Anda di halaman 1dari 9

X

TRADISI BACA QUR’AN DI MAKAM SELAMA 7 HARI 7 MALAM DI


PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH BANUROJA -
RANDANGAN POHUWATO - GORONTALO

PENDAHULUAN

Islam dalam arti agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW., lahir
bersama dengan turunnya al-Qur’an belasan abad yang silam. Masyarakat Arab
jahiliyah adalah masyarakat pertama yang bersentuhan dengannya, serta masyarakat
pertama pula yang berubah pola pikir, sikap, dan tingkah lakunya, sebagaimana
dikehendaki Islam.1 Pada awal kedatangan Islam, masyarakat jahiliyah memiliki pola
pikir, sikap, dan tingkah laku yang terpuji dan tercela. Di antara kebiasan mereka yang
tercela adalah penyembahan berhala, pemujaan ka’bah secara berlebihan, khurafat,
mabuk-mabukan, saling berperang, membunuh anak perempuan, dll. Adapun beberapa
sifat terpujinya yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Ahmad Amin dalam karyanya
Fajr al-Islam, masyarakat jahiliyah memiliki sifat dermawan, semangat dan keberanian
dan kebaktian kepada suku.

Seperti halnya masyarakat arab, penduduk indonesia khususnya desa Banuroja juga
memiliki sebuah tradisi yang unik, dan bisa jadi tak dijumpai pada masyarakat yang lain yaitu
tradisi baca qur’an di makam selama 7 hari 7 malam. Dapat dipahami memang tradisi
pada hakikatnya merupakan suatu penegasan terhadap identitas kelompok. Tradisi ini
dilakukan dalam rangka “ Merayu Tuhan” agar mengampuni semua dosa si mayit.

Dalam penelitian singkat ini, peneliti ingin mengetahui lebih dalam “pesan moral”
yang terkandung dalam tradisi tersebut, Instrument pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah menggunakan teknik observasi dan interview untuk mendiskripsikan
dan menganalisis data tentang tradisi baca qur’an di makam selama 7 hari 7 malam di
pondok pesantren salafiyah syafi’iyah banuroja - randangan pohuwato – gorontalo.

1 M. Quraish Shihab, Membumikan al­Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam 
Kehidupan Masyarakat, Mizan, Bandung, 2007, hlm. 382
X

ISLAM DI BANUROJA

a) Masyarakat Banuroja

Banuroja merupakan nama sebuah desa yang terletak di provinsi Gorontalo,


masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani palawija, peternak dan berdagang.
Banyaknya masyarakat transmigran yang datang, maka wajar jika masyarakat yang
hidup juga memeluk agama yang beragam misalnya islam, hindu, dan kristen. Dalam
sejarahnya nama banuroja terinspirasi dari beragamnya penduduk yang tinggal di desa
tersebut, yakni terdiri dari 4 suku bangsa yang ada di Indonesia : pertama, kata “ Ba”
merupakan sumbangan kata dari suku Bali. Kedua, kata “ Nu ” perwakilan dari
masyarakat Nusa tenggara. ketiga kata “ ro” sebagai wakil orang gorontalo, dan
keempat, kata “ Ja” mewakili masyarakat atau suku Jawa. Sebelumnya nama desa
tersebut ialah desa manunggal karya, yang terbagi dalam dua bagian sub A dan sub B
yang dipisahkan oleh pegunungan, area persawahan, pertanian dan rawa.

Ragamnya masyarakat banuroja memunculkan berbagai macam budaya yang


menjadi aset berharga dan tidak bisa ditemui di tempat yang lain. Budaya itu mungkin
merupakan sebuah budaya yang dibawa dari daerah mereka masing – masing, atau
sebuah budaya baru yang muncul karena bertemunya budaya – budaya yang ada dan
sterusnya menjadi tradisi yang tak bisa terlepaskan dan senantiasa akan dijaga sebagai
warisan generasi setelahnya. Hal yang menarik dari masyarakat banuroja ialah sikap
toleran terhadap pemeluk agama lain, yang mungkin sulit ditemui di daerah lain.
masyarakatnya hidup rukun, damai, dan selalu berusaha menjaga hubungan baik antar
sesamanya.

