Anda di halaman 1dari 18

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Psoriasis

2.1.1. Definisi dan Sejarah

Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan

karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan

berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, kepala, punggung, umbilikus

dan lumbal.3

Psoriasis adalah nama yang diberikan oleh seorang dermatologi asal

Vienna, Ferdinan von Hebra pada tahun 1841. Kata psoriasis berasal dari bahasa

Yunani yaitu “psora” yang berari “gatal”, meskipun sebagian besar pasien tidak

mengeluhkan rasa gatal. Pada masa lalu, psoriasis dikenal sebagai bentuk dari

penyakit kusta. Namun pada tahun 1841 akhirnya penyakit ini diberi nama

psoriasis yang dianggap sebagai penyakit radang kulit kronik yang melibatkan

faktor genetik dalam patogenesisnya.28

2.1.2. Epidemiologi

Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda

dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada

2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di

Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%. 3 Insiden psoriasis

pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun dan meningkat sesuai usia. 29

Psoriasis vulgaris dapat terjadi pada semua umur, tetapi jarang pada umur

dibawah 10 tahun. Paling sering terjadi antara umur 15 sampai 30 tahun. 3 Onset

Universitas Sumatera Utara


8

sebelumnya umur 40 tahun umumnya menunjukkan kerentanan genetik yang

lebih besar dan lebih parah bahkan berdampak pada kekambuhan psoriasis

vulgaris.30 Banyak penelitian menunjukkan bahwa jika psoriasis timbul lebih

awal, akan dapat menetap seumur hidup dan bermanifestasi dalam jangka waktu

yang tidak dapat ditentukan. Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat

terjadi pada sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi. 3

2.1.3. Gambaran Klinis

Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya

kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak

kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas

sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan

arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip

dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat

bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama

tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. 3 Pada umumnya

lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain:

2.1.3.1. Psoriasis vulgaris

Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan

(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi

pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran

mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling

sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi

tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain. 3

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.3.2. Psoriasis gutata

Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami

resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang

seringkali diawali dengan radang tenggorokan. 3

2.1.3.3. Psoriasis pustulosa generalisata (Von Zumbusch)

Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan

pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh

penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal. 3

2.1.3.4. Psoriasis pustulosa lokalisata

Nama lain dari tipe ini disebut juga dengan pustulosis palmoplantar

persisten. Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak

tangan dan kaki biasanya berbentuk simetris bilateral. 3

2.1.4. Diagnosis

Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena tetesan lilin, fenomena

Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat . 1,3

2.1.5. Etiologi dan Faktor Pencetus

Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan

penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara

faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen

patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia

epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal. 1

Universitas Sumatera Utara


10

2.1.5.1. Faktor genetik

Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit

keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita

psoriasis sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Apabila orang tua

tidak menderita psoriasis maka resiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan

bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka resiko terkena psoriasis

meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua tipe yaitu

psoriasis tipe 1 dengan onset dini yang bersifat familial dan Psoriasis tipe II

dengan onset lambat yang bersifat non familial.31

Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis

berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17,

Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan

psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27.32 Pada analisa Human Leukocyte

Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan bahwa

suseptibilitas terhadap psoriasis berhubungan dengan Major Histocompatibility

Complex (MHC) kelas I dan II pada atau dekat dengan kromosom 6 dan lainnya

berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas 1 (PSORS1) dianggap

sebagai lokus yang terpenting untuk psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1

berkaitan pada lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus susceptibilitas lainnya

17q25 (PSORS2), 4q34 (PSORS3), 1q21 (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13

(PSORS6), 1p32 (PSORS7), 16q (PSORS8), dan 4q31 (PSORS9), 18p11 (PSORS

10), 5q31-q33 (PSORS 11) dan 20q12 (PSORS12). Pada onset lanjutan yang

merupakan tipe 2 didapatkan gambaran HLA-Cw2 yang menonjol. Individu yang

Universitas Sumatera Utara


11

memiliki HLA-B17 dan HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita

psoriasis 5 kali lebih banyak dari individu normal.1,31

2.1.5.2. Faktor imunologi

Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari

ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit.

Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis

umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T

CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Pada lesi baru umumnya lebih

didominasi oleh sel limfosit T CD8. Lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang

produksinya meningkat. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis

psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan

antigen baik endogen maupun eksogen pada sel Langerhans. Pada psoriasis

pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal

lainnya 27 hari.33

Nickoloff berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun.

Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan

diantaranya adalah stress psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena kobner),

endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis

merupakan faktor pencetus utama. Infeksi lokal mempunyai hubungan erat

dengan psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak

jelas.32

Universitas Sumatera Utara


12

2.1.5.3. Faktor pencetus

Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti,

secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan

peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif.34

Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan sinar

ultraviolet, dan lokasi lesi psoriasis vulgaris. Berbagai trauma baik fisik, kimiawi,

bedah, infeksi dan peradangan, dapat memperberat atau mencetuskan lesi

psoriasis. Lesi psoriasis yang ditrauma disebut Fenomena Kobner. Salah satunya

akibat paparan sinar matahari juga mangakibatkan eksersebasi melalui reaksi

kobner. Beberapa penelitian menyatakan terjadinya keparahan penyakit seiring

dengan meningkatnya paparan sinar matahari. 1,3,35

Adapun faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat, konsumsi

alkohol, stress, endokrin, dan Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),

infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis vulgaris.

Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai superantigen yang

dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel

Langerhans, dan keratinosit. Beberapa obat yang dapat mencetuskan

perkembangan lesi psoriasis antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor,

gemfibrosil, dan beta-bloker.36 Mekanisme ekserbasi psoriasis akibat obat-obatan

lainnya belum diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan

psoriasis walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stress dan

eksaserbasi psoriasis belum jelas namun diduga karena mekanisme

neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya

stress yaitu pada 30-40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis

Universitas Sumatera Utara


13

dikatakan sering kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu

pubertas dan menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada

pasien HIV lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun. 37

2.1.6. Imunopatogenesis Psoriasis

Penyebab dan patogenesis psoriasis belum diketahui dengan pasti, banyak

sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis psoriasis, banyak komponen,

elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya atau kekambuhan psoriasis.38,39

2.1.6.1. Gangguan diferensiasi keratinosit

Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan

diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama

terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis,

seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis

berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, pada psoriasis

keratinosit membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan,

pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan penebalan

epidermis. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi

sel radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis,

merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda

diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase-

K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factor-

related protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin. 39,40

TGase K mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang penting pada lesi

psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis, mediator ini

merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan oleh

Universitas Sumatera Utara


14

keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang spesifik

untuk degradasi elastin, protein walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya

dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak

pada kulit normal. Peran MRP-8 dalam reorganisasi sitoskeleton selama

patogenesis psoriasis. Involucrin, merupakan prekursor protein yang membantu

untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal, protein ini merupakan konstituen

utama dari CE pada tahap awal pembentukan epidermis, involucrin tetap

konstituen utama dari CE selama proses maturasi. Filaggrin yang biasanya

ditemukan pada stratum granular epidermis, namun pada lesi psoriasis tidak

ditemukan.40

2.1.6.2. Hiperproliferasi keratinosit

Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris.

Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit

berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF),

Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha

(TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase

(MAPK). 8,40

Epidermal Growth Factor menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi

lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor

spesifik. Ikatan EGF terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis.

Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan

pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi. BMP-6

merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru lahir, tapi

biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal ini

Universitas Sumatera Utara


15

menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam

kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida

dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya

diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari

cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang disebabkan oleh aktivitas

adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP menstimuli

pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α. AP-1 sebuah kompleks dari

oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen yang penting dalam proliferasi

sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang berbeda-

beda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam patogenesis

psoriasis. Mediator terakhir, MAPK, membantu mengatur proliferasi sel. Banyak

faktor pertumbuhan dan sitokin yang memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih

banyak pada fibroblas psoriasis.8,40,41

2.1.6.3. Imunologi dan Inflamasi

Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell

(APC) yang akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen

precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya.

Lapisan epidermis pada pasien psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah dendritic

cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe

APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien

psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit yang terlibat

atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri

dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek

peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC

Universitas Sumatera Utara


16

yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T.

Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri

dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan

TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi. Konstimulasi

ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2

akan mengaktivasi sel T.30,42

Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis

adalah sel langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke

kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit

T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan

proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu

transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi

secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan

yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan

menstimulasi protein anti-apoptosis.42

Gambar 2.1 Skema singkat hubungan antara psoriasis dan penyakit autoimun. Sitokin
memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA),
rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit Crohn.Skema tersebut menggambarkan interaksi
antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel-sel imun lainnya. Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL-
6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ merupakan adalah mediator yang berperan
dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. 43

Universitas Sumatera Utara


17

Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh

faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor,

endothelial growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis

menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi

unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor

patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma

fisik, inflamasi bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit

pada psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima

stimulasi pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6.

