Anda di halaman 1dari 7

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Penelitian ini mengkaji tentang stres kerja dan faktor yang mempengaruhi
stres kerja pada perawat IGD (Instalasi Gawat Darurat) RSUD Pasar Rebo Tahun
2014. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) membagi
faktor yang mempengaruhi stres kerja menjadi faktor kondisi pekerjaan, non
pekerjaan, individu dan dukungan. Penelitian dilakukan pada 24 perawat IGD.
Penyajian data dibuat dalam dua bagian, yaitu menggambarkan stres kerja dan
faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja serta melihat distribusi faktor yang
mempengaruhi stres kerja terhadap stres kerja.

Pada penelitian ini, dari variabel kontrol kerja diketahui kontrol untuk
menentukan waktu beristirahat sejenak ketika kelelahan merupakan stressor yang
paling sering dikeluhkan. Hasil penelitian menemukan keluhan perawat yang dituntut
untuk mengerjakan lebih dari satu tugas pada waktu yang bersamaan, dan perawat
yang hanya memiliki sedikit waktu dalam rangka melaksanakan tugas. Selain itu, dari
variabel ketidakjelasan peran, perawat tidak yakin telah membagi waktunya dengan
benar.

Berbagai hal yang dapat menyebabkan stress kerja, diantaranya, aktivitas non-
pekerjaan yang tinggi menyebabkan stress kerja yang rendah dan untuk aktivitas non-
pekerjaan yang rendah menyebabkan stress kerja yang tinggi; lingkungan fisik yang
buruk mempengaruhi stress kerja yang tinggi dan untuk lingkungan fisik yang baik
membuat stress kerja yang rendah.

Terkait dengan konflik dalam kelompok, stress kerja yang tinggi dipengaruhi
oleh konflik dalam kelompok yang juga tinggi. Sedangkan, konflik antar kelompok
terhadap stres kerja, menunjukkan bahwa responden yang memilki konflik antar
kelompok tinggi memiliki stress kerja yang tinggi pula. Sedangkan, untuk responden
yang memiliki konflik antar kelompok rendah, memilik stress kerja yang juga rendah.
Selanjutnya, terkait dengan distribusi konflik peran dengan stres kerja, dimana
stress kerja yang tinggi disebabkan oleh konflik terhadap perannya sendiri yang
tinggi. Sedangkan untuk ketidakjelasan peran terhadap stres kerja, bahwa
ketidakjelasan peran yang tinggi mempengaruhi kesamaan perbandingan stress kerja
tinggi dan rendah. Dan untuk ketidakjelasan peran yang rendah menyebabkan stress
kerja yang tinggi.
Data distribusi kondisi kontrol kerja terhadap stres pada perawat
menunjukkan bahwa stress kerja tinggi pada kontrol kerja yang rendah serta stress
kerja rendah pada kontrol kerja yang tinggi. Terkait dengan beban kerja, stress kerja
tinggi disebabkan karena beban kerja yang tinggi dan stress kerja yang rendah
dipengaruhi beban kerja yang rendah pula.
Untuk tuntutan mental yang tinggi, justru banyak responden yang memiliki
stress kerja yang rendah pada tuntutan mental yang tingg. Sedangkan untuk tuntutan
mental yang rendah banyak responden juga memiliki tingkat stress kerja yang rendah
pula.
Terkait dengan usia, bahwa rata-rata usia responden dengan stres tinggi adalah
31,36 tahun, sedangkan rata-rata usia responden dengan stres rendah memiliki rata-
rata 34,61 tahun. Rata-rata masa kerja pada perawat IGD RSUD Pasar Rebo dengan
stress tinggi adalah 72,8 bulan, sedangkan rata-rata masa kerja stres rendah adalah 97
bulan. Menurut jenis kelamin, wanita lebih dominan mengalami stress kerja yang
tinggi dan rendah dibandingkan dengan laki-laki, dapat dikatakan bahwa wanita
mempunyai stress kerja yang tidak stabil.
Selanjutnya, data distribusi status pernikahan terhadap stres kerja
menunjukkan bahwa stress kerja tinggi lebih menonjol pada responden yang
menikah. Dan untuk stress kerja yang rendah juga lebih menonjol pada wanita.
Sedangkan untuk status pernikahan terhadap stres kerja menunjukkan bahwa
responden yang sudah menikah cenderung tidak stabil, mereka memiliki stress kerja
yang rendah dan juga memiliki stress kerja yang tinggi.
Untuk pendidikan, stress kerja yang tinggi dan rendah terdapat pada
responden dengan pendidikan D3. Sedangkan pada pendidikan S1 mempunyai
perbandingan yang sama yaitu sebanyak 2 pada masing-masing strees tinggi dan
rendah. Terkait dengan status kepegawaian terhadap stres kerja, bahwa non-PNS
cenderung memiliki strees kerja yang tinggi tapi juga rendah.
Data distribusi jenis kepribadian terhadap stres kerja menunjukkan bahwa
sebanyak 7 responden dengan kepribadian tipe A mengalami stres kerja tinggi,
responden dengan kepribadian selain tipe A yang mengalami stres tinggi berjumlah 4
orang. Stres kerja rendah dialami oleh 7 responden dengan kepribadian tipe A
dan 6 responden berkepribadian selain tipe A.
Adapun terkait dengan distribusi kepercayaan diri terhadap stres kerja, bahwa
stress kerja tinggi dipengaruhi oleh kepercayaan diri yang rendah. Dan stress kerja
yang rendah karena kepercayaan diri yang tinggi.

