Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

SIROSIS HEPATIS

Oleh :

Regita Westri Aprila

201510330311022

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari
ligamentum Treitz. Salah satu menifestasi hipertensi porta adalah varises
esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus
pecah yang menimbulkan perdarahan hingga kematian.
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian
besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Penyebab
sirosis hepatis di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Definisi sirosis menurut WHO pada tahun 1978 adalah suatu keadaan
patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif.1
Dalam perjalanan penyakit hepar yang kronik, sirosis merupakan stadium
yang irreversible. Dalam perjalanan awal sirosis dapat mengalami stadium
kompensasi yang dapat berlangsung untuk beberapa tahun sebelum akhirnya
terjadi dekompensasi. Adanya dekompensasi sirosis hepatis ditandai oleh adanya
icterus, hematemesis melena, ascites atau encephalopathy. ikterus terjadi oleh
karena terjadi insufisiensi hepatik. Hematemesis melena biasanya disebabkan oleh
varises esophagus karena konsekuensi terjadi hipertensi portal dan sirkulasi yang
hiperdinamik. Ascites terjadi oleh karena tekanan hidrortatik yang meningkat,
tekanan koloid onkotik yang menurun serta terjadi retensi natrium.
Encephalopathy terjadi oleh karena adanya portosistemik shunt, yang akan
mengakibatkan edema otak.2

2.2. Epidemiologi
Menurut WHO, 1,8% kematian di Eropa disebabkan oleh sirosis hati.
Sirosis hati menyebabkan 170.000 kematian setiap tahunnya.3 Di Amerika sirosis
hati merupakan urutan ke dua belas penyebab kematian, dicatat pada tahun 2007
ada 29.165 kematian oleh karena sirosis dengan angka mortalitas 9,7 setiap
100.000 orang. Penyebab utama dari sirosis hati adalah penyalahgunaan alcohol,
hepatitis virus, dan nonalcoholic fatty liver disease yang akhir – akhir ini
meningkat.4
Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis adalah kesepuluh penyebab
kematian pada orang dewasa, dan sekitar 40% kematian oleh karena sirosis
disebabkan oleh karena alcohol.

3
Pasien yang terinfeksi virus hepatitis C (HCV), sekitar 80% akan
berkembang menjadi hepatitis C kronis, dan sekitar 20-30% akan berkembang
menjadi sirosis 20-30 tahun kedepan. Banyak dari pasien dengan hepatitis C juga
menggunakan alkohol secara bersamaan, dan kejadian sirosis murni karena
hepatitis C saja masih belum diketahui.Di Amerika Serikat, sekitar 5 juta orang
telah terinfeksi virus hepatitis C, dan sekitar 3,5 sampai 4 juta pasien menjadi
hepatitis C kronis. Di seluruh dunia, sekitar 170 juta orang menderita hepatitis C,
dengan beberapa daerah dari dunia (misalnya, Mesir) 15% dari penduduknya
terinfeksi.
Temuan serupa terjadi pada pasien dengan sirosis karena hepatitis B
kronis. Dari pasien dewasa yang terinfeksi hepatitis B, sekitar 5% menjadi
hepatitis B kronis, dan sekitar 20% dari pasien akan menjadi sirosis. Di Amerika
Serikat, ada sekitar 2 juta orang merupakan karier hepatitis B, sedangkan di
bagian lain yang merupakan daerah endemic virus hepatitis B (HBV) yaitu, Asia,
Asia Tenggara, Afrika sub-Sahara. 15% dari populasi diperkirakan terinfeksi
vertikal pada saat kelahiran. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 300-400
juta orang terinfeksi hepatitis B di seluruh dunia. Sekitar 25% dari orang yang
terinfeksi hepatitis B kronis akhirnya menjadi sirosis.