Sebagai contoh misalnya “ ketika pesantren Salafiyah yang ( menjadi simbol


agama islam ) mendapatkan bantuan 1000 ekor sapi dari pemerintah, tokoh – tokoh
agama islam justru mengumpulkan seluruh tokoh agama yang ada, dan membicarakan
bantuan tersebut serta mendata mereka – mereka yang berhak untuk menerimanya.
Fenomena ini merupakan salah satu contoh kecil dari keharmonisan hidup masyarakat
X

banuroja. Seandainya saja umat islam banuroja hanya mementingkan egonya, sudah
barang tentu yang mendapat bantuan tersebut hanyalah orang – orang yang beragama
islam, toh jumlah mereka minoritas. Namun, tidak demikian yang terjadi masyarakat
muslim lebih mementingkan hubungan yang harmonis dengan umat yang lain
sebagaimana yang tertuang dalam lambang negara kita “ Bhineka tunggal ika”.

b) Pondok Pesantren Salafiyah syafi’iyah

Sebagai simbol keagamaan, pesantren hadir digarda terdepan untuk


membendung masuknya budaya – budaya asing yang dapat merusak dan
menghancurkan aqidah umat islam. Pesantren Salafiyah merupakan satu dari sekian
banyak pesantren yang ada di Nusantara khususnya di gorontalo yang bergerak di
bidang keagamaan, sosial, dan ekonomi. Pesantren ini didirikan oleh seorang ulama
dari tanah jawa tepatnya daerah Cirebon yaitu K.H. Abdul Ghafir Nawawi pada tahun
1985, seperti halnya pesantren yang lain di Gorontalo didirikan sebagai upaya
membantu pendidikan agama bagi masyarakat di desa Banuroja- Randangan –
Pohuwato – Gorontalo dan sekitarnya, yang masih minim pengetahuan tentang agama
khususnya agama islam.

Sistem pendidikan yang diterapkan mencakup 2 objek yaitu objek formal dan
non formal, sistem pendidikan formal terbagi ke dalam beberapa jenjang : Taman
Kanak – kanak, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Syafi’iyah ( MIS ), Madrasah
Tsanawiyah Salafiyah Syafi’iyah ( MTs ), Madrasah Aliyah dan SMK Pertanian dan
peternakan. Sedangkan sistem pendidikan non formal yaitu pendidikan diniyyah dan
lain lain. pesantren ini juga mengembangkan usaha – usaha mikro di bidang seperti
Home industri, peternakan, pertanian dan usaha – usaha lainnya yang tercakup dalam
satu wadah yang bernama lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat ( LM3 )
Salafiyah Syafi’iyah.

Seperti halnya pesantren – pesantren pada umumnya, selain aktivitas belajar-


mengajar mereka juga menjalankan aktivitas rutinan semisal pembacaan yasin, tahlil,
X

Diba’an ( barzanji ) pada malam jum’at atau kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya
seperti ketika ada bagian dari civitas akademika pesantren atau masyarakat yang ada
disekitarnya yang meninggal dunia. Tradisi yang berkembang pada pesantren ini
cenderung toleran dengan mengakomodir kearifan lokal (local wisdom) hal ini terlihat
dengan berkembangnya tradisi- tradisi islam nusantara sebagimana yang telah
disebutkan. Pesantren ini berupaya mendialogkan budaya – budaya lokal yang
berkembang dengan nilai – nilai keislaman, artinya tidak serta merta menolak atau
bahkan menghapuskan budaya – budaya tersebut.

