Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak azasi sehingga setiap masyarakat berhak

memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata dan bermutu yang

menjangkau seluruh masyarakat Indonesia (Puspita, 2009). Pelayanan kesehatan

menurut Levey dan Loomba adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta

memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun

masyarakat (Azwar; Prasetya, 2011).

Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat

penting dalam memberikan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan rawat inap

pada pasien adalah Puskesmas. Puskesmas merupakan mata rantai sistem

kesehatan nasional pratama. Rumah sakit mengemban tugas untuk memberikan

pelayanan kesehatan termasuk diantaranya pelayanan rawat inap pada pasien

(Puspita, 2009).

Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rawat inap di puskesmas sangat

tergantung pada beberapa aspek yang diantaranya adalah citra pelayanan

kesehatan di puskesmas. Semakin baik citra pelayanan kesehatannya maka

semakin tinggi need masyarakat hal ini di dukung oleh Prasetya (2011) yang

melakukan penelitian tentang Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap

Need Masyarakat Di Puskesmas Gelugur Darat Medan Tahun 2010 menyebutkan

1
2

bahwa citra pelayanan rawat inap dan kondisi lingkungan puskesmas sangat

berpengaruh signifikan terhadap need masyarakat.

Penelitian Kurniasari (2008), di Puskesmas Pijoan Baru Provinsi Jambi

menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan pelayanan rawat inap dirasakan

masih kurang oleh masyarakat. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

masyarakat membutuhkan puskesmas rawat inap tetapi harus didukung dengan

perbaikan fasilitas seperti fasilitas air, pengadaan listrik, pembenahan gedung,

peningkatan kualitas staf dengan pelatihan.

Menurut Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di

wilayah kerjanya (Napirah. Dkk, 2016).

Jumlah Puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2015 sebanyak

9.754 unit, yang terdiri dari 3.396 unit Puskesmas rawat inap dan 6.358 unit

Puskesmas non rawat inap. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2014 yaitu

sebanyak 9.731 unit, dengan jumlah Puskesmas rawat inap sebanyak 3.378 unit

dan Puskesmas non rawat inap sebanyak 6.353 unit (Kemenkes RI, 2015)

Sejak tahun 2011 jumlah Puskesmas semakin meningkat, yaitu sebanyak

9.321 unit menjadi 9.754 unit pada tahun 2015. Namun demikian, peningkatan

jumlah Puskesmas tidak secara langsung menggambarkan pemenuhan kebutuhan

pelayanan kesehatan dasar di suatu wilayah. Pemenuhan kebutuhan pelayanan


3

kesehatan dasar dapat dilihat secara umum oleh indikator rasio Puskesmas

terhadap 30.000 penduduk. Rasio Puskesmas terhadap 30.000 penduduk

cenderung meningkat pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, namun

menurun pada tahun 2014 sebesar 1,16 dan tahun 2015 sebesar 1,15. Hal ini

disebabkan laju pertambahan jumlah Puskesmas lebih rendah dibandingkan laju

pertumbuhan jumlah penduduk (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan survei pendahuluan pada Bulan Januari Tahun 2017 di

Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori, kegiatan yang dilakukan apabila

pasien datang ke pelayanan rawat inap adalah membawa pasien ke pelayanan

Gawat Darurat di ruang bagian belakang puskesmas, kemudian dilakukan

pemeriksaan fisik kepada pasien dan dilakukan anamnesa setelah itu pasien di

bawa ke ruang rawat inap. Pada umumnya pasien yang rawat inap di puskesmas

hanya berkisar 1-2 hari saja dan jika tidak sanggup maka pasien dirujuk ke rumah

sakit terdekat. Hal ini mencerminkan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh

puskesmas masih dirasakan kurang maksimal sehingga secara tidak langsung

masyarakat menganggap citra dari pelayanan masih kurang baik.

Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai

penerima pelayanan kesehatan menganggap bahwa pelayanan kesehatan

dinyatakan menjadi suatu kebutuhan bila terjadi hubungan timbal balik yang

baik antara pasien dan petugas kesehatan. Keramahtamahan dan perhatian yang

baik dari petugas kesehatan serta fasilitas kesehatan yang memadai akan

membuat citra pelayanan kesehatan menjadi baik (Maramis, 2006)

Adanya kenyataan bahwa citra pelayanan kesehatan dinilai dapat


4

memengaruhi pemenuhan kebutuhan masyarakat, mendorong penulis melakukan

penelitian tentang pengaruh citra pelayanan rawat inap terhadap need masyarakat

di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun

2017.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

“Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need Masyarakat Di Puskesmas

Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Citra Pelayanan

Rawat Inap Terhadap Need Masyarakat Di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan

Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Citra Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas sidua Ori Kecamatan

Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017.

2. Mengetahui Need Masyarakat di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017.

3. Mengetahui seberapa kuat Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap

Need Masyarakat di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten

Nias Selatan.
5

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan informasi tentang Pengetahuan Perawat tentang Citra

Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need Masyarakat.

b. Sebagai bahan informasi tentang citra pelayanan rawat inap di puskesmas

sidua ori.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Peneliti

1. Sebagai syarat kelulusan program studi sarjana kesehatan masyarakat.

2. Untuk menambah pengetahuan pengetahuan tentang citra pelayanan

rawat inap dengan kebutuhan masyarakat di puskesmas sidua ori.

b. Manfaat bagi Masyarakat

1. Diharapkan semakin baik citra pelayanan rawat inap maka akan

semakin tinggi need masyarakat dalam memanfaatkan puskesmas.

c. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang citra

pelayaan rawat inap di puskesmas serta memberikan sumbangan pemikiran

mengenai need masyarakat di puskesmas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Need terhadap Pelayanan Kesehatan

Pembahasan mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak

seluruh need akan dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah

ranking need dalam pengertian ceteris paribus. Kita akan lebih memilih satu

need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan

memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak

dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari

biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan manfaat

yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun

terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh

bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need

tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran

fasilitas pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008).

Konsep need merangkum beberapa penilaian efektifitas, potensi untuk

mempertimbangkan berbagai cara untuk memenuhi need (dengan segala akibat

yang ditimbulkannya) dan pengakuan akan adanya keterbatasan sumber daya

serta dapat juga merupakan bentuk dasar bagi alokasi sumber daya. Pada

umumnya akan lebih baik untuk memasukkan sekaligus need ketika melakukan

pengujian beroperasinya suatu pelayanan kesehatan tertentu. Mengingat need

dapat memberikan dasar yang cukup bagi pengambilan keputusan yang tepat.

Alokasi sumber daya sektor kesehatan tetap kurang efisien tanpa adanya

6
7

beberapa koreksi yang menyangkut, pertama penyatuan kesepakatan tentang

benefits value yang sering masih berbeda antara satu orang dan yang kedua

menyangkut informasi yang benar tentang segi biayanya (Prasetya, 2011).

Bradshaw dalam Prasetya (2011) mengatakan ada empat definisi yang

berbeda mengenai need yang lazim digunakan oleh peneliti dan praktisi social

policy, yaitu :

a. Normative Need terjadi manakala masyarakat memiliki standar

pelayanan kesehatan yang berada di bawah definisi desirable oleh para

ahli. (standar desirable disini bisa saja bervariasi antara satu ahli dengan

yang lain).

b. Felt Need terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan

kesehatan, hal ini berkaitan dengan persepsi perorangan tentang

pelayanan kesehatan, sehingga dengan jelas akan berbeda dengan

persepsi orang lainnya.

c. Expressed Need adalah need yang dirasakan tadi kemudian

dikonversikan ke dalam permintaan. Misalnya mencari pelayanan

kesehatan ke dokter puskesmas (permintaan disini tidak harus selalu

seperti apa yang didefinisikan oleh para ekonom yang mencakup

persoalan wiilingness to pay dan ability to pay terhadap pelayanan

kesehatan).

d. Comparative Need terjadi manakala satu kelompok orang di

masyarakat dengan status kesehatan tertentu tidak mendapatkan

pelayanan kesehatan sedangkan kelompok yang lain dengan status


8

kesehatan yang identik itu ternyata mendapatkan pelayanan

kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008 dalam Prasetya, 2011).

Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang

subjektif, karena merupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang ada di

masyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan demikian untuk

menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat

mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat (Prasetya, 2011).

2.2. Kebutuhan Pelayanan (need)

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang

dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari

pertolongan kesehatan. Selain dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor lagi

yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Tarif atau biaya

Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan

kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

b. Fasilitas

Fasilitas yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien,

pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman,

dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan

pasien dan penampilan kerja (Kotler, 1997).