2.3. Etiologi
a. Sirosis Alkoholik
Pemakaian alcohol yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan berbagai tipe dari penyakit kronik hati, antara
lain alcoholic fatty liver, alcoholic hepatitis, dan sirosis alkoholik.
.Pemakaian alcohol dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
fibrosis pada hati tanpa melalui proses radang atau nekrosis. Fibrosis dapat
centrilobuler, periceluler, atau periportal. Saat fibrosis mencapai derajat
tertentu dan terjadi kerusakan arsitektur hati, maka akan terjadi pergantian
sel hati dengan regenerasi nodul. Pada pasien sirosis alkoholik diameter
nodulus biasanya < 3mm atau disebut micronodul.
Pemakaian alcohol menyebabkan meningkatnya akumulasi
trigliserida pada intrasel melalui proses meningkatnya ambilan asam

4
lemak, menurunnya oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein.
Kerusakan oksidatif pada sel hati disebabkan oleh adanya reactive oxygen
species, asetaldehyde merupakan molekul yang sangat reaktif yang
berikatan dengan protein, ikatan protein – asetaldehhyde menyebabkan
gangguan aktivitas enzim hati dan transport protein pada hati. Hal ini
menyebabakan aktivasi Sel Kupffer pada hati, yang menyebabkan
produksi profibrogenik sitokin, meningkatnya sitokin juga akan
meningkatkan produksi kolagen dan matriks ekstraseluler.

b. Hepatitis B/ C Kronik
Virus hepatitis C merupakan virus yang tidak merusak sel hati,
kerusakan hati pada hepatitis C terjadi oleh karena sistem imun dari tubuh.
Kerusakan hati pada hepatitis C ditandai dengan adanya fibrosis pada
sistem portal dan berkembangnya nodul. Pada sirosis hati oleh karena
hepatitis C, hati yang mengkerut dengan karateristik pada biopsy hati
adalah campuran dari makronodular dan mikronodular, serta infiltrate sel
inflamasi pada daerah portal.Hal yang sama terjadi pada sirosis hati oleh
karena hepatitis B. pasien dengan hepatitis B, 5% berkembang menjadi hepatitis
kronik, dan sekitar 20% dari pasien tersebut berkembang menjadi sirosis hati.

c. Autoimmune Hepatitis dan Non-Alcoholic Steatohepatitis

Banyak pasien dengan autoimmune hepatitis (AIH) berlanjut


menjadi sirosis hati. Pada pasien dengan autoimmnune hepatitis bila
diterapi dengan imunosupresan misalnya glukokortikoid atau azathioprine
tidak akan bermanfaat oleh karena AIH timbulnya mendadak dan langsung
luas kerusakannya. Penegakan diagnosis dari AIH perlu pemeriksaan
ANA test atau anti-smooth-muscle antibody (ASMA).

Pasien dengan nonalcoholic steatohepatitis akhir – kahir ini banyak


ditemukan berlanjut menjadi sirosis hati. Oleh karena sekarang terjadi
epidemic obesitas, banyak pasien diidentifikasi dengan fatty liver disease

5
d. Sirosis Bilier

. Penyakit hati kolestatik terjadi oleh karena lesi necroinflamasi,


kongenital, proses metabolic, atau kompreksi eksternal pada duktus bilier.
Keadaan kolestatik ini dibedakan menjadi dua bagian dimana terjadi
retensi bilirubin, yaitu ekstra hepatic atau intra hepatic. Pada sumbatan
ekstrahepatik terapi bedah atau endoscopic biliary tract decompression
merupakan pilihan terapinya akan tetapi apabila terjadi sumbatan pada
intrahepatic penanganannya akan berbeda. Penyebab utama dari kolestatik
kronik adalah primary biliary cirrhosis, kolangitis autoimun, primary
sclerosing cholangitis dan idiopatik duktopenia.

2.4. MANIFESTASI KLINIS


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada
laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu
tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan Klinis Sirosis Hepatis


Temuan klinis sirosis meliputi spiderangioma/spiderangiomata (atau
spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa selama hamil, malnutrisi berat,
bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walaupun ukuran lesi kecil.

6
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum
diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa
ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi
porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis

7
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat.
Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsofleksi tangan. (6)

2.5. GAMBARAN LABORATORIS


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protrombin.
1. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada
ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis.
2. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis dan
sirosis bilier primer.
3. Gamma glutamil transfpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik
karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
5. Globulin konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi imunoglobulin.

8
6. Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
7. Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
8. Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
monokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat
splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme.

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


● Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta.
● Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan
hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis
vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati
pada pasien sirosis.
● Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya
sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
● Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya.
● Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan
jarum yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya
dibawah mikroskop.