DISKRIPSI ACARA
Tradisi membaca al-qur’an dimakam yang ada di Banuroja bukanlah sebuah
tradisi yang pertama kali dilakukan di Indonesia, masyarakat Indonesia yang berada di
kawasan pantai utara pulau Jawa juga melakukan hal yang sama, misalnya di Pati,
Kudus, Cirebon dan masih banyak tempat lainnya.2 Praktek tradisi dilakukan pertama
kali di Banuroja pada saat pesantren Salafiyah berkabung dengan meninggalnya
Hj.Umi Mahani istri pengasuh pondok pada bulan Juli 2006. Malam hari sebelum
beliau wafat, K. Abdul Ghafur Nawawi mengumpulkan semua santri baik putra
maupun putri agar membacakan Surah Yasin yang dikhususkan bagi ibunda Umi
Mahani yang sedang kritis di salah satu rumah sakit di kota Gorontalo, selanjutnya
beliau mengatakan pembacaan surah Yasin ini dilakukan agar “ jikalau beliau akan
sembuh, semoga Allah mempercepat penyembuhannya, tapi jika memang sudah tiba
ajalnya semoga Allah mempermudahkannya. “ pembacaan surah Yasin ini terus
berlanjut, menunggu kedatangan jenazah datang kerumah duka, dan masih terus
berlanjut sampai prosesi pemakaman selesai.
Pengantaran jenazah pada tempat peristirahatan terakhir diiringi bacaan
Shalawat yang dilakukan oleh para santri dan para pelayat yang hadir, setelah prosesi
pemakaman selesai, para petakziyah membacakan tahlil yang dipimpin oleh K.H.Abdul
Ghafir Nawawi yang kemudian dilanjutkan pembacaan ayat suci al-qur’an

2 Hal ini didasarkan dari penuturan K. Abdul Ghafur Nawawi dalam wawancara yang 
dilakukan peneliti pada tanggal 28 – 11 – 09.
X

( khataman ). Pembacaan al-qur’an terus dilakukan oleh para santri putra dan putri,
santri putra mendapat giliran membaca pada malam hari yaitu dimulai pada pukul
17.00 sampai pukul 05.00, kemudian dilanjutkan oleh santri putri. Pembagian jadwal
ini tidak lakukan agar para santri tidak merasa kecapeaan, untuk itu dilakukan dengan
sistim giliran dibagi kedalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri 4 – 5
santri, setiap satu jam akan bergantian antar kelompok yang satu dengan lainnya.
Begitu seterusnya sampai selesai yakni selama 7 hari 7 malam.
Selain pembacaan al-qur’an di makam, keluarga juga mengadakan pembacaan
tahlil dan pembayaran fidyah atau menzakati sejumlah umur si mayit, dan membacakan
surah al-ikhlas sebanyak 100 ribu kali, yang dibacakan pada batu putih yang kemudian
disebarkan, sebagian dikubur bersama jenazah dan sebagian yang lain di sebarkan
diatas makamnya .
Demikianlah sedikit gambaran mengenai tradisi membaca al-quran dimakam yang ada
di pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah – Banuroja – Randangan – Pohuwato –
Gorontalo.
DASAR TRADISI
Dari hasil wawancara peneliti pada nara sumber, beliau menyatakan bahwa
sebenarnya banyak dalil yang menganjurkan kepada umat manusia agar memberikan
doa kepada orang yang sudah meninggal khususnya membaca al- qur’an yang
dihadiahkan kepada si mayit. Diantara dalilnya ialah sebagai berikut :
a. Pendapat Imam Nawawi
Beliau dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menegaskan :
‫يس ييتحب ان يمك ييث عل ييى الق ييبر بع ييد ال ييدفن س يياعة ي ييدعو للمي ييت ويس ييتغفرله ن ييص علي ييه الش ييافعي واتف ييق علي ييه‬

( 258 : 5 : ‫ ) المجموع‬.‫ يستحب ان يقرأ عنده شيئ من القرأن وان ختمواالقرأن كان أفضل‬: ‫الصاحاب قالوا‬

‫ والفييض‬,‫ و يستحب للزائل ان يسلم على المقابر ويدعو لمن يزوره ولحميع اهل المقبرة‬: ‫وقال في الموضع اخر‬

‫ان يكون السلما والدعاءبماثبت من الحديث و يستحب ان يقرأ من القرأن ما تيسر ويدعو لهم عقبها ونييص عليييه‬