Peningkatan IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel langerhans

menstimulasi IFN- γ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam

diferensiasi, maturasi, dan proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudian

sel T bermigrasi ke kulit, dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah

dermis. Ini merupakan perubahan imunologik pertama yang menyebabkan

diferensiasi dan proliferasi keratinosit pada psoriasis.44

Menurut Perez defisiensi aktivitas sel T regulator (T reg) terjadi pada

pembuluh darah perifer pada pasien dengan psoriasis. Meskipun jumlah absolut

sel T-reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah normal dibandingkan

pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam kemampuan mereka

untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan kejadian awal dari

patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang menyebabkan

proliferasi angiogenesis dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis yang

tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


18

meningkatnya produksi VEGF oleh keratinosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α

yang dihasilkan oleh sel T dan keratinosit.43

Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga

sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel

Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti

misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri

koroner. 45,46

Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan

perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana leucocyte function-

associated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1

(ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut,

diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding

pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T

mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi

tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi.

CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokin Th1. Ekspresi yang berlebihan

dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα menyebabkan

terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah IL-12 yang

merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th langsung mengatur

sel B untuk menghasilkan auto-antibodi, dan yang menjadi target antigen adalah

sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis, targetnya adalah sel-sel

pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan akan menimbulkan

kerusakan pada kulit yang berat. Dari penelitian terbaru menyimpulkan bahwa

mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis adalah sel T yang memproduksi

Universitas Sumatera Utara


19

IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi psoriasis adalah sel Th17 dan

Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms (SNPs) pada gen reseptor IL-23

yang berhubungan dengan psoriasis akan mendukung peran sel Th17 didalam

imunopatogenesis psoriasis. 30,33,48

IL-15 dihasilkan oleh fagosit mononuclear dan beberapa sel lainnya,

terutama makrofag setelah diinfeksi oleh virus, interleukin ini merupakan faktor

pencetus yang memiliki keterlibatan dengan sel-sel inflamasi, angiogenesis dan

menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya mengatur plak psoriasis.

IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T sedangkan IFN-γ dapat

menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara menstimulasi ekspresi

protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang memungkinkan terjadinya

hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi adalah dengan melibatkan

TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1 (LFA-1)/interceluler

adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2. IFNγ dan TNFα

menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, dan TNFα.

IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan homeostatik sel

CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin

oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada permukaan keratinosit yang

menyebabkan sel T akan terikat langsung pada keratinosit melalui molekul LFA-

1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul adhesi sel endotel pembuluh

darah. 1,48

Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL- 22).

Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh

sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya diperankan oleh sitokin yang

Universitas Sumatera Utara


20

diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL-

20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan

IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang

bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit.49

2.1.7. Polimorfisme Nukleotida Tunggal (SNPs)

SNPs merupakan suatu penanda genetik yang sering digunakan,

dikarenakan memiliki densitas yang tinggi dalam genom manusia dan telah

digunakan oleh banyak kelompok untuk menemukan lokus penyakit dan mencari

hubungan kelompok gen. 50

SNPs adalah salah satu bentuk variasi materi genetik dimana faktor

pembeda dari variasi ini adalah perbedaan nukleotida tunggal A, T, G, C di dalam

susunan rangkaian basa. Ini adalah salah satu bentuk paling umum dari variasi

genetik manusia. Hal ini mengacu pada tingkat genom akibat mutasi nukleotida

tunggal yang disebabkan oleh polimorfisme deoxyribonucleic acid (DNA), yang

merupakan tempat penyimpanan informasi genetik. 50,51

Secara teoritis, SNPs dapat menghasilkan perubahan dua sampai empat

alel, namun pada kenyataananya hanya 2 alel yang dihasilkan. Adapun perubahan

tersebut menkonversi C A, G   T, C   G, A  T.

Dari sudut pandang biologis berdasarkan sifat genetik SNP dapat dibagi

menjadi dua jenis yaitu : 50

a. SNP identik yaitu perubahan urutan coding yang tidak mempengaruhi

terjemahan urutan asam amino dari protein.

b. SNP non - identik yaitu perubahan urutan non-coding yang dapat

mempengaruhi terjemahan urutan asam amino dari protein.