2.7. DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna

9
mengkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang
cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

2.8. KOMPLIKASI
2.8.1. Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena
hati (HVPG) > 5 mmHg. Hipertensi portal disebabkan oleh kombinasi dari dua
sekaligus proses hemodinamik: (1) peningkatan resistensi intrahepatik terhadap
aliran darah yang melalui hati karena adanya sirosis dan regeneratif nodul, dan (2)
peningkatan aliran darah splanknik oleh karena tejadi vasodilatasi splanknik.
Hipertensi portal secara langsung merupakan keadaan patologis awal atas dua
komplikasi utama sirosis: perdarahan varises dan ascites. Varises perdarahan
merupakan masalah yang mengancam jiwa dengan angka kematian 20-30%
terkait dengan setiap episode perdarahan. Sistem vena porta biasanya mengalirkan
darah dari perut, usus, limpa, pankreas, dan kantong empedu, dan vena portal
dibentuk oleh pertemuan cabang mesenterika superior dan vena lienalis. Darah
kaya akan CO2 dari saluran usus kecil mengalir ke dalam vena mesenterika
superior bersama dengan darah dari caput pankreas, Colon ascending, dan bagian
dari usus besar melintang. Sebaliknya, vena lienalis mengalirkan darah dari limpa
dan pankreas dan bergabung dengan vena mesenterika inferior yang membawa
darah dari colon tranversus dan descending colon serta dua pertiga superior dari
rektum. Dengan demikian, vena portal biasanya menerima darah dari hampir
seluruh saluran pencernaan.
Penyebab hipertensi portal biasanya dikategorikan sebagai prehepatic,
intrahepatik, dan posthepatic. Penyebab hipertensi portal prehepatik adalah yang
mempengaruhi sistem vena porta sebelum memasuki hati; termasuk trombosis

10
vena portal dan trombosis vena limpa. Penyebab posthepatic mencakup yang
mempengaruhi pembuluh darah hati dan drainase vena ke jantung; yaitu BCS,
penyakit venooklusif, dan penyakit jantung kongestif kanan. Penyebab
intrahepatik mencapai lebih dari 95% kasus hipertensi portal dan disebabkan oleh
terjadinya sirosis. Penyebab intrahepatik dari hipertensi portal dapat dibagi lagi
menjadi presinusoidal, sinusoidal, dan postsinusoidal. Penyebab Postsinusoidal
termasuk penyakit venooklusif, sedangkan penyebab presinusoidal termasuk
fibrosis hati bawaan dan schistosomiasis.

Gambaran Klinis
Tiga komplikasi utama hipertensi portal adalah varises gastroesophageal
dengan perdarahan, ascites, dan hipersplenisme. Dengan demikian, pasien
mungkin dating dengan keluhan dengan pendarahan saluran cerna atas, yang pada
endoskopi, ditemukan terjadi oleh karena varises esofagus atau varises lambung,
dengan asites dan edema perifer, atau dengan pembesaran limpa dengan
penurunan trombosit dan sel darah putih pada pemeriksaan laboratorium.

2.8.2. Varises Esofagus


Beberapa faktor dapat memprediksi risiko perdarahan, termasuk tingkat
keparahan sirosis (Child class, Meld score); tingginya tekanan vena porta; ukuran
varises; lokasi varises; dan tanda stigmata pada pemeriksaan endoskopik,
termasuk tanda-tanda red wale, bintik-bintik hematocystic, eritema difus, warna
kebiruan, cherry bintik-bintik merah, atau white nipple spot. Pasien dengan asites
yang besar mengalami peningkatan risiko untuk perdarahan dari varises.

Diagnosis
Pada pasien dengan sirosis yang kronis, perkembangan hipertensi portal
biasanya ditandai oleh adanya trombositopenia; pembesaran limpa; atau asites,
ensefalopati, dan / atau varises esofagus dengan atau tanpa perdarahan. Pada
pasien yang belum terdiagnosis, harus segera dilakukan evaluasi lebih lanjut
untuk menentukan adanya hipertensi portal dan penyakit hati. Varises harus
diidentifikasi oleh endoskopi. Pemeriksaan radiologi, baik oleh CT atau MRI,

11
dapat membantu dalam menunjukkan hati nodular dan menemukan perubahan
hipertensi portal dengan sirkulasi kolateral intraabdominal.