3.2 Pembahasan
Dalam jurnal tersebut terdapat topik pembahasan utama yaitu faktor dukungan
yang memicu stress perawat dalam bekerja dan manajemen stress untuk mengurangi
stress kinerja perawat.
1. Faktor dukungan
Terkait dari faktor dukungan terhadap stress kerja ditemukan hasil penelitian
bahwa stress kerja tinggi dipengaruhi karena dukungan atasan rendah serta dukungan
rekan kerja yang rendah.
Dari hal ini, diharapkan dari seorang pemimpin dapat mengoptimalkan kerja
para bawahannya dan dapat mengelola maupun memonitor bagaimana kerja para
bawahannya dan juga pemimpin yang mendukung kinerja pekerjanya, misalnya
memberikan reward kepada pekerja yang melakukan tugasnya dengan baik, dapat
menerima keluhan dari perawat sehingga dapat sharing dimana langkah-langkah ini
dapat mengurangi stress kinerja dari perawat, khusunya untuk perawat manajer di
RSUD Psar Rebo, karena alasan munculnya stress kerja yang tinggi dipicu oleh
dukungan dari pemimpin itu sendiri. Serta untuk meningkatkan dukungan rekan
kerja, seorang perawat harus bisa bekerja sama dengan rekan kerjanya, bertanggung
jawab, dan mau membantu rekan kerja jika memerlukan bantuan. Dengan begitu
dukungan rekan kerja akan menurunkan strees kerja.

