien ini didapatkan

leukosit 7,8 rb/ul dengan Granulosit% normal, limfosit% meningkat 44,8%,

eosinofil% meningkat 5,2%, monosit% meningkat 12,3% kesan shift to the left yang

menandakan bahwa adanya infeksi yang akut dan infeksi tersebut kemungkinan

36
disebabkan oleh virus. Peningkatan eosinofil juga berkaitan dengan kemungkinan

adanya reaksi hipersensitivitas yang disebabkan adanya alergen pada penyakit ini.25

Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi

anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar sering dijumpai, terutama pasien bayi. Pada

bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus.

Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylococcus pneumonia.22 Indikasi

kultur darah pada passien anak dengan diagnosis bronkopneumonia adalah anak

dengan pneumonia komunitas sedang-berat, dan atau dengan komplikasi seperti

efusi pleura.29 Pada pasien ini didapatkan gambaran corakan bronkovesikuler

bertambah dengan tampak infiltrat perihilar dan suprahilar kesan

bronkopneumonia. Namun pada pasien ini tidak dilakukan kultur darah untuk

melihat jenis bakteri yang menginfeksi pasien tersebut.

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, dan adanya tanda

bahaya umum misalnya toksisitas, distres pernapasan berat, hipoksemia yang

ditandai dengan saturasi oksigen kurang dari 92-94%, dehidrasi atau muntah,

terdapat efusi pleura atau abses paru, kondisi imunokompromis, ketidakmampuan

orangtua untuk merawat, didapatkan penyakit lain misalnya jantung bawaan, dan

pasien membutuhkan pemberian antibiotika secara parenteral, atau ada penyakit

dasar yang mendahului, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien.27

Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat

inap.21 Indikasi rawat pasien adalah pasien merupakan anak balita dengan

37
pneumonia berat yang ditandai dengan batuk dan nafas cepat lebih dari 40 kali per

menit disertai dengan distres nafas yang ditandai dengan tarikan dinding dada serta

muntah dan rewel sehingga intake berkurang, nafsu makan anak berkurang. Serta

terdapat gejala tanda bahaya umum yaitu rewel/gelisah, muntah, dan hipoksemia (

saturasi oksigen tanpa oksigen tambahan kurang dari 92%, pada pasien ini saturasi

tanpa oksigen 90%)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku bagan manajemen terpadu balita sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008;3.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya

keluhan sesak yang didahului oleh batuk dan demam. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan takipnea (laju nafas 42 kali per menit), pada pemeriksaan paru

didapatkan retraksi subkostal minimal dan pada auskultasi didapatkan ronki. Pada

pemeriksaan penunjang laboratoium didapatkan leukosit 7,8 rb/ul dengan Gran%

menurun 37,4% dan lim% meningkat 44,8% kesan shift to the left yang berarti

38
sedang terjadi infeksi akut. Pemeriksaan rontgen toraks didapatkan gambaran

corakan bronkovesikuler bertambah dengan tampak infiltrat perihilar dan suprahilar

kesan bronkopneumonia.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat

diberikan analgetik/antipiretik.21 Pasien ini diberikan terapi IVFD D5 1/2 NS

1250cc/24 jam dan diberikan terapi oksigen nasal kanul 1 liter per menit.

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, pada bayi prematur

jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, pada bayi normal 70-75% berat badan,

sebelum puberitas 65-70% berat badan dan dewasa normal sekitar 50-60% dari

berat badan.21

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan

nutrisi. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat

pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran

lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Digunakan rumus Holiday

Segar 4:2:1, yaitu:

Berat Badan Cairan yang dibutuhkan per Cairan yang dibutuhkan


hari per jam
10kg pertama 100ml/kg 4ml/kg
dari total berat
badan
10kg kedua 50ml/kg 2ml/kg
Berat badan sisa 20ml/kg 1ml/kg

39
Pasien ini diberikan terapi IVFD D5 1/2 NS 1250cc/24 jam dengan berat

badan pasien 15 kg.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia

yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab

tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikroniologis cepat. Oleh karena

itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan

antibiotik empiris didarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan

mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.21

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-

laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta

laktam dan kolramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,

amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.

Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa

komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang

optimal.22

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Tatalaksananya dapat diberikan ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV

atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama

dan gentamisin (7.5 mg/kgBB IV sekali sehari). Bila anak memberi respons yang

baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di

rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5

40
hari berikutnya.22 Pada pasien dengan berat badan 15 kg diberikan terapi Inj.

Gentamisin 2x60 mg dan Inj. Ampisilin 3x400 mg.

Respon pemberian antibiotik dapat diliat dari perbaikan klinis yaitu

berkurangnya sesak, retraksi dinding dada serta perbaikan saturasi oksigen. Anak

tidak mengalami demam ataupun batuk yang sudah mereda. Pemeriksaan rontgen

setelah pemberian antibiotik masih kontroversial untuk dijadikan acuan untuk

melihat respon terapi bronkopneumonia.22 Pada pasien ini tidak didapatkan keluhan

sesak dan demam setelah 3 hari perawatan. Saturasi oksigen diatas 95% dan tidak

didapatkan adanya retraksi dinding dada. Indikasi keluar rumah sakit pada pasien

bronkopneumonia adalah perbaikan klinis mulai dari hilangnya sesak, nafas cepat,

rhonki, dan retraksi pada dinding dada, saturasi oksigen >95% stabil dalam waktu

minimal 12 jam tanpa bantuan oksigen, intake oral yang adekuat.30

Prognosis ad vitam pasien bonam karena walaupun pneumonia adalah

penyebab kedua tertinggi angka kematian anak di Indonesia akan tetapi berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien termasuk pneumonia berat

yang terdiagnosis 2 hari onset dan telah mendapatkan tatalaksana cepat, sehingga

tidak mengancam jiwa pasien ini.26 Ad sanationam pada pasien yaitu bonam karena

faktor risiko yang dimiliki oleh pasien merupakan faktor yang dapat dimodifikasi

yaitu dari gaya hidup perokok paman pasien yang merupakan salah satu factor

resiko besar dalam terjadinya pneumonia pada pasien ini,hal tersebut dapat dicegah

dengan edukasi untuk tidak merokok didalam rumah dan bila ingin melakukan

kontak langsung dengan pasien sebaiknya merokok diluar rumah, mengganti baju

sebelum kontak dengan pasien atau diharuskan mandi terlebih dahulu.

41
Prognosis ad functionam pasien bonam karena pada pasien ini organ yang

terkena masih dapat berfungsi dengan baik karena berespon cepat dengan terapi dan

tidak ada komplikasi yang memperberat penyakit yang diderita pasien. Selama

tidak ada komplikasi yang terjadi seperti pneumatokel, empyema paru, efusi pleura,

abses paru, prognosis dari pneumonia akan baik, namun jika terdapat komplikasi

seperti yang disebutkan, maka prognosis menjadi dubia ad bonam atau ad malam

tergantung kondisi ketahanan tubuh pasien atau sistem imun, dan pengobatan yang

adekuat. 30

42

Anda mungkin juga menyukai