( 282 : 5 : ‫ ) المجموع‬.‫الشافعي واتفق عليه الصاحاب‬


X

“disunahkan untuk diam sesaat disamping kubur setelah menguburkan mayit


untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya, pendapat ini disepakati oleh
imam syafi’i dan para pengikutnya, bahka pengikut imam syafi’i mengatakan :”
sunah dibacakan beberapa ayat al- Qur’an disampingnya, akan lebih baik dan afdhal
jika sampai menghatamkan al-Qur’an.”( al-Majmu’ : 5 : 258 )
“ dan disunahkan bagi para peziarah kubur untuk memberikan salam atas
( penghuni ) kubur dan mendoakan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua
penghuni kubur, salam dan doa itu akan lebih sempurna dan utama jika menggunakan
apa yang dituntunkan ( ma’tsur ) dari Nabi Muhammad SAW., dan disunahkan pula
membacakan al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan doa untuknya, keterangan
ini telah di nash oleh Imam Syafi’i ( dalam kitabnya al-Umm ) dan telah disepakati
oleh pengikut – pengikutnya.” ( al-Majmu’ : 5 : 282 )
Selanjutnya beliau menjelaskan dalam Syarah Shahih Bukhori : 1/90, tentang
siapa saja diantara ulama yang mengatakan sampai dan yang mengatakan tidak sampai,
berikut penjelasan beliau :
‫ أنه ل يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض اصحابه‬: ‫وأما قرأة القرأن فالمشهور من مذهب الشافعى‬
‫ يصل ثوابها إلى الميت وذهب جماعة من العلماء إلى انه يصل إلى الميت ثببواب جميببع العبببادات‬:
.‫من الصلة والصوم والقرائة وغير ذلك‬
“adapun hukum Qira’ah ( membaca ) al – Qur’an menurut pendapat yang masyhur
dari madzhab Syafi’i, adalah : bahwa pahala bacaannya tidak sampai kepada mayit,
sedangkan menurut sebagian ashabnya ; pahala bacaan itu bisa sampai kepada
mayit, ( bahkan ) menurut beberapa golongan ulama ; pahala semua ibadah dari
shalat, puasa, qira’ah ( membaca ) al-Qur’an dan ibadah yang lain, semua pahalanya
akan sampai kepada mayit.”
Selanjutnya tentang siapa saja diantara ulama yang mengatakan sampai dan yang
mengatakan tidak sampai, dalam kitab al-Adzkar : 150 beliau mempertajam dan
meperjelas dengan keterangannya sebagai berikut :
X

.‫واختلف العلماء في وصول ثوابقرائة القرأن فالمشهور من مبذهب الشبافعي وجماعبة انبه ليصبل‬
‫ فالختيار‬.‫وذهب احمد ابن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من اصحاب الشافعي الى انه يصل‬
‫ وا اعلم‬.‫ اللهم اوصل ثواب ما قرأته الى الفلن‬: ‫ان يقول القارئ بعد فراغه‬
“ ulama berbeda pendapat dalam masalah sampainya pahala bacaan al-Qur’an
kepada mayit, maka menurut pendapat yang masyhur dari madzhab Syafi’i dan
golongan ulama menyatakan tidak bisa sampai kepada mayit, sedang Imam Ahmad bin
Hanbal dan golongan ulama, menyatakan sampai kepada mayit.
Dan menurut paendapat yang terpilih; hendaknya orang yang membaca al-Qur’an
setelah selesai mengiringi bacaannya dengan doa :” allahumma Ausil Tsawaba ma
Qara’tuhu ila Fulan,” ya Allah sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah
aku baca kepada si fulan ( ibn fulan )...”
b. Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Beliau dalam kitabnya al-Majmu’ Fatawa : XXIV/ 314 – 315, menjelaskan
sebagai berikut :
‫ وقد وردت بذلك عن النبي صلىال عليه وسلم‬.‫اما الصدقة عن الميت فانه ينتفع بها باتفاق المسلمين‬
‫ ) يارسول ا ان امي أفتلتببت نفسببها واراهببا لببو تكلمببت تصببدقت‬: ‫احاديث صحيحة مثل قول سعد‬
.‫ وكذلك ينفعببه الحببج عنببه والضاببحية عنببه والعتببق عنببه‬, ‫ نعم‬: ‫فهل ينفعها ان اتصدق عنها ؟ فقال‬
‫ واما الصيام عنه وصبلة التطبوع عن ه وقرائبة القبرأن‬. ‫والدعاء والستغفار له بلنزاع بين الئمة‬
‫ ينتفع بببه وهببو مببذهب احمببد وابببي حنيفببة وغيرهمببا وبعببض‬: ‫ احدهما‬: ‫عنه فهذافيه قولن للعلماء‬
.‫ ل تصل اليه وهو المشهور من مذهب مالك والشافعي‬: ‫اصحاب الشافعي وغيرهم والثاني‬
“ adapun sedeqah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan
kesepakatan umat islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadis shahih dari Nabi
SAW.,seperti kata Sa’ad “ Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku
berpendapat jika ia masih hidup, pasti bersedeqah, apakah bermanfaat jika aku
bersedeqah sebagai gantinya?” beliau menjawab “ Ya” begitu juga bermanfaat bagi
mayit; haji, qurban, memerdekakan budak, da dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa
perselisihan diantara para imam.
X