Pengobatan: Perdarahan Varises


Pengobatan untuk varises perdarahan sebagai komplikasi dari hipertensi
portal dibagi menjadi dua kategori utama: (1) profilaksis primer dan (2)
pencegahan re-pendarahan setelah telah terjadi varises perdarahan awal.
Profilaksis primer membutuhkan skrining rutin dengan endoskopi dari semua
pasien dengan sirosis. Bila ditemukan varises yang berarti terjadi peningkatan
risiko untuk perdarahan, profilaksis primer dapat dilakukan baik melalui
pemeberian non selektif beta bloker atau ligasi varises. Beberapa penelitian telah
mengevaluasi varises Band ligasi varises dan sclerotherapy sebagai metode untuk
memberikan profilaksis primer.
Penanganan pertama pada pasien dengan perdarahan varises yang pertama
kali adalah untuk mengobati perdarahan akut, yang dapat mengancam jiwa, dan
kemudian untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Pencegahan perdarahan lebih
lanjut biasanya dilakukan dengan ligasi berulang sampai varises hilang..
Pengobatan perdarahan akut membutuhkan baik cairan dan penggantian darah-
produk serta pencegahan perdarahan berikutnya dengan EVL.
Manajemen medis perdarahan varises akut termasuk penggunaan
vasoconstricting agen, biasanya somatostatin atau octreotide. Vasopresin
digunakan di masa lalu tapi tidak lagi umum digunakan. Balon tamponade
(Sengstaken-Blakemore tube atau tabung Minnesota) dapat digunakan pada pasien
yang tidak bisa mendapatkan terapi endoskopi segera atau yang membutuhkan
stabilisasi sebelum terapi endoskopi. Kontrol perdarahan dapat dicapai dalam
sebagian besar kasus; Namun, perdarahan berulang pada mayoritas pasien jika
terapi endoskopik definitif belum dilakukan. Octreotide, suatu vasokonstriktor
splanknik langsung, diberikan pada dosis 50-100 g / jam dengan infus kontinu.
Intervensi Endoskopi digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk
mengontrol perdarahan akut. Beberapa endoscopists akan menggunakan terapi
injeksi varises (sclerotherapy) sebagai terapi awal, terutama ketika pendarahan
kuat. Varises Band ligation digunakan untuk mengontrol perdarahan akut pada

12
lebih dari 90% kasus dan harus diulang sampai semua varises hilang. Ketika
varises esofagus meluas ke perut proksimal, band ligasi kurang berhasil. Dalam
situasi ini, ketika pendarahan terus dari varises lambung, harus dipertimbangan
untuk dilakukan transjugular shunt portosystemic intrahepatik (TIPS).
Encephalopathy dapat terjadi pada sebanyak 20% pasien setelah TIPS dan
menjadi masalah pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan ensefalopati
yang sudah ada sebelumnya. TIPS harus dilakukan untuk orang-orang yang gagal
endoskopi atau manajemen medis atau yang risiko bedah yang tinggi.

Pencegahan perdarahan berulang


Pasien dengan episode peradarahan pertama kali perhatian harus diberikan untuk
mencegah perdarahan berulang. Hal ini biasanya membutuhkan ligase varises
berulang sampai seluruhnya hilang. Blokade beta mungkin bermanfaat tambahan
pada pasien yang mengalami varises berulang. Namun, bila varises telah
dilenyapkan, kebutuhan untuk blokade beta berkurang. Meskipun pemusnahan
varises telah berhasil, banyak pasien masih akan memiliki gastropati hipertensi
portal di mana perdarahan dapat terjadi. Blokade beta nonselektif dapat membantu
untuk mencegah perdarahan lanjut dari portal gastropati hipertensi setelah
hilangnya varises.

13
2.8.3. Splenomegali dan Hipersplenisme

Splenomegali kongestif sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi


portal. Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran limpa
serta trombositopenia dan leukopenia pada pasien yang memiliki sirosis. Beberapa
pasien mempunyai keluhan nyeri perut kuadran atas sisi kiri yang cukup
signifikan oleh karena pembesaran limpa. Splenomegali sendiri biasanya tidak
memerlukan pengobatan khusus, meskipun splenektomi dapat berhasil dilakukan
di bawah keadaan yang sangat khusus. Hipersplenisme dengan trombositopenia
pada pasien dengan sirosis biasanya merupakan tanda awal terjadinya hipertensi
portal.

14
2.8.4. Ascites
Ascites adalah akumulasi cairan dalam rongga peritoneal. Penyebab paling
umum dari ascites adalah hipertensi portal yang berhubungan dengan sirosis;
Namun, perlu diingat bahwa ascites juga dapat disebabkan oleh keganasan atau
infeksi.

Patogenesis
Hipertensi portal merupakan salah satu mekanisme terjadinya asites pada pasien
sirosis. Adanya peningkatan resistensi intrahepatik, menyebabkan peningkatan
tekanan portal, tetapi ada juga vasodilatasi dari sistem arteri splanknik, yang akan
menyebabkan peningkatan aliran vena porta. Kedua kelainan ini menyebabkan
peningkatan produksi kelenjar getah bening splanchnic. Zat vasodilator seperti
oksida nitrat mengakibatkan efek vasodilatasi. Perubahan hemodinamik ini
menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron akhinya terjadi retensi
natrium dan hiperaldosteronisme. Efek aldosterone pada ginjal menyebabkan
retensi natrium yang memperberat ascites. Retensi natrium menyebabkan
akumulasi cairan dan peningkatan volume cairan ekstraseluler, menyebabkan
edema perifer dan asites. Retensi natrium merupakan konsekuensi dari respon
homeostasis yang disebabkan oleh underfilling dari sirkulasi arteri oleh karena
terjadi vasodilatasi pada vaskular splanchnic. Karena cairan dari kompatermen
intravaskular terus bocor ke dalam rongga peritoneum,tubuh terus menerus
berusaha mengisi pembuluh darah tapi tidak tercapai oleh karena adanya
kebocoran, dan menyebabkan proses ini berlanjut. Hipoalbuminemia dan
menurunnya tekanan onkotik plasma juga menyebabkan hilangnya cairan dari
kompartemen vaskuler ke dalam rongga peritoneum. Hipoalbuminemia
disebabkan penurunan fungsi sintetis protein pada sirosis hati.

Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh perut bertambah besar yang sering disertai dengan
edema perifer. Biasanya perut bertambah besar bila mulai ada 1-2 L cairan ascites.
Jika cairan asites sangat besar, fungsi pernafasan akan terganggu, dan pasien akan

15
mengeluh sesak napas. Hepatic hydrothorax juga akan memperberat gangguan
nafas yang terjadi. Pasien dengan asites masif biasanya kekurangan gizi dan
didapatkan atrofi otot serta kelelahan yang berlebihan.

Diagnosis
Diagnosis asites dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
radiologi. Tanda- tanda bulging flanks, gelombang cairan dengan tes undulasi,
atau shifting dullness. Bila jumlah cairan ascites minimal dapat dideteksi dengan
USG atau CT scan. Hydrothorax hati lebih umum di sisi kanan dan berimplikasi
di diafragma oleh karena aliran bebas cairan asites ke dalam rongga dada.

Ketika pasien datang dengan ascites untuk pertama kalinya, dianjurkan dilakukan
paracentesis diagnostik untuk mengidentifikasi cairan. Hal ini mencakup
penentuan total protein dan albumin, jumlah sel darah dengan diferensial, dan
kultur.. Pada pasien dengan sirosis, konsentrasi protein cairan asites cukup rendah,
dengan mayoritas pasien yang memiliki konsentrasi protein cairan asites <1 g /
dL. Serum asites-to-albumin gradient (SAAG) telah menggantikan deskripsi
cairan eksudatif atau transudative. Ketika gradien antara tingkat serum albumin
dan tingkat albumin cairan asites adalah > 1,1 g / dL, penyebab ascites
kemungkinan besar karena hipertensi portal; Ketika gradien <1.1 g / dL, penyebab
infeksi atau keganasan harus dipikirkan. Ketika kadar protein cairan asites sangat
rendah, terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya SBP. Sel darah merah yang
tinggi dalam cairan asites menandakan adanya traumatik atau kanker
hepatoselular atau varises omentum pecah. Ketika tingkat absolut leukosit
polimorfonuklear adalah> 250 / uL, menunjukan adanya infeksi pada cairan
ascites. Kultur cairan asites harus diperoleh dengan menggunakan inokulasi
lansgung dari samping tempat tidur pada media kultur.

