BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psoriasis
karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan
berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, kepala, punggung, umbilikus
dan lumbal.3
Vienna, Ferdinan von Hebra pada tahun 1841. Kata psoriasis berasal dari bahasa
Yunani yaitu “psora” yang berari “gatal”, meskipun sebagian besar pasien tidak
mengeluhkan rasa gatal. Pada masa lalu, psoriasis dikenal sebagai bentuk dari
penyakit kusta. Namun pada tahun 1841 akhirnya penyakit ini diberi nama
psoriasis yang dianggap sebagai penyakit radang kulit kronik yang melibatkan
2.1.2. Epidemiologi
dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada
2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di
Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%. 3 Insiden psoriasis
pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun dan meningkat sesuai usia. 29
Psoriasis vulgaris dapat terjadi pada semua umur, tetapi jarang pada umur
dibawah 10 tahun. Paling sering terjadi antara umur 15 sampai 30 tahun. 3 Onset
lebih besar dan lebih parah bahkan berdampak pada kekambuhan psoriasis
awal, akan dapat menetap seumur hidup dan bermanifestasi dalam jangka waktu
yang tidak dapat ditentukan. Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat
terjadi pada sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi. 3
kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak
kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan
dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat
bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama
tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. 3 Pada umumnya
lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain:
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi
pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran
mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling
sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi
Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami
resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang
Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan
pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh
Nama lain dari tipe ini disebut juga dengan pustulosis palmoplantar
persisten. Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak
2.1.4. Diagnosis
Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat . 1,3
penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara
patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita
psoriasis sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Apabila orang tua
tidak menderita psoriasis maka resiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan
bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka resiko terkena psoriasis
meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua tipe yaitu
psoriasis tipe 1 dengan onset dini yang bersifat familial dan Psoriasis tipe II
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis
Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan
Complex (MHC) kelas I dan II pada atau dekat dengan kromosom 6 dan lainnya
sebagai lokus yang terpenting untuk psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1
berkaitan pada lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus susceptibilitas lainnya
(PSORS6), 1p32 (PSORS7), 16q (PSORS8), dan 4q31 (PSORS9), 18p11 (PSORS
10), 5q31-q33 (PSORS 11) dan 20q12 (PSORS12). Pada onset lanjutan yang
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit.
CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Pada lesi baru umumnya lebih
didominasi oleh sel limfosit T CD8. Lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang
antigen baik endogen maupun eksogen pada sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal
lainnya 27 hari.33
jelas.32
Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan sinar
ultraviolet, dan lokasi lesi psoriasis vulgaris. Berbagai trauma baik fisik, kimiawi,
psoriasis. Lesi psoriasis yang ditrauma disebut Fenomena Kobner. Salah satunya
infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis vulgaris.
stress yaitu pada 30-40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis
pubertas dan menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada
terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis,
epidermis. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi
psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis, mediator ini
dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak
untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal, protein ini merupakan konstituen
ditemukan pada stratum granular epidermis, namun pada lesi psoriasis tidak
ditemukan.40
berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF),
(MAPK). 8,40
spesifik. Ikatan EGF terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis.
merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru lahir, tapi
biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal ini
menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam
diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari
sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang berbeda-
beda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam patogenesis
faktor pertumbuhan dan sitokin yang memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih
(APC) yang akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen
Lapisan epidermis pada pasien psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah dendritic
cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe
APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien
psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit yang terlibat
atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri
peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC
yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T.
Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri
dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan
ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2
transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi
secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan
yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan
Gambar 2.1 Skema singkat hubungan antara psoriasis dan penyakit autoimun. Sitokin
memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA),
rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit Crohn.Skema tersebut menggambarkan interaksi
antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel-sel imun lainnya. Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL-
6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ merupakan adalah mediator yang berperan
dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. 43
menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi
unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor
patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma
pada psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima
Peningkatan IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel langerhans
diferensiasi, maturasi, dan proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudian
pembuluh darah perifer pada pasien dengan psoriasis. Meskipun jumlah absolut
sel T-reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah normal dibandingkan
pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam kemampuan mereka
untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan kejadian awal dari
meningkatnya produksi VEGF oleh keratinosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α
Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga
sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel
misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri
koroner. 45,46
Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan
diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding
pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T
mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi
CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokin Th1. Ekspresi yang berlebihan
dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah IL-12 yang
sel B untuk menghasilkan auto-antibodi, dan yang menjadi target antigen adalah
sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis, targetnya adalah sel-sel
kerusakan pada kulit yang berat. Dari penelitian terbaru menyimpulkan bahwa
mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis adalah sel T yang memproduksi
IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi psoriasis adalah sel Th17 dan
yang berhubungan dengan psoriasis akan mendukung peran sel Th17 didalam
terutama makrofag setelah diinfeksi oleh virus, interleukin ini merupakan faktor
menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya mengatur plak psoriasis.
menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, dan TNFα.
IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan homeostatik sel
CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin
menyebabkan sel T akan terikat langsung pada keratinosit melalui molekul LFA-
1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul adhesi sel endotel pembuluh
darah. 1,48
Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL- 22).
Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh
sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya diperankan oleh sitokin yang
diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL-
20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan
IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang
dikarenakan memiliki densitas yang tinggi dalam genom manusia dan telah
digunakan oleh banyak kelompok untuk menemukan lokus penyakit dan mencari
SNPs adalah salah satu bentuk variasi materi genetik dimana faktor
susunan rangkaian basa. Ini adalah salah satu bentuk paling umum dari variasi
genetik manusia. Hal ini mengacu pada tingkat genom akibat mutasi nukleotida
alel, namun pada kenyataananya hanya 2 alel yang dihasilkan. Adapun perubahan
Dari sudut pandang biologis berdasarkan sifat genetik SNP dapat dibagi
Pada kulit terdapat beberapa sitokin pro infamasi khususnya tipe I seperti
IL-2, IL-6, IL-8, IL-12 interferon (IFN)- γ dan tumor nekrosis faktor (TNF)-α,
Salah satu sitokin pro inflamasi tipe I adalah IL-6 rs1800795 yang
diferensiasi dan faktor pertumbuhan dari sel prekursor hematopoietik, sel B, sel T,
keratinosit, sel neuronal, oestoklas, dan sel endotel. Gen IL-6rs 1800795 juga
mengatur transkripsi dari beberapa gen spesifik selama fase radang akut. Sitokin
ini berperan multifungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh, reaksi fase akut,
respon imun, dan hematopoiesis. IL-6 diproduksi oleh berbagai sel diantaranya:
monosit, makrofag, fibroblas, sel T-helper 2, dan sel endotel. Ekspresi yang
berlebihan dari IL-6 berakibat dalam patologi sejumlah penyakit inflamasi kronik
menginduksi reaksi inflamasi akut dan fase kronik untuk mendukung aktifasi
Suatu polimorfisme genetik yang berkaitan dengan gen IL-6 pada area
osteoporosis.52
pada penyakit psoriasis vulgaris, area ini dapat dijadikan sebagai marker penanda
densitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit dan telah banyak digunakan
untuk mencari suatu hubungan penyakit yang terkait dengan kerusakan lokus
gen.53
oleh setiap gen. Sepasang gen yang berada pada lokus yang sama pada kromosom
homolog disebut alel. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung, atau
berlawanan. Gen terdiri atas sepasang alel yang sejenis atau berlainan. Organisme
jika alelnya berbeda. sifat yang muncul tidak sama, maka disebut alel heterozigot.
Resesif adalah gen yang tertutupi oleh gen dominan, sehingga tidak sanggup atau
menutupi ekspresi dari gen lain, sehingga sifat dari gen tersebut dapat
Faktor Genetik:
Faktor Lingkungan :
1. HLACw6,HLA-
1. Trauma mekanis B13,B17,BW57,CW2,BW27,CW3
6
2. Ultraviolet
2. PSORS1 pada 6p21.3
3. Infeksi 3. PSORS2 pada 17q
4. Obat-obatan 4. PSORS3 pada 4q
5. Stress psikologi 5. PSORS4 pada 1q21
6. PSORS5 pada 3q21
6. Merokok
7. PSORS6 pada 19p
7. Alkohol 8. PSORS7 pada 1p
8. Perubahan hormon 9. PSORS8 pada 16q
10. PSORS9 pada 4q31
11. PSORS10 pada 18p11
12. PSORS11 pada 5q31-q3
13. PSORS12 pada 20q13
14. SNP gen IL-23
15. SNP gen IL-6
Penurunan IL-1,IL-4,IL-10
Psoriasis Vulgaris
Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep
Polimorfisme nukleotida
tunggal gen IL-6 Psoriasis vulgaris
rs1800795