Adapun puasa, shalat sunah, membaca al-Qur’an untuk mayit, ada dua pendapat yaitu
:
 Mayit bisa mengambil manfaat dengannya, pendapat ini menurut Imam
Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian Ashhab Syafi’i dan yang lain.
 Tidak bisa sampai kepada mayit, menurut pendapat yang masyhur
dalam madzhab Imam Malik dan Syafi’i.
Kemudian lebih spesifik beliau menjelaskan dalam hal sampainya hadiah
pahala shalat, puasa, dan bacaan al-Qur’an kepada mayit dalam kitab Fatawa :
XXIV/322 sebagai berikut :
.‫فاذاأهدي لميت ثواب صيام او صلة او قرائة جازذلك‬
“ jika saja dihadiahkan kepada mayit pahal puasa, shalat atau bacaan, maka
hukumnya diperbolehkan”.
Dalil – dalil inilah yang menjadi pegangan dalam tradisi baca qur’an di makam
selama 7 hari 7 malam di pondok pesantren salafiyah syafi’iyah banuroja - randangan
pohuwato – gorontalo.

ANALISIS
Setelah melakukan observasi dan interview kepada nara sumber,
X

KESIMPULAN PENUTUP
Keberagaman masyarakat banuroja telah memunculkan berbagai macam tradisi
yang baru dan belum pernah ada sebelumnya, munculnya tradisi tersebut didasari 2
faktor yaitu : (1) bertemunya berbagai macam budaya Indonesia khususnya pada suku
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Gorontalo dan memunculkan hal yang baru yang
kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi yang baru ala banuroja. (2) budaya yang
mereka bawa dari daerahnya masing – masing.

Salah satu budaya yang muncul dari desa tersebut ialah tradisi membaca al-
Qur’an dimakam selama 7 hari 7 malam yang dilakukan pertama kali pada saat
wafatnya salah satu tokoh masyarakat tahun 2006. Khususnya di lakukan oleh keluarga
besar pondok pesantren salafiyah syafi’iyah.

Setelah dilakukan penelitian dan pencarian data dari nara sumber dapat
ditemukan bahwa tradisi tersebut dilakukan berdasarkan hadis Nabi SAW, yang
diperkuat dengan pendapat – pendapat para ulama misalnya ; Imam Nawawi, Syaikhul
Islam Ibn Taimiyah dan ulama – ulama lainnya.

Penulis menyadari bahwa penelitian singkat ini tidak begitu banyak


memberikan informasi penting bagi para pembaca bahkan penemuan-penemuan yang
didapat jauh dari harapan pembaca. Namun, peneliti berharap semoga ini menjadi
sumbangan pengetahuan dalam kahzanah keilmuan islam. Amiiiiin....

“ Selamat Membaca”

Anda mungkin juga menyukai