2. Manajemen stress perawat


Menurut (NIOSH ,1999) Program manajemen stress perawat memiliki
kekurangan yaitu keuntungan yang didapatkan dari program hanya berumur pendek
dan manajemen sering mengabaikan akar permasalahan stress karena hanya berfokus
pada pekerja, bukan organisasi. Maka dari itu diperlukan adanya perubahan ditingkat
organisasi untuk dapat terciptanya lingkungan kerja yang sehat.
Pada penilitian jurnal ini terdapat tuntutan pekerjaan IGD yang memaksa
sistem IGD untuk memenuhi karakteristik pekerjan tersebut dengan cara memberikan
pertolongan gawat darurat, oleh karena itu kelompok-kelompok profesi didalam IGD
tidak boleh menonjolkan sifat keprofesiannya dan lebih mengedepankan IGD sebagai
sistem. Namun hasil dari penelitian menunjukan bahwa konflik antar kelompok
merupakan stressor terbesar dari kondisi pekerjaan yang memberikan proporsi
terbanyak, konflik antar kelompok ini termasuk bentuk manajemen stress Task
Oriented dimana masing-masing tenaga medis hanya berfokus apa yang harusnya
dikerjakan dan tidak memedulikan sekitarnya, padahal di IGD diperlukan kerja sama
tim agar dapat menyelesaikan pekerjaan menjadi efektif yaitu bisa dilakukan dengan
cara berkolaborasi maupun kompromi dengan sesama tenaga medis. sehingga
disarankakn untuk dapat meningkatkan upaya pengembangan hubungan manusia
dengan mengadakan pelatihan untuk membentuk kelompok kerja yang
berorientasikan kepada tim.
Lokakarya Nasional Keperawatan pada tahun 1983 menyatakan bahwa peran
perawat Indonesia adalah sebagai pelaksana layanan keperawatan yang memberikan
pelayanan kesehatan individu, keluarga, kelompok/masyarakat berupa asuhan
keperawatan yang komprhensif. Selain itu perawat juga memiliki peran sebagai
edukator, dimana perawat harus mampu memberikan pembelajaran-pembelajaran
yang merupakan dasar pendidikan kesahatan berupa tindakan peningkatan derajat
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, menyusun program
pendidikan kesehatan, dan memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan.
Tetapi kenyataan yang ada di RSUD Pasar Rebo pekerjaan perawat tidak bekerja
dengan sebagaimana mestinya dimana perawat mendapatkan tugas diluar kemampuan
perawat, beban kerja yang diterima oleh perawat membuat tugas perawat yang
harusnya berfokus pada perawatan dan pemulihan kesehatan pasien menjadi
terbengkalai atau tidak menjadi komprehensif, dan kebanyakan di lapangan mislanya
terjadi keteledoran medis maupun dari pihak farmasi, gizi, doker, dll. Masyarakat
selalu memberikan kritikannya atau ketidakpuasannya dalam menrima pelayanan
kesehatan kepada perawat dimana semua itu merupakan diluar peran perawat,
sehingga akan memunculkan konflik peran di dalam diri perawat, yang kemudian
dapat menyebabkan para perawat memiliki kepercayaan diri yang rendah, kehilangan
peran ini akan meningkatkan risiko stress (Taylor,2006). Manajemen diharapkan
mampu untuk memberikan deskripsi pekerjaan yang jelas dan juga akurat untuk
membatasi tugas tambahan yang dijalankan perawat, agar perawat dapat menjalankan
peran dan fungsinya sebagai perawat.
Hampir semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin
demikian juga dengan perawat, perawat merupakan profesi yang dianggap sangat
penting dalam asuhan kesehatan di Rumah Sakit karena perawat merupakan tenaga
medis yang selalu ada di samping paisen sehingga mengetahui perkembangan pasien
dengan baik setiap harinya. Peran perawat sebagai pemimpin menjadi penting karna
ia harus mampu mengelola sumber daya yang ada serta mampu membuat keputusan
yang tepat dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Nemun
lebih dari itu, siatuasi dan kondisi di IGD RSUD Pasar Rebo membutuhkan seorang
pemimpin yang mampu memahami perubahan, bukan hanya beradaptasi terhadap
perubahan, tetapi sebagai penggagas perubahan. Yaitu pemimpin yang dapat merubah
pengelolaan suatu kegiatan atau organisasi menjadi lebih baik. Baik dari segi
manajemen kerja tim anggotanya maupun manajemen kerjanya. Sifat lain yang harus
dimiliki oleh para pemimpin adalah harus mampu membagi visi (share vision)
kepada setiap bawahannya untuk dapat mencapai tujuan. Namun, hasil penelitian
menunjukan bahwa atasan langsung yang merupakan pemberi dukungan social
terendah dan keluhan terbanyak yang di rasakan perawat adalah atasan yang tidak
mau mendengar keluhan, oleh karna itu diharapkan adanya upaya peningkatan
kemampuan komunikasi para manajer,
Diharapkan mampu menampung semua keluhan yang dirasakan oleh pekerja
terutama perawat IGD di RSUD Pasar Rebo ini misalnya melalui teknik komunikasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada penilitian jurnal ini terdapat tuntutan pekerjaan IGD yang memaksa
sistem IGD untuk memenuhi karakteristik pekerjan tersebut dengan cara memberikan
pertolongan gawat darurat, oleh karena itu kelompok-kelompok profesi didalam IGD
tidak boleh menonjolkan sifat keprofesiannya dan lebih mengedepankan IGD sebagai
sistem. Namun hasil dari penelitian menunjukan bahwa konflik antar kelompok
merupakan stressor terbesar dari kondisi pekerjaan yang memberikan proporsi
terbanyak. Nemun lebih dari itu, siatuasi dan kondisi di IGD RSUD Pasar Rebo
membutuhkan seorang pemimpin yang mampu memahami perubahan, bukan hanya
beradaptasi terhadap perubahan, tetapi sebagai penggagas perubahan. Dari penelitian
diatas pemicu meningkatnya angka stress kerja merupakan dukungan langsung dari
atasannya sendiri. Maka diharapkan pemimpin yang dapat merubah pengelolaan
suatu kegiatan atau organisasi menjadi lebih baik. Baik dari segi manajemen kerja tim
anggotanya maupun manajemen kerjanya

4.2 Saran
Sebagai seorang pemimpin seharusnya dapat memberikan dukungan nya
secara optimal terhadap bawahannya, dan mampu mengelola suatu organisasi dengan
baik misalnya meningkatkan kekompakan dam kerja tim para kinerja nya,
mempunyai komunikasi yang baik antar pemimpin dengan rekan maupun pekerjanya
sehingga membuat sutu organisasi maupun kegiatan itu dapat berjalan dengan lancar
sehingga dapat meminimumkan angka terjadinya stress di dunia kerja.

Anda mungkin juga menyukai