16
Pengobatan: Ascites

Pasien dengan ascites dalam jumlah sedikit biasanya dapat dikontrol dengan
pembatasan intake sodium saja. Jumlah yang disarankan untuk intake sodium
sampai <2 g natrium per hari. Dalam jumlah tertentu pada penangganan asites,
terapi diuretik biasanya diperlukan. Secara tradisional, spironolactone 100-200 mg
/ hari sebagai dosis tunggal, dan dapat ditambahkan furosemide pada dosis 40-80
mg / hari, terutama pada pasien yang mengalami edema perifer. Pada pasien yang
tidak pernah menerima terapi diuretik sebelumnya, apabila gagal dengan dosis
yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi diet rendah
sodium. Apabila diet pembatasan sodium dapat dilakukan dan cairan asites tidak
berkurang, spironolactone dapat ditingkatkan menjadi 400-600 mg / hari dan
furosemide meningkat menjadi 120-160 mg / hari. Jika pada pasien yang telah
diet rendah sodium dan ascites masih ada dengan dosis ini diuretik maksimal
maka didefinisikan sebagai ascites refrakter, dan modalitas terapi yang dianjurkan
adalah dengan parasintesis atau prosedur TIPS. Sayangnya, TIPS sering dikaitkan
dengan peningkatan frekuensi ensefalopati dan harus dipertimbangkan secara hati-
hati pada kasus-per-kasus. Prognosis untuk pasien dengan sirosis dengan ascites,
telah menunjukkan bahwa <50% dari pasien bertahan 2 tahun setelah timbulnya
asites. Dengan demikian, harus ada pertimbangan untuk transplantasi hati pada
pasien dengan timbulnya ascites.

17
2.8.5. Kelainan Hematologi di Sirosis
Banyak manifestasi hematologi sirosis hadir, termasuk anemia dari berbagai
penyebab termasuk hipersplenisme, hemolisis, defisiensi besi, dan defisiensi folat
mungkin kekurangan gizi. Makrositosis adalah kelainan umum di morfologi sel
darah merah terlihat pada pasien dengan penyakit hati kronis, dan neutropenia
dapat dilihat sebagai akibat dari hipersplenisme.

2.9. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi , dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh dapat menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya ascites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B,
dan C berturut – turut 100,80 dan 45%.

Penilaian prognosis yang terbaru menggunakan Model for end stage liver
disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi.

0.957x log (creatinine, mg/dl) + 0.378x log (bilirubin,mg/dl)+


1.120x log (INR) + 0.643

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunnarsdottir. SA, Liver cirrhosis – Epidemilogical and Clinical Aspects.


Department of Internal Medicine Goteborg University, Sweden:2008.
2. D’Amico G, Garcia-Tsao G, Pagliaro L. Natural history and prognostic
indicators of survival in cirrhosis. A Systemic review of 118 studies. J
Hepatol 2006;44:217-31
3. Blachier M, et.al. The Burden of Liver Disease In Europe, EASL, 2013.
4. Starr. P, Raines D. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention.
Am Fam Physician. 2011;84(12):1353-1359.
5. Clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous
bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis, EASL, Journal
of Hepatology 2010 vol. 53 pg 397–417
6. Bacon R.B, Cirrhosis and Its Complication. Harrison Gastroenterology &
Hepatology 2nd edition. Chap 42. Page 429-433. 2013 McGraw Hil LLC.
7. Guadalupe Garcia-Tsao, Arun J. Sanyal, Norman D. Grace, William
Carey. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and
Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. AASLD Pratice Guideline
HEPATOLOGY, Vol. 46, No. 3, 2007
8. Prakash R, Mullen D K. Mechanisms diagnosis and Management of
Hepatic Encepahalopathy. Nature Review Gastroenterology &
Hepatology. Volume 7. 2010.
9. Gines P, Schriier W R, Renal Failure in Cirrhosis. N Engl J Med
2009:361:1279-90.
10. Nurdjanah S. Dkk. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi keempat. Hal. 443-446. Jakarta: Interna Publishing. 2006

19

Anda mungkin juga menyukai