9

c. Pelayanan personil

Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu pelayanan

sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri

dari dokter maupun perawat, tenaga para medis serta penunjang non medis.

Pelayanan personil dapat berupa pelayanan secara profesional dan keramahan

sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut

d. Lokasi

Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi

rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin,

karena orang berpenghasilan tinggi akan datang ke lingkungan miskin untuk

perawatan medis (Kotler, 1984; Harmesta dan Suprihantom, 1995). Lokasi

adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena

jarak yang dekat akan mempengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk

berkunjung. Suatu studi mengatakan bahwa alasan yang penting untuk

memilih rumah sakit adalah yang dekat dengan lokasi.

e. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan

Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari

pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari

pendaftaran sampai pada waktu pulang.

f. Informasi

Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung

didengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan

mempengaruhi pilihan konsumen.


10

Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman - teman, surat kabar.

Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari

kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi

pelayanan kesehatan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang

disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya.

Faktor - faktor lain yang berpengaruh antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan

mutu pelayanan (Mills, 1990).

2.3 Citra Pelayanan Kesehatan

Banyak organisasi pelayanan kesehatan mengatakan jika dapat

memperbaiki citra, maka segala sesuatunya akan lebih baik. Seringkali

organisasi-organisasi pelayanan kesehatan justru menyerahkan tanggung jawab

hanya kepada hubungan massa saja. Suatu organisasi yang baik tidak akan

mengembangkan citra hanya melalui upaya hubungan massanya saja, citra

merupakan fungsi dari semua yang sedang atau telah dilakukan, dan juga semua

yang dapat dikomunikasikan. Organisasi pelayanan kesehatan hanya cenderung

mengkaitkan citra terhadap komunikasinya saja, mengindikasikan kegagalan

untuk memahami bagaimana mengembangkan citra (Prasetya, 2011).

Istilah citra sekarang ini mempunyai bermacam-macam arti seperti

gambaran organisasi, citra perusahaan, gambaran nasional, citra merek,

gambaran masyarakat, gambaran diri sendiri dan lain sebagainya. Penggunaan

citra yang seperti itu sudah cenderung mempunyai banyak pengertian. Citra

adalah sejumlah dari kepercayaan- kepercayaan, gagasan-gagasan, kesan yang

diperoleh seseorang dari suatu objek (Kotler dan Clarke, 1987 dalam
11

Prasetya,2011).

Menurut Maramis (2006), citra adalah pengalaman sensorik yang tidak

berdasarkan pada data yang ada pada waktu itu. Misalnya kita dapat

menggambarkan dalam pikiran kita seekor sapi tanpa ada sapi di depan mata kita,

hanya berdasarkan sapi yang kita lihat dahulu atau gambarnya dalam buku. Jadi,

citra itu merupakan pencipataan ulang atau representasi mental dari suatu

persepsi sebelumnya.

Menurut Steinmetz dalam Sutojo (2004), citra adalah pancaran

atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi.

Menurutnya bagi suatu organisasi juga dapat diartikan sebagai persepsi

masyarakat terhadap jati diri organisasi, selanjutnya Steinmetz mengemukakan

persepsi seseorang terhadap suatu organisasi/perusahaan didasari atas apa yang

mereka ketahui atau mereka kira tentang organisasi/perusahaan yang

bersangkutan.

Setiap pelayanan kesehatan mau tidak mau mempunyai citra di mata

masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang atau buruk.

Peringkat citra yang berlainan tersebut berdampak terhadap keberhasilan

kegiatan pelayanan yang diberikan. Citra buruk melahirkan dampak negatif bagi

operasi pelayanan dan dapat juga melemahkan kemampuan organisasi dalam

bersaing (sutojo, 2004).

2.4. Pengukuran Citra

Menurut Kotler dan Clark (1987) dalam Prasetya (2011) ada dua

langkah pendekatan untuk mengukur suatu citra yaitu mengukur seberapa


12

familiar dan favorable citra organisasi itu, dan yang kedua yaitu mengukur lokasi

citra organisasi dalam dimensi-dimensi yang relevan (yang disebut diferensial

semantik).

2.5. Pengukuran Familiaritas – Favoribilitas

Citra atau image dapat didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan,

gagasan dan kesan yang dianut seseorang tentang sebuah objek. Sikap dan

tindakan seseorang terhadap objek akan sangat tergantung pada objek tersebut.

Pertama kali dapat diukur dengan skala familiaritas. Untuk menetapkan

familiaritas, para responden diminta untuk memeriksa salah satu dari berikut :

Tidak pernah Pernah Mengetahui Mengetahui Mengetahui


Mendengar mendengar sedikit sedang dengan baik

Hasil-hasil ini mengindikasikan kesadaran masyarakat akan

pelayanan tersebut. Jika banyak responden menempatkan organisasi tersebut di

pilihan pertama, kedua dan ketiga, maka organisasi tersebut mempunyai suatu

masalah kesadaran (Prasetya, 2011).

Selanjutnya dari responden tersebut yang memiliki familiaritas dengan

organisasi tersebut kemudian diminta untuk menguraikan bagaimana

perasaan mereka tentang organisasi tersebut dengan menggunakan skala

favorabilitas :

Sangat kurang Sedikit Acuh Sedikit Sangat baik


Baik kurang baik tak acuh baik
13

Jika responden memilih pilihan pertama, kedua dan ketiga maka organisasi

terebut harus mengatasi dulu masalah citra negatifnya (Prasetya, 2011).

2.6. Diferensial semantik

Setiap pelayanan kesehatan perlu bergerak lebih jauh dan meneliti

substansi citranya. Salah satu alat paling popular untuk mencapainya adalah

melalui diferensial semantik. Menurut Prasetya (2011) Metode ini mencakup

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengembangkan sejumlah dimensi yang relevan. Peneliti dapat

menggunakan hal yang biasa menjadi permasalahan tentang

organisasi tersebut. Hal ini untuk mengidentifikasi dimensi yang akan

digunakan dalam berpikir tentang objeknya. Misalnya orang dapat

ditanyai : hal-hal apa yang sering dirasakan pasien bila sedang berada di

rumah sakit. Jika seseorang mejawab mengenai kualitas perawatan medis,

maka hal ini dapat diklasifikasikan kepada skala bipolar, dengan pilihan

antara kualitas baik, sedang dan buruk.

2. Mengurangi dimensi-dimensi yang relevan. Jumlah dimensi

harus dipertahankan tetap rendah untuk menghindari keletihan/kelelahan

responden. Ada tiga jenis skala dasar yakni ; skala evaluasi (kualitas baik-

buruk), skala potensi (keamanan kuat-lemah) dan skala aktivitas (kualitas

aktif-pasif). Dengan menggunakan hal ini sebagai pedoman, atau

menjalankan analisis faktor, peneliti dapat membuang skala yang gagal

untuk menambah informasi baru.

3. Memeriksa varians citra, Karena setiap profil citra adalah garis rata-rata,
14

maka hal ini tidak menggambarkan seberapa jauh variabilitas citra yang

sesungguhnya.

Jadi diferensial semantik adalah alat pengukuran citra yang fleksibel

dan dapat memberikan informasi penting. Misalnya, organisasi dapat mengetahui

bagaimana publik memandangnya dan juga pesaing utamanya. Dengan

menelaah kekuatan dan kelemahan citra pesaing. Kemudian organisasi

selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah solusi penting, dapat mengetahui

bagaimana publik dan segmen pasar yang berbeda memandangnya dan juga

dapat memonitor perubahan- perubahan dalam citra. Dengan mengulangi studi

tentang citra secara berkala, organisasi dapat mendeteksi setiap penyimpangan

ataupun peningkatan citra yang nyata (Kotler dan Clarke, 1987 dalam Prasetya,

2011).

2.7. Menentukan Citra

Menurut Kotler dan Clarke (1987) dalam Prasetya (2011), yang

menentukan citra yakni ada dua teori pembentukan citra. Pertama menegaskan

bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh objek, yakni orang menerima realita

objek begitu saja. Pandangan citra yang berorientasi pada objek mengasumsikan

bahwa : (1) Orang cenderung untuk memiliki pengalaman pertama dengan objek,

(2) Orang mendapatkan data yang terpercaya dari objek, dan (3) Orang

cenderung tergantung dengan apa yang dilihat dengan cara yang sama selain

memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda. Asumsi-asumsi ini

sebaliknya mengimplikasikan bahwa organisasi tidak dapat dengan mudah

menciptakan citra yang salah tentang dirinya sendiri.