Universitas Sumatera Utara


21

2.1.8. Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL-6 rs1800795 sebagai

Penanda Psoriasis Vulgaris

Pada kulit terdapat beberapa sitokin pro infamasi khususnya tipe I seperti

IL-2, IL-6, IL-8, IL-12 interferon (IFN)- γ dan tumor nekrosis faktor (TNF)-α,

yang berperan dalam pemeliharaan dan kekambuhan penyakit kulit. 30

Salah satu sitokin pro inflamasi tipe I adalah IL-6 rs1800795 yang

merupakan sitokin multifungsional dan mempunyai peran penting untuk

diferensiasi dan faktor pertumbuhan dari sel prekursor hematopoietik, sel B, sel T,

keratinosit, sel neuronal, oestoklas, dan sel endotel. Gen IL-6rs 1800795 juga

mengatur transkripsi dari beberapa gen spesifik selama fase radang akut. Sitokin

ini berperan multifungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh, reaksi fase akut,

respon imun, dan hematopoiesis. IL-6 diproduksi oleh berbagai sel diantaranya:

monosit, makrofag, fibroblas, sel T-helper 2, dan sel endotel. Ekspresi yang

berlebihan dari IL-6 berakibat dalam patologi sejumlah penyakit inflamasi kronik

dan autoimun, termasuk psoriasis.13 IL-6 memiliki kemampuan untuk

menginduksi reaksi inflamasi akut dan fase kronik untuk mendukung aktifasi

limfosit, sel mieloid dan keratinosit di epidermis, yang menyebabkan peningkatan

kadar IL-6 serum dan berakibat pada terjadinya inflamasi. 12,36

Suatu polimorfisme genetik yang berkaitan dengan gen IL-6 pada area

1800795 merupakan suatu marker resiko terjadinya penyakit autoimun, salah


24
satunya psoriasis. Selain pada psoriasis IL-6 juga terlibat dalam patologi

banyak penyakit termasuk rhematoid arthritis, AIDS, kaposi sarcoma dan

osteoporosis.52

Universitas Sumatera Utara


22

Gen IL-6 rs 1800795 merupakan daerah yang berhubungan dengan SNPs

pada penyakit psoriasis vulgaris, area ini dapat dijadikan sebagai marker penanda

resiko untuk psoriasis vulgaris.24

Suatu SNPs dapat digunakan sebagai marker genetik karena memiliki

densitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit dan telah banyak digunakan

untuk mencari suatu hubungan penyakit yang terkait dengan kerusakan lokus

gen.53

Lokus gen merupakan tempat tertentu dalam kromosom yang diduduki

oleh setiap gen. Sepasang gen yang berada pada lokus yang sama pada kromosom

homolog disebut alel. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung, atau

berlawanan. Gen terdiri atas sepasang alel yang sejenis atau berlainan. Organisme

disebut homozigot jika alelnya sama. Sebaliknya, organisme disebut heterozigot

jika alelnya berbeda. sifat yang muncul tidak sama, maka disebut alel heterozigot.

Resesif adalah gen yang tertutupi oleh gen dominan, sehingga tidak sanggup atau

tidak mampu mengekspresikan sifatnya , sedangkan dominan adalah gen yang

menutupi ekspresi dari gen lain, sehingga sifat dari gen tersebut dapat

terekspresikan pada keturunannya.54

Universitas Sumatera Utara


23

2.2. Kerangka Teori

Faktor Genetik:
Faktor Lingkungan :
1. HLACw6,HLA-
1. Trauma mekanis B13,B17,BW57,CW2,BW27,CW3
6
2. Ultraviolet
2. PSORS1 pada 6p21.3
3. Infeksi 3. PSORS2 pada 17q
4. Obat-obatan 4. PSORS3 pada 4q
5. Stress psikologi 5. PSORS4 pada 1q21
6. PSORS5 pada 3q21
6. Merokok
7. PSORS6 pada 19p
7. Alkohol 8. PSORS7 pada 1p
8. Perubahan hormon 9. PSORS8 pada 16q
10. PSORS9 pada 4q31
11. PSORS10 pada 18p11
12. PSORS11 pada 5q31-q3
13. PSORS12 pada 20q13
14. SNP gen IL-23
15. SNP gen IL-6

Peningkatan IL-2,IL-6,IL-8,IL 12, TNF-


Sistem imun psoriasis Aktivasi sel limfosit T

Penurunan IL-1,IL-4,IL-10

Sel T-Helper (CD4+) dan set T Hiperproliferasi dan Infiltrasi limfosit


Sitotoksik ( CD8+) diferensiasi keratinosit

Psoriasis Vulgaris

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


24

2.3. Kerangka Konsep

Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut :

Polimorfisme nukleotida
tunggal gen IL-6 Psoriasis vulgaris
rs1800795

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai