Anda di halaman 1dari 8

MITIGASI BENCANA

A. Definisi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana).

B. Jenis-jenis Mitigasi
Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non structural.
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui
pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti
pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi,
bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya gelombang tsunami.

2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non–struktural bias dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan
suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural
di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity
building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi
penguatan kapasitas masyarakat. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup
di sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non
struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak
perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian
risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan
dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan
penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata
ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan
kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh
lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi
lingkungan sekitar.
C. Metode dan Tujuan Mitigasi
Tujuan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi kerugian-kerugian pada saat
terjadinya bahaya pada masa mendatang. Tujuan utama adalah untuk mengurangi resiko kematian
dan cedera terhadap penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan kerusakan dan
kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi
kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi
kerugian-kerugian sector swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhii masyarakat secara
keseluruhan.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
a) Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti
korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
b) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c) Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.
Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia) :
1) Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan
2) Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga kerja,
perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.
3) Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
4) Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
5) Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)
6) Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat kurang
mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah.
7) Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
8) Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan
bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.
9) Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

D. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana


Kebijakan Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain :
1) Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang sama bagi semua pihak
baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya
diatur dalam pedoman umum,petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh
instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.
2) Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu terkoordinir yang melibatkan seluruh
potensi pemerintah dan masyarakat.
3) Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan.
4) Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan
masyarakat serta kampanye.
Strategi Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa strategi sebagai berikut:
1) Melakukan pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah
mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil
keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam.
2) Pemantauan. Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan
antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan
penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di
beberapa kawasan rawan bencana.
3) Penyebaran informasi Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan
poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh Indonesia yang rawan
bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi
ke media cetak dan elektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi
dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu.
Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia
sangat luas.
4) Sosialisasi dan Penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB,
SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi
bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah
Daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakukan
dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi
bencana.
5) Pelatihan/Pendidikan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi
bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis,
SATKORLAK PB, SATLAK PB dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan
penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.
6) Peringatan Dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara
kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna
mengantisipasi jika sewaktu-- waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan
kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat
dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan
bencana berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur jalan (sementara atau
seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan lainnya.
E. Mitigasi Bencana
1. Bencana Banjir
a) Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang
rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.
b) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.
c) Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
d) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai
yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
e) Pembersihan sedimen disungai
f) Pembangunan pembuatan saluran drainase.
g) Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
h) Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)
i) Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
j) Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/pergudangan perbekalan,
tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).
2. Bencana Tanah Longsor
a) Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana.
b) Menyarankan relokasi.
c) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefation.
d) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak
seragam (differential settlement).
e) Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel.
f) Mengurangi tingkat keterjalan lereng.

3. Bencana Kekeringan Secara


a) Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah
dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi
yang efisien.
b) Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam, reboisasi.
c) Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk menghindari penebangan
hutan/tanaman.
d) Pendidikan dan pelatihan.
e) Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan Iahan,
pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.
4. Bencana Kebakaran
a) Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran.
b) Peningkatan penegakan hukum.
c) Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara
dini.
d) Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api.
e) Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.
f) Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen.
g) Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.

5. Bencana Gempa Bumi


a) Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.
b) Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan.
c) Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.
d) Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
e) Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah
rawan bencana.
6. Bencana Tsunami
a) Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan tenhadap bahaya tsunami.
b) Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan bahaya tsunami.
c) Pembangunan tsunami Early Warning System.
d) Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
e) Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami.
f) Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/
bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.
7. Bencana Gunung Berapi
a) Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau di luar dari
kawasan rawan bencana.
b) Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar
c) Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
d) Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api
e) Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering
meletus, misalnya G.Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara)
dsb.
f) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui
posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan).
g) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya faham
cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api
(penyuluhan)
h) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang diberikan oleh
aparat/Pengamat Gunung api (penyuluhan).
i) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan
aparat/Pengamat Gunung api.
8. Bencana Gelombang Pasang/ Abrasi
a. Penanaman tumbuhan pelindung pantai
Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api) dapat dilakukan terhadap
pantai berlempung, karena pada pantai berlempung pohon bakau dan pohon api api dapat tumbuh
dengan baik tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohom api-api dapat mengurangi
energi gelombang yang mencapai pantai sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang.
b. Pengisian pasir (sand nourishment)
Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen ke daerah pantai yang
potensial akan tererosi. Penambahan sedimen dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dari
laut maupun dari darat, tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai
sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh badai (gelombang yang
besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai. Diusahakan kualitas pasir urugan harus lebih baik
atau sama dengan kualitas pasir yang akan diurug atau diameter pasir urugan diusahakan lebih
besar atau sama dengan diameter pasir asli
c. Groyne (groin)
Pembuatan bangunan groin sangat mempengaruhi daerah erosi pantai,hal ini terjadi karena dalam
pembuatan groin hanya berfungsi sebagai mengatasi longshore transport atau perpindahan
sedimen sejajar pantai. Panjang groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut
menutup lebar surfzone. Namun keadaan tersebut dapat mengakibatkan suplai sedimen ke daerah
hilir terhenti sehingga dapat mengakibatkan erosi
d. Breakwater adalah pemecah gelombang yang ditempatkan secara terpisah-pisah pada jarak
tertentu dari garis pantai dengan posisi sejajar pantai. Struktur pemecah gelombang ini
dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah lepas
pantai.
e. Seawall merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi struktur pantai dari bahaya
erosi/abrasi dan gelombang kecil. Seawall dibangun pada sepanjang garis pantai yang
diprediksikan mengalami abrasi. Seawall dimaksudkan untuk melindungi pantai dan daerah
dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi dan limpasan
gelombang.
f. Membuat rencana detail tata ruang daerah pesisir
9. Bencana Angin Putting Beliung
a) Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap
gaya angin.
b) Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah
yang rawan angin topan.
c) Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari
serangan angin topan.
d) Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin

Anda mungkin juga menyukai