15

Teori kedua menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh

asumsi seseorang. Orang yang mempertahankan pandangan ini menegaskan

bahwa : (1) Orang memiliki tingkat kontak yang berbeda dengan objek, (2)

Orang yang ditempatkan di depan objek, akan secara selektif menerima aspek-

aspek berbeda dari objek tersebut, (3) orang memiliki cara masing-masing

untuk memproses data sensory, yang melahirkan penyimpangan selektif.

Karena alasan-alasan ini orang dapat mempertahankan citra yang sangat

berbeda tentang objek yang sama. Yakni, ada hubungan lemah antara citra dan

objek sesungguhnya (Prasetya, 2011)

2.8. Hubungan Antara Citra dan Perilaku.

Sebagian besar organisasi tertarik dengan pengukuran dan modifikasi citra

karena mereka mengira bahwa citra memiliki pengaruh besar terhadap perilaku

orang. Mereka mengasumsikan bahwa ada hubungan erat antara citra orang atas

organisasi dan perilaku mereka terhadap itu. Namun, hubungan antara citra dan

perilaku tidak demikian sesungguhnya. Citra hanya satu komponen dari sikap,

Dua orang dapat memandang sebuah rumah sakit sebagai rumah sakit besar dan

sebaliknya seseorang juga memiliki sikap yang berlawanan terhadap rumah sakit

tersebut. Selanjutnya, hubungan antara sikap dan perilaku juga lemah, seorang

pasien mungkin lebih menyukai rumah sakit kecil daripada rumah sakit besar,

karena rumah sakit kecil lebih dekat ke rumahnya atau karena dokter pasien

memiliki hak istimewa memberi rujukan hanya pada rumah sakit kecil

(Prasetya,2011)
16

2.9. Pelayanan Rawat Inap

Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat

dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat,

rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien menurut

Posama (2001) dalam Pahlevi (2009).

a. Memberikan bantuan kepada orang yang mempunyai kebutuhan.

b. Memberikan pelayanan atas semua hal berikut ini :

1. Apa yang mereka kehendaki

2. Kapan mereka menghendaki

3. Siapa yang ingin mereka temui

4. Mengapa mereka menginginkannya

5. Cara apa yang mereka kehendaki dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit

yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa,

terapi, rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997 dalam

Pahlevi, 2009).

2.9.1. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap

a. Penerimaan Pasien (admission)

b. Pelayanan Medik

c. Pelayanan Penunjang Medik

d. Pelayanan Perawatan

e. Pelayanan Obat

f. Pelayanan Makanan
17

g. Pelayanan Administrasi Keuangan

Menurut Revans (1986) dalam Pahlevi (2009) bahwa pasien yang masuk pada

pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :

a. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan

dirawat tinggal di rumah sakit.

b. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam

program perawatan dan therapi.

d. Tahap inspection, yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan

pengaruh serta respon atas pengobatan,

e. Tahap control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.

Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses

untuk didiagnosa ulang.

2.9.2. Posisi Unit Rawat Inap Dalam Sistem Pelayanan Rumah Sakit
Gambar 2.2.

Rekam Medis

Rekam Medis
Rekam Medis

Unit Rawat Inap

Rekam Medis Rekam Medis

Rekam Medis Rekam Medis

Sumber : Pahlevi, 2009


18

2.9.3 Konsep Puskesmas Ruang Rawat Inap

Puskesmas Ruang Rawat Inap adalah puskesmas yang diberi

tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik

berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara

dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi

sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan

yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat

asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari

puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien (Prasetya, 2011)

Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1)

puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah

dicapai dengan kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas

dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4)

jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah

kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal

rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6) pemerintah daerah bersedia untuk

menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes RI, 2009).

Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan

sebagai berikut:

1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat

darurat antara lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit,

penyakit lain yang mendadak dan gawat.

2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi


19

penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan 3

hari atau maksimal 7 hari.

3. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman

penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit.

4. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk

keluarga berencana.

Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa :

1. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan

perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi,

kamar linen, kamar cuci, dapur, laboratorium.

2. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi

terbatas, obstetri patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi,

tempat tidur dan perlengkapan perawatan.

3. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat

pelatihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang

kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam), 2 orang

perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan seorang pekarya

kesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang rawat inap.

Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan :

1. Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara

dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan

kematian bayi dan ibu maternal, keadaan-keadaan gawat darurat serta

pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan.


20

2. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat

inap puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan.

3. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam

meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009)

2.9.4. Teori harapan Pelanggan

Menurut Oslon dan Dover, harapan pelanggan merupakan keyakinan

pelangan sebelum mencoba atau membeli suatu produk dan jasa, yang dijadikan

standard atau acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut. Harapan

pelanggan (expected service) didefinisikan sebagai keinginan pelanggan.

Beberapa factor yang mempengaruhi harapan pelanggan, adalah :

1. Word – of – Mouth (rekomendasi / saran dari orang lain), yaitu pengaruh

yang timbul karena apa yang didengar oleh konsumen dari konsumen lain,

dan mereka cenderung mempercayainya, sehingga pengaruh ini bersifat

potensial dan cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikan

adalah mereka yang dapat dipercaya pelangan, seperti teman, keluarga dan

publikasi media massa.

2. Personal need, dalam hal ini pengharapan konsumen dipengaruhi oleh

kebutuhan pribadi yang biasanya tergantung pada karakteristik dan

keadaan pribadi, sehingga memiliki pengaruh yang kuat

3. Past experience, merupakan pengalaman masa lampau meliputi hal – hal

yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan, yang juga berpengaruh

terhadap harapan konsumen.


21

4. External Communication, juga berpengaruh pada pengharapan konsumen

dan komunikasi yang dimaksud bisa lewat iklan, selebaran, leaflet dan

sebagainya.

2.10. Teori Kebutuhan

Kebutuhan adalah perasaan kekurangan. Seseorang merasa butuh sepatu

baru karena orang tersebut merasa kekurangan sepatu yang baru. Menurut

Abraham Maslow, kebutuhan memiliki lima tingkatan. Mulai dari yang terendah

sampai tertinggi, kebutuhan – kebutuhan tersebut adalah :

1. Kebutuhan Fisiologis

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan sosial

4. Kebutuhan terhadap penghargaan atau kebanggaan

Kebutuhan untuk mengaktualisasikan atau mengekspresikan diri

Keinginan (want) adalah hasrat terhadap sesuatu untuk memenuhi kebutuhan.

Keinginan dipengaruhi oleh latar belakang, budaya dan karakteristik individu

seseorang. Pada saat lapar, muncul kebutuhan terhadap makanan. Namun,

makanan apa yang diinginkan, berbeda – beda. Ada yang menginginkan nasi

beserta lauk – pauk, roti, bakso dan lain – lain. Jadi, kebutuhan bisa sama tetapi

keinginan berbeda – beda. Manusia memiliki keinginan yang tak terbatas, sumber

– sumber daya yang ingin diperolehnya yang terbatas. Oleh karena itu, setiap

orang akan berusaha untuk memperoleh keinginan yang optimal dengan sumber

daya yang ada. Keinginan yang disertai daya beli yang cukup dinamakan

permintaan. Ini tentu berbeda dari pengertian permintaan dalam ekonomi mikro,
22

yang menyatakan bahwa permintaan adalah jumlah produk yang pada tingkat

harga tertentu yang konsumen bersedia membelinya (Artati, 2005)

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel Dependen

Citra Pelayanan Rawat Inap


1. Fasilitas Pelaanan Need Masyarakat
2. Peran dokter
3. Pelaanan petugas
kesehatan
4. Ketersediaan saana non
medis
5. Kondisi lingkungan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Definisi Konsep :

(1) Need (Kebutuhan) masyarakat yaitu keinginan untuk

memperoleh dan mengkonsumsi pelayanan rawat inap di puskesmas

yang meliputi keiginan/tidak inginnya untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang ada, dalam hal ini puskesmas rawat inap.

(2) Citra pelayanan rawat inap adalah ide, pendapat/penilaian seseorang

terhadap puskesmas didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka

kira tentang puskesmas yang diukur melalui fasilitas pelayanan, peran

dokter, pelayanan peetugas kesehatan, ketersediaan sarana non medis

dan kondisi lingkungan.


23

2.12 Hipotesis Penelitian

Ha : Ada Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap terhadap Need Masyarakat di

Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun

2017.

H0 : Tidak ada Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap terhadap Need

Masyarakat di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias

Selatan Tahun 2017.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian metode Survey dengan pendekatan

Explanatori Research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara

variable – variable penelitian melalui uji hipotesa. sehingga dapat menjelaskan

tentang Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need Masyarakat di

Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua

Ori Kabupaten Nias Selatan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 s/d September

2017 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal,

seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang menjalani

rawat inap di puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan.

24
25

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dijadikan menjadi

sampel (Arikunto, 2006). Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30

orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan mempergunakan

Total Sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus

untuk mengetahui Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need

Masyarakat di Puskesmas Sidua Ori Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias

Selatan Tahun 2017. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber

pertama (orang tua). Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara

menggunakan kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data didapat dan ditemukan dari tempat penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah dengan

mengambil data-data demografi dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari

Puskesmas Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan.


26

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Bebas

a. Citra Pelayanan rawat inap adalah merupakan fungsi dari semua yang sedang

atau telah dilakukan, dan juga semua yang dapat dikomunikasikan

Kategori Citra Pelayanan : 1. Baik

2. Sedang

3. Buruk

Untuk mengukur citra pelayanan rawat inap puskesmas Sidua Ori

disusun sebanyak 6 pertanyaan, jawaban pilihan sangat setuju (bobot nilai 5)

setuju (bobot nilai 4), kurang setuju (bobot 3), tidak setuju (bobot 2) sangat

tidak setuju (bobot nilai 1), maka total skor untuk variabel pengetahuan

adalah 30, jadi :

I = Nilai bobot tertinggi – bobot terendah : kategori :

1. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor 26-30

2. Sedang, jika jawaban responden memiliki total 21-25

3. Buruk, jika jawaban responden memiliki total 16-20

3.5.2. Varibel Terikat

Need Masyarakat adalah adalah kebutuhan masyarakat dalam pelayanan awat

inap di Puskesmas Sidua Ori.

Untuk mengukur need masyarakat disusun sebanyak 5 pertanyaan, jawaban

pilihan benar (bobot nilai 2) dan jawaban pilihan salah (bobot nilai 1),

maka total skor untuk variabel pengetahuan adalah 12, jadi :

Kategori Need Masyarakat : 1. Baik


27

2. Sedang

3. Buruk

I = Nilai bobot tertinggi – bobot terendah : kategori :

1. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor 9-12

2. Sedang, jika jawaban responden memiliki total 6-8

3. Buruk, jika jawaban responden memiliki total 4-6

3.6. Metode Pengukuran

Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur

Variabel Cara dan Skala Hasil Ukur


Alat Ukur Ukur
Variabel Bebas
Citra Pelayanan Kuesioner Ordinal 1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
Variabel Terikat
Need Masyarakat Kuesioner Ordinal 1. Baik
2. Sedang
3. Buruk

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh

gambaran variabel independen (Citra Pelayanan Puskesmas) dan variabel

dependen (Need Masyarakat).


28

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya Pengaruh Citra

Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need Masyarakat Di Puskesmas Sidua Ori

Kecamatan Sidua Ori Kabupaten Nias Selatan Tahun 2017 dengan menggunakan

statistik uji Regresi Logistik kemudian hasilnya dinarasikan.


DAFTAR PUSTAKA

Artati, D.K. 2005. Amalisis Kebutuhan Dan Kesediaan Pasien Akan Pelayanan
Rawat Inap Di Poliklinik 24 Jam PT. Rumah Sakit Pelabuhan
Surabaya Cabang Semarang. Tesis Undip: diunduh dari website
eprints.undip.ac.id pada tanggal 25 Juni 2017.

Depkes RI , 2009, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2015. ISBN. 978-602-416-065-4


Katalog Dalam Terbitan.

Kotler, Clark, 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis,


Perencanaan,Implementasi dan Pengendalian. Salemba empat-
Prentice Hall. Jakarta

Maramis W, F, 2006. Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan,


Penerbit Airlangga University Press. Cetakan pertama. Surabaya.

Mills, A., Gilson, L ., Ekonomi Kesehatan Untuk Negara – Negara Sedang


Berkembang, Dian Rakyat, Jakarta, 1990

Napirah, R.M, dkk. 2016. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan


Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tambarana Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso. Jurnal
Pengembangan Kota Vol. 4 Nomor 1 diunduh dari website
ejournal2.undip.ac.id pada tanggal 20 Juni 2017 pukul 17.00 WIB

Pahlevi, W. Analisis Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Unit Admisi RSUD


Budhi Asih Jakarta Timur Tahun 20090. Skripsi UI : diunduh dari
website lib.ui.ac.id pada tanggal 25 juni 2017 pukul 21.00 WIB.

Prasetya, W.H. 2011. Pengaruh Citra Pelayanan Rawat Inap Terhadap Need
Masyarakat Di Puskesmas Gelugur Darat Medan Tahun 2010.
Skripsi Usu : diunduh dari website repository.usu.ac.id pada tanggal
20 Juni 2017 pukul 15.00 WIB.
Puspita, I. 2009. Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan
Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh
Tamiang. Tesis Usu : diunduh dari website repository.usu.ac.id pada
tanggal 20 Juni 2017 pukul 15.00 WIB

Sutojo,S, 2004. Membangun Citra Perusahaan, Penerbit PT Damar Mulia


Pustaka, Jakarta.

Tjiptoherijanto, Soesetyo, 2008. Ekonomi Kesehatan. Cetakan kedua. PT


Rineka Cipta, Jakarta
Kuisioner Penelitian
Citra Pelayanan Rumah Sakit Terhadap Need Masyarakat

No responden :

Nama Kepala Keluarga :


Nama Respoden :
Umur : Tahun
Alamat :
Suku :
Status pernikahan :
1. Menikah
2. Belum Menikah

Jenis kelamin :
1. Perempuan
2. Laki- laki

Pekerjaan :
1. Pegawai swasta
2. Buruh
3. Pegawai negeri sipil
4. Tidak bekerja

Pendapatan :
1. < UMR (<Rp. 1.350.000)
2. ≥ UMR ( ≥Rp. 1.350.000)

Pendidikan terakhir :
1. SD
2. SMP
3. SLTA
4. DI/ DIII/ S1

Pernahkah memanfaatkan fasilitas rawat inap sebelumnya ?


Pernah Tidak
Need Masyarakat

Pertanyaan kebutuhan ada 6 dengan total skor 12, jika responden


menjawab ya diberi nilai = 2 dan jawaban tidak diberi nilai = 1

No Pernyataan Ya Tidak Ket.


1 Menurut anda,
perlukah ada rawat
inap di puskesmas
ini?
2 Menurut anda,
Apakah anda
membutuhkan rawat
inap di puskesmas
ini?
3 Menurut anda,
apakah fasilitas
puskesmas rawat inap
ini sudah cukup
dalam
mendukung?
4 Menurut anda,
perlukah ada tenaga
medis yang bekerja
24 jam di puskesmas
terdekat dengan
rumah anda?
5 Menurut anda,
Apakah anda
membutuhkan
fasilitas pelayanan
rawat inap di
puskesmas ini?
6 Menurut anda,
apakah fasilitas yang
ada di puskesmas
rawat inap ini
sekarang sudah cukup
dengan kebutuhan
anda?
Citra Pelayanan Kesehatan

Alternatif Jawaban :
1. = Sangat Setuju
2. = Tidak Setuju
3. = Kurang Setuju
4. = Setuju
5. = Sangat Setuju

No Pertanyaan Kode Jawaban


Servicecape 1 2 3 4 5
Bagaimana pendapat anda, mengenai
1
kenyamanan dan keteraturan ruangan
Bagaimana pendapat anda mengenai
2
kebersihan puskesmas Sidua Ori
Bagaimana pendapat anda, mengenai
3 kebersihan dan kerapian penampilan
dokter, perawat dan staf
Bagaimana pendapat anda, mengenai
4
kelengkapan alat – alat medis
Bagaimana pendapat anda, mengenai
kelengkapan dan kebersihan peralatan
5 yang tersedia didalam ruangan seperti :
tempat tidur, tempat penyimpanan barang
– barang dan alat – alat pemeriksaan
Bagaimana pendapat anda, mengenai
6 petunjuk dan alur pasien untuk
mendapatkan pelayanan
34

PENGARUH CITRA PELAYANAN RAWAT INAP TERHADAP NEED


MASYARAKAT DI PUSKESMAS SIDUA ORI KECAMATAN SIDUA
‘ORI KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2017

PROPOSAL

Oleh :

HOTLI H. NABABAN
1515192451

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2017

Anda mungkin juga menyukai